• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENYELESAIAN KREDIT MELALUI PENJUALAN OBYEK JAMINAN

DI BAWAH TANGAN OLEH PARA PIHAK (STUDI KASUS PADA BANK J TRUST CABANG MEDAN).

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AMELIA REGINA SIREGAR 167011080/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

Telah diuji pada

Tanggal 28 Desember 2020

TIM PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Hasim Purba, SH.,M.Hum Anggota : 1. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum

2. Dr. Dedi Harianto. SH., M.Hum

3. Dr. T.Keizerina Devi A, SH., CN, M.Hum 4. Dr. Sutiarnoto, SH.,M.Hum

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penjualan objek jaminan kredit terkait dengan kredit macet eksekusinya dilakukan melalui lelang, disamping itu juga dapat dilakukan melalui penjualan objek jaminan kredit di bawah tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUHT. Dengan tujuan untuk memperoleh harga yang lebih baik bagi semua pihak, akan tetapi pelaksanaannya masih membutuhkan tindakan kooperatif dari debitur/penjamin serta mekanisme SOP (Standard Operating Procedure)pada Bank J Trust Cabang Medan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat perspektif untuk menjawab isu hukum yang mengangkat kasus dari objek penelitian . Adapun badan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil penelitian kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier serta didukung dengan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan tesis ini. Analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertolak dari asumsi tentang realita atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks, dan selanjutnya menarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir induktif yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang khusus selanjutnya menarik hal-hal yang umum.

Hasil penelitian menunjukkan penjualan objek jaminan di bawah tangan terkait kredit macet juga dilakukan oleh Bank J Trust Cabang Medan, sesuai dengan ketentuan UUHT Pasal 20 ayat 2 dan berpedoman pada mekanisme SOP (Standard Operating Procedure) yang ada pada Bank J Trust Cabang Medan dan perlindungan hukum diberikan kepada Pihak Ketiga (pihak yang membeli objek jaminan) sebagai pembeli yang beritikad baik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yaitu Pasal 24 dan Pasal 32 yang kemudian diperkuat dengan beberapa yurisprudensi dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia.

Kesimpulan dari penjualan objek jaminan dibawah tangan pada Bank J Trust Cabang Medan adalah pengaturan hukum atas penjualan objek jaminan di bawah tangan pada Bank J Trust Cabang Medan berpedoman pada pasal 20 ayat 2 UUHT dengan maksud untuk memperoleh harga jual yang lebih baik bagi semua pihak dan pelaksanaannya mengikuti mekanisme (Standard Operating Procedure) dan mekanisme SOP penjualan jaminan di bawah tangan terkait kredit macet sebaiknya diatur secara khusus pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga mekanisme SOP ini akan menjadi acuan bagi semua bank.

Kata Kunci : Bank, Di bawah tangan, UUHT, Mekanisme Standard Operating Procedure (SOP)

(7)

but its implementation needs cooperation from debtor/guarantor and the mechanism of Standard Operating Procedure (SOP) in Bank J Trust, Medan Branch.

The research used perspective juridical normative to answer the research problems. The data were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials, supported by interview with those who were involved in the writing of this thesis. The analysis of the qualitative data came from the assumption of unique and complex social reality and phenomena. The conclusion was drawn inductively, from the specific to the general things.

The result of the research shows that selling the collateral of non performing loan underhandedly by Bank J Trust, Medan Branch, is in accordance with Article 20, Paragraph 2 of UUHT, guided by the mechanism of SOP at Bank J Trust, Medan Branch. Legal protection is given to the Third Party (the buyer) that has good faith as it is specified in Article 24 and Article 32 of PP (Government Regulation) No.24/1997 on Land Registration, strengthened by some jurisprudences and SEMA (the Supreme Court’s Circular Letter).

The research conclusion is that the regulation on selling collateral underhandedly at Bank J Trust, Medan Branch is guided by Article 20, paragraph 2 of UUHT in order to get good price for the related parties. Its implementation follows the mechanism of SOP. The SOP of selling collateral of non-performing loan underhandedly should specifically by organized in the OJK (Financial Service Authority) so that it can be the reference for all banks.

Keywords: Non-performing Loan, Underhanded, SOP Mechanism.

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : AMELIA REGINA SIREGAR

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 20 April 1993

Nomor Induk Mahasiswa : 167011080

Alamat : Jl. Setia Baru gang Jaya No. 17

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

PENDIDIKAN FORMAL

SD Santo Thomas 4 Medan : 1999- 2004 SMP Santo Thomas 4 Medan : 2004- 2006

SMA Negeri 4 Medan : 2006- 2008

Fakultas Hukum USU : 2008- 2011

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan karunia-Nya penulisan tesis yang berjudul “ANALISIS HUKUM TERHADAP PENYELESAIAN KREDIT MELALUI PENJUALAN OBYEK JAMINAN DI BAWAH TANGAN OLEH PARA PIHAK (STUDI KASUS PADA BANK J TRUST CABANG MEDAN).” telah dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada yang terhormat bapak Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum, bapak Dr. Jelly Leviza, SH.,M.Hum, bapak Dr. Dedi Harianto, SH.,M.Hum selaku komisi pembimbing yang telah tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap akhir ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Kepada Dosen penguji ibu Dr. T.Keizerina Devi A, SH.,CN,M.Hum dan bapak Dr. Sutiarnoto, SH.,M.Hum yang telah memberikan masukan/ arahan sehingga memperkaya tesis ini. Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(10)

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Edy Ikhsan SH., MA., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak dan Ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua terkasih yang turut memberikan dukungan, doa dan semangat serta adik kandung saya yang tak henti-hentinya menyemangati untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Kepada Nenek, saudara sepupu, tante, om dan lain-lainya yang selalu menanyakan kesiapan penulisan tesis saya.

