• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. MARIA MONTESSORI

3. Konsep Metode Montessori

Metode Montessori adalah suatu metode pendidikan yang dalam penyusunannya berdasarkan pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20.

Montessori berpendapat bahwa penerapan ilmu-ilmu ilmiah modern dalam pendidikan terutama oleh gerakan “pedagogi ilmiah” justru membelenggu perkembangan jiwa anak. Inilah yang menjadi landasan kita dalam memahami bagaimana hakikat pembelajaran bagi anak.22 Karakteristik yang menonjol dari metode ini adalah menekankan pada adaptasi lingkungan belajar anak yang sesuai dengan tingkat perkembangannya dan didukung dari peran aktif fisik dalam menangkap pembelajaran dan kemampuan berpikir.

Selain daripada itu, ciri khas yang ada dalam metode Montessori ini adalah adanya suatu penghargaan terhadap kepribadian anak yang tidak pernah ditunjukkan sebelumnya. Pembelajaran dalam metode ini menekankan pada stimulasi dari seluruh indra, bukan hanya melalui audio

20 Vidya Dwina Paramitha, Jatuh Hati Pada Montessori, Op.Cit., hal. 37

21 Maria Montessori, Op.Cit., hal. 27

22 Aprilian Ria Adisti, “Perpaduan Konsep Islam Dengan Metode Montessori Dalam Membangun Karakter Anak”, Jurnal Kajian Pendidikan Islam, Vol. 8, No. 1, Juni 2016, hal. 68

dan visual saja. Dan adapun tujuan utama dari metode Montessori adalah untuk menemukan watak alami yang dalam diri anak dan memberi kebebasan pada anak.23

Dari hasil observasi yang dilakukan Montessori akan teori-teori yang diimplementasikannya terhadap perkembangan anak, Montessori membuat sebuah konsep tentang pendekatan pada anak antara lain sebagai berikut :

a. Anak bukanlah kertas kosong. Anak bukanlah kertas kosong yag pasif menunggu untuk ditulis. Penolakan yang terjadi dalam diri anak menandakan bahwa ia mempunyai kendali dalam diri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.24 Penolakan akan sebuah teori tentang tabula rasa menjadi alasannya karena pada dasarnya setiap anak mempunyai daya psikis ketika lahir yaitu sebuah kemampuan pengajar yang ada dalam diri yang merangsang terhadap pembelajaran.

b. Follow the child. Konsep ini adalah upaya untuk mempertajam indra para orang tua atau pendidik sebagai orang dewasa untuk mengartikan setiap perilaku anak sebagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, kemudian sebagai orang dewasa memanfaatkan kebutuhan itu untuk mencapai tujuan, yaitu pembelajaran.25 dalam hal pengetahuan ini orang tua dituntut untuk mampu memahami tentang situasi dan kondisi terhadap observasi perilaku anak. Orang tua harus melakukan suatu tindakan yang tepat dalam merespon apa yang dilakukannya sehingga menimbulkan sebuah manifestasi kebutuhan pada anak. Dan posisi orang tua menjadi seorang navigator yang mampu

23 Maria Montessori, terj Ahmad Lintang Lazuardi, Rahasia Masa Kanak-Kanak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hal. 163

24 Vidya Dwina Paramitha, Jatuh Hati Pada Montessori, Op.Cit., hal. 57

25 Vidya Dwina Paramitha, Jatuh Hati Pada Montessori, Ibid., hal. 62

mengarahkan dan memberi nasihat akan kebutuhan yang ada pada anak.

Pada fase ini anak-anak membutuhkan pengalaman sebagai bahan dalam pembentukan kepribadian dan karakter.

Bila orang tua kurang tepat dalam memberikan bimbingan atau memanifestasikan kebutuhan yang terjadi pada anak, maka penyimpangan kepribadian besar yang memungkinkan terjadi pada dirinya.

c. Freedom with limitation atau kebebasan terbatas adalah kebebasan pada anak-anak untuk beraktivitas dalam lingkungan yang terstruktur. Artinya anak mempunyai kebebasan dalam mengeksplorasi sesuatu namun dihimpit oleh batasan agar kebebasan menjadi harmoni yang selaras. Dengan kata lain ada saatnya orang tua membiarkan anak mengeksplorasi dan ada saatnya pula orang tua harus menghentikan. Batasan-batasan tersebut mengenai keamanan anak serta norma sopan santun dan kebaikan.26

