• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. MARIA MONTESSORI

4. Kurikulum Montessori

Metode Montessori memiliki setidaknya ada 5 poin yang menjadi kurikulum dalam praktek pembelajarannya. Lingkungan belajar dalam penerapan metode Montessori lebih banyak menggunakan pendidikan praktis yang masing-masingnya mempunyai peran dalam pembentukan karakter anak. Berikut rincian kurikulum metode Montessori :

a. Keterampilan-keterampilan praktis sehari-hari

34 Maria Montessori, terj. Pratiwi Utami, Dr. Montessori’s Own Handbook, Ibid., hal. 82

35 Maitoh, dkk. Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 31

Montessori membuat suatu rancangan akan pelatihan-pelatihan tentang keterampilan praktis yang pada akhirnya anak-anak mampu mengaplikasikannya dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan di kehidupannya. Tujuannya adalah untuk mengangkat anak-anak dari ketergantungan mereka pada orang dewasa dan dapat melaksanakan tugasnya dengan sendiri.

Pelatihan yang dibuat oleh Montessori ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan daya motorik, otot, dan koordinasi pada anak. Pencapaiannya dapat mengajarkan anak akan kemandirian dan timbul rasa percaya diri yang mana mereka mampu melaksanakannya tanpa bantuan orang dewasa.36

Selain daripada itu, tujuan yang tidak kalah penting dari filosofi Montessori ini adalah agar anak-anak memperoleh kebebasan yang mereka butuhkan bagi perkembangan diri mereka sendiri. Menjadi bebas berarti bahwa seseorang memiliki daya, keterampilan, untuk melakukan apa yang diperlukan untuk bertahan hidup. Dan bagi anak-anak, kebebasan ini memiliki arti bahwa mereka akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan hidup yang didasarkan pada kesiapan dan tahap perkembangan mereka, untuk melatih keterampilan sehari-hari.37

Contohnya seperti, menata meja, menyajikan makanan, makan, beres-beres setelah makan, membasuh wajah, mencuci tangan, menyikat gigi, mengancingkan baju, dan menyimpulkan tali sepatu. Hal ini mampu membuat anak mengembangkan koordinasi otot dan belajar untuk tekun dalam menguasai sebuah tugas.

b. Keterampilan-keterampilan Indra

36 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 28

37 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 84

Montessori merancang bahan-bahan dan kegiatan-kegiatan indra untuk mengembangkan kemampuan anak dalam membedakan warna dan membedakan suara. Kurikulumnya mencakup tentang keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan sebagai bentuk manipulasi berbagai jenis objek atau benda. Pelatihan-pelatihan indra dirancang untuk menumbuhkan tiga jenis keterampilan : kemampuan membedakan warna, peka terhadap bau dan suara dan kemampuan untuk membandingkan dan membedakan.38

Keterampilan indrawi dari kurikulum ini mencakup keterampilan-keterampilan yang mempunyai kaitannya dengan suara, dan mampu membedakan nada-nada suaranya; terkait dengan penglihatan dan keterampilan untuk mengenali perbedaan warna;

terkait dengan sentuhan dan keterampilan untuk merasakan tekstur, kelembutan dan kekerasan, kedinginan, dan kehangatan. Adapun alat-alat khusus yang dibuat Montessori dalam mendukung kurikulum ini misalnya silinder-silinder, lonceng-lonceng nada, balok-balok tumpuk, bahan-bahan dengan beragam warna, dan sebagainya.

Kegiatan-kegiatan ini memiliki tiga target hasil: pertama, meningkatkan kemampuan indra anak-anak dengan melatih daya diskriminasi mereka; kedua, meningkatkan fungsi-fungsi indra secara umum; ketiga, membangun kesiapan anak-anak untuk melaksaksanakan kegiatan-kegiatan yang lebih rumit.39

Seperti halnya dari serangkaian benda yang kecil yaitu selinder-selinder kayu yang berbagai ukuran untuk dimasukkan ke dalam lubang-lubang yang berukuran sama pada sebuah balok kayu, kemudian sepuluh kubus berwarna pink dalam ukuran yang

38 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 29

39 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 85

berjenjang untuk membangun menara dan masih banyak lagi tentang bahan pembelajaran dari metode Montessori yang memiliki fungsi untuk menstimulasi serta menghidupkan kepekaan seluruh indra anak..40

c. Keterampilan-keterampilan fisik, sosial, dan kebudayaan

Keterampilan-keterampilan fisik, sosial, dan kebudayaan yang sifatnya lebih umum diperoleh melalui kegiatan-kegiatan fisik secara individu, melalui kegiatan bersama memelihara dan merawat tanaman dan hewan-hewan, dan melalui perkembangan sikap menghargai karya sendiri dan karya orang lain. Anak-anak itu sendiri mengembangkan kesadaran tentang dunia yang lebih luas di mana mereka hidup. Ketika mereka menata informasi indrawi yang telah mereka serap, mereka semakin sadar bahwa mereka butuh tahu lebih banyak tentang dunia yang lebih luas di mana mereka hidup.41 d. Keterampilan bahasa

Montessori meyakini bahwa bahasa, sebagai instrumen pemikiran kolektif manusia, adalah kekuatan manusia yang mentransformasikan lingkungan mentah menjadi peradaban.