8. Bapak Dr. Rudy Haposan Siahaan, SH, Sp.1. Mkn yang telah memberikan segala ilmu dan bantuan kepada penulis.

9. Teman- teman saya Marintan, Maria, Tio, Kak Erni, Kak Dedek, Bang Melky, Michael, Bang Josua, Kak Tika, Kak Keteng, Kak Siska, Bang Sahata, Mama Cesmi, yang selalu mau direpotkan dan memberikan dukungan kepada saya 10. Para narasumber atas segala informasi yang telah diberikan untuk melengkapi

isi penulisan tesis ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu memberikan dukungan.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Pengasih, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

(11)

Medan, 13 Januari 2021 Penulis

Amelia Regina Siregar

(12)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

TANGGAL UJIAN PERNYATAAN ORISINALITAS PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi ... 25

G. Metode Penelitian ... 27

1. Jenis dan Sifat Penelitian... 27

2. Sumber Data ... 28

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 30

4. Analisis Data ... 31

BAB II KETENTUAN HUKUM YANG MEMUNGKINKAN PENJUALAN OBJEK JAMINAN KREDIT DI BAWAH TANGAN PADA BANK J TRUST CABANG MEDAN ... 33

A. Perjanjian Kredit Pada Umumnya... 33

1. Pengertian Kredit... 34

2. Unsur Kredit ... 36

3. Fungsi Kredit ... 38

4. Tujuan Pemberian Kredit ... 42

5. Jenis-Jenis Kredit ... 44

6. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit... 45

7. Kredit Macet ... 50

8. Penyelesaian Kredit Macet ... 52

B. Tinjauan Umum Mengenai Lembaga Jaminan Kredit ... 54

1. Jaminan Pada Umumnya ... 54

2. Pengertian Jaminan Kredit ... 55

3. Kegunaan Jaminan Kredit ... 56

(13)

4. Jenis-Jenis Jaminan Kredit ... 57

5. Perjanjian Jaminan Sebagai Perjanjian Accesoir ... 58

6. Perjanjian Jaminan Kebendaan Dalam KUH Perdata ... 59

C. Pengaturan Hukum Penjualan Objek Jaminan Kredit Melalui Bawah tangan ... 61

BAB III LATAR BELAKANG DAN KENDALA PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DALAM PENJUALAN OBJEK JAMINAN DI BAWAH TANGANBANK J TRUST CABANG MEDAN ... 66

A. Risiko Kredit Macet ... 66

B. Kredit Macet Merupakan Bagian dari Kredit Bermasalah Pada Bank ... 70

C. Koletabilitas Kredit dan Penyelesaian Kredit Bermasalah ... 75

1. Penggolongan Koletabilitas Kredit ... 75

2. Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Macet... 77

D. Pelaksanaan Penjualan Objek Jaminan di Bawah Tangan ... 81

1. Latar Belakang Penjualan Objek Jaminan di Bawah Tangan ... 80

2.Pelaksanaan Penjualan Objek Jaminan Kredit di Bawah Tangan ... 84

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK ATAS PENJUALAN OBJEK JAMINAN KREDIT DIBAWAH TANGAN BANK J TRUST CABANG MEDAN

...

89

A. Pelaksanaan Penjualan Objek Jaminan Kredit di Bawah Tangan Pada Bank J Trust Cabang Medan ... 89

B. Mekanisme Penjualan Objek Jaminan Kredit di Bawah Tangan Pada Bank J Trust Cabang Medan ... 91

C. Hambatan- Hambatan yang Mungkin Terjadi Terhadap Pelaksanaan Penjualan Objek Jaminan di Bawah Tangan Pada Bank J Trust Cabang Medan ... 94

D. Jaminan Perlindungan Hukum Kepada Para Pihak yang Melakukan Penjualan Objek Jaminan Kredit di Bawah Tangan Pada Bank J Trust Cabang Medan ... 95

1. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Bank ... 95

2. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Debitur/ Pemilik... 97

3. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Sebagai Pembeli Objek Jaminan ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

...

105

A.Kesimpulan ... 105

B.Saran ... 106

(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 107

A. Buku ... 107

B. Tesis, Makalah, Jurnal, dan Kamus ... 109

C. Perundang-undangan ... 110

D. Wawancara ... 110

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perkembangan perekonomian yang semakin meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat mengakibatkan banyaknya perputaran transaksi keuangan, sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut kegiatan perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang dapat membantu masyarakat mendapatkan fasilitas kredit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan tambahan modal usaha.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Kegiatan suatu bank di negara-negara berkembang seperti Indonesia terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dan utama sehingga pendapatan dari kredit yang berupa bunga merupakan komponen pendapatan paling besar dibandingkan dengan pendapatan jasa-jasa diluar bunga kredit yang biasa disebut dengan feebase income. Berbeda dengan bank-bank di negara-negara yang sudah maju, laporan keuangan menunjukkan

(16)

bahwa komponen pendapatan bunga dibanding dengan pendapatan jasa-jasa perbankan lainnya sudah cukup berimbang.1

Kredit yang diberikan oleh bank didasarkan atas kepercayaan kepada seorang nasabah.2 Oleh karena itu, pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit jika bank yakin bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.

Kredit yang diberikan oleh bank melalui tahapan evaluasi atau analisis tertentu, namun tidak ada suatu kepastian bahwa kredit yang disalurkan tersebut tetap lancar atau sehat, sehingga memberikan keuntungan (profit) bagi pihak kreditur dan debitur. Adakalanya suatu kredit menjadi bermasalah, hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti faktor yang datang dari debitur sendiri, dari kreditur atau faktor yang datangnya di luar pihak debitur dan kreditur, seperti karena terjadinya bencana alam dan penyebab lainnya.

Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yaitu apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan atau macet.3 Pada kondisi ini telah terlihat ketidakmampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya pada bank. Melihat

1Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Cetakan 1, (Bandung:

Alfabeta, 2003), h. 12.

2Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Cetakan Ketiga, (Bandung:

CitraAdityaBakti, 2000), h. 299.

3Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi, Cetakan kedua, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), h.75.

(17)

dampak yang sedemikian besar terhadap kredit macet, maka hal tersebut harus segera ditangani. Dalam penanganan kredit macet kecepatan pengembalian biaya yang seminimal mungkin menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam upaya bank mengatasi permasalahan kredit macet.4

Menurut Siswanto Sutojo “dalam menangani kredit macet, pimpinan bank harus tetap berpegang pada pedoman pokok penanganan kredit macet, yaitu usaha penyelamatan kredit secara maksimal.”5 Kredit macet dapat diselesaikan dengan melakukan upaya penyelamatan kredit, yaitu dengan cara :

1. Rescheduling adalah sebuah upaya dalam mengatasi pembiayaan bermasalah dengan penjadwalan kembali yang dilakukan kepada debitur yang memiliki itikad baik untuk membayar kewajibannya.

2. Reconditioning adalah penyelamatan pembiayaan bermasalah dengan mengubah seluruh atau sebagian perjanjian antara bank dan nasabah dengan harapan nasabah dapat melunasi kewajibannya.

3. Restructuringadalahupaya dalam menyelamatkan pembiayaan bermasalah dengan mengubah struktur pembiayaan tersebut.6

Apabila persoalan kredit sudah berkembang menjadi kredit macet, maka pihak bank selaku kreditur dituntut untuk melakukan tindakan-tindakan guna menyelesaikan kredit macet dari debitur, hal tersebut dapat dilaksanakan baik melalui proses hukum (litegasi) maupun diluar hukum (non litegasi). Penyelesaian

4Nanny Dewi, dkk, Makalah: Best Practice Restrukturisasi Kredit UKM, Bandung, Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Tahun 2010.

5Siswanto Sutojo, MenanganiKreditBermasalah, (Jakarta: DamarMuliaPustaka, 2008), h. 25.

6Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010), h. 128.

(18)

kredit melalui proses pengadilan dapat dilakukan dengan cara antara lain bank mengajukan gugatan kepada debitur melalui Pengadilan Negeri dan meminta bantuan kepada Pengadilan Negeri untuk melakukan sita eksekusi terhadap harta jaminan debitur yang telah diikat secara sempurna. Penarikan kembali kredit diluar proses hukum antara lain dapat dilakukan dengan cara melakukan penagihan kepada debitur baik secara langsung maupun dengan menggunakan bantuan biro jasa penagihan, selain itu penagihan juga dapat dilakukan dengan cara memasang iklan panggilan pada media massa, terutama surat kabar.7

Penyelesaian kredit macet dengan jaminan objek Hak Tanggungan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, maka eksekusinya dilakukan oleh Balai Lelang yang merupakan badan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang. Balai lelang melakukan penjualan barang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai barang tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. Sebagaimana diketahui lelang terhadap barang atau objek jaminan yang mencakup kedalam “Lembaga Jaminan” baik itu objek jaminan gadai, objek jaminan hak tanggungan dan objek jaminan fidusia merupakan jenis lelang eksekusi.8 Sementara lelang menurut Pasal 1 Vendu Reglement adalah suatu penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran secara lisan dan naik-

7Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Konsep, Teknis dan Kasus, (Jakarta:

Pustaka Binaman Preessindo, 2005), h.170.

8AgusTiarman, Analisa Yuridis Kewenangan Lelang Eksekusi Secara Mandiri Terhadap Objek Jaminan Fidusia Oleh Perum Pegadaian, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.

(19)

naik untuk memperoleh harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun dan/atau dengan penawaran harga secara tertutup dan tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para calon peminat/pembeli lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang atau Vendumeester (dahulu juru lelang).

Lelang Eksekusi di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang adalah “lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.” Penjualan barang jaminan yang dilakukan melalui lelang pada umumnya terjual dibawah harga pasar, yang nantinya akan merugikan debitur. Hal ini pula yang tak jarang membuat debitur menggugat bank terhadap penjual melalui eksekusi lelang.

Selanjutnya selain eksekusi yang dilakukan secara formal melalui Kantor Lelang Negara, dalam Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan mengatur pula tentang kemungkinan adanya eksekusi di bawah tangan, yaitu eksekusi sendiri atas dasar kesepakatan antara kreditur (pemegang hak tanggungan) dengan pemberi hak tanggungan (pemilik jaminan). Tujuannya dimaksudkan bahwa penjualan jaminan tersebut dapat memperoleh harga yang lebih baik dibandingkan dengan penjualan melalui lelang.9 Hal inilah yang membuat penyelesaian kredit macet melalui penjualan di bawah tangan merupakan penyelesaian kredit macet yang akan membawa kebaikan untuk kedua belah pihak. Bank akan memperoleh

9Rudy Haposan Siahaan, Perjanjian Kredit Perbankan. Aspek Hukum Dalam Teori &

Praktik, (Medan: USUPress, 2020), h. 763.

(20)

pelunasan kredit yang diberikan kepada debitur berikut bunga dan biaya-biaya lainnya sesuai dengan yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit dan debitur juga akan memperoleh harga penjualan yang lebih tinggi dibandingkan penjualan melalui lelang.