Kebebasan-kebebasan tersebut bisa meliputi tentang kebebasan anak dalam menentukan material seperti menentukan mata pelajaran yang ingin di eksplorasinya, kebebasan dalam menentukan durasi mengeksplorasi artinya anak diberi waktu yang cukup untuk mengeksplorasi atau mengobservasi material permainannya, dan kebebasan dalam berdiskusi dan bekerja sama artinya membiarkan teman untuk menggunakan setelah digunakan maksudnya kebebasan yang luas pada dirinya dibatasi dengan kebebasan orang lain yang sama luasnya.

d. Respect the child yaitu menjelaskan tentang betapa pentingnya saling menghargai antara orang tua dan anak. Orang tua harus

26 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Op.Cit., hal. 71

menjadi pendengar yang baik ketika anak sedang menyampaikan sesuatu dan memberikan respon sesuai dengan apa yang disampaikannya. Maka dengan demikian terciptanya komunikasi dua arah antara orang tua dan anak. Dengan begitu anak akan lebih merasa senang dan merasa dihargai karena ada yang memperhatikannya.

Kegiatan yang tercantum lainnya dalam fase ini yaitu prepared environment yang memiliki makna lingkungan yang disiapkan oleh orang dewasa untuk anak agar anak mampu mengeksplorasi lingkungan dengan aman, bebas, dan nyaman.

Selain itu briefing sebelum kegiatan juga menjadi hal yang sangat penting. Melibatkan anak berarti menganggapnya sebagai subjek yang perasaan dan pemikirannya perlu dipertimbangkan.

Memberikan suatu informasi kepada anak mengenai hal yang akan dilaluinya menunjukkan upaya kita dalam menghargainya.27

e. Penggunaan alas kerja yaitu anak belajar mengenai area belajar secara konkret, yang ditandai dengan luas alas kerjanya.

Penggunaan alas kerja ini juga dapat dimanfaatkan untuk melatih aspek interaksi sosial pada anak seperti anak diajarkan untuk meminta izin kepada temannya jika ingin bergabung untuk bersama-sama menggunakan material yang sama.

f. Meaningful activity-future learning. Kegiatan-kegiatan dalam lingkungan Montessori saling berkaitan. Semua bertujuan sama yaitu mempersiapkan anak secara holistik untuk menjalani tahap selanjutnya yang lebih kompleks. Tak ada kegiatan yang tidak bermakna di lingkungan Montessori. Semua kegiatan dan material dalam lingkungan Montessori telah dirancang

27 Vidya Dwina Paramitha, Jatuh Hati Pada Montessori, Op.Cit., hal. 61

sedemikian rupa guna membantu anak pada kegiatan yang lebih kompleks.28

g. Konkret-abstrak, maksudnya mampu memahami hal yang abstrak, dibutuhkan jembatan yang menghubungkan hal konkret kepada yang abstrak. Montessori menjadi penghubung yang mampu memperkaya pengalaman dengan hal yang konkret agar anak mampu lebih memahami hal yang abstrak.

h. Sederhana kompleks. Seluruh material Montessori dirancang dengan begitu teratur dari yang paling sederhana menuju ke kompleks. Semua diletakkan teratur sesuai dengan tingkat kesulitan dari sebelah kiri ke kanan, serta dari atas ke bawah.29 i. Penguasaan materi maju-mundur. Konsep yang sederhana ini

memungkinkan anak untuk terus melaju ke material selanjutnya jika sudah menguasai materi yang sebelumnya.

j. Self correction, artinya tidak terburu-buru dalam mengoreksi kesalahan yang terjadi pada diri anak ketika ia melakukan kesalahan. Biarkan anak mengobservasi kesalahannya sendiri terlebih dahulu, beri waktu yang cukup untuk anak memahami akan kesalahannya kembali. Karena dengan begitu kita memposisikan anak sebagai seorang yang sedang belajar. Tugas orang dewasa hanya sebagai observer, mencatat dan membuat rencana pembelajaran untuk kegiatan selanjutnya.

