• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

2. Konsepsi

Konsepsi diartikan sebagai ”kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”31 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”32

Samadi Surya Brata memberikan arti mengenai pengertian konsep, yaitu sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional, “konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,

30 W. Friedman, dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet. Ke IV, Bandung, Citra Aditya Bakti. 1996, hal. 258.

31 Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 28.

32 Soerjono Soekanto, Op.cit, hal. 133.

yang disebut dengan defenisi operasional”.33 Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah, tidak boleh memiliki makna ganda.

Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian defenisi operasional atas beberapa variable yang digunakan. Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut:

Kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat.34 Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.35

Tanah adalah tempat bermukim bagi umat manusia disamping sebagai sumber kehidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha.36

Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa pembangunan dalam arti seluas-luasnya meliputi segi dari kehidupan masyarakat dan tidak hanya segi kehidupan

33 Samadi Surya Barata, Op.cit, hal. 3.

34 Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 angka 5.

35 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1.

36 Abdurrahman, Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 25.

ekonomi belaka. Maka dalam pembangunan tersebut maka peranan hukum mutlak diperlukan37

Pemerintah Kabupaten adalah Kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatera, yang resmi berdiri berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 38, Tahun 2007, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2007, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan.38

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

“Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, artinya penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi”.39 Dengan penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwanya, kemudian menelaah dan menjelaskan serta menganalisa data secara mendalam dengan mengujinya dari berbagai peraturan perundangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum sehingga dapat diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan pelaksanaan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

37 Mochtar Kusumaatmaja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni 2002, hal. 19.

38 http://padanglawaskab.go.id/index.php?option = com_content & view = category & layout=

blog&id=36&Itemid=53, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

39 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Garanit, 2004, hal. 58.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis empiris. Metode yuridis empiris dipergunakan untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan dengan melihat berbagai aspek yang terdapat dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sehingga akan diketahui secara hukum tentang aspek kepentingan umum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

3. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara.

Populasi adalah seluruh objek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sebagian tanahnya terkena proyek pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas.

Populasi dalam penelitian ini sangat luas, sehingga dipilih sampel sebagai objek penelitian. Penentuan sampel dilakukan berdasarkan purposive sampling,40 yang artinya sampel telah ditentukan dahulu berdasar objek yang diteliti.

40 Soerjono Soekanto, Op.cit., hal. 196-197. Populasi tersebut kemudian dipilih menjadi unit sampel penelitian dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan penggunaan teknik tersebut didasarkan kepada pertimbangan bahwa sampel yang akan diteliti memiliki karakteristik yang relatif sama untuk dipilih menjadi sampel responden. Bentuk sampling tersebut biasa diterapkan dalam penelitian hukum empiris yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas hukum dalam masyarakat. Di samping alasan tersebut, purposive sampling dipilih agar benar-benar dapat menjamin, bahwa responden adalah unsur-unsur yang hendak diteliti dan yakin masuk dalam sampel yang dipilih.

Selanjutnya setelah ditentukan sampel yang dijadikan objek penelitian, maka ditentukan responden dari penelitian ini yaitu masyarakat yang tanahnya terkena rencana pelebaran jalan dan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Padang Lawas.

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder.

a. Data Primer dalam penelitian ini, akan dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam (deep interview) dilakukan secara langsung kepada responden dan narasumber. Dalam hal ini, mula-mula diadakan beberapa pertanyaan untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut, sehingga dapat diperoleh jawaban yang memperdalam data primer dan sekunder lainnya.

b. Data Sekunder dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa : 1. Bahan Hukum Primer

yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

2. Bahan Hukum Sekunder

yaitu “semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah.”41

3. Bahan Hukum Tertier

yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet yang masih relevan dengan penelitian ini.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil

41 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, 2005, hal. 141.

penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data.

Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dilakukan wawancara terhadap para responden yang dilakukan secara langsung yaitu antara lain:

1. Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Padang Lawas.

2. Masyarakat yang tanahnya terkena rencana pelebaran jalan sebanyak 30 (tigapuluh) kepala keluarga.

6. Analisis Data

“Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.42

Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian, maka semua data yang diperoleh akan dianalisa secara kualitatif, dengan cara data yang telah terkumpul dipisah-pisahkan menurut katagori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah penelitian. Dengan menggunakan metode dedukatif ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah selesai diolah tersebut yang merupakan hasil penelitian.

42 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 101.