Bank J Trust Cabang Medan yang merupakan salah satu Bank Swasta telah melakukan penjualan di bawah tangan dan setiap tahun penyelesaian kredit macet melalui penjualan di bawah tangan rata-rata setiap tahunnya ada 2 (dua) sampai 5 (lima) debitur. Namun walaupun penyelesaian kredit macet melalui penjualan di bawah tangan banyak ditawarkan oleh di Bank J Trust Cabang Medan kepada debitur yang mempunyai kredit macet, tetapi tidak selalu dapat dilakukan.10 Dalam hal ini debitur harus bersifat kooperatif, sedangkan ada kalanya debitur sudah tidak dapat dilakukan komunikasi lagi. Di samping itu ada kalanya debitur menetapkan harga di atas kewajaran (harga yang tinggi), sehingga tidak ada kesepakatan antara debitur dan kreditur. Hal inilah yang menyebabkan akhirnya bank, melakukan penjualan melalui eksekusi lelang.

Proses penjualan jaminan kredit melalui lelang pun sering menimbulkan permasalahan tersendiri bagi bank tersebut, hal ini disebabkan bank yang hendak melelang jaminan kredit bermasalah ke kantor lelang, bank selalu memohon penetapan eksekusi lelang (fiat eksekusi) terlebih dahulu kepada pengadilan negeri di mana objek jaminan tersebut berada. Namun proses pelaksanaan fiat eksekusi tersebut sering dibantah atau dipermasalahkan oleh debitur.

10Hasil wawancara dengan Yanti Siregar, Divisi Credit Legal Officer Bank J Trust Cabang Medan, padatanggal 4 Juni 2019.

(21)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian atas penjualan jaminan secara di bawah tangan terkait dengan kredit macet dalam tesis yang berjudul “Analisis Hukum Terhadap Penyelesaian Kredit Melalui Penjualan Obyek Jaminan Di Bawah Tangan Oleh Para Pihak (Studi Pada Bank J Trust Cabang Medan)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum atas penjualan objek jaminan kredit di bawah tangan pada Bank J Trust Cabang Medan?

2. Bagaimana penyelesaian kredit macet Debitur Bank J Trust Cabang Medan dikaitkan dengan penjualan objek jaminan dibawah tangan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak para pihak atas penjualan objek jaminan kredit di bawah tangan oleh Debitur pada Bank J Trust Cabang Medan?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian dan penulisan tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum atas penjualan objek jaminan kredit di bawah tangan pada Bank J Trust Cabang Medan.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian kredit macet Debitur Bank J Trust Cabang Medan dikaitkan dengan penjualan objek jaminan dibawah tangan.

(22)

3. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap hak-hak kreditur atas penjualan objek jaminan kredit di bawah tangan oleh Debitur pada Bank J Trust Cabang Medan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara Teoritis maupun secara Praktis dibidang Perbankan dan Kenotariatan.

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya mengenai penyelesaian kredit macet di perbankan.

b. Memberi bahan masukan dan/atau dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk memberi penjelasan mengenai penyelesaian kredit macet pada bank yang dilakukan melalui penjualan benda jaminan di bawah tangan.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

a. Manfaat yang sebesar-besarnya bagi pihak perbankan dan masyarakat, khususnya nasabah debitur perbankan.

b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada semua pihak dalam praktik atas penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur penjualan obyek jaminan di bawah tangan, baik bagi praktisi hukum maupun akademisi dalam bidang hukum dan profesi-profesi lain yang terkait dengan perbankan.

(23)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain yaitu:

1. Eddy Saputra, NIM: 117011088, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2016, dengan judul: Akibat Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Restrukturisasi Kredit Pada Bank CIMB Niaga.

Rumusan Masalah:

a. Bagaimana kriteria penentuan kredit bermasalah yang dapat dilakukan restrukturisasi pada Bank CIMB Niaga Cabang Medan?

b. Apakah hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit bermasalah pada Bank CIMB Niaga Cabang Medan?

c. Bagaimana akibat hukum terhadap nasabah dengan terjadinya restrukturisasi kredit bermasalah pada Bank CIMB Cabang Medan?

2. Elfira Maliana Pane, NIM: 137011022, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Pelelangan Agunan Studi Kasus Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan.

Rumusan Masalah:

(24)

a. Bagaimana kriteria kredit bermasalah yang dapat diajukan penyelesaiannya melalui lelang di PT.Bank Sumut Cabang Utama Medan?

b. Bagaimana prosedur pelaksanaan lelang dan hambatan pelaksanaan lelang di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan?

c. Bagaimana upaya pihak PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan jika pemenang lelang tidak bisa menguasai fisik barang yang sudah didapat dari lelang?

3. Sofyati Alfyana, NIM: 147011124, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2017, dengan judul Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Sabang).

Rumusan Masalah:

a. Bagaimana pelaksanaan eksekusi atas kredit macet dengan menggunakan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil?

b. Bagaimana kedudukan jaminan kredit dengan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut dipecat?

c. Bagaimana upaya PT. Bank Aceh dalam penyelesaian kredit macet terhadap Pegawai Negeri Sipil yang dipecat?

4. Bambang Gunadi, NIM: B4B008034, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2010, dengan judul Penjualan Di Bawah Tangan Terhadap Obyek Jaminan Fidusia Sebagai Penyelesaian Kredit Macet di PT. Bank Perkreditan Rakyat Naratama Bersada Cabang Cikupa, Kabupaten Tangerang.