Sementara itu, semua manusia mempunyai kemampuan menyerap dan menguasai bahasa. Sebuah bahasa menjadi unsur kunci dalam membatasi dan menjadikan sebuah kelompok manusia tertentu menjadi khas. Begitu pula halnya dengan anak-anak yang juga menyerap bahasa.

Dalam perkembangan bahasa ini Montessori membedakan dalam pengajaran bahasa adalah kreasi spontan dari anak. Tanpa memandang bahasa tertentu yang digunakan dalam kebudayaan

40 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 29

41 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 86

anak. Semua bahasa anak berkembang melalui periode di mana mereka hanya dapat melafalkan suku-suku kata, kemudian kata-kata secara utuh, kemudian mulai menggunakan sintaksis dan gramatika.42

Demi untuk mengembangkan kemampuan ini, Montessori mengembangkan bahan-bahan yang mendukung kesiapan untuk membaca, menulis dan berhitung. Bahan-bahan ini mencakup huruf-huruf dari kertas ampelas, kotak-kotak berisi huruf-huruf-huruf-huruf dan angka-angka dari bahan karton berwarna, dan lidi-lidi untuk berhitung – batang-batang bersisi-persegi dengan panjang dan warna yang mewakili bilangan-bilangan yang berbeda, begitu juga dengan manik-manik dalam jumlah dan warna yang berbeda.43

e. Pembentukan nilai dan Pendidikan karakter

Dalam pendidikan moral Montessori mendapati bahwa mayoritas tentang konsep pembentukan karakter dibuat untuk dan oleh orang dewasa tanpa mempertimbangkan sifat dan perkembangan dari anak-anak, montessori beranggapan bahwa pendidikan moral yang murni mengikuti rangkaian yang alami dan menurut tahap-tahap perkembangan dari anak-anak. Karena bila tidak mempertimbangkan hal tersebut, maka akan mengalami kesulitan atau adanya penyangkalan yang terjadi pada diri anak, karena apa yang diterimanya tidak sesuai dengan keadaannya.

Montessori mengidentifikasi pembentukan karakter pada periode-periode utama perkembangan memiliki tiga fase penting :

1. Dari lahir hingga enam tahun, periode otak penyerap, ketika anak kecil belum memiliki rasa tentang benar dan salah dan hidup di luar nilai-nilai moral orang dewasa.

42 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 86

43 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 30

2. Dari enam hingga dua belas tahun, ketika anak-anak mulai sadar tentang benar dan salah dalam hal tindakan-tindakan mereka sendiri dan orang lain; sebuah rasa kesadaran moral sedang terbentuk, yang mengantar kepada nilai-nilai kelompok dan sosial.

3. Dari dua belas hingga delapan belas tahun, ketika remaja mengembangkan rasa cinta tanah air dan rasa identitas kebangsaan.44

Karena dengan demikian, ketika seorang anak berhasil dengan baik melalui tiap-tiap periode, fondasi moral dan sosial akan terbentuk. Semakin banyak kebutuhan-kebutuhan dalam satu periode terpenuhi, semakin besar keberhasilan di periode berikutnya.

Ketika Montessori mengaplikasikan metode yang dibuatnya di dalam sekolah yang didirikannya yaitu Casa dei Bambini, ia lebih banyak terlibat dalam pendidikan moral dan anak-anak di periode pertama. Pembentukan karakter anak-anak pada periode ini sesuai dengan perkembangan kognitif dan keterampilan, mereka membutuhkan kebebasan untuk terlibat dengan lingkungan.

Menurutnya rasa moral akan berkembang menurut keberhasilan yang dialami dalam mengatasi halangan-halangan dan menguasai tantangan-tantangan yang terjadi dalam interaksi dengan alami ini.

Selama periode awal yang penting ini, anak-anak mengalami pengalaman yang membentuk kepribadian dan karakternya sendiri.

Bila mereka terluka, mengalami kejahatan, kekerasan dan menghadapi rintangan-rintangan yang di luar kemampuan mereka dalam mengatasinya, maka penyimpangan kepribadian akan terjadi.

Namun sebaliknya bila mereka menemukan kesulitan dan rintangan

44 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 87

yang mampu mereka atasi dengan sendiri sesuai dengan perkembangan dan memiliki kebebasan yang diberikan terhadap lingkungan pembelajarannya yang terstruktur, maka mereka akan cenderung membangun penilaian-diri yang positif dan sebuah kepribadian yang sehat.45

Kunci menuju perkembangan moral adalah fokus pada satu jenis pekerjaan. Ketika sedang dalam keadaan fokus mengharuskan anak-anak untuk menggunakan benda-benda untuk tujuan-tujuan yang sesuai dengan rancangan-rancangan benda tersebut. Ketika melakukan hal tersebut, anak membangun kesadaran sendiri bahwa pemikiran ide atau pemikiran dalam otak berhubungan dengan tindakan dan bahwa tindakan-tindakan itu memiliki konsekuensi.

Bukan hanya mengantar pada perkembangan motorik akan tetapi di saat yang sama anak juga akan termotivasi untuk bertahan dengan sebuah tugas dan menyelesaikan sebuah tantangan.

Sebagaimana Montessori menyatakan intinya adalah bahwa tugas tersebut membangkitkan sebuah ketertarikan yang melibatkan keseluruhan kepribadian anak. Anak-anak yang kepekaan moralnya sedang berkembang secara normal, memperlihatkan disiplin yang spontan, kerja yang berkelanjutan dan merasa senang dan sentimen-sentimen untuk membantu dan bersimpati pada orang lain.46