• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitan

6. Analisis Data

“Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.42

Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian, maka semua data yang diperoleh akan dianalisa secara kualitatif, dengan cara data yang telah terkumpul dipisah-pisahkan menurut katagori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah penelitian. Dengan menggunakan metode dedukatif ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah selesai diolah tersebut yang merupakan hasil penelitian.

42 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 101.

BAB II

ASPEK KEPENTINGAN UMUM DALAM

PENGADAAN TANAH UNTUK PELEBARAN JALAN DI KABUPATEN PADANG LAWAS

A. Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas

Aspirasi masyarakat terhadap pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan mulai bergulir sejak tahun 1992 dengan adanya keputusan DPRD Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 15/Kpts/1992 dan Nomor 16/Kpts/1992 tanggal 21 Maret 1992 yang menyetujui pemekaran wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi tiga daerah tingkat II dalam bentuk Kabupaten serta satu daerah dalam bentuk kotamadya, salah satunya adalah Kabupeten Padang Lawas.43

Akhirnya melalui Sidang Paripurna DPR RI tangal 17 Juli 2007 ditetapkanlah pengesahan RUU pembentukan Kabupaten Padang Lawas sebagai daerah otonomi daerah baru pemekaran dari Kabupaten Tapanuli selatan dimana Kabupaten Padang Lawas dengan ibukota Sibuhuan memiliki wilayah 11 Kecamatan dikurangi 10 desa dari kecamatan Padang Sidimpuan Timur. Pembentukan Kabupaten Padang Lawas kemudian diundangkan pada tanggal 10 Agustus 2007, yaitu melalui Undang-undang No. 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas, Lembaga Negara Republik Indonesia No.104.44

43 Sejarah Kabupaten Padang Lawas, http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=

com_ content & view = article&id = 48: sejarah-kabpalas&catid=36:sejarah-palas&Itemid=53, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

44 Ibid.

Untuk Melaksanakan tugas di bidang Pemerintah, Pembangunan dan Kemasyarakatan di Kabupaten Padang Lawas, Menteri Dalam Negeri telah melantik Pejabat Bupati Padang Lawas yaitu Soripan Harahap yang melaksanakan tugas sampai dilantiknya Bupati/Wakil Bupati Definitif pada tanggal 9 Februari 2009 yaitu Basyrah Lubis dan Ali Sutan Harahap .

Kabupaten yang berada di bagian pada kawasan pantai timur Kabupaten Padang Lawas dengan Ibukota Sibuhuan merupakan salah satu Provinsi Sumatera Utara, dengan batas wilayah sebagai berikut:

-Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Batang Onang, Kecamatan Portibi, Kecamatan Padang Bolak, Kecamatan Halongonan, Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara;

-Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau;

-Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat, Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal; dan -Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten

Mandailing Natal, Kecamatan Sayur Matinggi dan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.45

Sektor yang paling dominan dalam mendukung kegiatan perekonomian di Kabupaten Padang Lawas adalah sektor perkebunan. Adapun potensi mengenai pengembangan perekonomian wilayah di Kabupaten Padang Lawas yaitu:

1. Sektor tanaman pangan merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan cukup pesat di Kabupaten Padang Lawas

45Letak Geografis, http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=com_content&view=article

&id=4, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

2. Komoditas tanaman yang juga pertumbuhannya pesat adalah kemiri, lada, aren, nilam dan tembakau.

3. Pengembangan di sektor perkebunan di Kabupaten Padang Lawas menjadi sektor penunjang utama kegiatan perekonomian masyarakat.

4. Tanaman buah buahan yang menunjang perekonomian di Kabupaten Padang Lawas adalah mangga,duku dan durian.

5. Di tingkat Kabupaten, peternakan ayam kampung, itik, kambing dan domba, produksinya juga yang mengalami pertumbuhan yang cepat.46

Khusus sektor perkebunan besar jenis kelapa sawit telah membuat Kecamatan Sosa, Kecamatan Batang Lubu Sutam dan sekitarnya, Barumun Tengah, Kecamatan Huristak, Lubuk Barumun dan Kecamatan Barumun menjadi penyumbang kontribusi besar terhadap keuangan daerah Tapsel dulunya sebelum pemekaran dan Padang Lawas sekarang pasca pemekaran.