k. Penggabungan usia. Hal ini menjadi ciri khas konsep kelas Montessori. Anak 1,5-3 tahun dalam satu kelas, sementara anak berusia 3-6 tahun akan bergabung dalam satu kelas. Hal ini mengindikasikan bahwa, Montessori mempunyai cara agar anak tidak hanya sukses dalam dunia sekolah akan tetapi menjadikannya orang yang mampu berinteraksi dengan banyak orang yang memiliki perbedaan usia, yang secara tidak langsung

28 Vidya Dwina Paramitha, Jatuh Hati Pada Montessori, Ibid., hal. 58

29 Vidya Dwina Paramitha, Jatuh Hati Pada Montessori, Ibid., hal. 62

belajar sesuai dengan kehidupan nyatanya. Dan penggabungan usia ini juga membantu anak untuk saling belajar dan menghormati satu sama lain. Anak yang kecil mendapatkan contoh dan anak yang lebih besar memberi teladan bagi adik-adiknya dari sesuai dengan nalurinya.

l. Penggunaan istilah “work” (belajar). Jangan ragu untuk menggunakan kata belajar dalam melakukan suatu kegiatan, kemudian pastikan kegiatan tersebut bermakna dan menyenangkan. Sehingga anak akan mengasosiasikan kata belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan.

m. Kolaborasi bukan kompetensi. Jika anak yang kebutuhan dasarnya belum terpenuhi sudah diikuti dalam berbagai kompetensi, dikhawatirkan anak akan berpikir bahwa kemenangan adalah segalanya. Sehingga yang harus diperkuat adalah kemampuan untuk bekerja sama atau berkolaborasi dengan sesama bukan memperlombakan satu dengan yang lainnya.30

Dari sekian banyaknya konsep yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep metode yang sudah dibuat oleh Montessori di atas berpacu pada perkembangan fisik dan fisiologis alami dari anak. Oleh karena itu, konsep tersebut dapat terbagi ke dalam 3 bagian, yakni :

a. Stimulasi motorik

Stimulasi motorik sangatlah menyeluruh karena hal ini berkaitan dengan semua gerakan yang terkoordinasi dalam tubuh anak. Montessori mengatakan bahwa anak-anak harus mencapai tahapan ini selama proses perkembangan fisiologis sebagai makhluk hidup. Jika tidak distimulasi dengan baik, anak-anak akan bergerak tidak teratur, dan ketidakteraturan ini merupakan karakteristik unik

30 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Op.Cit., hal. 84

anak kecil. Tidak bisa diam dan suka memegang-memegang segala macam adalah karakteristik anak yang kemudian membentuk label anak yang susah diatur atau anak yang nakal.31

Ketika kita menemukan anak yang seperti ini, layaknya orang dewasa pasti akan meminta untuk diam secara berulang-ulang, yang namun pada akhirnya hanya berakhir sia-sia belaka.

Sebenarnya dalam gerakan-gerakan anak yang susah diganti atau anak yang nakal, mereka sedang mencari , memilih, menguji terkait gerakan apa saja yang mereka lakukan dan akan berguna bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, sebagai orang dewasa seharusnya mampu menghindar dari perbuatan yang sia-sia tersebut. Orang dewasa mestinya meminta mereka untuk tetap bergerak, dan mengarahkan mereka untuk melakukan gerakan-gerakan yang akan mengantarkan mereka kepada apa yang mereka inginkan atau tuju.

Karena dengan begitu stimulasi motorik pada diri anak usia dini akan terasah dengan baik.

Adapun macam-macam stimulasi otot/ gerakan yang ada dalam metode Montessori antara lain :

1) Gerakan utama dalam kehidupan sehari-hari seperti berjalan, berdiri, duduk, memegang benda-benda.

2) Kemampuan merawat diri seperti mengenakan dan melepaskan pakaian, dan mengajari anak bagaimana cara mengikat tali sepatu.

3) Kemampuan merawat lingkungan sekitar seperti mencuci, menata meja makan, menumpuk piring dan meletakkannya di atas meja tanpa ada suara berdenting,

31 Maria Montessori, terj. Pratiwi Utami, Dr. Montessori’s Own Handbook, (Yogyakarta:

Bentang Pustaka, 2020), hal. 28

menyemir sepatu, membersihkan perabot, menyikat karpet dan lain sebagainya.

4) Berkebun.

5) Stimulasi seni dan kreativitas seperti membuat suatu hasta karya yang terbuat dari bahan tanah liat, play doh dan yang lainnya.