(25)

Rumusan Masalah:

a. Bagaimana proses penyelesaian kredit macet melalui penjualan di bawah tangan terhadap obyek jaminan fidusia pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Naratama Bersada Cabang Cikupa, Kabupaten Tangerang?

b. Hambatan/kendala apa saja yang muncul dalam proses penyelesaian kredit macet melalui penjualan dibawah tangan?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori dalam ilmu hukum sangat penting keberadaannya, karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori menurut para ahli dianggap sebagai sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap ilmu pengetahuan hukum.11Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan menguasai suatu sektor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.12

Berkaitan dengan teori hukum, J.J.H. Bruggink mengartikan teori hukum adalah:

“suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut

11H. Lili Rasjidi, Menggunakan Teori/Konsep Dalam Analisis di Bidang Ilmu Hukum, (Bandung: Monograf, 2007), h. 11.

12M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Jakarta: Sofimedia, 2012), h.

30.

(26)

untuk sebagian penting dipositifkan.13 Pengertian ini bermakna ganda karena teori hukum dinyatakan sebagai produk dan proses. Teori hukum dikatakan sebagai produk sebab keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan merupakan hasil kegiatan teoritis bidang hukum. Sementara itu, teori hukum sebagai proses karena perhatiannya diarahkan pada kegiatan teoretis tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoretis bidang hukum sendiri, tidak pada hasil kegiatan-kegiatan itu”.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka teori hukum tidak hanya mengkaji tentang norma, tetapi juga hukum dalam kenyataannya.

Dalam Buku III (ketiga) KUH Perdata terdapat beberapa asas-asas, yaitu:

1. Asas kebebasan (beginseldercontracttsvrijheid)

perjanjian yang dibuat pihak-pihak tersebut mengikat bagi kedua belah pihak (pactasuntservanda), dan di dalam hal ini terdapat pembatasan, yaitu:

a. Asal saja tidak bertentangan dengan ketertiban umum b. Tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan

c. Tidak boleh bertentangan dengan hukum memaksa (dwingendrecht).

2. Asas tambahan (aanvullendrecht atau optionallaw)

Maksudnya dengan pengertian ini kepada pihak-pihak dalam membuat perjanjian diberikan sebesar-besarnya untuk menetapkan ketentuan perjanjian tersebut menurut kehendak pihak-pihak yang bersangkutan untuk menetapkan secara selengkap-lengkapnya dengan perjanjian tersebut, tetapi apabila dalam perjanjian tersebut ternyata masih kurang lengkap, maka ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata dan peraturan-peraturan lainnya akan menambahkan.

3. Asas terbuka (open system)

13JJ.H.Bruggink, dialih bahasakan oleh B. Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum.

Pengertian-Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum.Terjemahan dari buku “RechtsReflecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheori”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke III, 2011), h.160.

(27)

Hal ini menunjukkan pemberian kebebasan yang terbuka untuk memperlakukan hukum. Di dalam asas ini diperhatikan faktor-faktor keadilan, kebiasaan dan undang-undang yang berlaku. Ketentuan asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata.

4. Asas sepakat (consensuil)

Di sini dimaksudnya bahwa perjanjian yang dibuat tersebut kalau sudah disepakati oleh kedua belah pihak telah dapat mengikat kedua belah pihak.

Jadi penyataan sepakat tanpa persyaratan tertulis menunjukkan telah dapat mempunyai kekuatan mengikat bagi kedua belah pihak. Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mana Pasal tersebut ditegaskan untuk sahnya suatu perjanjian salah satunya apabila terdapat kata sepakat.

Hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada subjek perjanjian untuk melakukan perjanjian dengan beberapa pembatasan tertentu. Sehubungan dengan Pasal 1338 KUH Perdata, menyatakan:

1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;

2. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak atau karena alasan undang-undang yang dinyatakan cukup untuk itu;

3. Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Selanjutnya dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas perjanjian, yaitu:14

14Ibid, h. 69-71.

(28)

1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi) atau Asas Kebebasan berkontrak (contractvrijeid);

Asas ini sebagaimana yang termaktub Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya”. Asas kebebasan berkontrak (contractvijheid) berhubungan ini dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan

“siapa” perjanjian itu diadakan. Oleh karena itu, asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3) menentukan isi, pelaksanaan perjanjian serta (4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

2. Asas konsensualisme (persesuaian kehendak);

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata penyebutnya tegas sedangkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata ditemukan istilah “semua”. Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi ke semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (wiil), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

3. Asas kepercayaan (vertouwensbeginsel);

Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain, memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa

(29)

adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang- undang.

4. Asas kekuatan mengikat;

Demikianlah seterusnya dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. Demikianlah sehingga asas-asas moral, kepatutan dan kebiasaan yang mengikat para pihak.

5. Asas persamaan hukum;

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.

6. Asas keseimbangan;

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu

(30)

dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

7. Asas kepastian hukum;

Perjanjian sebagai suatu figure hukum harus mengandung kepastian hukum.

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yang sebagai undang-undang bagi para pihak.

8. Asas moral;

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, di mana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat dalam zaakwaarneming di mana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya juga asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.

9. Asas kepatutan;

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata asas kepatutan ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

(31)

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BHPN) Departemen Kehakiman Republik Indonesia, dalam lokakarya Hukum Perikatan, telah berhasil merumuskan delapan asas hukum perikatan, yaitu:15

1. Asas kepercayaan, yaitu bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari.

2. Asas persamaan hukum, yaitu bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.

3. Asas keseimbangan, yaitu asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

4. Asas kepastian hukum, yaitu asas ini mengandung maksud bahwa perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

5. Asas moralitas, adalah asas yang berkaitan dengan perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.

15Ibid, h. 71-73.