Di luar potensi alam di bidang perkebunan, Padang Lawas juga memiliki potensi sumber daya alam yang sangat menggembirakan di sektor pertambangan. Itu antara lain jenis Batu Bara di Kecamatan Sosopan dan Sosa, Timah hitam di Batang Lubu Sutam, Ulu Barumun, juga Kecamatan Sosa dan Sosopan. Kemudian minyak bumi di Barumun Tengah (Lapangan Tonga I dan Lapangan Tonga II). Itu ditambah lagi dengan bahan galian non logam seperti kapur, marmer, granit dan batu gamping di Kecamatan Sosopan serta Pasir Kuarsa di Kecamatan Huristak dan Barumun Tengah.

Walaupun Kabupaten Padang Lawas memiliki sumber daya alam yang melimpah, Namun kondisi Padang Lawas, terutama Sibuhuan sebagai Ibukota dan pusat pemerintahan hingga saat ini masih seperti Ibukota Kecamatan. Artinya tidak ada perubahan dari sekedar Ibukota Kecamatan Barumun, Kabupaten Tapanuli

46Perekonomian,http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&

id = 48:sejarah-kabpalas&catid=36:sejarah-palas&Itemid=53, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

Selatan meningkat setelah menjadi ibukota Kabupaten Palas. Perlalulintasannya semrawut, pemukimannya masih kumuh, lokasi tempat berdagang para pedagang juga masih saja jorok dan tidak menunjukkan penataan sebagaimana layaknya Kabupaten yang baru terbentuk.

Untuk itu, sebagai daerah otonomi, Pemerintah Kabupaten Padang Lawas berkewajiban untuk menyusun suatu dokumen perencanaan yang besifat komprehensif dengan jangka waktu yang relatif panjang. Hal ini perlu dilaksanakan sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Perencanaan pembangunan merupakan perencanaan yang bertujuan untuk memperbaiki penggunaan berbagai sumber daya publik yang tersedia dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat secara menyeluruh. Untuk memajukan perekonomian daerah dan potensi daerah yang ada, maka Pemerintah Kabupaten Lawas selanjutnya membuat program rencana pembangunan strategis, yaitu meliputi:

1. Kawasan Suaka Marga Satwa Barumun,

2. Pemekaran kecamatan, dari 9 kecamatan menjadi 13 kecamatan.

3. Perubahan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Padang Lawas, 4. Pembangunan beberapa jalan baru,

5. Pembangunan kawasan perkantoran pemerintahan Kabupaten Padang Lawas.

6. Penelitian potensi Minyak Bumi dengan adanya kegiatan seismik 7. Pembangunan terminal Regional.

8. Pembangunan Bandar Udara Binanga yang terdapat di Kecamatan Barumun Tengah.47

47Rencana Pembangunan, http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=com_content&view

=article&id=8, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

B. Hak atas Tanah

1. Pengertian Hak atas Tanah

Hak atas tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolok pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.48

Dengan adanya hak menguasai dari negara sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu bahwa: “Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh masyarakat.”

Atas dasar ketentuan tersebut, negara berwenang untuk menentukan hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh dan atau diberikan kepada perseorangan dan badan hukum yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yang menyatakan bahwa: “Atas dasar hak mengusai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum.”

48 Boedi Harsono, Op.cit., hal. 283.

Sedangkan dalam ayat (2) dinyatakan bahwa: “Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penatagunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.”

Berdasarkan bunyi Pasal tersebut, maka negara menentukan hak-hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu:

a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai

e. Hak sewa

f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalm hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebut dalam Pasal.

Hak-hak atas tanah tersebut diatas yang bersifat sementara diatur lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

Hak-hak yang bersifat sementara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf h, ialah hak gadai, hak usah bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam waktu yang singkat.

Seseorang atau badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah, oleh UUPA dibebani kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib pula memelihara termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakan tanah tersebut.

Selain itu, UUPA juga menghendaki supaya hak atas tanah yang dipunyai oleh seseorang atau badan hukum tidak boleh dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi dengan sewenang-wenang tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat umum atau dengan kata lain semua hak atas tanah tersebut harus mempunyai fungsi sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPA yang menyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

Pihak yang dapat mempunyai hak atas tanah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.

