• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Konsepsi

2. Konsepsi

Dalam Penelitian ini juga dikemukakan kerangka konsep yang dijadikan landasan operasional dan definisi operasional. Adapun kerangka konsep yang dimaksud adalah :

a. Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Subekti mengungkapkan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.21 b. Kredit menurut Sastradipoera menyebutkan kredit adalah penyediaan uang

atau tagihan (yang disamakan dengan uang) berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang dalam hal ini peminjam berkewajiban melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan (biasanya) sejumlah bunga yang ditetapkan lebih dahulu.22

c. Perjanjian kredit adalah perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur, dimana kreditur berkewajiban untuk memberikan uang atau kredit kepada debitur, dan debitur berkewajiban untuk membayar pokok dan bunga, serta biaya-biaya lainnya sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati antara keduanya.23

21Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT.Intermasa, Jakarta, 1979), h. 1.

22Sastradipoera, Komaruddin, Strategi Manajemen Bisnis Perbankan, Konsep dan Implementasi Untuk Bersaing, (Bandung: Kappa Sigma, Bandung,2004), h

23H. Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006), h.78.

d. Kredit macet adalah kredit yang dinilai sudah tidak bisa ditagih kembali.

Bank akan menanggung kerugian atas kredit yang sudah diberikan.24

e. Akta di bawah tangan artinya bahwa akta atau perjanjian tersebut dibuat tanpa peran pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta. Biasanya telah berbentuk draf yang lebih dahulu sudah disiapkan sendiri oleh pihak bank kemudian ditawarkan kepada calon nasabah debitur untuk disepakati.25

f. Jaminan adalah kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan.26

g. Perjanjian Accesoir adalah perjanjian tambahan yang keberlakuan dan keabsahannya tergantung pada perjanjian pokoknya.

h. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang dijilid dan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, dimana data tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

i. Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah ini,

24Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2010),h. 116.

25Ibid, h. 24.

26 Ibid, hal 67.

untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.27 G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.

Metodologis berarti “sesuai dengan metode atau cara tertentu;”“sistematis adalah berdasarkan suatu sistem;” sedangkan “konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu”.28

1. Jenis dan Sifat Penelitian a. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif oleh karena sasaran penelitian ini adalah “hukum atau kaedah (norm).

Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value). Peraturan hukum konkret. Penelitian yang berobjek hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal”.29

Penelitian hukum normatif adalah “penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan perpustakaan atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan

27 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, h. 52

28Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2008),h.42.

29Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1995), h. 70.

sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.”30

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis undang-undang yang terkait termasuk hasil wawancara dari pihak Bank J Trust sebagai data primer sedangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada di Bank J Trust Cabang Medan sebagai data sekunder dalam penelitian ini.

b. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah bersifat analisis preskriptif karena dimaksudkan untuk menjawab isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.31

2. Sumber Data

Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data primer sebagai data yang dapat menunjang keberadaan data sekunder tersebut, adapun kedua data tersebut meliputi sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan Kepala Bagian Legal Staf dan/atau pejabat lain yang dirasa relevan dengan penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. “Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau

30Ibid, h. 33.

31Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006, h. 35.

penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum”.32

Data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari :

1) Bahan Hukum Primer (primary law material)

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini yaitu :

a) Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

b) Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah.

c) Peraturan Menteri Keuangan nomor 27/PMK.06/2016 2) Bahan Hukum Sekunder (secondary law material)

Yaitu “bahan hukum memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karangan hukum, dan seterusnya”.33 3) Bahan Hukum Tertier (tertiarylaw material)

Yaitu “bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus dan seterusnya”.34

32Fajat dan Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan Empiris, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010), h. 34

33Ibid, h. 13.

34Ibid,

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.35

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Studi lapangan ini dilakukan untuk mendapatkan atau menggali informasi-informasi dan catatan lapangan yang diperlukan untuk menginventarisi hal-hal baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian, alat pengumpulan datanya adalah :

1) Studi Dokumen

Mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

2) Pedoman Wawancara

Pengumpulan data selain secara pengamatan dapat diperoleh dengan mengadakan wawancara informasi diperoleh langsung dari responden atau informasi dengan cara tatap muka. Pedoman wawancara adalah “daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu yang dilakukan sebagai

35Muis, Pedoman Penulisan Skripsi Dan Metode Penelitian Hukum, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990), h. 48.

sarana untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai pendukung penelitian hukum dalam penulisan tesis ini.” Pedoman wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mewawancarai beberapa informan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti diantaranya adalah Bapak Jinto selaku Marketing Non Performing Loan (NPL) di Bank J Trust Cabang Medan dan Ibu Dina Anggreini selaku Legal Officer di Bank J Trust Kantor Wilayah di Pekanbaru.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regulitas atau pada tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).36

Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang terkumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek penelitian.37 Bahwa penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandang manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide,

36Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2003), h. 53.

37Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Jambi: Mandar Maju, Jambi, 2008), h. 174.

persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti, kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.38

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir induktif, yaitu “cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang khusus untuk selanjutnya menarik hal-hal yang umum, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,”39 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitan ini.

38Sulitsyo Basuki, Metode Penelitian, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006), h. 78.

39Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,(Yogyakarta,PustakaPelajar, 2010), h. 109.

BAB II

KETENTUAN HUKUM YANG MEMUNGKINKAN PENJUALAN OBJEK JAMINAN KREDIT DI BAWAH TANGAN

PADA BANK J TRUST CABANG MEDAN

A. Perjanjian Kredit Pada Umumnya 1. Pengertian Kredit

Istilah kredit bukan hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Berbagai macam transaksi sudah banyak dijumpai seperti jual beli barang dengan cara kreditan. Jual Beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi pembayaran harga barang dilakukan dengan angsuran. Selain itu dijumpai pula banyak warga masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk kepentingan memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka pada umumnya mengartikan kredit sama dengan utang karena setelah jangka waktu tertentu mereka wajib membayar dengan lunas.40

Kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu Credere yang artinya “percaya”.

Apabila hal tersebut dihubungkan dengan tugas bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah (debitur) karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.

40Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) h.152.

Pengertian kredit yang diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan disebutkan sebagai berikut:

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.74

Dari rumusan tersebut dapat diketahui ruang lingkup pengertian kredit dibatasi dalam hubungan bank dengan nasabahnya. Kredit sebagai penyediaan uang yang dilakukan oleh bank untuk dipinjamkan kepada nasabahnya dengan menarik keuntungan berupa bunga. Namun dalam rumusan itu kredit juga diartikan dengan tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang. 75

Dengan mendasarkan pengertian undang-undang, kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur dalam jangka waktu tertentu dan pengembalian utang disertai dengan imbalan berupa bunga, bunga merupakan sebuah keharusan untuk pemberian kredit karena merupakan imbalan jasa bagi bank yang merupakan keuntungan perusahaan.76

Sehubungan dengan tenggang waktu dan penerimaan kembali prestasi ini yang merupakan suatu hal yang abstrak dan sukar diraba, karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun.77 Hal tersebut memang banyak terjadi dalam praktik, karena walaupun dalam perjanjian kredit sudah diperjanjikan batas waktu pengembalian kreditnya, akan tetapi pada umumnya dengan berbagai

74Ibid, hal 153.

75Ibid.

76Ibid.

77Ibid.

alasan nasabah tidak dapat menepati janjinya untuk membayar uang sehingga melebihi batas waktunya. Jadi waktu perjanjian kredit berakibat menjadi diperpanjang sesuai dengan kondisi yang ada dalam praktik.78

Beberapa pengertian kredit yang berasal dari berbagai ahli, yakni sebagai berikut:

1. H.M.A Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain:

a. Sebagai dasar setiap perikatan (verbintenis) di mana seseorang berhak menuntut sesuatu dari yang lain.

b. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.79 2. JA. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:

“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari”.80

3. Muchdarsyah Sinungan mengemukakan bahwa kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga.81

78Ibid, hal 153

79 Ikhwana Nandasari, Penyelesaian Kredit Macet dengan Hak Tanggungan Pada PT.

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan di Palembang, Tesis Program. Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.

80Ibid, h. 156.

81Ibid,h. 157.

4. OP. Simorangkir berpendapat bahwa kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah suatu pemberian prestasi (uang atau barang) dari pihak pemberi kredit (kreditur) kepada pihak penerima kredit (debitur) dengan syarat si debitur akan mengembalikan prestasi itu pada masa tertentu yang akan datang dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga.82

2. Unsur Kredit

Dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan.

Seperti pengertian yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga (Pasal 1 angka 11). Kemudian, juga disebutkan dalam undang-undang tersebut mengenai pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak

82 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta:Andi, 2000) h.1.

yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Pasal 1 angka 12). 83

Dari pengertian tersebut, setidaknya terdapat 4 (empat) unsur pokok kredit yaitu kepercayaan, waktu, risiko dan prestasi.

1. Kepercayaan berarti bahwa setiap pelepasan kredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dapat dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.

