• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LATAR BELAKANG DAN KENDALA

C. Koletabilitas Kredit dan Penyelesaian Kredit Bermasalah

2. Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Macet

Penyelamatan kredit bermasalah bersifat kasuistik artinya setiap usaha debitur memiliki permasalahan yang berbeda satu sama lain, sehingga kredit macet yang akan diselamatkan juga menggunakan strategi yang berbeda. Namun, secara umum dapat disebutkan bahwa strategis penyelamatan dalam penyelesaian kredit macet dapat berupa: penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan

109H.Veithzal Rivai, Credit Management Handbook Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir dan Nasabah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 42.

kembali (reconditioning), penataan kembali (restructuring). Usaha dan upaya penyelamatan kredit macet yang dilakukan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali kredit atau jangka waktu kredit, termasuk grace period atau masa tenggang, baik termasuk perubahan besarnya jumlah angsuran maupun tidak. Tentu tidak kepada debitur yang menunjukkan itikad baik dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Disamping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuidasi

Bentuk penjadwalan kembali (rescheduling) adalah:

a) Perpanjangan jangka waktu kredit

b) Perpanjangan jangka waktu pelunasan tunggakan bunga

c) Perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan/atau tunggakan angsuran, tunggakan bunga, serta perubahan jumlah angsuran

d) Perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan tunggakan bunga kredit.

Syarat penjadwalan kembali (rescheduling) adalah:

Perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan jangka waktu dan memperoleh fasilitas/rescheduling hanya debitur yang memenuhi persyaratan tertentu, antara lain:

a) Usaha debitur memiliki prospek untuk bangkit kembali.

b) Debitur menunjukkan itikad baik, yaitu memiliki keinginan untuk membayar dan adanya keyakinan bahwa debitur tetap berminat dan atau berminat untuk terus mengelola usahanya.

Dengan demikian dasar melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) adalah:

a) Hanya kesulitan likuidasi sementara b) Nasabah kooperatif dan beritikad baik.

c) Sarana produksinya masih ada d) Memiliki dana cukup

e) Perpanjangan jangka waktu tidak melebihi umur teknis atau ekonomi sarana produksi.

Dengan proses penjadwalan kembali/rescheduling tunggakan pokok dan bunga dijumlah (dikapitalisasi) untuk kemudian dijadwalkan kembali pembayarannya untuk dibuat perjanjian rescheduling sendiri.

2. Persyaratan Kembali (Reconditioning), yaitu upaya berupa melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat-syarat perjanjian kredit, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran atau jangka waktu kredit. Namun perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan korporatif yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk

melakukan persyaratan ulang. Bentuk persyaratan kembali (Reconditioning) adalah:

a) Perubahan tingkat suku bunga.

b) Pemberian keringanan tunggakan bunga

c) Perubahan struktur permodalan perusahaan nasabah/debitur d) Perubahan syarat disposisi kredit

e) Penambahan jaminan.

Syarat persyaratan kembali (reconditioning) adalah perubahan sebagian atau seluruh syarat kredit yang tidak terbatas para perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan persyaratan lain sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum kredit.

Dalam persyaratan kembali (reconditionig) ini dapat pula diberikan kepada debitur keringanan pembebasan sebagian bunga tertunggak atau pemberhentian perhitungan bunga bagi debitur yang bersifat jujur, terbuka, dan korporatif serta usahanya masih potensial dapat beroperasi dengan menguntungkan namun mengalami kesulitan keuangan.

3. Penataan Kembali (Restructuring) yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perubahan yang dilakukan dengan atau tanpa restructuring dan atau reconditioning.

Bentuk penataan kembali (Restructuring):

a) Penambahan kredit investasi pada alat-alat produksi dalam rangka peningkatan kapasitas produksi yang optimal atau dalam rangka meningkatkan efisiensi usahanya.

b) Penambahan kredit modal kerja meningkatkan usaha nya secara optimal.

c) Mengadakan penjualan aktiva yang tidak produktif untuk menambah modal kerja/ investasi pada alat-alat produksi yang tepat guna atau menurunkan baki debit/tunggakan bunga.

d) Penjualan aset yang tidak begitu pengaruh terhadap operasi perusahaan.