2. Macam-macam Hak atas Tanah a. Hak atas Tanah Bersifat Tetap

Hak atas tanah sebagai diatur dalam UUPA, yaitu:

1). Hak Milik

Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 16.49 2). Hak Guna Usaha

Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang diknasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.50

49 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 20 ayat 1

3). Hak Guna Bangunan

Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.51

4). Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh penjabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.52 b. Hak atas Tanah Bersifat Sementara

Hak atas tanah yang bersifat sementara diatur dalam Pasal 53 UUPA. Hak tersebut dimaksudkan sebagai hak yang bersifat sementara karena pada suatu ketika hak tersebut akan dihapus. Hal tersebut dapat disebabkan karena bertentangan dengan asas yang terdapat dalam Pasal 10 UUPA, yaitu:53

“seseorang yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan, namun sampai saat ini hakhak tersebut masih belum dihapus.”

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan hak atas tanah yang bersifat sementara adalah:

50 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 28 ayat 1.

51 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 35 ayat 1

52 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 41 ayat 1.

53 Boedi Harsono, Op.cit., hal. 290.

1). Hak gadai tanah/jual gadai/jual sende.

Hak gadai/jual gadai/jual sende adalah menyerahkan tanah dengan pembayaran sejumlah uang dengan ketentuan bahwa orang yang menyerahkan tanah mempunyai hak untuk meminta kembalinya tanah tersebut dengan memberikan uang yang besarnya sama.

2). Hak Usaha Bagi Hasil.

Hak usaha bagi hasil merupakan hak seseorang atau badan hukum untuk menggarap di atas tanah pertanian orang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi diantara kedua belah pihak menurut perjanjian yang telah disetujui sebelumnya.

3). Hak Sewa Tanah Pertanian.

Hak sewa tanah pertanian adalah penyerahan tanah pertanian kepada orang lain yang memberi sejumlah uang kepada pemilik tanah dengan perjanjian bahwa setelah pihak yang memberi uang menguasai tanah selama waktu tertentu, tanahnya akan dikembalikan kepada pemiliknya.

4). Hak menumpang.

Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah di atas pekarangan orang lain.

Pemegang hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu kepada yang empunya tanah, hubungan hukum dengan tanah tersebut bersifat sangat lemah artinya sewaktu-waktu dapat diputuskan oleh yang empunya tanah jika yang bersangkutan memerlukan sendiri tanah tersebut.

C. Pengaturan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum 1. Pengertian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

Secara garis besar dikenal ada 2 (dua) jenis pengadaan tanah, pertama pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah yang terdiri dari kepentingan umum, sedangkan yang kedua pengadaan tanah untuk kepentingan swasta yang meliputi kepentingan komersial dan bukan komersial atau bukan sosial.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah: “Setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.”

Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah menurut Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dapat dilakukan selain dengan memberikan ganti rugi juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Hal ini berarti adanya unsur pemaksaan kehendak untuk dilakukannya pencabutan hak atas tanah untuk tanah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan bagi kepentingan umum.

Peraturan Presiden tersebut berbeda dengan ketentuan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menentukan pengertian pengadaan tanah adalah: “Setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau meyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.”

Sedangkan pengertian pengadaan tanah menurut Pasal 1 angka 5 Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah ”Pengadaan tanah adalah kegiatan untuk memperoleh tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada pihak yang terkena pengadaan tanah untuk kegiatan pembangunan bagi kepentingan umum”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan dengan berlakunya ketentuan yang baru tersebut dalam pengadaan tanah tidak ada lagi istilah

“pencabutan hak atas tanah”. Hal ini berarti tidak ada lagi unsur-unsur pemaksaan kehendak untuk dilakukannya pencabutan hak atas tanah terhadap tanah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan bagi kepentingan umum.

Sedangkan pengadaan tanah untuk kepentingan swasta sangat berbeda dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, baik secara peruntukannya maupun dari segi kemanfaatannya, serta tata cara perolehan atas tanahnya. Hal tersebut dikarenakan pihak yang membutuhkan tanah bukan sebagai subyek yang berhak untuk memiliki tanah dengan status yang sama dengan tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan bagi kepentingan umum, akan tetapi bertujuan untuk memperoleh keuntungan semata.

