• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regulitas atau pada tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).36

Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang terkumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek penelitian.37 Bahwa penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandang manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide,

36Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2003), h. 53.

37Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Jambi: Mandar Maju, Jambi, 2008), h. 174.

persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti, kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.38

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir induktif, yaitu “cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang khusus untuk selanjutnya menarik hal-hal yang umum, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,”39 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitan ini.

38Sulitsyo Basuki, Metode Penelitian, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006), h. 78.

39Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,(Yogyakarta,PustakaPelajar, 2010), h. 109.

BAB II

KETENTUAN HUKUM YANG MEMUNGKINKAN PENJUALAN OBJEK JAMINAN KREDIT DI BAWAH TANGAN

PADA BANK J TRUST CABANG MEDAN

A. Perjanjian Kredit Pada Umumnya 1. Pengertian Kredit

Istilah kredit bukan hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Berbagai macam transaksi sudah banyak dijumpai seperti jual beli barang dengan cara kreditan. Jual Beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi pembayaran harga barang dilakukan dengan angsuran. Selain itu dijumpai pula banyak warga masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk kepentingan memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka pada umumnya mengartikan kredit sama dengan utang karena setelah jangka waktu tertentu mereka wajib membayar dengan lunas.40

Kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu Credere yang artinya “percaya”.

Apabila hal tersebut dihubungkan dengan tugas bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah (debitur) karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.

40Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) h.152.

Pengertian kredit yang diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan disebutkan sebagai berikut:

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.74

Dari rumusan tersebut dapat diketahui ruang lingkup pengertian kredit dibatasi dalam hubungan bank dengan nasabahnya. Kredit sebagai penyediaan uang yang dilakukan oleh bank untuk dipinjamkan kepada nasabahnya dengan menarik keuntungan berupa bunga. Namun dalam rumusan itu kredit juga diartikan dengan tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang. 75

Dengan mendasarkan pengertian undang-undang, kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur dalam jangka waktu tertentu dan pengembalian utang disertai dengan imbalan berupa bunga, bunga merupakan sebuah keharusan untuk pemberian kredit karena merupakan imbalan jasa bagi bank yang merupakan keuntungan perusahaan.76

Sehubungan dengan tenggang waktu dan penerimaan kembali prestasi ini yang merupakan suatu hal yang abstrak dan sukar diraba, karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun.77 Hal tersebut memang banyak terjadi dalam praktik, karena walaupun dalam perjanjian kredit sudah diperjanjikan batas waktu pengembalian kreditnya, akan tetapi pada umumnya dengan berbagai

74Ibid, hal 153.

75Ibid.

76Ibid.

77Ibid.

alasan nasabah tidak dapat menepati janjinya untuk membayar uang sehingga melebihi batas waktunya. Jadi waktu perjanjian kredit berakibat menjadi diperpanjang sesuai dengan kondisi yang ada dalam praktik.78

Beberapa pengertian kredit yang berasal dari berbagai ahli, yakni sebagai berikut:

1. H.M.A Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain:

a. Sebagai dasar setiap perikatan (verbintenis) di mana seseorang berhak menuntut sesuatu dari yang lain.

b. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.79 2. JA. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:

“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari”.80

3. Muchdarsyah Sinungan mengemukakan bahwa kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga.81

78Ibid, hal 153

79 Ikhwana Nandasari, Penyelesaian Kredit Macet dengan Hak Tanggungan Pada PT.

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan di Palembang, Tesis Program. Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.

80Ibid, h. 156.

81Ibid,h. 157.

4. OP. Simorangkir berpendapat bahwa kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah suatu pemberian prestasi (uang atau barang) dari pihak pemberi kredit (kreditur) kepada pihak penerima kredit (debitur) dengan syarat si debitur akan mengembalikan prestasi itu pada masa tertentu yang akan datang dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga.82

2. Unsur Kredit

Dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan.

Seperti pengertian yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga (Pasal 1 angka 11). Kemudian, juga disebutkan dalam undang-undang tersebut mengenai pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak

82 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta:Andi, 2000) h.1.

yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Pasal 1 angka 12). 83

Dari pengertian tersebut, setidaknya terdapat 4 (empat) unsur pokok kredit yaitu kepercayaan, waktu, risiko dan prestasi.