Syarat penataan kembali (restructuring) adalah:

Tindakan penataan kembali (restructuring) dapat diberikan kepada debitur yang masih mempunyai itikad baik untuk melunasi kewajibannya dan faktor-faktor yang mendukung tindakan penataan kembali (restructuring), misalnya adanya pemasaran produk nasabah atau debitur masih baik, kondisi mesin/pabrik/proses/sarana produksi yang masih berfungsi baik dan masih dapat ditingkatkan. Faktor lainnya adalah dikelolanya usaha nasabah atau debitur oleh manajemen yang professional , dan memperkerjakan tenaga kerja yang cukup terampil dan didukung oleh teknologi yang memadai. Untuk keperluan produksi, nasabah tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dan kondisi secara global masih cukup mendukung.

D. Penyelesaian Penjualan Objek Jaminan Kredit Di Bawah Tangan 1. Latar Belakang Penjualan Objek Jaminan Kredit Di Bawah Tangan

Perjanjian jaminan merupakan perjanjian yang bersifat accesoir, artinya bersifat tambahan atau pelengkap dari perjanjian pokok yang mendahuluinya, dengan kesanggupan memberi suatu jaminan. Perjanjian ini senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, bersumber dari perjanjian pokok. Perjanjian yang mendahuluinya biasanya berupa perjanjian utang piutang atau dalam praktek dikenal dengan perjanjian kredit atau perjanjian membuka kredit.

Dalam hal terjadinya cidera janji atas objek jaminan berupa barang tak bergerak berupa tanah/bangunan, Undang-Undnag Hak Tanggungan memberikan kemudahan bagi pemegang hak tanggungan apabila debitur cidera janji, yaitu dengan pelaksanaan eksekusi jaminan hak tanggungan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b.

Pelaksanaan eksekusi jaminan terhadap benda jaminan hak tanggungan seperti telah dijelaskan sebelumnya dapat dilakukan dengan cara: 1) Tittle Eksekutorial;

2) Parate Eksekusi; dan 3) Penjualan di bawah tangan.

Terhadap pelaksanaan tittle eksekutorial dan parate eksekusi, bank selaku kreditur pada umumnya pada saat akan melaksanakan eksekusi lelang meminta fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri di wilayah objek jaminan yang akan dilakukan lelang, walaupun sebenarnya dengan parate eksekusi merupakan eksekusi terhadap objek hak tanggungan dapat dilakukan langsung oleh Kantor Lelang Negara, karena Parate eksekusi, artinya menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya tanpa perantaraan hakim. Adapun menjual atas kekuasaan sendiri tersebut diartikan bahwa penjualan dilakukan menurut cara yang diatur dalam Pasal 1211 KUH Perdata, yaitu dengan bantuan

langsung oleh Kantor Lelang Negara tanpa memerlukan fiat Ketua Pengadilan Negeri.

Penyelesaian kredit macet melalui eksekusi hak tanggungan, tidak selalu dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diharapkan pihak kreditur, walaupun undang telah mengaturnya. Ada beberapa faktor diluar undang-undang yang dapat mempengaruhi pelaksanaan eksekusi hak tanggungan tersebut, di antaranya faktor psikologis dari debitur/penjamin terhadap publikasi jika dilakukan lelang eksekusi hak tanggungan. Di samping itu adanya faktor potensi gugatan dari pihak debitur, karena proses penjualan melalui lelang atas objek jaminan milik debitur/penjamin bukan merupakan proses yang didahului dengan kesepakatan atau persetujuan para pihak.110

Proses penjualan objek jaminan melalui lelang eksekusi juga memerlukan waktu yang relatif lama karena memerlukan proses administrasi lelang, seperti meminta Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dimana objek itu berada dan hal itu dalam praktiknya memerlukan waktu dan biaya untuk memprosesnya, demikian pula tak jarang objek lelang masih dikuasai oleh debitur/penjamin sehingga calon pembeli lelang merasa kesulitan terkait penyerahannya jika nantinya menjadi pemenang lelang.111