Oleh karena itu yang dimaksud dengan Pengadaan tanah untuk kepentingan swasta adalah kepentingan yang diperuntukan memperoleh keuntungan semata, sehingga peruntukan dan kemanfaatannya hanya dinikmati oleh pihak-pihak tertentu bukan masyarakat luas. Sebagai contoh untuk perumahan elit, kawasan industri, pariwisata, lapangan golf dan peruntukan lainnya yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan semata. Jadi tidak semua orang bisa memperoleh

manfaat dari pembangunan tersebut, melainkan hanya orang-orang yang berkepentingan saja.54

2. Pengertian Kepentingan Umum

Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya.55

Kepentingan dalam arti luas diartikan sebagai “public benefit” sedangkan dalam arti sempit public use diartikan sebagai public access, atau apabila public access tidak dimungkinkan, maka cukup “if the entire public could use the product of the facility”.56

Menurut John Salindeho belum ada definisi yang sudah dikentalkan mengenai pengertian kepentingan umum, namun cara sederhana dapat ditarik kesimpulan atau pengertian bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang luas. Oleh Karena itu rumusan demikian terlalu umum, luas dan tak ada batasnya, maka untuk mendapatkan rumusan terhadapnya, kiranya dapat dijadikan pegangan sambil menanti pengentalannya yakni kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan

54 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 1988, hal. 155.

55 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004, hal. 6.

56 Maria S.W. Soemardjono, Tanah Dalam Prespektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya, Op.cit., hal. 200.

segi-segi sosial, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar azas-azas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta wawasan Nusantara.57

Menurut pendapat Adrian Sutendi, prinsip-prinsip kriteria kepentingan umum dapat diuraikan lebih rinci, yakni meliputi sifat kepentingan umum, bentuk kepentingan umum, dan ciri-ciri kepentingan umum. Demikian metode penerapan tiga aspek tersebut sehingga kriteria kepentingan umum dapat diformulasikan secara pasti, adil dan dapat diterima oleh masyarakat.58

Berdasarkan ketentuan UUPA kepentingan umum dinyatakan dalam arti peruntukannya, yaitu untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan tersebut harus memenuhi peruntukkannya dan harus dirasakan kemanfaatannya, dalam arti dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan atau secara langsung.

Dalam Pasal 1 angka 3 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 yang dimaksud dengan ”kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat”.

Pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan Keppres 55 tahun 1993 tersebut dibatasi untuk kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Selain itu terdapat 14 kegiatan yang masuk kategori kepentingan umum:

a. Jalan umum, saluran pembuangan air

b. Waduk, bendungan, dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi c. Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat

d. Pelabuhan atau Bandar udara atau terminal

57 John Salindeho, Op.cit., hal. 40

58 Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 70.

e. Peribadatan

f. Pendidikan atau sekolah g. Pasar umum atau pasar inpres h. Fasilitas pemakaman umum

i. Fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya bandir, lahar, dan lain bencana

j. Pos dan telekomunikasi k. Sarana olah raga

l. Stasiun penyiaran radio, televise beserta sarana pendukungnya m. Kantor pemerintah

n. Fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

Berbeda dengan batasan tentang Kepentingan Umum dalam berbagai Peraturan yang dulu, dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tersebut dipilih pendekatan berupa penyebutan Kepentingan Umum dalam suatu daftar kegiatan sebagaimana dalam Pasal 5 menyebutkan definisi kepentingan umum, yaitu terdiri dari:

a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (diatas, diruang atas tanah, ataupun diruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi.

b. Waduk, bendungan irigasi dan pembangunan pengairan lainnya;

c. Pelabuhan, bandara udara, stasiun kereta api dan terminal;

d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;

e. Tempat pembuangan sampah;

f. Cagar alam dan cagar budaya;

g. Pembangkit, transmisi, distibusi tenaga listrik.

Sedangkan katagori yang termasuk kepentingan umum menurut Pasal 6 ayat 2 Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah:

Pembangunan untuk kepentingan umum baik yang berada di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah meliputi:

a. Jalan umum (Jalan non tol dan jalan tol), rel kereta api atau sejenisnya, saluran pembuangan air atau sanitasi;

b. Waduk, bendungan, bending irigasi, dan bangunan pengairan lainya;

c. Pelabuhan, Bandar udara, station kereta api dan terminal;

d. Tempat pembuangan sampah;

e. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;

f. Cagar alam dan cagar budaya;

g. Pembangkit transmisi, gardu dan distribusi tenaga listrik;

h. Penyediaan perumahan untuk masyarakat miskin;

i. Yang ditentukan dan ditetapkan presiden;

Apabila dibandingkan konsep hukum pengadaan tanah antara Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, maka seakan-akan nampak bahwa apa yang diatur dalam Peraturan Presiden 36 tahun 2005

Apabila dibandingkan konsep hukum pengadaan tanah antara Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, maka seakan-akan nampak bahwa apa yang diatur dalam Peraturan Presiden 36 tahun 2005