• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KETENTUAN HUKUM YANG

C. Pengaturan Hukum Penjualan Objek Jaminan Kredit Melalui

Menurut Pasal 1874 KUH Perdata yang dimaksud akta dibawah tangan (onderhandacte) adalah “surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan sebagai alat bukti. Jadi semata-mata dibuat antara pihak yang berkepentingan”.

Dengan demikian, semua perjanjian yang dibuat antara para pihak sendiri disebut akta di bawah tangan. Jadi akta di bawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat membuatnya di mana saja diperbolehkan dengan perkataan lain, akta di bawah tangan adalah akta dibuat tidak boleh atau tanpa perantara seorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani sendiri oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.

Dalam hal apabila para pihak yang menandatangani surat perjanjian tersebut mengakui dan tidak menyangkal kedatangannya, tidak menyangkal isi dan apa yang tertulis dalam surat perjanjian tersebut, maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 1875 KUHPerdata menyatakan,

“Suatu tulisan dibawah tangan diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui,

98H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi: The Barkers Handbook, (Bandung: Cipta Aditya, 2005) h. 213.

memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari mereka”,

Bukti yang sempurna seperti akta autentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan pasal 1871 KUHPerdata untuk tulisan itu, yang dalam ayat (2) berbunyi

“Jika apa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka tidak ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan”.99

Menurut penjelasan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan, bahwa pada prinsipnya adalah adanya kesepakatan antara pemberi dengan pemegang hak tanggungan bahwa penjualan di bawah tangan obyek hak tanggungan akan memperoleh harga tertinggi yang akan menguntungkan semua pihak. Penjualan di bawah tangan akan dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar pada daerah yang bersangkutan serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Menurut Sultan Remy Sjahdeini:dalam rangka penjualan di bawah tangan, masalah yang perlu dipecahkan adalah mengenai keabsahan penjualan objek hak tanggungan oleh bank, berdasarkan surat kuasa untuk menjual di bawah tangan dari pihak pemberi hak tanggungan. Untuk dieksekusi di bawah tangan pelaksanaanya harus memenuhi beberapa persyaratan yang antara lain adanya kesepakatan antara pihak pemberi hak tanggungan (debitor) dengan pihak penerima hak tanggungan (kreditor).

99Rudy Haposan Siahaan, Perjanjian Kredit Perbankan Aspek Hukum Dalam Teori &

Praktik(Medan: USU Press Medan, 2020) h.167.

Menurut Sutarno: dalam praktik penjualan jaminan berdasarkan surat kuasa tidak mudah dilaksanakan karena Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menghendaki debitur hadir sendiri untuk menandatangani akta jual beli, sebab di khawatirkan suatu saat debitur menuntut pembatalan jual beli jika penjual jaminan debitur ternyata harganya dibawa harga pasar, sehingga sangat merugikan pihak kreditur (pemilik agunan). Jika terjadi kreditur yang menerima kuasa dari debitur untuk menjual jaminan berbuat nakal dengan menjatuhkan harga barang jaminan tersebut jadi dibawah harga seharusnya. Untuk itu guna menghendaki penjualan jaminan di bawah harga pasar, maka jaminan itu sebelum dijual perlu dilakukan penilaian oleh konsultan penilaian independen atau apraiser kemudian PPAT membuat akta jual beli dengan berpedoman pada nilai atau harganya yang diberikan penilai indepeden tersebut.

Dalam ketentuan Pasal 20 ayat (2) yang mengatur tentang penjualan objek hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan. Pasal ini merupakan terobosan yang terdapat pada Undang-Undang Hak Tanggungan bila dibandingkan dengan ketentuan lama yang terdapat pada hipotek untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pihak, karena dengan upaya ini akan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan hutang piutangnya berdasarkan kesepakatan sendiri. Undang-Undang hanya mengatur batasan-batasan bagaimana yang ditentukan dalam Pasal 20 ayat (3) dan seterusnya.

Pelaksanaan ketentuan ini, secara yuridis akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak, karena dengan adanya kesepakatan untuk menjual objek jaminan

secara dibawah tangan, berarti masing-masing pihak telah menyatakan persetujuan nya. 100

Di samping eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan melalui Parate Eksekusi dan Titel Eksekutorial, eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan juga dapat dilakukan melalui penjualan di bawah tangan. Hal ini diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan, yang menyatakan, bahwa atas kesepakatan pembeli dengan pemegang Hak Tanggungan, maka penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, bilamana demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi, yang menguntungkan semua pihak.