BAB II

ASPEK KEPENTINGAN UMUM DALAM

PENGADAAN TANAH UNTUK PELEBARAN JALAN DI KABUPATEN PADANG LAWAS

A. Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas

Aspirasi masyarakat terhadap pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan mulai bergulir sejak tahun 1992 dengan adanya keputusan DPRD Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 15/Kpts/1992 dan Nomor 16/Kpts/1992 tanggal 21 Maret 1992 yang menyetujui pemekaran wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi tiga daerah tingkat II dalam bentuk Kabupaten serta satu daerah dalam bentuk kotamadya, salah satunya adalah Kabupeten Padang Lawas.43

Akhirnya melalui Sidang Paripurna DPR RI tangal 17 Juli 2007 ditetapkanlah pengesahan RUU pembentukan Kabupaten Padang Lawas sebagai daerah otonomi daerah baru pemekaran dari Kabupaten Tapanuli selatan dimana Kabupaten Padang Lawas dengan ibukota Sibuhuan memiliki wilayah 11 Kecamatan dikurangi 10 desa dari kecamatan Padang Sidimpuan Timur. Pembentukan Kabupaten Padang Lawas kemudian diundangkan pada tanggal 10 Agustus 2007, yaitu melalui Undang-undang No. 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas, Lembaga Negara Republik Indonesia No.104.44

43 Sejarah Kabupaten Padang Lawas, http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=

com_ content & view = article&id = 48: sejarah-kabpalas&catid=36:sejarah-palas&Itemid=53, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

44 Ibid.

Untuk Melaksanakan tugas di bidang Pemerintah, Pembangunan dan Kemasyarakatan di Kabupaten Padang Lawas, Menteri Dalam Negeri telah melantik Pejabat Bupati Padang Lawas yaitu Soripan Harahap yang melaksanakan tugas sampai dilantiknya Bupati/Wakil Bupati Definitif pada tanggal 9 Februari 2009 yaitu Basyrah Lubis dan Ali Sutan Harahap .

Kabupaten yang berada di bagian pada kawasan pantai timur Kabupaten Padang Lawas dengan Ibukota Sibuhuan merupakan salah satu Provinsi Sumatera Utara, dengan batas wilayah sebagai berikut:

-Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Batang Onang, Kecamatan Portibi, Kecamatan Padang Bolak, Kecamatan Halongonan, Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara;

-Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau;

-Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat, Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal; dan -Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten

Mandailing Natal, Kecamatan Sayur Matinggi dan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.45

Sektor yang paling dominan dalam mendukung kegiatan perekonomian di Kabupaten Padang Lawas adalah sektor perkebunan. Adapun potensi mengenai pengembangan perekonomian wilayah di Kabupaten Padang Lawas yaitu:

1. Sektor tanaman pangan merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan cukup pesat di Kabupaten Padang Lawas

45Letak Geografis, http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=com_content&view=article

&id=4, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

2. Komoditas tanaman yang juga pertumbuhannya pesat adalah kemiri, lada, aren, nilam dan tembakau.

3. Pengembangan di sektor perkebunan di Kabupaten Padang Lawas menjadi sektor penunjang utama kegiatan perekonomian masyarakat.

4. Tanaman buah buahan yang menunjang perekonomian di Kabupaten Padang Lawas adalah mangga,duku dan durian.

5. Di tingkat Kabupaten, peternakan ayam kampung, itik, kambing dan domba, produksinya juga yang mengalami pertumbuhan yang cepat.46

Khusus sektor perkebunan besar jenis kelapa sawit telah membuat Kecamatan Sosa, Kecamatan Batang Lubu Sutam dan sekitarnya, Barumun Tengah, Kecamatan Huristak, Lubuk Barumun dan Kecamatan Barumun menjadi penyumbang kontribusi besar terhadap keuangan daerah Tapsel dulunya sebelum pemekaran dan Padang Lawas sekarang pasca pemekaran.

Di luar potensi alam di bidang perkebunan, Padang Lawas juga memiliki potensi sumber daya alam yang sangat menggembirakan di sektor pertambangan. Itu antara lain jenis Batu Bara di Kecamatan Sosopan dan Sosa, Timah hitam di Batang Lubu Sutam, Ulu Barumun, juga Kecamatan Sosa dan Sosopan. Kemudian minyak bumi di Barumun Tengah (Lapangan Tonga I dan Lapangan Tonga II). Itu ditambah lagi dengan bahan galian non logam seperti kapur, marmer, granit dan batu gamping di Kecamatan Sosopan serta Pasir Kuarsa di Kecamatan Huristak dan Barumun Tengah.

Walaupun Kabupaten Padang Lawas memiliki sumber daya alam yang melimpah, Namun kondisi Padang Lawas, terutama Sibuhuan sebagai Ibukota dan pusat pemerintahan hingga saat ini masih seperti Ibukota Kecamatan. Artinya tidak ada perubahan dari sekedar Ibukota Kecamatan Barumun, Kabupaten Tapanuli

46Perekonomian,http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&

id = 48:sejarah-kabpalas&catid=36:sejarah-palas&Itemid=53, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

Selatan meningkat setelah menjadi ibukota Kabupaten Palas. Perlalulintasannya semrawut, pemukimannya masih kumuh, lokasi tempat berdagang para pedagang juga masih saja jorok dan tidak menunjukkan penataan sebagaimana layaknya Kabupaten yang baru terbentuk.