6) Latihan koordinasi tubuh ini seperti kegiatan berolahraga dan senam salah satunya yaitu anak diajarkan untuk berjalan mengikuti garis yang seolah-oleh sedang berjalan di atas tali dengan meletakkan satu kaki di depan kaki yang lain.

7) Gerakan berirama ini bisa dikolaborasikan dengan latihan koordinasi tubuh, iringan musik yang ringan dan berirama yang kuat dan teratur akan membuat anak merasakan irama musik yang secara tidak sengaja tangan dan kaki berjalan dan bergerak sesuai irama pada musik.

b. Stimulasi indra dan sensori

Dilakukan untuk memperkuat dan memperbesar persepsi indrawi anak terhadap dunia. Pelatihan indera ini dirancang untuk menumbuhkan tiga jenis keterampilan pada umumnya, yaitu seperti membedakan warna, kepekaan terhadap suara dan bau dan kemampuan untuk membandingkan dan membedakan.32

Adapun bahan ajar didaktik untuk stimulasi indera ala Montessori antara lain :

1) Tiga set silinder padat yang dimasukkan ke balok kayu berlubang atau silinder berkenop (knobbed cylinders);

2) Tiga set objek geometri padat berbeda ukuran yang terdiri atas : menara merah muda (pink tower), tangga

32 Maria Montessori, terj. Ahmad Lintang Lazuardi, Metode Montessori, Ibid., hal. 30

prisma coklat (brown stairs), balok berbentuk batangan : (a) berwarna hijau, dan (b) berwarna selang seling antara merah dan biru (number rods);

3) Berbagai bentuk bangun ruang tiga dimensi (geometric solids) yang terdiri atas prisma, piramida, bola, silinder, kerucut, dan lain-lain;

4) Papan persegi panjang dengan permukaan kasar dan halus;

5) Sejumlah pernak pernik;

6) Papan-papan kayu kecil (bentuknya seperti tablet) dengan berat yang berbeda;

7) Dua kotak yang berisi papan-papan dengan 64 jenis warna;

8) Satu set laci yang berisi peralatan merangkai bangun datar;

9) Tiga seri kartu yang ditempeli gambar bangun geometri dari kertas;

10) Sejumlah kaleng atau bahan lain berbentuk silinder yang memiliki tutup (untuk menghasilkan suara); dan

11) Dua set lonceng musik, papan-papan kayu yang ditulisi not-not musikal, piringan bundar/ cakram kecil dari kayu yang berisi masing-masing not musik.33

c. Stimulasi bahasa

Indera pendengaran sangatlah penting karena indra ini terhubung dengan organ yang berperan dalam aktivitas bicara. Oleh karena itu, melatih perhatian kepada anak-anak agar mampu menyadari, mengenali dan membedakan suara serta bunyi-bunyian yang dibuat oleh lingkungan sama saja dengan mempersiapkan

33 Maria Montessori, terj. Pratiwi Utami, Dr. Montessori’s Own Handbook, Op.Cit., hal.

23-24

perhatian mereka untuk mengikuti suara dan artikulasi bahasa secara lebih akurat. Dan ketika berbicara dengan anak, sebagai seorang dewasa harus mengucapkan bunyi sebuah kata dengan hati-hati, jelas, dan lengkap, atau dengan menggunakan lagu anak-anak, serta dengan mengajarkan tentang penamaan-penamaan yang berkaitan dengan latihan sensori bisa berupa objek yang besar dan kecil, tebal atau tipis.34

Dengan demikian, dapat disimpulkan dari beberapa konsep metode Montessori di atas bahwa Montessori menanamkan konsep kebebasan teratur pada anak tentang belajar yang merdeka yaitu dengan menanamkan nilai kemandirian anak dalam belajar. Anak-anak mempunyai kemampuannya sendiri dan perlu untuk dikembangkan. Oleh karena itu, mendidik anak sejak memasuki aktivitas belajar seharusnya menjadi landasan dasar dalam mengarahkan kemandiriannya. Belajar aktif sesuai dengan kemauan dan kemampuannya akan lebih efektif karena timbul dari keinginanan nya sendiri. Karena sesuai dengan tujuan pendidikan Montessori ialah memberikan anak kesempatan untuk memperoleh kebebasan yang dibutuhkan bagi perkembangan diri mereka.35