• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ASPEK KEPENTINGAN UMUM DALAM PENGADAAN

F. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pelebaran Jalan

1. Gambaran Letak Jalan Yang Dilakukan Pelebaran

Sebagai Kabupaten yang baru dimekarkan, sudah tentu sarana dan prasarana yang ada masih jauh ketertinggalan dari Kabupaten lainnya. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Padang Lawas telah menetapkan rencana pembangunan sarana dan prasarana terutama terhadap pelebaran jalan-jalan yang telah ada.

Rencana pembangunan jangka panjang merupakan salah satu bagian dari proses untuk menuju masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Perencanaan merupakan salah satu tahapan penting dalam proses manajemen suatu institusi atau organisasi. ”Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia”.86

Kebijaksanaan pengembangan dan peningkatan sistem kota dilakukan antara lain melalui penataan sistem jaringan transportasi. Pengembangan sistem jaringan transportasi harus dapat menjamin kelancaran pergerakan barang dan penumpang regional, antar kota dan internal kota yang didukung oleh struktur jaringan jalan sesuai dengan fungsi dan pelayanannya.

Pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas dimaksudkan untuk dapat menunjang sarana dan prasarana perdagangan sehingga diharapkan dapat

86 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 1 angka 1.

meningkatkan perekonomian masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan pemerintah Kabupaten Padang Lawas.

Adapun pelebaran jalan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1

Letak dan Lebar Jalan Dalam Pelebaran Jalan di Kabupaten Padang Lawas Utara

No. Nama Jalan Lokasi Jalan Lebar Jalan Panjang Jalan 1. Jalan Ahmad Yani Kecamatan Barumun 10 Meter 2 Kilometer

2. Jalan Lintas Sumatera

Sibuhuan - Gunung Tua Kecamatan Barumun

Bervariasi antara 9 Meter s/d 14 Meter.

13 Kilometer

3. Jalan Lintas Riau Kecamatan Sosa 10 meter 10 kilometer Sumber : Data sekunder yang diolah pada tahun 2011

Terhadap pelaksanaan pelebaran jalan tersebut diatas, pada saat ini sedang berlangsung proses pengerjaannya, dimana dalam pelebaran jalan tersebut membutuhkan tanah-tanah milik dari masyarakat. Untuk itu selanjutnya Pemerintah Kabupaten Padang Lawas membentuk tim kerja untuk pembebasan tanah milik masyarakat yang terkena proyek pelebaran jalan.

2. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pelebaran Jalan Untuk Kepentingan Umum

Kehadiran Kabupaten Padang Lawas sangat diharapkan oleh masyarakat dapat memberikan pelayanan pemerintah yang lebih baik dari yang sebelumnya.

Artinya, akses masyarakat kepada pemerintah juga akan semakin nyata, sehingga

segenap kebutuhan dan kepentingan masyarakat melalui pembangunan terpenuhi dan cita-cita rakyat akan kesejahteraan secara bertahap tercapai.

Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Padang Lawas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan mempersiapkan infrastruktur pendukungnya, yaitu melakukan perbaikan-perbaikan jalan, pelebaran jalan maupun membuka akses jalan baru yang menghubungi antar daerah untuk memperlancar sarana transportasi dalam perdagangan.

Oleh sebab itu, karena sangat pentingnya jalan sebagai salah satu instrumen penunjang kesejahteraan rakyat, maka Pemerintah Kabupaten Padang Lawas telah memprioritaskan untuk meningkat kualitas jalan yang sudah ada, salah satunya adalah dengan melakukan pelebaran jalan. Pelebaran jalan dilakukan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas direncanakan untuk beberapa ruas jalan yang sudah ada sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dilapangan, jumlah pemilik tanah yang terkena proyek pelebaran jalan tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2

Jumlah Pemilik Tanah Yang Tanahnya Dibebaskan Untuk Pelebaran Jalan di Kabupaten Padang Lawas