Untuk itu, sebagai daerah otonomi, Pemerintah Kabupaten Padang Lawas berkewajiban untuk menyusun suatu dokumen perencanaan yang besifat komprehensif dengan jangka waktu yang relatif panjang. Hal ini perlu dilaksanakan sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Perencanaan pembangunan merupakan perencanaan yang bertujuan untuk memperbaiki penggunaan berbagai sumber daya publik yang tersedia dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat secara menyeluruh. Untuk memajukan perekonomian daerah dan potensi daerah yang ada, maka Pemerintah Kabupaten Lawas selanjutnya membuat program rencana pembangunan strategis, yaitu meliputi:

1. Kawasan Suaka Marga Satwa Barumun,

2. Pemekaran kecamatan, dari 9 kecamatan menjadi 13 kecamatan.

3. Perubahan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Padang Lawas, 4. Pembangunan beberapa jalan baru,

5. Pembangunan kawasan perkantoran pemerintahan Kabupaten Padang Lawas.

6. Penelitian potensi Minyak Bumi dengan adanya kegiatan seismik 7. Pembangunan terminal Regional.

8. Pembangunan Bandar Udara Binanga yang terdapat di Kecamatan Barumun Tengah.47

47Rencana Pembangunan, http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=com_content&view

=article&id=8, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

B. Hak atas Tanah

1. Pengertian Hak atas Tanah

Hak atas tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolok pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.48

Dengan adanya hak menguasai dari negara sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu bahwa: “Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh masyarakat.”

Atas dasar ketentuan tersebut, negara berwenang untuk menentukan hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh dan atau diberikan kepada perseorangan dan badan hukum yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yang menyatakan bahwa: “Atas dasar hak mengusai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum.”

48 Boedi Harsono, Op.cit., hal. 283.

Sedangkan dalam ayat (2) dinyatakan bahwa: “Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penatagunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.”

Berdasarkan bunyi Pasal tersebut, maka negara menentukan hak-hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu:

a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai

e. Hak sewa

f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalm hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebut dalam Pasal.

Hak-hak atas tanah tersebut diatas yang bersifat sementara diatur lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

Hak-hak yang bersifat sementara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf h, ialah hak gadai, hak usah bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam waktu yang singkat.

Seseorang atau badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah, oleh UUPA dibebani kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib pula memelihara termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakan tanah tersebut.

Selain itu, UUPA juga menghendaki supaya hak atas tanah yang dipunyai oleh seseorang atau badan hukum tidak boleh dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi dengan sewenang-wenang tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat umum atau dengan kata lain semua hak atas tanah tersebut harus mempunyai fungsi sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPA yang menyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

Pihak yang dapat mempunyai hak atas tanah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.

2. Macam-macam Hak atas Tanah a. Hak atas Tanah Bersifat Tetap

Hak atas tanah sebagai diatur dalam UUPA, yaitu:

1). Hak Milik

Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 16.49 2). Hak Guna Usaha

Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang diknasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.50

49 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 20 ayat 1

3). Hak Guna Bangunan

Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.51

4). Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh penjabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.52 b. Hak atas Tanah Bersifat Sementara

Hak atas tanah yang bersifat sementara diatur dalam Pasal 53 UUPA. Hak tersebut dimaksudkan sebagai hak yang bersifat sementara karena pada suatu ketika hak tersebut akan dihapus. Hal tersebut dapat disebabkan karena bertentangan dengan asas yang terdapat dalam Pasal 10 UUPA, yaitu:53

“seseorang yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan, namun sampai saat ini hakhak tersebut masih belum dihapus.”

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan hak atas tanah yang bersifat sementara adalah:

50 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 28 ayat 1.

51 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 35 ayat 1

52 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 41 ayat 1.

53 Boedi Harsono, Op.cit., hal. 290.

1). Hak gadai tanah/jual gadai/jual sende.

Hak gadai/jual gadai/jual sende adalah menyerahkan tanah dengan pembayaran sejumlah uang dengan ketentuan bahwa orang yang menyerahkan tanah mempunyai hak untuk meminta kembalinya tanah tersebut dengan memberikan uang yang besarnya sama.

2). Hak Usaha Bagi Hasil.

Hak usaha bagi hasil merupakan hak seseorang atau badan hukum untuk menggarap di atas tanah pertanian orang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi diantara kedua belah pihak menurut perjanjian yang telah disetujui sebelumnya.

3). Hak Sewa Tanah Pertanian.

Hak sewa tanah pertanian adalah penyerahan tanah pertanian kepada orang lain yang memberi sejumlah uang kepada pemilik tanah dengan perjanjian bahwa setelah pihak yang memberi uang menguasai tanah selama waktu tertentu, tanahnya akan dikembalikan kepada pemiliknya.

4). Hak menumpang.

Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah di atas pekarangan orang lain.

Pemegang hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu kepada yang empunya tanah, hubungan hukum dengan tanah tersebut bersifat sangat lemah artinya sewaktu-waktu dapat diputuskan oleh yang empunya tanah jika yang bersangkutan memerlukan sendiri tanah tersebut.

C. Pengaturan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum 1. Pengertian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

Secara garis besar dikenal ada 2 (dua) jenis pengadaan tanah, pertama

Secara garis besar dikenal ada 2 (dua) jenis pengadaan tanah, pertama