Oleh karena itu bank dalam proses eksekusi barang jaminan, bank lebih mengutamakan cara penjualan di bawah tangan dengan melakukan negosiasi, antara debitur, bank dan calon pembeli, untuk mendapatkan kesepakatan baik

110 Hasil wawancara dengan Dina, Legal Officer Bank J Trust Regional 1, tanggal 4 Januari 2021.

111 Hasil wawancara dengan Dina, Legal Officer Bank J Trust Regional 1, tanggal 4 Januari 2021.

tentang harga maupun cara penyerahan atau pengalihan hak atas objek jaminan debitur/penjamin.

Penjualan dibawah tangan adalah penjualan yang dilakukan secara internal jadi dilakukan seperti jual beli biasa, hanya saja kreditur berhak untuk ikut serta dalam menentukan pihak ketiga yang berhak menjadi pembeli berdasarkan harga tertinggi seperti halnya dalam lelang. Hal ini dimungkinkan karena selain proses penyelesaiannya lebih cepat, biayanya lebih murah, prosedurnya pun tidak rumit dan berbelit-belit seperti halnya jika penjualan dilakukan melalui pelelangan selain itu nama baik debitur tetap terjaga. Alasan dan latar belakang debitur pada J Trust Cabang Medan untuk melakukan penjualan objek jaminan dibawah tangan yang diikat dengan hak tanggungan adalah prosedurnya tidak rumit, benda jaminan cepat terjual dan hemat biaya serta terlindunginya nama baik debitur.

Disamping itu Bank J Trust sangat berkepentingan selalu menjaga hubungan baik dengan nasabah untuk jangka waktu panjang, untuk itu pilihan eksekusi barang jaminan dengan cara penjualan di bawah tangan dapat menjadi pola penyesuaian yang cukup efektif serta memberikan solusi yang lebih baik bagi semua pihak terkait. Melalui penjualan di bawah tangan, di satu pihak debitur mendapatkan hasil penjualan yang bisa dipergunakan untuk melunasi utangnya, sekalipun harus kehilangan sebahagian kekayaannya, dipihak lain bank juga dapat terhindar dari kesan arogan dan kemungkinan timbulnya gugatan dikemudian hari, karena debitur secara aktif dilibatkan dalam proses penjualan objek jaminan.112 2. Penyelesaian Penjualan Objek Jaminan Kredit di Bawah Tangan

112 Hasil wawancara dengan Yanti Siregar, Divisi Credit Legal Officer Bank J Trust, tanggal 5 Januari 2021.

Pelaksanaan obyek hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:113

1. Adanya kesepakatan antara debitor dan kreditor;

2. Karena penjualan di bawah tangan dari objek Hak Tanggungan hanya dapat dilaksanakan bila ada kesepakatan antara kreditur dan debitur, maka bank tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak Tanggungan atau agunan kredit itu apabila debitor tidak menyetujuinya.

Apabila kredit sudah menjadi macet, bank sering menghadapi kesulitan untuk dapat memperoleh persetujuan dari nasabah debitor. Dalam keadaan tertentu justru menurut pertimbangan bank lebih baik agunan itu dijual di bawah tangan daripada dijual di pelelangan umum. Bank sendiri berkepentingan agar hasil penjualan agunan tersebut cukup jumlahnya untuk membayar seluruh jumlah kredit yang terutang. Kesulitan untuk memperoleh persetujuan nasabah tersebut dapat terjadi misalnya karena nasabah debitor yang tidak lagi beritikad baik tidak bersedia ditemui oleh bank atau telah tidak diketahui lagi dimana keberadaannya. Agar bank kelak setelah kredit diberikan tidak mengalami kesulitan yang demikian, bank pada waktu diberikan mensyaratkan agar di dalam perjanjian kredit diperjanjikan bahwa bank diberi kewenangan untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan atau meminta kepada debitor untuk memberikan surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan.

