• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK

E. Perlindungan Hukum Pemegang Hak Atas Tanah Dalam

Perlindungan hukum dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, secara garis besar dapat diartikan sebagai penghormatan terhadap hak-hak perorangan atas tanah. Hal ini berkaitan dengan konsekuensi pengakuan negara terhadap tanah seseorang atau suatu masyarakat hukum adat, maka negara wajib memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut sehingga lebih mudah bagi seseorang untuk mempertahankan haknya terhadap gangguan pihak lain.166

Dalam setiap hak terdapat empat unsur yaitu subyek hukum, obyek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Dalam hubungannya dengan pemegang hak atas tanah maka terdapat subyek dalam arti pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yakni bisa perorangan atau

165 Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung, Mandar Maju, 1991, hal. 22.

166 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Op.cit., hal. 159.

badan hukum, obyek hak tersebut adalah tanah. Dengan adanya hubungan hukum tersebut mengakibatkan pihak lain untuk menghormati hubungan itu.167

Apabila dibandingkan dengan ketentuan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1976, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1985, di dalam isi dan semangat peraturan hukumnya pada dasarnya memperhatikan secara seimbang kepentingan umum dan kepentingan para pihak. Timbulnya kesan seakan hukum tidak cukup memberikan perlindungan hukum kepada para pemilik tanah, yang umumnya terdiri atas rakyat kecil, disebabkan karena pelaksanaannya yang tidak sesuai dengan semangat dan isi peraturan dan hukumnya.168

Dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993, lebih ditekankan bentuk perwujudan perlindungan hukumnya dalam pembaharuan hukum yang berkaitan dengan pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Hal tersebut dengan jelas tertuang dalam pasal demi pasal yang mengaturnya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Keppres Nomor 55 Tahun 1993, dinyatakan bahwa: ”pelepasan atau penyerahan hak atas tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah”.

Dalam keadaan biasa tanah tersebut hanya dapat diperoleh atas persetujuan pihak yang mempunyai tanah, melalui prosedur pemindahan hak (jual-beli, tukar-menukar atau hibah) atau pengadaan tanah. Tidak dibenarkan pihak yang mempunyai tanah dipaksa untuk menyerahkan tanahnya, bagi keperluan apapun tanah yang bersangkutan diperlukan. Dalam keadaan yang memaksa, yaitu jika

167 Ramli Zein, Op.cit., hal. 37.

168 Boedi Harsono, Masalah-Masalah Aktual di Bidang Pertanahan Yang Menyangkut Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, dalam Majalah Masalah-Masalah Hukum No. 4 Tahun 1992, hal. 9.

musyawarah tidak dapat menghasilkan kata sepakat mengenai penyerahan tanahnya, sedang tanah itu benar-benar diperlukan untuk penyelenggaraan kepentingan umum, Presiden Republik Indonesia oleh UU Nomor 20 Tahun 1961 diberi kewenangan untuk mengambil tanah yang diperlukan secara paksa, melalui prosedur yang dikenal sebagai pencabutan hak. Dalam acara ini untuk pengambilan tanah yang diperlukan tidak diperlukan persetujuan yang mempunyai tanah.169

Sedangkan Maria S.W. Sumardjono, memberikan tanggapan terhadap peraturan pengadaan tanah kaitannya dengan hak asasi dan keadilan, yaitu:

Perlindungan hukum terhadap masyarakat yang tanahnya diambil untuk kepentingan umum yang secara formal telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan itu perlu terus ditingkatkan perwujudannya secara konsekuen dan konsisten. Adalah hak dari negara mengambil tanah-tanah hak untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan, namun penghormatan kepada hak-hak dasar manusia seyogyanya diberikan secara proporsional.170

Berkaitan hal di atas, dari untuk mencapai tujuan berupa kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, yang diperlukan adalah perspektif berfikir untuk terpenuhinya hal-hal yang bersifat formal dan substansial dalam mewujudkan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia.171

Hukum pada hakikatnya sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Dalam menegakkan hukum ada 3 (tiga) unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu:

kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweekmassigkeit) dan keadilan (gerechtigkeit).172

169 Ibid., hal. 3.

170 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi.