1. Kepercayaan berarti bahwa setiap pelepasan kredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dapat dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.

2. Waktu disini berarti bahwa antara pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, tetapi dipisahkan oleh tenggang waktu.

3. Risiko disini berarti bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung risiko di dalamnya, yaitu risiko yang terkandung dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dan pembayaran kembali. Hal ini berarti semakin panjang waktu kredit semakin tinggi risiko kredit tersebut.

4. Prestasi di sini berarti setiap kesepakatan terjadi antara bank dan debiturnya mengenai suatu pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi.84

83H.R.Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2005), h. 124.

84Ibid,h. 125.

3. Fungsi Kredit

Kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian.

Secara garis besar, fungsi kredit di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang.

2. Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, deposito ataupun tabungan. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank. Para pengusaha menikmati kredit dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan produksi, perdagangan maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh. Dengan demikian, dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.

3. Kredit meningkatkan utility (daya guna) suatu barang.

Produsen dengan bantuan kredit bank dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goreng, peningkatan utility padi menjadi beras, benang menjadi tekstil dan sebagainya.

Produsen dengan bantuan kredit dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat. Umpamanya bulgur yang kurang bermanfaat di Amerika dipindahkan/dikirim ke Indonesia.

Seluruh barang yang dipindahkan dari suatu daerah ke daerah lain yang

kemanfaatan barang itu lebih terasa pada dasarnya meningkatkan utility dari barang itu. Pemindahan barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh keuangan pada distributor saja sehingga mereka memerlukan bantuan permodalan dari bank berupa kredit.

4. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

Kredit yang disalurkan melalui rekening-rekening koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, giro, bilyet, wesel, promes dan sebagainya melalui kredit. Peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang karena kredit menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah, baik secara kualitatif apalagi secara kuantitatif. Hal ini selaras dengan pengertian bank selaku money creator. Penciptaan uang itu selain dengan cara substitusi, yaitu penukaran uang kartal yang disimpan di giro dengan uang giral, ada cara exchange of claim yaitu bank memberikan kredit dalam bentuk giral.

Disamping itu, dengan cara transformasi, yaitu bank giral.85 5. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.

Manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuan. Dengan demikian, manusia selalu berusaha dengan segala daya untuk memenuhi kekurangmampuannya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Oleh karena

85Veithzal Rivai, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bank, dan Nasabah, (Jakarta: Raja grafindo Persada,2007), h.8.

itu, pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan kredit yang diterima pengusaha dari bank inilah yang kemudian untuk memperbesar volume usaha dan produktivitasnya.

Ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran, terhadap segala macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bila masyarakat telah memulai melakukan penawaran. Timbullah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas di kalangan masyarakat untuk sedemikian rupa. Dengan demikian, hal tersebut meningkatkan produktivitas.

Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa untuk setiap usaha peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan karena masalahnya dapat diatasi bank dengan kreditnya.

6. Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain pengendalian inflasi, peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat. Untuk menekan arus inflasi dan terlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan yang penting. Arah kredit harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas 86yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Setiap kredit

86Ibid, h.18

harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of good serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata ke seluruh lapisan masyarakat. Kredit bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha yang bersifat spekulatif. Simpanan masyarakat ditingkatkan dengan pengeluaran surat-surat berharga seperti giro, deposito, tabungan dan sertifikat-sertifikat bank lainnya, sedangkan uang masyarakat yang tertanam itu disalurkan ke usaha-usaha yang produktif.

7. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional.

Pengusaha usaha memperoleh kredit tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan ke dalam struktur permodalan, peningkatan akan berlangsung terus-menerus. Dengan earnings (pendapatan) yang terus meningkat, berarti pajak perusahaan pun akan terus bertambah. Dilain pihak, kredit yang disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa bagi negara. Disamping itu, dengan semakin efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan-kebutuhan pokok, berarti devisa keuangan negara akan terhemat sehingga akan dapat diarahkan pada usaha-usaha kesejahteraan maupun ke sektor-sektor lain yang lebih berguna. Apabila rata-rata pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal dan buruh/karyawan mengalami peningkatan pendapatan, pendapatan negara via pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan penggunaan devisa untuk urusan konsumsi berkurang sehingga langsung atau tidak melalui kredit, pendapatan nasional akan bertambah.

8. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional.

Bank sebagai lembaga kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi juga diluar negeri, Amerika Serikat yang telah sedemikian maju organisasi dan sistem perbankannya telah melebarkan sayap perbankannya ke seluruh pelosok dunia, demikian pula beberapa negara maju lainnya. Negara-negara kaya atau yang kuat ekonominya, demi persahabatan antara negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang atau sedang membangun. Bantuan-bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat-syarat ringan, yaitu bunga yang relatif murah dan jangka waktu penggunaan yang panjang. Melalui bantuan kredit antarnegara yang istilahnya sering kali didengar sebagai “G to G” (Government to Government), hubungan antarnegara pemberi dan penerima kredit akan bertambah erat, terutama yang menyangkut hubungan perekonomian dan perdagangan. Dari uraian di atas, terasalah bagi kita betapa besarnya fungsi dalam dunia perekonomian, tidak saja di dalam negeri, tetapi juga menyangkut hubungan antara negara sehingga melalui kredit hubungan ekonomi internasional dapat dilakukan dengan lebih. Lalu lintas pembayaran internasional pada dasarnya berjalan lancar bila disertai kegiatan kredit yang sifatnya internasional.87

4. Tujuan Pemberian Kredit

87Ibid, h. 19.

Tujuan pemberian kredit mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai tergantung pada tujuan Bank itu sendiri. Dalam praktiknya tujuan pemberian kredit adalah sebagai berikut:

1. Mencari Keuntungan

Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan, hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima Bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

2. Membantu usaha nasabah

Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu nasabah yang memerlukan dana, baik dan untuk investasi maupun dana untuk modal kerja atau konsumsi.

Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah saling diuntungkan.

3. Membantu Pemerintah

Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak bank semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran dana dalam rangka peningkatan pembangunan diberbagai sektor terutama sektor riil.

Secara garis besar keuntungan bagi pemerintah dalam pemberian kredit oleh dunia perbankan adalah sebagai berikut:

a. Penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah dari bank.

b. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha baru atau perluasan usaha baru, sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur.

c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, bahwa sebahagian besar yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah produksi barang dan jasa yang beredar dimasyarakat, sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan.

d. Menghemat devisa, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang ada, jelas akan dapat menghemat devisa negara.

e. Meningkatkan devisa negara apabila kredit yang dibiayai adalah keperluan ekspor.88

5. Jenis-jenis Kredit

Dalam praktek saat ini, secara umum ada 2 (dua) jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya, yaitu: kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dan kredit yang ditinjau dari segi jangka waktu.

Jenis kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat berupa:

a. Kredit Produktif

Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Untuk kredit jenis ini terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu

88Kasmir, Dasar- Dasar Perbankan ( Jakarta: Raja Garafindo Persada ,2002) h.

105.

1) Kredit Modal Kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan.

2) Kredit Investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang dan atau pun jasa bagi usaha yang bersangkutan.

b. Kredit konsumtif

Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya (sumber pengembaliannya dari fixed in comedebitur). Sedangkan jenis kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa:

1) Kredit Jangka Pendek

Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun.

2) Kredit Jangka Menengah

Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.

3) Kredit Jangka Panjang

Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun.89

6. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

89 HR. Daeng Nata, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, ( Bandung: Citra Aditya Bakri, 2005) h.125.

Dalam Undang-Undang Perbankan telah diatur sistem pemberian kredit sebagaimana ditetapkan dalam pasal 8 ayat 1 yang menyebutkan

“Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analitis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”

Ketentuan tersebut berlaku pula bagi bank perkreditan rakyat (Pasal 15 UU Perbankan). Pada prinsipnya bank baru memutuskan memberikan kredit, apabila bank telah memperoleh keyakinan tentang nasabahnya. Keyakinan tersebut didasarkan atas hasil analitis yang mendalam tentang itikad baik nasabah dan kemampuan serta kesanggupan untuk membayar utangnya pada bank. Itikad baik nasabah akan diperoleh bank dari data-data yang disampaikan oleh nasabah dalam permohonan kreditnya.