113 Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Konsep Teknik, dan Kasus, Jakarta ; Pustaka Binaman Pressindo, 1997, h. 3.

3. Dilaksanakan dalam rangka memperoleh harga tertinggi dan demi menguntungkan semua pihak; Penjualan objek Hak Tanggungan oleh perbankan berdasarkan surat kuasa untuk menjual di bawah tangan dari kreditor sah saja. Tetapi bila ternyata penjualan itu terjadi dengan harga yang jauh di bawah harga wajar, pemberi Hak Tanggungan dan debitor itu sendiri (dalam hal debitor bukan pemilik objek Hak Tanggungan) dapat mengajukan gugatan terhadap bank. Gugatan itu sendiri bukan diajukan terhadap pelaksanaan penjualannya berdasarkan dalih bahwa penjualan objek Hak Tanggungan harus dilakukan melalui pelelangan umum, tetapi terhadap harga penjualan itu yang dinilai tidak wajar. Dalih yang dapat diajukan oleh penggugat bahwa bank telah melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan kepatutan atau bertentangan dengan keadilan atau bertentangan dengan asas itikad baik. Sesuai dengan asas kepatutan dan itikad baik, seyogianya bank tidak menentukan sendiri harga jual atas barang-barang agunan dalam rangka penyelesaian kredit macet nasabah debitor. Penaksiran harga seyogianya dilakukan oleh suatu perusahaan penilai (appraisal company) yang independen dan telah mempunyai reputasi baik.

4. Memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 20 ayat (3). Mengenai pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan ditentukan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT yang menetapkan : Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT tersebut pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan baru dapat dilakukan bila sebelumnya rencana penjualan di bawah tangan itu diberitahukan atau disampaikan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan. Dinyatakan dalam Penjelasan atas Pasal 20 ayat (3) UUHT, bahwa pemberitahuan dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga, dan kreditor lain dari pemberi Hak Tanggungan.

Pada umumnya rencana penjualan obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum lewat surat kabar. Ketentuan dalam pasal 20 ayat (3) memberikan kemungkinan untuk mengumumkan rencana penjualan objek Hak Tanggungan, selain lewat surat kabar, juga dapat lewat media massa lainnya.

Ditentukan dalam penjelasan atas Pasal 20 ayat (3) UUHT, bahwa media massa lainnya tersebut, misalnya radio, televisi, atau melalui kedua cara tersebut dengan syarat, bahwa jangkauan surat kabar dan media massa yang dipergunakan tersebut haruslah surat kabar atau media massa yang letak dan peredarannya meliputi tempat letak objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kapan perhitungan jangka waktu 1 (satu) bulan itu dilakukan.

Sesuai dengan Penjelasan atas Pasal 20 ayat (3) UUHT, bahwa perhitungan jangka waktu satu bulan dimaksud dimulai atau dihitung sejak tanggal

pengiriman surat tercatat, tanggal penerimaan, jangka waktu satu bulan tersebut dihitung sejak tanggal paling akhir di antara kedua tanggal tersebut.

89

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK ATAS PENJUALAN OBJEK JAMINAN KREDIT DI BAWAH TANGAN

PADA BANK J TRUST CABANG MEDAN

A. Pelaksanaan Penjualan Objek Jaminan Kredit Di bawah Tangan Pada Bank J Trust Cabang Medan

Proses penyelamatan kredit, hingga pelaksanaan eksekusi yang dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUHT, merupakan wujud perlindungan kepentingan para pihak, sekalipun yang paling berkepentingan tentunya pemberi Hak Tanggungan, dalam hal ini pihak ketiga sebagai pemilik hak atas tanah yang dijadikan jaminan Hak Tanggungan. Kemudian pelaksanaan eksekusi secara di bawah tangan yang dilakukan oleh Bank J Tust sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu : (i) Penjualan ini dilakukan berdasarkan persetujuan antara debitor dan kreditor;

(ii) Jika dengan cara penjualan di bawah tangan ini dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak; (iii) Dilaksanakan 1 (satu) bulan setelah kreditor/debitor mengumumkan pihak-pihak yang berkepentingan sedikitnya melalui 2 (dua) surat kabar media masa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (bantahan).