Penjelasan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan menyatakan

dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dengan menyimpang dari prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan, asalkan hak tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan syarat yang ditentukan pada ayat (3) dipenuhi.

Kemungkinan ini dimaksudkan untuk mempercepat penjualan objek Hak Tanggungan dengan harga penjualan tertinggi.

Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (3) yang menyatakan Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta

100Ayuningtyas Ginati, Tinjauan Yuridis Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Penjualan di Bawah Tangan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Macet di PD. BPR Bank Klaten.

(Januari- Juni), 2017

tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Menurut M. Yahya, penafsiran ketentuan tersebut, sebagai berikut:101

1. Harus berdasarkan kesepakatan antara pemberi hak tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan. Kesepakatan baru dapat dibuat setelah cidera janji.

2. Bentuk kesepakatannya harus tertulis.

3. Diperkirakan diperoleh harga yang tinggi.

4. Pelaksanaan penjualan dilakukan; setelah lewat waktu 1 (satu) bulan dari tanggal pemberitahuan secara tertulis oleh pemberi/atau pemegang Hak Tanggungan.

5. Diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar.

6. Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

Dalam praktiknya, penjualan di bawah tangan dengan persyaratan seperti di atas sulit dilakukan karena setelah debitur cidera janji, masih dibutuhkan lagi persetujuan debitur/penjamin, sehingga kreditur dapat melakukan penjualan barang objek jaminan secara di bawah tangan terhadap debitur/penjaminan yang bisa bersikap korporatif.

101M.Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 199-200.

66 BAB III

LATAR BELAKANG DAN KENDALA PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DALAM PENJUALAN OBJEK JAMINAN

DI BAWAH TANGAN A. Risiko Kredit Macet

Dalam proses pemberian kredit, aspek hukum memegang peranan yang penting, artinya pemberian kredit melahirkan suatu hubungan hukum dengan konsekuensi yuridis yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank selaku kreditur apabila hal-hal yang mendasar terabaikan. Kebenaran dan keabsahan subyek hukum maupun objek hukum merupakan persyaratan utama, di mana untuk mendapatkan kebenaran dan keabsahan ini dapat dilakukan dengan meneliti atau menganalisis secara cermat dan mendalam atas semua data yang diperlukan.

Termasuk di dalamnya segala jenis perjanjian yang mendahului setiap pelepasan kredit oleh bank. Oleh karena itu, pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat. Risiko tersebut disebabkan adanya kemungkinan tidak dilunasi kredit oleh debitur pada akhir masa (jatuh tempo) kredit itu. Banyak hal yang menyebabkan kredit itu tidak dapat dilunasi nasabah pada waktunya. Tidak ada keputusan pemberian kredit tanpa risiko. Tidak ada bank yang mampu mengembangkan bisnisnya jika bank tersebut selalu

menghindar dari risiko. Tetapi tidak semua risiko dapat diterima. Risiko yang dapat diterima adalah risiko yang dapat diukur secara tepat.102

Risiko kredit adalah risiko terjadinya kerugian-kerugian akibat kegagalan pembayaran oleh peminjam (debitur), atau terjadinya kemerosotan kualitas kemampuan membayar utang pihak debitur.103 Masalah risiko kredit merupakan risiko yang paling mendapat sorotan dalam dunia perbankan. Bank Sentral juga mempunyai peranan untuk mengontrol kredit antara lain bertujuan untuk mengombinasi antara faktor stabilitas alat tukar internasional dengan faktor upaya mempertahankan tingginya penyerapan tenaga kerja dan real income masyarakat.

Risiko kredit adalah hal terpenting dari sekian banyak risiko perbankan. Risiko terjadi akibat kelalaian nasabah, yang gagal memenuhi janji untuk membayar utangnya. Kelalaian ini memicu terjadinya kerugian sebagian atau kerugian total dari jumlah pinjaman yang telah dikujurkan.