No Nama Jalan Jumlah Pemilik Tanah

1 Jalan Ahmad Yani 26 orang

2 Jalan Lintas Sumatera Sibuhuan - Gunung Tua 48 orang

3 Jalan Lintas Riau 55 orang

Sumber : Data sekunder yang diolah pada tahun 2011

Untuk proses pengadaan tanah dalam rangka pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas, selanjutnya Bupati Padang Lawas membentuk tim kerja dengan mengeluarkan Surat Keputusan, Nomor 050/311/KPTS/2010 Tentang Pembentukan Tim Pemberdayaan Pembinaan Jasa Konstruksi Kabupaten Padang Lawas, tertanggal 2 September 2010, yang susunan anggotanya terdiri dari :

1. Pengarah : 1. Bupati Kabupaten Padang Lawas 2. Wakil Bupati Kabupaten Padang Lawas 2. Penanggung Jawab : Sekretaris Daerah Kabupaten Padang Lawas 3. Ketua : Asissten II Bidang Ekbang

4. Sekretaris : Kepala Bagian Pembangunan 5. Anggota : 1. Staf Bagian Pembangunan

2. Staf Bagian PU

3. Staf Bagian Perekonomian 4. Staf Hukum

Apabila dilihat dari pembentukan panitia pengadaan tanah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Lawas untuk pelebaran jalan, telah nyata-nyata melanggar ketentuan hukum yang berlaku, dimana tidak dibentuknya secara khusus panitia pengadaan tanah untuk pelebaran jalan, akan tetapi susunan kepanitian tersebut dibentuk untuk seluruh proyek pembangunan sarana dan prasarana lainnya di lingkungan Pemerintahan Kabupatan Padang Lawas.

Adanya kewajiban untuk membentuk panitia pangadaan tanah dalam setiap kegiatan pengadaan tanah yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah adalah sebagaimana telah ditegaskan dalam ketentuan Pasal 6 ayat 1 Perpres Nomor 65

Tahun 2006, yang dinyatakan bahwa: “Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di wilayah Kabupaten/Kota dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah Kabupaten/Kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota”. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 6 ayat 5 disebutkan bahwa: “Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur Badan Pertanahan Nasional.”

Pada pelaksanaan proses pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum hal yang terpenting adalah dibentuknya Panitia Pengadaan Tanah. Ketentuan dalam Pasal 7 Perpres Nomor 65 tahun 2006 mengatur segala tindakan yang harus dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah, sehingga tindakan yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah menjadi legal dan memiliki kekuatan hukum.

Berdasarkan dari surat keputusan Bupati Padang Lawas tersebut, maka panitia yang dibentuk dalam hal pengadaan tanah untuk pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas melakukan tugasnya. Selanjutnya sebagai pelaksana pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas tersebut, yang bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan pengadaan tanah adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas. Sedangkan dalam melakukan pekerjaan pengerasan dan pengaspalan pelebaran jalan tersebut Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas melakukan tender untuk pekerjaan tersebut.

Salah tugas yang menjadi tanggung jawab dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas dalam pengadaan tanah untuk pelebaran jalan adalah melakukan penelitian dan inventarisasi tanah sangat diperlukan dalam pengadaan

tanah untuk kepentingan umum untuk menetapkan batas lokasi tanah yang terkena pembangunan, mengenai bidang-bidang tanah, termasuk bangunan, tanaman dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan.

Pendataan terhadap tanah-tanah yang terkena pelebaran yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas ditujukan untuk mengetahui luas, status, pemegang hak dan penggunaan tanah, penyelidikan riwayat, penguasaan dan penggunaan tanah. Namun dalam melakukan penelitian dan inventarisasi tanah yang oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas tidak mengikutsertakan Kantor Badan Pertanahan setempat dan instansi Daerah tingkat II yang bertanggung jawab dibidang bangunan.

Dalam menjalankan tugasnya melakukan pengadaan tanah untuk pelebaran jalan, tindakan yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas adalah:

1. Pemberitahuan/sosialisasi

Pada pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas hanya memberitahukan kepada masyarakat yang sebagian tanahnya akan diambil untuk pembangunan jalan. Namun Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas tidak pernah melakukan musyawarah dengan para pemilik tanah, akan tetapi hanya dilakukan dengan pendekatan secara perseorangan.

2. Pendataan

Untuk mengetahui secara jelas dan terperinci terkait dengan kepemilikan tanah, bangunan dan tanaman yang terkena pelebaran jalan, dilakukan

pendataan dengan hanya melibatkan pegawai dari Kantor Desa dan Kecamatan yang melakukan pendataan terhadap tanah yang terkena pelebaran/pembangunan jalan.