Bank selaku kreditur, biasanya mengadakan pendekatan kepada debitur dan/atau pemberi jaminan, agar mencari sendiri pembeli dan merundingkan harganya dengan pembeli yang bersangkutan, asal memenuhi minimum harga yang disyaratkan oleh kreditur, karena kreditor dan pihak ketiga pemberi jaminan berkepentingan atas objek jaminan dengan harga yang tinggi, dengan pengharapan

seluruh tagihannya akan tertutup. Pihak ketiga mengharapkan harga tinggi, sebab sisa penjualan sesudah diambil oleh kreditor merupakan haknya. Di mana hasil dari penjualan akan diserahkan terlebih dahulu kepada kreditur sebagai pembayaran/pelunasan. Bilamana terdapat kelebihan dalam hasil penjualan, maka kelebihan itu dikembalikan kepada pihak ketiga, sedangkan apabila harga yang diperoleh di bawah jumlah kewajiban debitur, maka debitur tetap diwajibkan untuk menyelesaikan sisa tunggakannya.

Kemudian dalam pelaksanaan jual beli dalam penjualan di bawah tangan ini pemilik jaminan (pihak ketiga) harus langsung menandatangani akta jual beli dengan pembeli. Dalam jual beli ini perlu diperhatikan apakah si pemilik tanah harus memerlukan persetujuan dari pihak ketiga lainnya, seperti isteri (jika perorangan) maupun organ badan hukum lain (jika badan hukum).

Di samping itu juga harus diperhatikan siapa Pemberi Hak Tanggungan.

Pada kenyataannya sering kali dijumpai bahwa bank menerima jaminan bukan milik debitor tetapi milik pihak ketiga. Jika dimana pemilik jaminan adalah pihak ketiga dilakukan beberapa langkah, dimulai dari pendekatan secara persuasif terkait penjualan obyek Hak Tanggungan secara di bawah tangan, yang dalam pelaksanaannya dapat mengalami berbagai hambatan yaitu masih ditempatinya objek jaminan tersebut oleh pihak ketiga yang bersangkutan karena hal ini menjadi permasalahan yang terjadi misalnya dalam kasus pihak ketiga sebagai pemilik jaminan menolak objek jaminan dilakukan penjualan.

Dalam penjualan objek jaminan di bawah tangan ini, insiatif dapat dilakukan oleh kedua belah pihak, baik dari pihak debitur bank maupun dari pihak

bank J Trust sendiri. Oleh karena itu calon pembeli dari objek jaminan tersebut dapat saja diberikan oleh pihak debitur maupun pihak Bank J Trust, yang penting bahwa calon pembeli tersebut benar dan pasti akan membeli objek jaminan bank tersebut dan untuk itu calon pembeli wajib mengajukan permohonan penawaran secara tertulis ke Bank J Trust, walaupun dalam praktiknya calon pembeli lebih sering diperoleh dari pihak bank.114

B. Mekanisme Penjualan Objek Jaminan Kredit Di bawah Tangan Pada Bank J Trust Cabang Medan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pelaksanaan penjualan objek jaminan secara di bawah tangan dalam penyelesaian kredit macet pada Bank J Trust, maka melalui langkah-langkah harus dilakukan oleh debitur adalah sebagai berikut:115

1. Debitur mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank, bahwa debitur bersedia dan akan menjual objek jaminan dan harga penjualan objek tersebut akan digunakan untuk membayar utang debitur pada bank;

2. Debitur melampirkan surat pernyataan penawaran dari calon pembeli bahwa yang bersangkutan bersedia membeli objek jaminan yang ada pada bank.

3. Calon pembeli membuka rekening atas nama calon pembeli pada Bank J Trust dan memasukkan jumlah uang harga jual beli objek jaminan yang telah disepakati antara debitur dengan calon pembeli. Hal ini merupakan komitmen apakah memang benar calon pembeli hendak membeli objek jaminan tersebut.

