BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. PEMBAHASAN
1. Analisis Metode Pendidikan Anak Maria Montessori
Seperti yang diketahui bahwa Maria Montessori memberikan klasifikasi tentang pendidikan anak dan menaruh banyak perhatian pada pendidikan pertama yaitu yang dikenal sebagai otak penyerap, pendidikan yang berlangsung mulai dari sejak lahir 0 tahun sampai usia 6 tahun.
Pemikiran Montessori mengungkapkan bahwa pada masa anak-anak merupakan masa pembelajaran yang sangat penting yang disebut dengan the golden age. Dalam daya pembelajaran ini anak mempunyai daya respon yang sangat besar dibandingkan dengan masa dewasa, karena pada dasarnya setiap anak memiliki daya psikis yaitu daya pengajar dalam diri yang membantu dalam pembelajaran. artinya, anak-anak yang lahir telah memiliki daya interior untuk menyerap dan mengasimilasi banyak unsur dari sebuah kebudayaan yang sangat kompleks tanpa pengajaran langsung.52
Sebagai salah satu pendidikan yang terdekat, keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi anak. Proses pendidikan yang berlangsung mempunyai pengaruh yang besar bagi tumbuh kembang anak. Memberikan metode dan pola asuh yang benar akan memberikan
51 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Op.Cit., hal. 81
52 Maria Montessori, The Absordent Mind, penerjemah Dariyanto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 7
kepada anak kesempatan untuk belajar dan mengeksplorasi lingkungan sekitar yang merupakan hal yang baru baginya.
Metode adalah salah satu unsur terpenting dalam sebuah proses pembelajaran, karena metode adalah cara atau upaya dalam menghubungkan antara orang tua dan anak dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Berhasil atau tidaknya pendidikan yang diberikan itu tergantung metode yang digunakan, meskipun metode bukan satu-satunya jalan dalam menentukan keberhasilan dalam pendidikan, akan tetapi metode mempunyai peran yang sangat krusial dalam proses pembelajaran. bila dicermati secara umum metode banyak sekali ragamnya dan jenisnya, akan tetapi tidak semua metode pendidikan cocok untuk anak terutama pada tahap pertama perkembangannya.
Pendidikan tahap pertama adalah penentu pendidikan ke jenjang selanjutnya. Menurut Montessori manusia terlahir dianugerahi dengan kemampuan untuk mempelajari bahasa apapun yaitu bahasa lingkungannya. Dengan demikian, Montessori beranggapan bahwa anak akan mengalami atau bahkan sangat peka terhadap bunyi-bunyi ujaran, menyimak dan menanamkannya dalam-dalam melebihi hal-hal lain.53
Dari semua yang dilakukan atau diciptakan anak pada usia 0-6 tahun ini bersumber dari ketidak sadaran. Pikiran tak sadar pada anak usia ini bukan berarti mereka mempunyai mentalitas yang rendah. Akan tetapi dari pikiran tak sadar tersebut membuat mereka bisa menjadi yang paling cerdas. Karena adanya suatu kepekaan yang khusus dan luar biasa tajam yang karenanya benda-benda di sekelilingnya membangkitkan minat dan antusiasme sedemikian besarnya, sehingga benda-benda tersebut mampu digunakan dengan sangat maksimal sesuai dengan kemampuannya. Dari setiap benda-benda yang digunakannya akan
53 Maria Montessori, The Absordent Mind, penerjemah Dariyanto, Ibid., hlm. xii
membuat anak mempunyai kesan yang bukan hanya ada dalam pikirannya akan tetapi penting bagi kehidupannya sendiri.
Dengan demikian Montessori menyebut periode awal umur 0-6 tahun adalah periode sensitif, masa peka, atau usia emas, di mana pikiran anak mudah sekali menyerap apapun dari lingkungannya.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Dr. Alexis Carrel tentang Montessori yang mengatakan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang paling kaya, masa ini seyogyanya didayagunakan oleh pendidik sebaik-baiknya, jika tersia-sia kehidupan kehidupan masa ini tidak akan pernah dapat dicari gantinya. Oleh karena itu tugas kita sebagai orang dewasa atau pendidik memanfaatkan tahun-tahun awal kanak-kanak ini dengan kepedulian yang tertinggi, bukan menyia-nyiakannya.54
Dalam lingkup keluarga tentunya banyak sekali pendidikan yang diberikan menggunakan metode yang sangat beragam. Orang tua adalah pendidik pertama yang diterima oleh anak. Mereka harus membantu mengarahkan tujuan pembelajarannya. Hal ini bisa berupa dengan langkah pertama yaitu dengan menentukan sebuah impian yang mana hal ini merupakan bentuk kepedulian yang diberikan oleh orang tua terhadap mereka.