(32)

6. Asas kepatutan, yaitu asas yang tertuang dalam Pasal 1339 KUH Perdata.

Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjian.

7. Asas kebiasaan, yaitu dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.

8. Asas perlindungan, yaitu asas yang mengandung pengertian bahwa debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi lemah.

Terkait dengan berbagai asas hukum perjanjian sebagaimana hal di atas, terdapat empat asas yang dianggap soko guru hukum perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pactasuntservanda dan asas itikad baik. Untuk itu perlu memperhatikan, memahami dan taat terhadap asas- asas tersebut di atas. Selanjutnya menerapkannya dalam membuat perjanjian terutama atas keempat asas-asas dasar atau fundamental yang merupakan suku guru hukum perjanjian, sehingga dapat terhindar hal-hal yang tidak diinginkan dan terlaksananya tujuan melakukan perjanjian sesuai dengan keinginan para pihak.

Selanjutnya Mengenai sahnya suatu perjanjian, berkaitan dengan syarat- syarat sahnya persetujuan (perjanjian) itu sendiri. Dan untuk itu diperlukan ada 4 (empat) syarat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

(33)

Dengan sepakat dimaksud bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu. Hal itu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1329 KUH Perdata. Selanjutnya dalam Pasal 1330 KUH Perdata, yang tidak cakap untuk membuat perjanjian ada 3 (tiga golongan), yaitu:

a. Anak yang belum dewasa

b. Orang yang berada di bawah pengampuan; dan c. Perempuan bersuami

(Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu).

Setelah dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 dan berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka tinggal dua golongan yang tidak cakap membuat perikatan, yaitu anak yang belum dewasa dan orang berada di bawah pengampuan (curatele).

Dalam Pasal 330 KUH Perdata menyebutkan belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Kedua pasal tersebut di atas tidak secara langsung menentukan siap yang dianggap cakap menurut hukum, tetapi yang ditentukan adalah sebaliknya, yaitu siapa yang dianggap tidak cakap menurut hukum. Mengenai ukuran dewasa yang

(34)

dikaitkan dengan usia seseorang, sekarang ini ada berbagai macam ketentuannya tetapi yang paling erat kaitannya dengan kecakapan dalam membuat perjanjian adalah ketentuannya yang terdapat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Pasal 39 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, menentukan bahwa:

(1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan b. Cakap melakukan perbuatan hukum.

(2) Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) orang penghadap lainnya.

(3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.

Dengan adanya UUJN ini, maka kecakapan membuat perjanjian ini ada yang menyatakan pada umur 21 (dua puluh satu) tahun sesuai dengan KUH Perdata, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa kecakapan membuat perjanjian ini adalah 18 (delapan belas) tahun sebagaimana diatur dalam UUJN. Dan melihat hal ini, maka dapat dikatakan secara umum kecakapan membuat perjanjian tetap 21 (dua puluh satu tahun) sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata, sedangkan untuk perjanjian yang dibuat dihadapan notaris dimungkinkan bagi orang-orang yang berusia 18 (delapan belas) tahun. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Kepala

(35)

Badan Pertanahan Indonesia juga mengeluarkan produk Menteri Agraria/Kepala BPN No.4/SE/I/2015 tentang Batasan Usia Dewasa Dalam Rangka Pelayanan Pertanahan yang memberikan terobosan terkait dengan pelayanan Pertanahan.

Dalam hal pelayanan Pertanahan, diatur bahwa batasan usia dewasa adalah 18 tahun atau sudah menikah. Dengan ketentuan ini, maka ditetapkan usia dewasa yang dapat melakukan perbuatan hukum dalam rangka pelayanan pertanahan adalah paling kurang 18 (delapan belas) tahun. Adapun yang melatar belakangi surat edaran ini Kementerian Agraria dalam konsideransnya, surat edarnya mengutip kaedah Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 yang menyatakan usia dewasa dalam konteks pidana ialah 18 (delapan) tahun.

Berkaitan dengan hal tersebut pada tanggal 13 Oktober 1976 Mahkamah Agung sudah mengeluarkan Yurisprudensi Nomor 477 yang menyatakan Usia Dewasa adalah 18 (delapan belas) tahun atau sudah pernah menikah.

3. Suatu hal tertentu

Mengenai suatu hal tertentu, maksudnya ialah bahwa objek perjanjian harus tertentu, setidak-tidaknya harus dapat ditentukan (Pasal 1333 KUH Perdata).

Barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari pun dapat menjadi objek perjanjian (Pasal 1334 KUH Perdata).

Berdasarkan kedua pasal tersebut di atas, maka hal tertentu atau objek perjanjian dapat berupa:

a. Barang-barang yang dapat diperdagangkan;

b. Minimal sudah ditentukan jenisnya;

(36)

c. Jumlah barang boleh belum ditentukan asal dapat ditentukan atau dihitung kemudian;

d. Barang yang akan ada dapat menjadi objek perjanjian;

e. Warisan yang belum terbuka tidak boleh dijadikan objek perjanjian.

Oleh karena itu, mengenai hal tertentu ini sudah jelas ditentukan dalam pasal- pasal di atas kecuali jika barang yang menjadi objek perjanjian tersebut hanya ditentukan jenisnya, maka berlaku ketentuan bahwa barang yang diserahkan adalah tidak wajib yang terbaik tetapi tidak boleh yang terburuk.

4. Suatu sebab yang halal

Pengertian “suatu kausa atau sebab yang halal” ialah bukan hal yang menyebabkan perjanjian, tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata).

Selanjutnya terkait dengan perlindungan hukum, menurut Salmond Teori Perlindungan Hukum adalah hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan dilain pihak sedangkan Satjipto Rahardjo menyatakan perlindungan hukum adalah untuk memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh hukum. 16 Sedangkan Philipus M. Hadjon berpendapat

16Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra AdityaBakti, 2006), h.53

(37)

bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan yang bersifat preventif dan represif. Dalam kaitannya dengan penelitian ini bahwa perlindungan hukum yang bersifat preventif bertujuan untuk mencari jalan keluar agar hak debitur tetap terlindungi, dimana penjualan objek jaminan tetap dilakukan oleh debitur dan tidak melalui penjualan secara lelang. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 2 Undang-Undang Hak Tanggungan.

Kepastian merupakan ciri dari yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum bagi setiap orang tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku orang. Pada saat memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa hukum itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum positif dan peranan Negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif.17

Kepastian hukum memiliki arti perangkat hukum suatu Negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.18 Persoalan kepastian selalu dikaitkan dengan hukum, memberikan konsekuensi bahwa kepastian hukum, mempersoalkan hubungan hukum antara warga negara dengan Negara.

Sebagai sebuah nilai, kepastian hukum tidak semata-mata selalu berkaitan dengan Negara, karena esensi dari kepastian hukum adalah masalah perlindungan dari tindakan kesewenang-wenangan, maka itu, aktor-aktor yang mungkin melakukan kesewenang-wenangan tidak terbatas pada Negara saja, tetapi juga oleh

17Fernando M. Manulang, Pengantar Ke Filsafat Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 95.

18Anton M. Moelino, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 1028.

(38)

sekelompok pihak lain di luar Negara.19 Menurut Tan Kamello, dalam suatu undang-undang, kepastian hukum (certainty) meliputi dua hal pertama, kepastian hukum dalam perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua, kepastian hukum juga berlaku dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum undang-undang tersebut.

Jika perumusan norma dan prinsip hukum sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata- mata (law in thebooks), kepastian hukum seperti ini tidak akan dan tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya. Pendapat ini mungkin peraturan hukum yang demikian disebut dengan norma hukum yang mati (doodregel) atau hanya sebagai penghias yuridis dalam kehidupan manusia.20 Jika mengaitkan teori ini dengan apa yang dikaji dalam penelitian ini bahwa teori kepastian hukum membantu untuk lebih menekankan akan kepastian hukum dari hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh Kreditur. Teori kepastian hukum dapat diaplikasikan ketika mengkaji masalah perlindungan hukum bagi kedua belah pihak dimana kedua belah pihak sama-sama mempunyai kepentingan. Dari kepentingan tersebut harus dicarikan dasar, kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi hak-hak maupun kewajiban-kewajiban masing-masing pihak. Kepastian hukum dapat diwujudkan apabila ada Undang-Undang yang mengaturnya. Dalam hal ini diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan.

19Fernando M. Manulang, Op.Cit, h. 94.

20Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, (Bandung: Alumni, 2004), h. 117.

(39)

2. Konsepsi

Dalam Penelitian ini juga dikemukakan kerangka konsep yang dijadikan landasan operasional dan definisi operasional. Adapun kerangka konsep yang dimaksud adalah :

a. Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Subekti mengungkapkan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.21 b. Kredit menurut Sastradipoera menyebutkan kredit adalah penyediaan uang

atau tagihan (yang disamakan dengan uang) berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang dalam hal ini peminjam berkewajiban melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan (biasanya) sejumlah bunga yang ditetapkan lebih dahulu.22

c. Perjanjian kredit adalah perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur, dimana kreditur berkewajiban untuk memberikan uang atau kredit kepada debitur, dan debitur berkewajiban untuk membayar pokok dan bunga, serta biaya-biaya lainnya sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati antara keduanya.23

21Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT.Intermasa, Jakarta, 1979), h. 1.

22Sastradipoera, Komaruddin, Strategi Manajemen Bisnis Perbankan, Konsep dan Implementasi Untuk Bersaing, (Bandung: Kappa Sigma, Bandung,2004), h

23H. Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006), h.78.

(40)

d. Kredit macet adalah kredit yang dinilai sudah tidak bisa ditagih kembali.

Bank akan menanggung kerugian atas kredit yang sudah diberikan.24

e. Akta di bawah tangan artinya bahwa akta atau perjanjian tersebut dibuat tanpa peran pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta. Biasanya telah berbentuk draf yang lebih dahulu sudah disiapkan sendiri oleh pihak bank kemudian ditawarkan kepada calon nasabah debitur untuk disepakati.25

f. Jaminan adalah kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan.26

g. Perjanjian Accesoir adalah perjanjian tambahan yang keberlakuan dan keabsahannya tergantung pada perjanjian pokoknya.

h. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang dijilid dan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, dimana data tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

i. Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah ini,

24Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2010),h. 116.

25Ibid, h. 24.

26 Ibid, hal 67.

(41)

untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.27 G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.

Metodologis berarti “sesuai dengan metode atau cara tertentu;”“sistematis adalah berdasarkan suatu sistem;” sedangkan “konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu”.28

1. Jenis dan Sifat Penelitian a. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif oleh karena sasaran penelitian ini adalah “hukum atau kaedah (norm).

Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value). Peraturan hukum konkret. Penelitian yang berobjek hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal”.29

Penelitian hukum normatif adalah “penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan perpustakaan atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan

27 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, h. 52

28Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2008),h.42.

29Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1995), h. 70.