Tidak dibentuknya panitia pengadaan tanah dalam pelaksanaan pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas dapat mengakibatkan segala perbuatan yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Padang Lawas menjadi tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas tidak mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Menurut Chairul Harahap, “tidak dibentuknya panitia pengadaan tanah secara khusus dikarenakan Kabupaten Padang Lawas adalah Kabupaten pemekaran, sehingga pelaksanaan pekerjaan pelebaran jalan tersebut adalah pekerjaan lanjutan dari Kabupaten Tapanuli Selatan yang tertunda sebelum dilakukan pemekaran kabupaten”.87

Sebelum tahap pembangunan pelebaran jalan dilaksanakan pekerjaannya, seharusnya tindakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Lawas adalah terlebih melakukan proses musyawarah kepada masyarakat yang tanahnya terkena dampak pelebaran jalan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya Pemerintah Kabupaten Padang Lawas tidak pernah melakukan kegiatan penyuluhan maupun musyawarah dengan masyarakat.

87 Hasil wawancara dengan Chairul Harahap, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas, pada tanggal 20 Agustus 2011.

Dalam pelaksanaan pelebaran jalan tersebut Pemerintah Kabupaten Padang Lawas melalui Dinas Pekerjaan Umum tidak pernah melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan masyarakat, akan tetapi hanya dengan cara menjumpai secara perseorangan pemilik tanah dan selanjutnya menyampaikan maksud dan tujuan dari pelebaran jalan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dan sekaligus membicarakan pembebasan lahan milik masyarakat yang terkena pelebaran jalan tersebut.88

Lebih lanjut dikatakan oleh Chairul Harahap, bahwa alasan tidak dibentuknya panitia pengadaan tanah dalam kegiatan pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas, dikarenakan pelebaran jalan yang dilakukan adalah dengan ukuran luas yang kecil.

Sehingga dapat dimungkinkan untuk tidak dibentuknya panitia pengadaan tanah. 89 Ketentuan mengenai diperbolehkannya tidak membentuk panitia pengadaan tanah untuk ukuran tanah yang kecil adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005, yang berbunyi:

Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.

Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pelebaran jalan yang dilakukannya mengacu pada Pasal 20 tersebut. Pemerintah Kabupaten Padang Lawas menafsirkan pelebaran jalan yang

88 Hasil wawancara dengan Sarif Lubis, salah seorang warga yang tanahnya diambil untuk pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas, pada tanggal 4 September 2011.

89 Hasil wawancara dengan Chairul Harahap, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas, pada tanggal 20 Agustus 2011.

dilakukan tidak melebihi dari 1 (satu) hektar yang diambil dari setiap para pemilik tanah, sehingga dengan demikian dianggap telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 20 tersebut dan berdasarkan ketentuan Pasal 20 tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Padang Lawas tidak perlu membentuk panitia pengadaan tanah untuk pelebaran jalan dilakukannya.90

Pengaturan lebih lanjut mengenai pengadaan tanah kurang dari 1 (satu) hektar diatur dalam ketentuan Pasal 54 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, disebutkan bahwa: ”Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar, dilaksanakan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati para pihak tanpa bantuan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota atau dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota”.

Untuk proses penyerahan hak atas tanah milik masyarakat yang terkena pelebaran jalan, selanjutnya pihak pemerintah Kabupaten Padang Lawas melakukan pengalihan tanah hanya dilakukan dihadapan Camat berdasarkan keberadaan letak

90 Hasil wawancara dengan Chairul Harahap, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas, pada tanggal 20 Agustus 2011.

tanah tersebut berada. Terhadap perbuatan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas yang hanya melakukan pengalihan tanah dihadapan Camat telah bertentangan peraturan perundang-undangan dalam hal pengadaan tanah. Seharusnya pihak Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dalam melakukan penyerahan tanah milik masyarakat dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dibuat dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 57 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, yang berbunyi: ”Pelaksanaan penyerahan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh para pihak dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota”.