114Hasil wawancara dengan Dina, Legal Officer Bank J Trust Regional 1, Tanggal 28 Februari 2020.

115Hasil wawancara dengan Dina, Legal Officer Bank J Trust Regional 1, Tanggal 28 Februari 2020.

Selanjutnya setelah langkah-langkah tersebut di atas dilakukan oleh pihak debitur, maka pihak bank akan memproses permohonan tersebut sesuai dengan mekanisme dan prosedur standar yang ada pada bank (standard operating prosedure). Pihak Bank J Trust Cabang Medan sesuai dengan prosedur yang ada melakukan Nota Analisis Kredit (NAK) yang dilanjutkan mengajukan kembali kepada Bank J Trust Kantor Pusat yang ada di Jakarta, karena kewenangan tersebut ada Direksi Bank.116

Direksi bank sebelum memutuskan akan meminta pertimbangan terlebih dahulu pada beberapa Divisi yang terkait, diantaranya Divisi Bisnis, Divisi Risk, Divisi Credit Reviewer, Divisi Legal, dan Divisi Audit Internal. Setelah mendapat pertimbangan dan masukan dari divisi-divisi tersebut, Direksi akan memutus persetujuan penjualan objek jaminan yang ada pada bank dan mengirimkan kembali pada Cabang J Trust yang ada di Medan untuk dapat dilaksanakan.

Adapun waktu proses persetujuan Direksi ini sampai kembali pada Cabang Bank yang mengajukan permohonan tersebut adalah 14 (empat belas) hari kerja, akan tetapi dalam keadaan dan kondisi tertentu dapat dipercepat persetujuannya dalam 5 (lima) hari kerja.117

Setelah dilakukan pemberitahuan persetujuan permohonan penjualan objek jaminan bank tersebut kepada debitur/pemilik jaminan serta calon pembeli objek jaminan tersebut, maka akan dilakukan jual beli antara debitur/pemilik jaminan dengan calon pembeli.

116Hasil wawancara dengan Dina, Legal Officer Bank J Trust Regional 1, Tanggal 28 Februari 2020.

117Hasil wawancara dengan Dina, Legal Officer Bank J Trust Regional 1, Tanggal 28 Februari 2020.

Dalam praktiknya pelunasan kredit debitur pada bank dilakukan sekaligus dengan dilakukannya jual beli di hadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Hanya saja jual beli tersebut dilakukan dengan akta Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dibuat di hadapan Notaris, karena sertifikat tersebut masih terpasang Hak Tanggungan, sehingga harus dilakukan roya sertifikat terlebih dahulu. Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) akan dilanjutkan setelah roya sertifikat dari kantor pertanahan setempat. Dalam penandatanganan Akta Jual Beli ini pemilik tidak diperlukan lagi tanda tangannya karena telah ada kuasa di dalam akta Pengikatan Jual Beli (PJB), sehingga cukup pembeli saja yang menandatangani akta jual beli tersebut di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan sekaligus dilakukan pendaftaran pada kantor pertanahan untuk dilakukan balik nama ke atas nama pembeli.

Di samping akta pengikatan jual beli di atas juga dibuatkan akta pernyataan dari debitur/pemilik jaminan yang berisi bahwa harga jual beli atas penjualan objek jaminan tersebut telah diterima seluruhnya oleh debitur/pemilik jaminan dan selanjutnya sebagian atau seluruhnya akan digunakan untuk pembayaran utang/kredit dari debitur pada Bank J Trust Cabang Medan dan untuk

Di samping akta pengikatan jual beli di atas juga dibuatkan akta pernyataan dari debitur/pemilik jaminan yang berisi bahwa harga jual beli atas penjualan objek jaminan tersebut telah diterima seluruhnya oleh debitur/pemilik jaminan dan selanjutnya sebagian atau seluruhnya akan digunakan untuk pembayaran utang/kredit dari debitur pada Bank J Trust Cabang Medan dan untuk