2. Waktu disini berarti bahwa antara pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, tetapi dipisahkan oleh tenggang waktu.

3. Risiko disini berarti bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung risiko di dalamnya, yaitu risiko yang terkandung dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dan pembayaran kembali. Hal ini berarti semakin panjang waktu kredit semakin tinggi risiko kredit tersebut.

4. Prestasi di sini berarti setiap kesepakatan terjadi antara bank dan debiturnya mengenai suatu pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi.84

83H.R.Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2005), h. 124.

84Ibid,h. 125.

3. Fungsi Kredit

Kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian.

Secara garis besar, fungsi kredit di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang.

2. Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, deposito ataupun tabungan. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank. Para pengusaha menikmati kredit dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan produksi, perdagangan maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh. Dengan demikian, dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.

3. Kredit meningkatkan utility (daya guna) suatu barang.

Produsen dengan bantuan kredit bank dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goreng, peningkatan utility padi menjadi beras, benang menjadi tekstil dan sebagainya.

Produsen dengan bantuan kredit dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat. Umpamanya bulgur yang kurang bermanfaat di Amerika dipindahkan/dikirim ke Indonesia.

Seluruh barang yang dipindahkan dari suatu daerah ke daerah lain yang

kemanfaatan barang itu lebih terasa pada dasarnya meningkatkan utility dari barang itu. Pemindahan barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh keuangan pada distributor saja sehingga mereka memerlukan bantuan permodalan dari bank berupa kredit.

4. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

Kredit yang disalurkan melalui rekening-rekening koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, giro, bilyet, wesel, promes dan sebagainya melalui kredit. Peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang karena kredit menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah, baik secara kualitatif apalagi secara kuantitatif. Hal ini selaras dengan pengertian bank selaku money creator. Penciptaan uang itu selain dengan cara substitusi, yaitu penukaran uang kartal yang disimpan di giro dengan uang giral, ada cara exchange of claim yaitu bank memberikan kredit dalam bentuk giral.

Disamping itu, dengan cara transformasi, yaitu bank giral.85 5. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.

Manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuan. Dengan demikian, manusia selalu berusaha dengan segala daya untuk memenuhi kekurangmampuannya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Oleh karena

85Veithzal Rivai, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bank, dan Nasabah, (Jakarta: Raja grafindo Persada,2007), h.8.

itu, pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan kredit yang diterima pengusaha dari bank inilah yang kemudian untuk memperbesar volume usaha dan produktivitasnya.

Ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran, terhadap segala macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bila masyarakat telah memulai melakukan penawaran. Timbullah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas di kalangan masyarakat untuk sedemikian rupa. Dengan demikian, hal tersebut meningkatkan produktivitas.

Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa untuk setiap usaha peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan karena masalahnya dapat diatasi bank dengan kreditnya.

6. Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain pengendalian inflasi, peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat. Untuk menekan arus inflasi dan terlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan yang penting. Arah kredit harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas 86yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Setiap kredit

86Ibid, h.18

harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of good serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata ke seluruh lapisan masyarakat. Kredit bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha yang bersifat spekulatif. Simpanan masyarakat ditingkatkan dengan pengeluaran surat-surat berharga seperti giro, deposito, tabungan dan sertifikat-sertifikat bank lainnya, sedangkan uang masyarakat yang tertanam itu disalurkan ke usaha-usaha yang produktif.

7. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional.

Pengusaha usaha memperoleh kredit tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan ke dalam struktur permodalan, peningkatan akan berlangsung terus-menerus. Dengan earnings (pendapatan) yang terus meningkat, berarti pajak perusahaan pun akan terus bertambah. Dilain pihak, kredit yang disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa bagi negara. Disamping itu, dengan semakin efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan-kebutuhan pokok, berarti devisa keuangan negara akan terhemat sehingga akan dapat diarahkan pada usaha-usaha kesejahteraan maupun ke sektor-sektor lain yang lebih berguna. Apabila rata-rata pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal dan buruh/karyawan mengalami peningkatan pendapatan, pendapatan negara via pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan penggunaan devisa untuk urusan konsumsi berkurang sehingga langsung atau tidak melalui kredit, pendapatan nasional akan bertambah.

8. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional.

Bank sebagai lembaga kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi juga diluar negeri, Amerika Serikat yang telah sedemikian maju organisasi dan sistem perbankannya telah melebarkan sayap perbankannya ke seluruh

Bank sebagai lembaga kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi juga diluar negeri, Amerika Serikat yang telah sedemikian maju organisasi dan sistem perbankannya telah melebarkan sayap perbankannya ke seluruh