Namun walaupun demikian, tindakan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas yang tidak melaksanakan penyerahan tanah dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat tidaklah menyebabkan perbuatan tersebut menjadi batal demi hukum, akan tetapi hanya bersifat administrasi saja, karena Camat berwenang melakukan pelepasan hak terhadap tanah-tanah yang berstatus tanah yang dikuasi negara.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum berupa jalan dapat dilakukan dengan cara pelepasan hak guna melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak dan penguasaan hak dengan memberikan ganti rugi dengan didasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah, sedangkan selain kepentingan umum yang dilakukan pemerintah bisa dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara suka rela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dimungkinkan dalam pengadaan tanah untuk pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas, masyarakat setempat dengan sukarela memberikan tanah-tanahnya untuk pelebaran tanpa mendapat ganti rugi sebagaimana mestinya.

BAB III

PENETAPAN GANTI RUGI DALAM PROSES PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PELEBARAN JALAN

DI KABUPATEN PADANG LAWAS

A. Ganti Rugi Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum 1. Pengertian Ganti Rugi

Masalah pokok yang dihadapi dalam setiap kegiatan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum adalah menyangkut penetapan ganti rugi.

R. Setiawan mengatakan bahwa: ”Ganti rugi dapat berupa penggantian dari pada prestasi, tetapi dapat berdiri sendiri disamping prestasi”.91

Lebih lanjut Subekti mengatakan bahwa: ”Seorang debitur telah diperingatkan dengan tegas dan ditagih janjinya, apabila tetap tidak melaksanakan prestasinya maka dinyatakan lalai atau alpa dan kepadanya diberikan sanksi-sanksi yaitu ganti rugi, pembatalan perjanjian dan peralihan resiko”.92

Menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 11 Perpres Nomor 36 tahun 2005 disebutkan ganti rugi adalah:

Penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/ atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.

Istilah ganti rugi tersebut dimaksud adalah pemberian ganti atas kerugian yang diderita oleh pemegang hak atas tanah atas beralihnya haknya tersebut. Masalah

91 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1987, hal. 18.

92 Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, Alumni, 1985, hal. 163.

ganti kerugian menjadi komponen yang paling sensitif dalam proses pengadaan tanah.

Pembebasan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sering kali menjadi proses yang panjang, dan berlarut-larut akibat tidak adanya titik temu yang disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Jika dicermati makna ganti rugi sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 angka 11 tersebut, bahwa penggantian terhadap kerugian yang dialami pemilik tanah bersifat fisik dan non fisik. Terhadap pengganti kerugian yang bersifat non fisik, Peraturan Presiden dalam pengadaan tanah tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang apa saja kerugian yang bersifat non fisik tersebut.

Sedangkan pengertian ganti rugi berdasarkan Pasal 1 angka 14 Rancangan Undang-Undang Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yaitu: ”Ganti rugi adalah penggantian atas kerugian fisik (material) dan non fisik (inmaterial) sebagai akibat pengadaan tanah yang akan memberikan kehidupan yang lebih baik atau minimal setara dengan kehidupan sebelum terkena pengadaan tanah”.

Mengenai adanya ganti rugi dapat ditinjau dari 2 (dua) sudut, yaitu dari sudut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dari sudut Undang-Undang Pokok Agraria yaitu:

1. Menurut KUHPerdata tinjauan tentang ganti rugi meliputi persoalan yang menyangkut, apa yang dimaksud dengan ganti rugi itu, bilamana ganti rugi itu timbul dan apa ukuran dari ganti rugi itu serta bagaimana peraturannya dalam undang-undang. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata dirumuskan:

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhi suatu perikatan mulai diwajibkan bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan.

2. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang berkaitan dengan pencabutan hak atas tanah, diatur dalam Pasal 18 UUPA yang menyatakan: “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang di atur dengan undang-undang”.

Sebagai realisasi dan ketentuan Pasal 18 UUPA, maka selanjutnya Pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksana yaitu Undang-Undang nomor 20 Tahun 1961, tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya. Kemudian dikeluarkan lagi Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah di rubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006. Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tersebut menyatakan:

“Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.

Dalam pengadaan tanah dianut asas keadilan, yang bermakna bahwa kepada masyarakat yang tanahnya dibebaskan wajib diberikan ganti rugi yang dapat

memulihkan kondisi sosial ekonominya, setidak-tidaknya sama dengan keadaan sebelum tanah mereka dibebaskan, dengan memperhitungkan kerugian terhadap kerugian fisik maupun non fisik.