Montessori menganggap anak memiliki pengajar dalam dirinya, maka orang tua harus menjadi navigator dan mengarahkan tanpa banyak ikut campur. Maka konsep Montessori Follow the Child disini mulai aktif berperan. Orang tua harus bisa mengobservasi dalam mengartikan setiap perilaku anak yang kemudian memanfaatkan kebutuhannya untuk mencapai tujuan. Dengan begitu anak akan merasa terpuaskan karena
54 Maria Montessori, The Absordent Mind, penerjemah Dariyanto, Ibid., hlm. xiii
rasa keingintahuannya terpenuhi dan tercapai. Oleh karena itu orang tua harus bisa memberikan respon terhadap apa yang dilakukan anak.
Selain daripada memenuhi setiap kebutuhan anak, orang tua juga harus mampu membuat aturan konsisten dengan anak. Hal ini berguna agar anak tidak terlena akan kebutuhan-kebutuhan yang tidak menunjang dalam pembelajarannya. Kebebasan yang diberikannya dalam mengeksplorasi kebutuhannya harus tetap dibalut dengan aturan yang membatasinya. Hal ini menjadi salah satu bentuk perhatian dan pengawasan orang tua dengan menerapkan kebebasan terbatas. Adanya aturan tersebut anak akan tetap bebas mengeskplorasi lingkungan dengan terkendali. Dengan kebebasan yang dimilikinya akan muncul kemandirian dalam diri dan disiplin, karena pada dasarnya ia akan melakukan sesuatu dengan kemauannya sendiri. Kebebasan terbatas inilah dalam istilah Montessori disebut dengan freedom with limitation.
Memperhatikan keadaan anak juga merupakan hal penting dalam metode Montessori. Orang tua tidak hanya memberi perintah satu arah saja namun, orang tua harus menunjukkan sikap menghargai dengan menjadi pendengar yang baik ketika anak akan menyampaikan sesuatu dan meresponnya. Dengan demikian anak akan merasa dihargai dan merasa diperhitungkan keberadaannya. Keteladanan dan pembiasaan menjadi elemen yang sangat penting karena contoh dari orang tua yang menunjukkan sikap menghargai, anak juga akan belajar untuk menghargai kepada orang lain.
Seperti yang dikatakan oleh Abdullah Nashih Ulwan dalam beberapa metodenya yang salah satunya tentang metode keteladanan.
keteladanan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk karakter anak baik secara moral, spiritual, dan sosial. Karena, seorang pendidik merupakan suri tauladan dalam pandangan anak, yang segala tingkah laku dan sopan santunnya
akan ditiru olen anak, dan tertanam dalam kepribadian anak, baik dalam bentuk perkataan dan perbuatan. Oleh karenanya keteladanan menjadi faktor yang menentukan baik dan buruknya anak. Jika pendidik berperilaku dan berakhlak baik, maka kemungkinan besar anak akan tumbuh dengan perilaku dan akhlak yang baik. Sebaliknya, jika pendidikan berperilaku dan berkakhlak tercela, maka kemungkinan besar anak akan tumbuh dengan perilaku dan akhlak yang tercela.55
Respect the Child adalah bentuk konsep yang mesti disiapkan di lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya. Memudahkan segala sesuatu demi untuk kebutuhan sang anak akan membawanya kepada kemandirian. Dengan menyiapkan lingkungan untuk anak-anak, mereka dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan aman dan nyaman. Peduli terhadap anak bukan hanya memberikan sesuatu barang ketika dia menyelesaikan tugas yang dikerjakannya atau memberikan hukuman bila tidak menyelesaikanya.
Pendidikan dengan sanksi dan hukuman akan membuat efekshock therapy pada anak, dan menahan akhlak buruknya juga sifat jeleknya. Juga menahannya dari perbuatan terlarang dan melakukan kejahatan. Tanpa hukuman dan sanksi, anak akan terbuai dengan akhlak jelek maupun kejahatan, dan akan tenggelam oleh lumpur criminal, serta terperosok ke dalam jurang kerusakan dan kemungkaran.56
Di dalam kitabnya Jamal Abdurrahman mengatakan, bahwa tujuan menjatuhkan hukuman dalam pendidikan Islam hanyalah untuk memberikan bimbingan dan perbaikan, bukan untuk pembalasan atau kepuasaan hati. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik harus memperhatikan kondisi dan watak anak sebelum menjatuhkan hukuman kepada mereka. Seorang pendidik harus menerangkan kekeliruan yang
55 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Op.Cit., hal. 142
56 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Ibid., hal. 448
dilakukan anak dan memberi semangat untuk memperbaiki diri.