Op.cit., hal. 161.

171 Ibid., hal. 162.

172. Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 1.

Adanya kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berart bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.

Selain itu masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.

Sebagai bentuk perwujudan perlindungan hukumnya yang paling esensial dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah masalah dasar dan cara perhitungan ganti kerugian yang tertuang di dalam Pasal 15 ayat 1 huruf a Perpres Nomor 65 Tahun 2006, yang menyatakan penentuan ganti kerugian tanah didasarkan atas: ”Nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia”.

Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 15 tersebut, jauh lebih maju bila dibandingkan dengan ketentuan yang berlaku dalam PMDN Nomor 15 Tahun 1975, dengan penentuan ganti kerugian yang layak didasarkan atas “harga dasar tanah” yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Dasar dan cara penghitungan ganti rugi untuk bangunan, ditaksir oleh instansi

Pemeritah Daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan. Sedang nilai jual tanaman, ditaksir oleh instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.

Bentuk lain dari perlindungan hukum serta penghormatan hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah dengan dilakukannya musyawarah terlebih dahulu dengan pemilik tanah untuk menentukan dan menetapkan besarnya ganti rugi yang diberikan kepada pemilik tanah.

Sementara itu ketentuan mengenai jaminan kepastian dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah dapat juga dalam peraturan mengenai pendaftaran tanah, diantaranya adalah:

a. Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, yang menyebutkan bahwa sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat.

b. Dalam penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan “Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai bagaimana kekuatan pembutian sertipikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh UUPA”. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam setipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan.

c. Penjelasan Pasal 32 ayat (1) menyebutkan “setipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya

data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar”.

Sebagai salah satu tindak lanjut dari pemberian jaminan kepastian dan perlindungan hukum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mencantumkan lembaga Rehtverwerking sebagaimana disebut dalam Pasal 32 ayat (2) yang telah lama ada menurut hukum adat . Lembaga Rechsverwerking dalam hukum adat adalah dianggap melepaskan hak atau kehilangan hak untuk menuntut yang artinya apabila seseorang memiliki tanah tetapi selama jangka waktu tertentu membiarkan tanahnya tidak diurus, dan tanah itu dipergunakan oleh orang lain dengan itikat baik, hilanglah hak menuntut pengembalian tanah tersebut.

Jaminan kepastian hukum terhadap tanah lebih menjurus pada terselenggaranya kepastian hak dalam arti sesuatu hak yang telah diterbitkan sertipikatnya dapat diketahui secara pasti siapa pemiliknya, batas-batasnya dan berapa tjumlah luasnya. Sedang perlindungan hukum terhadap hak atas tanah adalah apa yang disajikan dalam pendaftaran tanah dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemiliknya untuk membuktikan kepemilikannya terhadap pihak-pihak yang ingin mengganggu.

Walaupun Undang-undang telah memberi jaminan kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah, namun masyarakat di Kabupaten Padang Lawas yang merasa dirugikan dalam pengadaan tanah untuk pelebaran jalan tanpa mendapat ganti rugi, tidak ada melakukan gugatan secara hukum kepada Pemerintah Kabupaten Padang Lawas. Hal ini dikarenakan masyarakat telah merelakan tanah-tanahnya diambil untuk kepentingan pembangunan Kabupaten Padang Lawas.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dalam kegiatan pengadaan tanah untuk pelebaran jalan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dimaksudkan untuk dapat menunjang sarana dan prasarana. Dengan adanya sarana jalan yang memadai, maka akan dapat dipergunakan untuk kepentingan masyarakat yang berada di Kabupaten Padang Lawas dalam kegiatan-kegiatan perdagangan sehingga dapat meningkat taraf perekonomian masyarakat. Namun dalam pelaksanaan pengadaan tanah yang ditujukan untuk kepentingan umum tersebut, Pemerintah Kabupaten Padang Lawas tidak melaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Dimana pada pelaksanaannya Pemerintah Kabupaten Padang Lawas tidak membentuk secara khusus panitia pengadaan tanah, akan tetapi hanya membentuk tim kerja yang tugasnya secara keseluruhan untuk pembangunan infrastruktur di Kabupaten Padang Lawas. Selain itu, kegiataan pengadaan tanah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Lawas tidak pernah dilakukan terlebih dahulu sosialisasi dan musyarawah dengan masyarakat pemilik tanah.

2. Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pelebaran jalan yang berasal dari tanah milik masyarakat, tidak memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang tanahnya diambil sebagaimana ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai bentuk kompensasi yang diterima masyarakat terhadap kerelaan tanahnya diambil untuk pelebaran jalan,

maka Pemerintah Kabupaten Padang Lawas hanya melakukan perbaikan pagar halaman dan jembatan penyeberangan serta akses untuk masuk menuju ke rumah masyarakat yang bersangkutan dan selain itu juga dilakukan perbaikan terhadap rumah yang terkena dampak pelebaran jalan.

3. Sebagai bentuk perwujudan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang tanahnya diambil untuk kepentingan umum secara formal telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yaitu melalui Perpres Nomor 65 Tahun 2006.

Bentuk perlindungan hukum dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006 disebutkan bahwa setiap pengadaan tanah yang dilakukan harus memberi ganti rugi yang layak dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia pengadaan tanah.

Bentuk perlindungan hukum lainnya adalah dengan dilakukannya musyawarah terlebih dahulu dengan pemilik tanah untuk menentukan dan menetapkan besarnya ganti rugi yang diberikan kepada pemilik tanah. Perlindungan hukum lainnya terhadap hak atas tanah adalah apa yang disajikan dalam pendaftaran tanah yang memberikan perlindungan hukum bagi pemiliknya untuk membuktikan kepemilikannya terhadap pihak-pihak yang ingin mengganggu.

B. Saran

1. Hendaknya Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dalam mengadakan pembangunan untuk kepentingan umum terlebih dahulu melakukan penelitian awal dengan cermat dan juga perencanaan sesuai tata ruang kota. Hal ini diperlukan agar tujuan yang ingin diperoleh dari kegiatan pembangunan untuk

kepentingan umum dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat yang telah berkorban bagi pelaksanaan pembangunan tersebut.

2. Hendaknya Pemerintah dapat memperbaharui sistem dalam pelaksanaan pemberian ganti kerugian yang selama ini dilaksanakan agar tidak terjadi kerugian pada masyarakat pemilik tanah yang tanahnya terkena proyek pengadaan tanah, sehingga akan terjadi keseimbangan hak antara masyarakat dan pihak yang memerlukan tanah. Dengan demikian masyarakat pemilik tanah tidak merasa terpaksa menyerahkan hak atas tanahnya untuk pembangunan demi kepentingan umum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memerlukan tanah.

3. Hendaknya Pemerintah dalam memberi perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum agar dilakukan pengawasan terhadap instansi-instansi yang memerlukan tanah. Hal ini sangat diperlukan agar dalam pelaksanaan pengadaan tanah yang dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah tidak dengan sewenang-wenang dapat mengambil hak atas tanah milik masyarakat tanpa memberikan ganti rugi sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991.

___________, Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994.

Adi, Rianto, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Garanit, 2004.

Bakri, Muhammad, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Yogyakarta, Citra Media, 2007.

Barata, Samadi Surya, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998.

Budiman, Arif, Teori Negara Kekuasaan dan Ideologi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Chomzah, Ali Ahmad, Hukum Pertanahan, Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Seri Hukum Pertanahan I, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2002.

Friedman, W., Teori dan Filsafat Umum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996.

Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, Surabaya, Bina Ilmu, 1987.

Hamzah, A., Hukum Pertanahan Di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 1991.

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1999.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta, Jambatan, 1995.

Hasan, Tholahah, Pertanahan Dalam Perspektif Agama Islam dan Budaya Muslim, Yogyakarta, STPN, 1999.

Husein, Ali Sofwan, Konflik Pertanahan, Cet. 1, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1997.