Asas keadilan tersebut jelas sekali menyatakan bahwa ganti rugi tersebut harus dapat memulihkan keadaan sosial ekonomi masyarakat yang terkena dampak pengadaan tanah dimaksud dan ganti rugi itu haruslah memperhitungkan kerugian tidak hanya fisik seperti, hilangnya tanah, bangunan, tanaman, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tanah, tetapi juga kerugian yang sifatnya non fisik, misalnya, hilangnya pekerjaan, atau pun lahan berusaha, dan lain-lain.

Kondisi ekonomi masyarakat yang terkena pembebasan sulit akan pulih jika tidak ada bidang usaha. Karena usaha atau pekerjaanlah yang membuat mereka mampu meneruskan roda perekonomian keluarga. Oleh karenanya ganti rugi yang bersifat non fisik ini tidak boleh diabaikan begitu saja, perlu pengaturan dan penjelasan lebih lanjut oleh pembuat kebijakan.

Prinsip pemberian ganti rugi harus seimbang dengan nilai tanah.

Keseimbangan tersebut adalah bahwa ganti rugi yang diberikan merupakan imbalan yang layak, atau tidak menjadikan pemegang hak atas tanah (yang melepaskan atau menyerahkan tanah) mengalami kemunduran sosial atau tingkat ekonominya”.93

Penilaian pemberian besaran ganti rugi akan sangat menentukan terhadap masa depan para pemegang hak atas tanah, hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Adrian Sutedi:

93 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004, hal. 30.

Begitu vitalnya ganti rugi, maka ganti rugi itu minimal harus sama dan senilai dengan hak-hak dan pancaran nilai atas tanah yang akan digusur. Bila tidak senilai, namanya bukan ganti rugi, tetapi sekadar pemberian pengganti atas tanahnya yang tergusur. Prinsip dan tujuan UUPA harus dimaknai bahwa ditempuhnya prosedur penggusuran tidak berarti akan merendahkan nilai ganti rugi tanah, bangunan dan tanamannya serta benda-benda lain yang melekat pada bangunan dan tanah.94

Ganti kerugian yang diberikan diharapkan merupakan ganti kerugian yang dianggap layak bagi tanah yang dilepaskan oleh masyarakat. Besarnya ganti kerugian merupakan hasil kesepakatan antara masyarakat dengan pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan tanah.

2. Bentuk Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Pada pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan hampir selalu muncul rasa tidak puas, di samping tidak berdaya, dikalangan masyarakat yang hak atas tanahnya terkena proyek tersebut. Masalah ganti rugi merupakan isu sentral yang paling rumit penanganannya dalam upaya pengadaan tanah oleh pemerintah dengan memanfaatkan tanah-tanah hak.

Bentuk ganti kerugian yang ditawarkan seharusnya tidak hanya ganti kerugian fisik yang hilang, tetapi juga harus menghitung ganti kerugian non fisik seperti pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dipindahkan kelokasi yang baru.

Sepatutnya pemberian ganti kerugian tersebut harus tidak membawa dampak kerugian kepada pemegang hak atas tanah yang kehilangan haknya tersebut

94 Adrian Sutedi, Op.cit., hal.184

melainkan membawa dampak pada tingkat kehidupan yang lebih baik atau minimal sama pada waktu sebelum terjadinya kegiatan pembangunan.95

Adapun dalam Pasal 12 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 mengatur masalah ganti rugi diberikan untuk:

a). Hak atas tanah, b). Bangunan, c). Tanaman,

d). Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Pengaturan mengenai bentuk ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Perpres Nomor 65 Tahun 2006 menyebutkan bahwa:

Bentuk ganti rugi dapat berupa:

a). Uang, dan/atau

b). Tanah pengganti, dan/atau c). Pemukiman kembali, dan/atau

d). Gabungan dari dua atau lebih ganti kerugian sebagaimana dimaksudkan dalam huruf a, huruf b, huruf c.

e). Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Sedangkan bentuk ganti rugi dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, diatur dalam Pasal

Sedangkan bentuk ganti rugi dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, diatur dalam Pasal