Bisnis bank adalah kepercayaan, dan pendapatan bank yang terbesar adalah berasal dari sektor kredit, maka risiko yang mungkin timbul yaitu gagalnya pengembalian sebagian kredit yang diberikan dan menjadi kredit bermasalah bahkan menjadi kredit macet. Hal tersebut dapat terjadi dalam bisnis perbankan di mana hampir mustahil bahwa semua kredit disalurkan atau diberikan akan menjadi 100 % (seratus persen) berjalan lancar, sehingga sedikit atau banyak bank akan menghadapi kredit bermasalah (non performing loan/NPL).

102Herman Damani, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.

104.

103Joel Bessis, RiskManagement in Banking, dalam Rudy Haposan Siahaan, Op.Cit.

Perjanjian Kredit Perbankan, h. 921.

Kredit bermasalah (NPL) dapat disebabkan oleh adanya risiko kredit yang antara lain disebabkan oleh:104

1. Risiko Usaha

Berbagai jenis usaha, masing-masing mempunyai risiko yang berbeda-beda.

Secara umum jenis usaha yang tingkat keuntungannya tinggi, biasanya mengandung risiko yang tinggi pula (high return high risk). Sebaliknya jenis usaha yang keuntungannya rendah, maka risikonya pun rendah (low return low risk).

2. Risiko Geografis

Risiko geografis dari suatu jenis usaha erat kaitannya dengan bencana alam, misalnya perkebunan, peternakan, pabrik/industri yang berlokasi berdekatan dengan gunung berapi atau di dekat muara sungai yang sering banjir, akan sangat berisiko terkena bencana (semburan lahar panas dari gunung berapi atau tergenang luapan air karena banjir). Demikian juga jenis usaha yang berada di lingkungan pemukiman penduduk namun mengganggu dan mencemarkan lingkungan baik karena bising, atau adanya limbah beracun dan lain sebagainya, bisa saja usahanya diprotes penduduk sehingga harus ditutup.

Termasuk risiko geografis adalah apabila lokasi usaha berada di tempat tertentu yang sering kali terganggu oleh kerumunan massa yang berunjuk rasa, sehingga langganan menjadi tidak nyaman akibat kemacetan lalu lintas, susah memarkir kendaraan dan lain sebagainya.

104H. Racmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Teori, Masalah, Kibijakan dan Aflikasinya Lengkap Dengan Analisis Kredit, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 35-36.

3. Risiko Keramaian/keamanan/tawuran/perkelahian

Jelas sekali bahwa situasi keramaian yang tidak kondusif akan sangat mengganggu jalannya perusahaan. Situasi keamanan yang buruk dapat dipercontohkan dengan adanya tawuran/perkelahian, peperangan atau pembunuhan, jelas akan berdampak negatif pada lancarnya usaha yang pada gilirannya akan mengganggu kelancaran pengembalian kredit.

4. Risiko Politik

Banyak terjadi kegagalan kredit yang disebabkan oleh gagalnya usaha debitur sebagai akibat dari tidak konsistennya kebijakan/ketentuan-ketentuan pemerintah serta tidak adanya kestabilan politik.

5. Risiko Ketidakpastian (uncertainty)

Masa yang akan datang adalah masa yang tidak pasti. Salah satu unsur kredit adalah adanya tenggang waktu antara pemberian kredit dengan waktu pembayaran kembali, sehingga risiko ketidakpastian setiap kredit selalu melekat (inherent). Pepatah selalu mengatakan bahwa: “Sejumlah uang tunai (cash) yang ada di tangan saat sekarang jauh lebih berharga dibandingkan dengan sejumlah uang yang sama di masa yang akan datang”.

6. Risiko Inflasi

Secara umum inflasi dapat didefinisikan bahwa naiknya harga barang-barang dan jasa pada umumnya sebagai akibat dari jumlah uang (permintaan) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah barang-barang atau jasa yang tersedia (jumlah penawaran). Sebagai akibat dari inflasi adalah turunnya nilai uang.

Walaupun kredit bank berjalan lancar di mana utang pokok dan bunga telah

dibayar, namun dengan berjalannya waktu, nilai uang tetap turun karena inflasi, maka daya beli uang tersebut menjadi lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya yaitu pada saat kredit diberikan. Apalagi kalau kreditnya tidak berjalan lancar (bermasalah).