Kesalahan dan kekhilafannya harus dimaafkan bila anak tersebut telah memperbaiki diri dan tidak melakukan kesalahannya kemabali.57
Namun dengan memperhatikan dan menemani anak ketika mereka hendak belajar dan merespon segala apa yang diceritakannya adalah bentuk kepedulian orang tua kepada anak-anaknya.
Maka oleh karena itu, dari kesimpulan penulis setelah menelaah tentang konsep metode Montessori di atas adalah terciptanya karakter anak yang mandiri yang mana hal ini selaras dengan tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Heri Jauhari Muchtar yang beliau tuturkan ada 17 dan salah satunya adalah mendidik anak agar mandiri.58 hal ini terlihat ketika Montessori memberikan sebuah pendidikan tentang kebebasan dalam memilih pelajaran, keteraturan dalam segala hal, realistis, keindahan dan konsep material yang dibuatnya mengandung unsur tentang pembelajaran hidup.
Nilai-nilai karakter yang dibentuk sejak dini harus segera dibangun agar menjadi sebuah pondasi yang kokoh sebagai bekal kehidupannya di masa depan nanti. Montessori memiliki tujuan pokok yang hendak dicapai adalah membuat anak-anak mandiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. “tak ada orang bebas, kecuali dia MANDIRI” yang dikenal sebagai motto Montessori dalam yang menjadi filosofi penting dalam pendekatannya.59 Montessori menjelaskan bahwa memahami kebutuhan dan sifat-sifat alami anak adalah dasar dan bagian dari menentukan hal-hal yang perlu diajarkan.
Tentunya hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Priscila Natalia Kezia di dalam jurnalnya tentang pentingnya pendidikan
57 Jamal Abdurrahman, Athfal Al-Muslimin. Op.Cit., hal. 156
58 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Op.Cit., hal. 109
59 Agustina Prasetyu Magini, Op.Cit., hal. 54
karakter baru-baru ini. Ia mengungkapkan bahwa karakter seseorang akan terbentuk jika aktivitas dilakukan berulang-ulang secara rutin hingga menjadi suatu kebiasaan, yang akhirnya tidak hanya menjadi suatu kebiasaan saja tetapi sudah menjadi sebuah karakter. Maka oleh karena itu pendidikan karakter harus dilakukan sedini mungkin agar anak mampu menanamkan karakter yang baik sehingga mereka bisa membawanya hingga usia dewasa.60
Dengan demikian tantangan atau problematika pendidikan sekarang ini khususnya tentang karakter bisa teratasi dengan memperkaya metode yang digunakan ketika hendak mengajar baik formal maupun non formal. Semakin kaya akan metode maka semakin banyak cara dan celah memperbaiki kesalahan yang terjadi di setiap pendidikan, dengan demikian bagi setiap pendidik harus mempunyai rasa sadar dan haus akan kebutuhan perkembangan anak. Karena menurut Montessori tugas utama pendidik adalah mendidik anak menjadi baik.61
Oleh karena itu tentang analisis metode Montessori di atas tentang konsep anak, kebebasan, motorik, bahasa serta indra atau sensori dari Montessori dapat diakumulasikan ke dalam konsep keIslaman seperti halnya nilai-nilai keimanan, ibadah dan akhlak.
Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan kepada anak seperti halnya memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya, memberikan gambaran tentang siapa penciptanya melalui kisah-kisah teladan, pentingnya menghormati orang tua. Seperti halnya yang dikatakan oleh Syekh Khalid Abdurrahman Al Ikk bahwa dengan memberikan pendidikan keimanan akan memetakan akalnya dan melatihnya untuk berpikir, berangan-angan, melakukan analisis, dan
60 Priscila Natalia Kezia, Pentingnya Pendidikan Karakter pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital, Jurnal Pendidikan Tambusai,Volume 5 Nomor 2 Tahun 2021, hal. 2945
61 Agustina Prasetyu Magini, Op.Cit., hal. 53
meneliti serta memaksimalkan kecerdasan untuk kebaikan diri dan masyarakat.62
Nilai-nilai ibadah yang bisa diajarkan tentang pentingnya bersyukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan, berupa tubuh yang lengkap, sehat dan yang lainnya. Dan terakhir tentang nilai-nilai akhlak tentang sopan dan santun serta berbuat baik terhadap sesama.
Dari semua hal tersebut tentunya bisa dikolaborasikan dengan konsep metode yang digagas oleh Montessori baik secara pemahaman maupun material yang digunakan.
2. Metode Pendidikan Anak Maria Montessori Dalam Perspektif