(42)

sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.”30

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis undang-undang yang terkait termasuk hasil wawancara dari pihak Bank J Trust sebagai data primer sedangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada di Bank J Trust Cabang Medan sebagai data sekunder dalam penelitian ini.

b. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah bersifat analisis preskriptif karena dimaksudkan untuk menjawab isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.31

2. Sumber Data

Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data primer sebagai data yang dapat menunjang keberadaan data sekunder tersebut, adapun kedua data tersebut meliputi sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan Kepala Bagian Legal Staf dan/atau pejabat lain yang dirasa relevan dengan penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. “Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau

30Ibid, h. 33.

31Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006, h. 35.

(43)

penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum”.32

Data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari :

1) Bahan Hukum Primer (primary law material)

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini yaitu :

a) Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

b) Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah.

c) Peraturan Menteri Keuangan nomor 27/PMK.06/2016 2) Bahan Hukum Sekunder (secondary law material)

Yaitu “bahan hukum memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, rancangan undang- undang, hasil-hasil penelitian, hasil karangan hukum, dan seterusnya”.33 3) Bahan Hukum Tertier (tertiarylaw material)

Yaitu “bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus dan seterusnya”.34

32Fajat dan Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan Empiris, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010), h. 34

33Ibid, h. 13.

34Ibid,

(44)

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi- konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.35

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Studi lapangan ini dilakukan untuk mendapatkan atau menggali informasi- informasi dan catatan lapangan yang diperlukan untuk menginventarisi hal- hal baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian, alat pengumpulan datanya adalah :

1) Studi Dokumen

Mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

2) Pedoman Wawancara

Pengumpulan data selain secara pengamatan dapat diperoleh dengan mengadakan wawancara informasi diperoleh langsung dari responden atau informasi dengan cara tatap muka. Pedoman wawancara adalah “daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu yang dilakukan sebagai

35Muis, Pedoman Penulisan Skripsi Dan Metode Penelitian Hukum, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990), h. 48.

(45)

sarana untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai pendukung penelitian hukum dalam penulisan tesis ini.” Pedoman wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mewawancarai beberapa informan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti diantaranya adalah Bapak Jinto selaku Marketing Non Performing Loan (NPL) di Bank J Trust Cabang Medan dan Ibu Dina Anggreini selaku Legal Officer di Bank J Trust Kantor Wilayah di Pekanbaru.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regulitas atau pada tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).36

Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang terkumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek penelitian.37 Bahwa penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandang manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide,

36Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2003), h. 53.

37Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Jambi: Mandar Maju, Jambi, 2008), h. 174.

(46)

persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti, kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.38

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir induktif, yaitu “cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang khusus untuk selanjutnya menarik hal-hal yang umum, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,”39 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitan ini.

38Sulitsyo Basuki, Metode Penelitian, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006), h. 78.

39Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,(Yogyakarta,PustakaPelajar, 2010), h. 109.

(47)

BAB II

KETENTUAN HUKUM YANG MEMUNGKINKAN PENJUALAN OBJEK JAMINAN KREDIT DI BAWAH TANGAN

PADA BANK J TRUST CABANG MEDAN

A. Perjanjian Kredit Pada Umumnya 1. Pengertian Kredit

Istilah kredit bukan hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Berbagai macam transaksi sudah banyak dijumpai seperti jual beli barang dengan cara kreditan. Jual Beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi pembayaran harga barang dilakukan dengan angsuran. Selain itu dijumpai pula banyak warga masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk kepentingan memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka pada umumnya mengartikan kredit sama dengan utang karena setelah jangka waktu tertentu mereka wajib membayar dengan lunas.40

Kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu Credere yang artinya “percaya”.

Apabila hal tersebut dihubungkan dengan tugas bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah (debitur) karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.

40Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) h.152.

(48)

Pengertian kredit yang diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan disebutkan sebagai berikut:

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.74

Dari rumusan tersebut dapat diketahui ruang lingkup pengertian kredit dibatasi dalam hubungan bank dengan nasabahnya. Kredit sebagai penyediaan uang yang dilakukan oleh bank untuk dipinjamkan kepada nasabahnya dengan menarik keuntungan berupa bunga. Namun dalam rumusan itu kredit juga diartikan dengan tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang. 75

Dengan mendasarkan pengertian undang-undang, kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur dalam jangka waktu tertentu dan pengembalian utang disertai dengan imbalan berupa bunga, bunga merupakan sebuah keharusan untuk pemberian kredit karena merupakan imbalan jasa bagi bank yang merupakan keuntungan perusahaan.76

Sehubungan dengan tenggang waktu dan penerimaan kembali prestasi ini yang merupakan suatu hal yang abstrak dan sukar diraba, karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun.77 Hal tersebut memang banyak terjadi dalam praktik, karena walaupun dalam perjanjian kredit sudah diperjanjikan batas waktu pengembalian kreditnya, akan tetapi pada umumnya dengan berbagai

74Ibid, hal 153.

75Ibid.

76Ibid.

77Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan menjelaskan kejadian yang diamati, yaitu menggali mengenai kekuatan hukum atas

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal

37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU merupakan prosedur dan tata cara dalam melakukan renvoi terhadap perbedaan atau selisih dari jumlah hutang debitor pailit yang

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa undang-undang telah mengatur umur para pihak yang hendak melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam hal yang

Kendala yang dialami PPAT dalam melaksanakan perannya turut mengawasi pemungutan BPHTB atas transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan di Kabupaten Samosir antara

atas 3 (tiga) objek tanah dan bangunan tersebut sekaligus melakukan peralihan hak atau balik nama ke atas nama Penggugat. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim

Dalam hal status kekuatan alat bukti akta Notaris, suatu akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status apabila dalam

Selain pengajuan gugatan derivatif sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham, apabila direksi lalai dalam pelaksanaan tugas dalam hal ini