7. Risiko Persaingan/kebijakan pemerintah

Bank harus benar-benar selektif dalam memberikan kreditnya yaitu hanya memberikan kepada calon-calon debitur/pengusaha yang benar dapat memenangkan persaingan atas perusahaan sejenis. Kalau tidak, maka kredit tidak bakal kembali akibat perusahaan debitur menurun volume usahanya dan menderita rugi akibat langganan-langganannya pindah ke perusahaan pesaing-pesaingnya. Persaingan saat ini sudah sangat ketat hampir di setiap bidang usaha baik di lingkup nasional, maupun regional dan internasional. Lebih-lebih lagi dipacu dengan terwujudnya globalisasi dan blok-blok perdagangan seperti Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Economic Community (APEC) dan World Trade Organization (WTO).

B. Kredit Macet Merupakan Bagian Dari Kredit Bermasalah Pada Bank Pemberian kredit oleh bank memiliki risiko macet, walaupun telah dilakukan berbagai analisis secara seksama dari pihak bank. Membicarakan kredit macet tidaklah dapat dipisahkan kolektibilitas debitur itu sendiri yaitu kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit meragukan dan kredit macet. Apabila bank menghadapi kategori sebagai kredit kurang lancar, kredit meragukan dan kredit macet dalam dunia perbankan, hal ini dikenal dengan kredit bermasalah. Kredit bermasalah ini juga dikenal di dunia perbankan internasional yaitu problem loan.

Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi di mana persetujuan pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan menunjukkan kepada bank akan memperoleh rugi yang potensial. Oleh karena itu, pendekatan praktis bagi bank dalam pengelolaan kredit bermasalah didasarkan kepada premise bahwa lebih dini penentuan problem loan akan lebih banyak peluang atau alternatif koreksi dan prospek pencegahan kerugian bagi bank. Untuk mencapai tersebut di atas, pejabat bank atau account officer harus mampu untuk:105

a. Menentukan kredit bermasalah itu sendiri dengan melakukan identifikasi sebab-sebab dari kredit bermasalah serta menemukannya;

b. Merumuskan strategi dan evaluasi berbagai pilihan yang ada dan melakukan pendekatan/pembicaraan dengan nasabah;

c. Mengidentifikasi dan memanipulasi biaya-biaya problem loan dan memperkecil tanggung jawab, kemudian lakukan atau implementasikan problem loan strategi.

Persoalan pokok kredit bermasalah adalah ketidaksediaan debitur untuk melunasi atau ketidaksanggupan untuk memperoleh pendapatan cukup untuk melunasi kredit seperti yang telah disepakati. Di samping itu alasan utama adanya pinjaman bermasalah dan kemungkinan kerugian adalah ketidakmampuan peminjam untuk mewujudkan pendapatan dan kegiatan bisnis yang normal, kesempatan kerja, atau penjualan hartanya.

105H.RivaiVeithzal dan Andria Permata Veithzal, CreditManagement...,Op.Cit,.

h. 475.

Sehubungan dengan kredit bermasalah, hal-hal yang patut diperhatikan dalam prosedur bank, sehingga berpengaruh terhadap kredit yang diberikan adalah:106

a. Analisis kredit yang kurang memuaskan tentang kemampuan manajemen debitur;

b. Analisis laporan keuangan yang tidak memadai;

c. Persyaratan yang tidak baik dalam pemberian kredit;

d. Peninjauan dan pemeriksaan yang kurang baik atas kredit yang tanggung-tanggung;

e. Terlalu menekankan pada laba dan perkembangan bank;

f. Kebijaksanaan kredit yang terlalu longgar pada teman pribadi atau teman direktur dan pejabat eksekutif.

Selain prosedur bank yang harus ditingkatkan lebih baik, terdapat pula beberapa indikator kredit bermasalah, tetapi tidak ada sesuatu pola yang pasti tentang frekuensi terjadinya peristiwa yang mengarah pada suatu titik di mana kredit dapat dinyatakan bermasalah, tetapi dijadikan sebagai patokan tanda-tanda berbahaya, yaitu:107

a. Keterlambatan penyampaian laporan keuangan;

b. Keterlambatan pengaturan kunjungan ke pabrik antara petugas bank dan peminjam; kemunduran dalam rasa hormat dan kepercayaan timbal balik;

c. Penurunan saldo dan terjadinya overdraf tatau penolakan cek;

d. Peningkatan luar biasa dalam persediaan dan utang dagang;

106Johannes Ibrahim, CrossDefault&Coross Colateral Sebagai Uapaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, (Bandung: Refelika Aditama, 2004), h. 109-110.