Hutagalung, Arie S., Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005

___________, dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008.

Kalo, Syafuddin, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta, Pusaka Bangsa Press, 2004.

___________, Reformasi Peraturan Dan Kebijakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Makalah - Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, 2004.

Koesnoe, Moh., Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Surabaya, Airlangga University Press, 1979.

Kusumaatmaja, Mochtar, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni 2002.

Limbong, Dayat, Penataan Lahan Usaha PK-5 Ketertiban vc Kelangsungan Hidup, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994.

Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, Mandar Maju, 2010.

Mahendra, A.A. Oka, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi Dan Pertanahan, Cet.

Ke-1. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. 1996.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, 2005.

Mertokusumo, Sudikno, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 1999.

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1992

Murad, Rusmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung, Mandar Maju, 1991.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002.

Parlindungan, AP., Pencabutan Dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Study Perbandingan, Cet. I, Bandung, Mandar Maju, 1993.

___________, Landreform di Indonesia : Suatu Perbandingan, Bandung, Mandar Maju, 1990.

Partanto, A. Dan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Arloka, 1994.

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1982.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Cet. Ke IV, Bandung, Citra Aditya Bakti. 1996.

Ramli, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Jakarta, Rineka Cipta, 2001.

Roosadijo, Marmin M., Tinjauan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya, Jakarta, Chalia Indonesia, 1997.

Salindeho, John, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 1988.

Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1987.

Sihombing, Eka Irene, Segi-Segi Hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cet. Kedua, Jakarta, Universitas Trisakti, 2009.

Sitorus, Oloan dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986.

Soemardjono, Maria S.W., Dalam Kasus-Kasus Pengadaan Tanah Dalam Putusan Pengadilan. Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Mahkamah Agung RI, 1996,

___________, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Edisi Revisi, Jakarta, Kompas, 2006.

___________, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Jakarta, Kompas, 2008.

Soimin, Soedhargo, Status Hak Dan Pembabasan Tanah, Jakarta, Sinar Grafika, 1994.

Suandra, I Wayan, Hukum Pertanahan Indonesia, cet. 1, Jakarta, Rineka Cipta, 1994.

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, Alumni, 1985.

Sunindhia dan Widiyanti, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), Jakarta, Bina Aksara, 1988.

Sutedi, Adrian, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.

Syahrin, Alvi, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003.

S., HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung, Refika Aditama, 2005.

Usman, Rachmadi, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2003.

Yamin, Muhammad, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003.

Zein, Ramli, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Jakarta, Rineka Cipta, 1995.

B. Makalah dan Internet:

Harsono, Boedi, Masalah-Masalah Aktual di Bidang Pertanahan Yang Menyangkut Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, Majalah Masalah-Masalah Hukum No. 4 Tahun 1992.

Buana, Dian Chandra, Analisis RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan:

Mengulangi Debat Lama Negara vs Rakyat, http://www.gema-nurani.com/2011/07, diakses pada tanggal 12 Oktober 2011.

http://padanglawaskab.go.id/index.php?option = com_content & view = category &

layout=blog&id= 36&Itemid=53, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Padang_Lawas, diakses pada tanggal 29 Mei 2011.

Letak Geografis, http://padanglawaskab.go.id/index.php?option= com_content&view

=article &id=4, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

Perekonomian,http://padanglawaskab.go.id/index.php?option=com_content&view=ar ticle& id = 48:sejarah-kabpalas&catid=36:sejarah-palas&Itemid=53, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

Sejarah Kabupaten Padang Lawas, http://padanglawaskab.go.id/index.php?

option=com_ content & view = article&id = 48: sejarah-kabpalas&catid=36:sejarah-palas&Itemid=53, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

Rencana Pembangunan, http://padanglawaskab.go.id/index.php?option =com_

content&view =article&id=8, diakses pada tanggal 23 Mei 2011.

Zoebir, Zuryawan Isvandiar, Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat Dalam Pebangunan Daerah, http:/zuryawanisvandiarzoebir. wordpress.com/

2011/10/24, diakses pada tanggal 24 Oktober 2010.

C. Peraturan Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional.

Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.