Untuk memperoleh keyakinan maka bank sebelum memberi keputusan tentang pemberian kredit, dilakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur. Dalam dunia perbankan kelima faktor yang dinilai tersebut dikenal dengan sebutan the five of creditanalysis prinsip 5 C’s (Character, Capacity, Capital, Collateraldan Condition Of Economic). Cara penilaian yang demikian bukan hal yang baru bagi bank karena dalam UU Nomor 14 Tahun 1967 prinsip tersebut sudah diatur dan bank selalu mempraktikkannya sejalan dengan prosedur pemberian kredit.

Perlu dilakukan pembahasan satu persatu mengenai kelima faktor tersebut sehingga akan menjadi jelas apa yang dimaksudkan.

1) Watak (Character)

Watak seseorang nasabah dinilai oleh bank adalah untuk mengetahui sifat-sifatnya dalam hubungannya dengan masalah tanggung jawab nasabah.

Penilaian watak didasarkan pada hubungan nasabah yang selama ini terjalin dengan bank. Untuk mengajukan permohonan kredit nasabah harus telah menjadi nasabah bank tersebut. Bank juga dapat mencari informasi dari bank lain karena dalam sistem perbankan dikenal tukar menukar informasi bank.

Penilaian watak dapat diperoleh data-data yang disampaikan dalam permohonan kredit. Disitu dapat diketahui apakah data-data yang disampaikan terdapat hal yang tidak benar, misalnya data itu fiktif atau karangan belaka, atau sebagian data ada yang palsu. Dari hal tersebut dapat dinilai nasabah telah tidak jujur, telah beritikad tidak baik dalam memberikan data, sehingga akan berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit.

2) Kemampuan (Capacity)

Dalam pengajuan kredit nasabah pasti mengemukakan apa tujuan penggunaan kredit yang diminta. Untuk itu bank harus melakukan penelitian akan kemampuan nasabah dalam mengelola proyek yang akan dibiayai dengan kredit. Apabila kredit yang diminta untuk pembiayaan pembangunan gedung (kredit jasa konstruksi) maka bank harus meneliti latar belakang pendidikan dan pengalaman nasabah di bidang pembangunan tersebut. Kemudian kemampuan nasabah dalam mengelola usahanya selama ini. Agar tidak terjadi nasabah yang meminta kredit untuk membiayai pembangunan gedung, tetapi latar belakangnya sarjana ekonomi dan pengalaman usahanya dibidang

kayu, hal ini merupakan nasabah yang tidak tepat dan diragukan kemampuannya dalam mengelola kredit.

3) Modal (Capital)

Penilai terhadap modal dilakukan dengan menganalisis dari laporan keuangan yang disampaikan oleh nasabah, biasanya nasabah diminta oleh bank untuk menyampaikan laporan keuangan minimal 2 (dua) tahun terakhir. Laporan tersebut akan diperbandingkan untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam mengelola keuangan dan permodalan perusahaan. Analisis tersebut juga untuk mengetahui tingkat kemampuan nasabah dalam menyediakan modal terhadap proyek yang dibiayai dengan kredit bank. Biasanya bank tidak memberi kredit sebanyak 100% untuk membiayai proyek nasabah, tetapi

Penilai terhadap modal dilakukan dengan menganalisis dari laporan keuangan yang disampaikan oleh nasabah, biasanya nasabah diminta oleh bank untuk menyampaikan laporan keuangan minimal 2 (dua) tahun terakhir. Laporan tersebut akan diperbandingkan untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam mengelola keuangan dan permodalan perusahaan. Analisis tersebut juga untuk mengetahui tingkat kemampuan nasabah dalam menyediakan modal terhadap proyek yang dibiayai dengan kredit bank. Biasanya bank tidak memberi kredit sebanyak 100% untuk membiayai proyek nasabah, tetapi