107Ibid, h. 110-111.

e. Peningkatan piutang; ini mungkin menunjukkan penurunan mutu produk dan jasa perusahaan, perubahan syarat penjualan, atau melakukan penjualan pada perusahaan yang lemah keuangannya dalam usaha untuk meningkatkan penjualan dan pendapatan;

f. Lambat melunasi pinjaman kepada bank;

g. Peningkatan aset tetap; perluasan dilakukan melalu merger atau pengambilalihan, mengadakan pembicaraan merger dengan perusahaan lainnya atau penjualan aset;

h. Perubahan manajemen atau berhentinya pejabat kunci, persoalan perburuhan, perubahan dalam tingkah laku sosial yang penting;

i. Pengaturan keuangan atau utang yang baru;

j. Bencana alam seperti banjir dan kebakaran.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa kredit macet adalah bagian dari kredit bermasalah. Tingkat kesehatan bank pun salah satunya diukur dari rasio kredit bermasalah (non-performing loan) atau biasa dikenal sebagai “Rasio NPL”

Ada beberapa pengertian kredit bermasalah, yaitu sebagai berikut:108 a. Kredit yang di dalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang

diinginkan bank.

b. Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas.

108Rudy Haposan Siahaan, Perjanjian Kredit Perbankan..., Op.Cit, h. 930-931.

c. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan, serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban debitur.

d. Kredit di mana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali kredit, sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh bank.

e. Kredit di mana terjadi cidera janji (wanprestasi) dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan atau ada potensi kerugian di perusahaan debitur, sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas.

Untuk menghindari terjadinya kredit macet, maka Undang-Undang Perbankan dalam Pasal 8 menetapkan bahwa untuk menghindari risiko kredit, maka sebelum memberikan kredit kepada debitur, pihak bank harus terlebih dahulu memperoleh keyakinan bahwa pemohon kredit mau dan mampu mengembalikannya. Selanjutnya dalam penjelasannya dikatakan: “Kredit yang diberikan oleh Bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha

dari debitur”. Ketentuan di atas dengan jelas dan tegas memberitahukan bahwa ancaman kredit macet sejak semula sudah disadari. Karena itu pengelola bank diwajibkan agar selalu hati-hati dalam menyalurkan kredit. Dalam pelaksanaan pemberian kredit asas-asas perkreditan yang sehat wajib diperhatikan. Salah satu wujud kehati-hatian itu adalah melakukan analisis kredit sebelum memberikan kredit. Analisis kredit dikenal dengan “The five C’ of Credit Analisys” (Character, Capital, Capacity, Collateral, Condition of Economy) telah diadaopsi menjadi instrumen yuridis melalui Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, karena itu wajib dilaksanakan secara taat asas.

C. Kolektibilitas Kredit dan Penyelesaian Kredit Perbankan Bermasalah 1. Penggolongan Kolektibilitas Kredit

Kredit bank menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan menurut bank terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bunga, mengangsur serta melunasi pinjamannya kepada bank. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut oleh waktu pembayaran bunga, pembayaran angsuran, maupun pelunasan pokok pinjaman dan diperinci sebagai berikut:

a. Kredit lancar (Pass)

Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di antaranya:

1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;dan 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif atau

3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan jaminan tunai (cash collateral)

b. Perhatian Khusus (Spesial Mention)

Kredit yang digolongkan kedalam kredit dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria di antaranya:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui sembilan puluh hari; atau

2) Kadang-kadang terjadi cerukan; atau 3) Mutasi rekening relatif aktif; atau

4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau 5) Didukung oleh pinjaman baru.

c. Kurang Lancar (Substandard)

Kredit yang digolongkan ke dalam kredit kurang lancar apabila memenuhi kriteria antara lain:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui sembilan puluh hari; atau

2) Sering terjadi cerukan; atau

3) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau

4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari sembilan puluh hari; atau

5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi nasabah; atau 6) Dokumentasi pinjaman yang lemah.

d. Diragukan (Doubtful)

Kredit digolongkan ke dalam kredit diragukan apabila memenuhi kriteria antara lain:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokokdan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau

2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau 4) Terjadi kapitalisasi bunga; atau

5) Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

e. Macet (Loss)

Kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila memenuhi kriteria di antaranya:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau

2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau

3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan

3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan