• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LATAR BELAKANG DAN KENDALA

B. Kredit Macet Merupakan Bagian dari Kredit Bermasalah

dilakukan berbagai analisis secara seksama dari pihak bank. Membicarakan kredit macet tidaklah dapat dipisahkan kolektibilitas debitur itu sendiri yaitu kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit meragukan dan kredit macet. Apabila bank menghadapi kategori sebagai kredit kurang lancar, kredit meragukan dan kredit macet dalam dunia perbankan, hal ini dikenal dengan kredit bermasalah. Kredit bermasalah ini juga dikenal di dunia perbankan internasional yaitu problem loan.

Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi di mana persetujuan pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan menunjukkan kepada bank akan memperoleh rugi yang potensial. Oleh karena itu, pendekatan praktis bagi bank dalam pengelolaan kredit bermasalah didasarkan kepada premise bahwa lebih dini penentuan problem loan akan lebih banyak peluang atau alternatif koreksi dan prospek pencegahan kerugian bagi bank. Untuk mencapai tersebut di atas, pejabat bank atau account officer harus mampu untuk:105

a. Menentukan kredit bermasalah itu sendiri dengan melakukan identifikasi sebab-sebab dari kredit bermasalah serta menemukannya;

b. Merumuskan strategi dan evaluasi berbagai pilihan yang ada dan melakukan pendekatan/pembicaraan dengan nasabah;

c. Mengidentifikasi dan memanipulasi biaya-biaya problem loan dan memperkecil tanggung jawab, kemudian lakukan atau implementasikan problem loan strategi.

Persoalan pokok kredit bermasalah adalah ketidaksediaan debitur untuk melunasi atau ketidaksanggupan untuk memperoleh pendapatan cukup untuk melunasi kredit seperti yang telah disepakati. Di samping itu alasan utama adanya pinjaman bermasalah dan kemungkinan kerugian adalah ketidakmampuan peminjam untuk mewujudkan pendapatan dan kegiatan bisnis yang normal, kesempatan kerja, atau penjualan hartanya.

105H.RivaiVeithzal dan Andria Permata Veithzal, CreditManagement...,Op.Cit,.

h. 475.

Sehubungan dengan kredit bermasalah, hal-hal yang patut diperhatikan dalam prosedur bank, sehingga berpengaruh terhadap kredit yang diberikan adalah:106

a. Analisis kredit yang kurang memuaskan tentang kemampuan manajemen debitur;

b. Analisis laporan keuangan yang tidak memadai;

c. Persyaratan yang tidak baik dalam pemberian kredit;

d. Peninjauan dan pemeriksaan yang kurang baik atas kredit yang tanggung-tanggung;

e. Terlalu menekankan pada laba dan perkembangan bank;

f. Kebijaksanaan kredit yang terlalu longgar pada teman pribadi atau teman direktur dan pejabat eksekutif.

Selain prosedur bank yang harus ditingkatkan lebih baik, terdapat pula beberapa indikator kredit bermasalah, tetapi tidak ada sesuatu pola yang pasti tentang frekuensi terjadinya peristiwa yang mengarah pada suatu titik di mana kredit dapat dinyatakan bermasalah, tetapi dijadikan sebagai patokan tanda-tanda berbahaya, yaitu:107

a. Keterlambatan penyampaian laporan keuangan;

b. Keterlambatan pengaturan kunjungan ke pabrik antara petugas bank dan peminjam; kemunduran dalam rasa hormat dan kepercayaan timbal balik;

c. Penurunan saldo dan terjadinya overdraf tatau penolakan cek;

d. Peningkatan luar biasa dalam persediaan dan utang dagang;

106Johannes Ibrahim, CrossDefault&Coross Colateral Sebagai Uapaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, (Bandung: Refelika Aditama, 2004), h. 109-110.

107Ibid, h. 110-111.

e. Peningkatan piutang; ini mungkin menunjukkan penurunan mutu produk dan jasa perusahaan, perubahan syarat penjualan, atau melakukan penjualan pada perusahaan yang lemah keuangannya dalam usaha untuk meningkatkan penjualan dan pendapatan;

f. Lambat melunasi pinjaman kepada bank;

g. Peningkatan aset tetap; perluasan dilakukan melalu merger atau pengambilalihan, mengadakan pembicaraan merger dengan perusahaan lainnya atau penjualan aset;

h. Perubahan manajemen atau berhentinya pejabat kunci, persoalan perburuhan, perubahan dalam tingkah laku sosial yang penting;

i. Pengaturan keuangan atau utang yang baru;

j. Bencana alam seperti banjir dan kebakaran.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa kredit macet adalah bagian dari kredit bermasalah. Tingkat kesehatan bank pun salah satunya diukur dari rasio kredit bermasalah (non-performing loan) atau biasa dikenal sebagai “Rasio NPL”

Ada beberapa pengertian kredit bermasalah, yaitu sebagai berikut:108 a. Kredit yang di dalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang

diinginkan bank.

b. Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas.

108Rudy Haposan Siahaan, Perjanjian Kredit Perbankan..., Op.Cit, h. 930-931.

c. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan, serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban debitur.

d. Kredit di mana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali kredit, sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh bank.

e. Kredit di mana terjadi cidera janji (wanprestasi) dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan atau ada potensi kerugian di perusahaan debitur, sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas.

Untuk menghindari terjadinya kredit macet, maka Undang-Undang Perbankan dalam Pasal 8 menetapkan bahwa untuk menghindari risiko kredit, maka sebelum memberikan kredit kepada debitur, pihak bank harus terlebih dahulu memperoleh keyakinan bahwa pemohon kredit mau dan mampu mengembalikannya. Selanjutnya dalam penjelasannya dikatakan: “Kredit yang diberikan oleh Bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha

dari debitur”. Ketentuan di atas dengan jelas dan tegas memberitahukan bahwa ancaman kredit macet sejak semula sudah disadari. Karena itu pengelola bank diwajibkan agar selalu hati-hati dalam menyalurkan kredit. Dalam pelaksanaan pemberian kredit asas-asas perkreditan yang sehat wajib diperhatikan. Salah satu wujud kehati-hatian itu adalah melakukan analisis kredit sebelum memberikan kredit. Analisis kredit dikenal dengan “The five C’ of Credit Analisys” (Character, Capital, Capacity, Collateral, Condition of Economy) telah diadaopsi menjadi instrumen yuridis melalui Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, karena itu wajib dilaksanakan secara taat asas.

C. Kolektibilitas Kredit dan Penyelesaian Kredit Perbankan Bermasalah 1. Penggolongan Kolektibilitas Kredit

Kredit bank menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan menurut bank terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bunga, mengangsur serta melunasi pinjamannya kepada bank. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut oleh waktu pembayaran bunga, pembayaran angsuran, maupun pelunasan pokok pinjaman dan diperinci sebagai berikut:

a. Kredit lancar (Pass)

Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di antaranya:

1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;dan 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif atau

3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan jaminan tunai (cash collateral)

b. Perhatian Khusus (Spesial Mention)

Kredit yang digolongkan kedalam kredit dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria di antaranya:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui sembilan puluh hari; atau

2) Kadang-kadang terjadi cerukan; atau 3) Mutasi rekening relatif aktif; atau

4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau 5) Didukung oleh pinjaman baru.

c. Kurang Lancar (Substandard)

Kredit yang digolongkan ke dalam kredit kurang lancar apabila memenuhi kriteria antara lain:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui sembilan puluh hari; atau

2) Sering terjadi cerukan; atau

3) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau

4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari sembilan puluh hari; atau

5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi nasabah; atau 6) Dokumentasi pinjaman yang lemah.

d. Diragukan (Doubtful)

Kredit digolongkan ke dalam kredit diragukan apabila memenuhi kriteria antara lain:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokokdan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau

2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau 4) Terjadi kapitalisasi bunga; atau

5) Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

e. Macet (Loss)

Kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila memenuhi kriteria di antaranya:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau

2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau

3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.109

2. Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Macet

Penyelamatan kredit bermasalah bersifat kasuistik artinya setiap usaha debitur memiliki permasalahan yang berbeda satu sama lain, sehingga kredit macet yang akan diselamatkan juga menggunakan strategi yang berbeda. Namun, secara umum dapat disebutkan bahwa strategis penyelamatan dalam penyelesaian kredit macet dapat berupa: penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan

109H.Veithzal Rivai, Credit Management Handbook Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir dan Nasabah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 42.

kembali (reconditioning), penataan kembali (restructuring). Usaha dan upaya penyelamatan kredit macet yang dilakukan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali kredit atau jangka waktu kredit, termasuk grace period atau masa tenggang, baik termasuk perubahan besarnya jumlah angsuran maupun tidak. Tentu tidak kepada debitur yang menunjukkan itikad baik dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Disamping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuidasi

Bentuk penjadwalan kembali (rescheduling) adalah:

a) Perpanjangan jangka waktu kredit

b) Perpanjangan jangka waktu pelunasan tunggakan bunga

c) Perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan/atau tunggakan angsuran, tunggakan bunga, serta perubahan jumlah angsuran

d) Perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan tunggakan bunga kredit.

Syarat penjadwalan kembali (rescheduling) adalah:

Perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan jangka waktu dan memperoleh fasilitas/rescheduling hanya debitur yang memenuhi persyaratan tertentu, antara lain:

a) Usaha debitur memiliki prospek untuk bangkit kembali.

b) Debitur menunjukkan itikad baik, yaitu memiliki keinginan untuk membayar dan adanya keyakinan bahwa debitur tetap berminat dan atau berminat untuk terus mengelola usahanya.

Dengan demikian dasar melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) adalah:

a) Hanya kesulitan likuidasi sementara b) Nasabah kooperatif dan beritikad baik.

c) Sarana produksinya masih ada d) Memiliki dana cukup

e) Perpanjangan jangka waktu tidak melebihi umur teknis atau ekonomi sarana produksi.

Dengan proses penjadwalan kembali/rescheduling tunggakan pokok dan bunga dijumlah (dikapitalisasi) untuk kemudian dijadwalkan kembali pembayarannya untuk dibuat perjanjian rescheduling sendiri.

2. Persyaratan Kembali (Reconditioning), yaitu upaya berupa melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat-syarat perjanjian kredit, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran atau jangka waktu kredit. Namun perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan korporatif yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk

melakukan persyaratan ulang. Bentuk persyaratan kembali (Reconditioning) adalah:

a) Perubahan tingkat suku bunga.

b) Pemberian keringanan tunggakan bunga

c) Perubahan struktur permodalan perusahaan nasabah/debitur d) Perubahan syarat disposisi kredit

e) Penambahan jaminan.

Syarat persyaratan kembali (reconditioning) adalah perubahan sebagian atau seluruh syarat kredit yang tidak terbatas para perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan persyaratan lain sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum kredit.

Dalam persyaratan kembali (reconditionig) ini dapat pula diberikan kepada debitur keringanan pembebasan sebagian bunga tertunggak atau pemberhentian perhitungan bunga bagi debitur yang bersifat jujur, terbuka, dan korporatif serta usahanya masih potensial dapat beroperasi dengan menguntungkan namun mengalami kesulitan keuangan.

3. Penataan Kembali (Restructuring) yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perubahan yang dilakukan dengan atau tanpa restructuring dan atau reconditioning.

Bentuk penataan kembali (Restructuring):

a) Penambahan kredit investasi pada alat-alat produksi dalam rangka peningkatan kapasitas produksi yang optimal atau dalam rangka meningkatkan efisiensi usahanya.

b) Penambahan kredit modal kerja meningkatkan usaha nya secara optimal.

c) Mengadakan penjualan aktiva yang tidak produktif untuk menambah modal kerja/ investasi pada alat-alat produksi yang tepat guna atau menurunkan baki debit/tunggakan bunga.

d) Penjualan aset yang tidak begitu pengaruh terhadap operasi perusahaan.

Syarat penataan kembali (restructuring) adalah:

Tindakan penataan kembali (restructuring) dapat diberikan kepada debitur yang masih mempunyai itikad baik untuk melunasi kewajibannya dan faktor-faktor yang mendukung tindakan penataan kembali (restructuring), misalnya adanya pemasaran produk nasabah atau debitur masih baik, kondisi mesin/pabrik/proses/sarana produksi yang masih berfungsi baik dan masih dapat ditingkatkan. Faktor lainnya adalah dikelolanya usaha nasabah atau debitur oleh manajemen yang professional , dan memperkerjakan tenaga kerja yang cukup terampil dan didukung oleh teknologi yang memadai. Untuk keperluan produksi, nasabah tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dan kondisi secara global masih cukup mendukung.

D. Penyelesaian Penjualan Objek Jaminan Kredit Di Bawah Tangan 1. Latar Belakang Penjualan Objek Jaminan Kredit Di Bawah Tangan

Perjanjian jaminan merupakan perjanjian yang bersifat accesoir, artinya bersifat tambahan atau pelengkap dari perjanjian pokok yang mendahuluinya, dengan kesanggupan memberi suatu jaminan. Perjanjian ini senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, bersumber dari perjanjian pokok. Perjanjian yang mendahuluinya biasanya berupa perjanjian utang piutang atau dalam praktek dikenal dengan perjanjian kredit atau perjanjian membuka kredit.

Dalam hal terjadinya cidera janji atas objek jaminan berupa barang tak bergerak berupa tanah/bangunan, Undang-Undnag Hak Tanggungan memberikan kemudahan bagi pemegang hak tanggungan apabila debitur cidera janji, yaitu dengan pelaksanaan eksekusi jaminan hak tanggungan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b.

Pelaksanaan eksekusi jaminan terhadap benda jaminan hak tanggungan seperti telah dijelaskan sebelumnya dapat dilakukan dengan cara: 1) Tittle Eksekutorial;

2) Parate Eksekusi; dan 3) Penjualan di bawah tangan.

Terhadap pelaksanaan tittle eksekutorial dan parate eksekusi, bank selaku kreditur pada umumnya pada saat akan melaksanakan eksekusi lelang meminta fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri di wilayah objek jaminan yang akan dilakukan lelang, walaupun sebenarnya dengan parate eksekusi merupakan eksekusi terhadap objek hak tanggungan dapat dilakukan langsung oleh Kantor Lelang Negara, karena Parate eksekusi, artinya menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya tanpa perantaraan hakim. Adapun menjual atas kekuasaan sendiri tersebut diartikan bahwa penjualan dilakukan menurut cara yang diatur dalam Pasal 1211 KUH Perdata, yaitu dengan bantuan

langsung oleh Kantor Lelang Negara tanpa memerlukan fiat Ketua Pengadilan Negeri.

Penyelesaian kredit macet melalui eksekusi hak tanggungan, tidak selalu dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diharapkan pihak kreditur, walaupun undang telah mengaturnya. Ada beberapa faktor diluar undang-undang yang dapat mempengaruhi pelaksanaan eksekusi hak tanggungan tersebut, di antaranya faktor psikologis dari debitur/penjamin terhadap publikasi jika dilakukan lelang eksekusi hak tanggungan. Di samping itu adanya faktor potensi gugatan dari pihak debitur, karena proses penjualan melalui lelang atas objek jaminan milik debitur/penjamin bukan merupakan proses yang didahului dengan kesepakatan atau persetujuan para pihak.110

Proses penjualan objek jaminan melalui lelang eksekusi juga memerlukan waktu yang relatif lama karena memerlukan proses administrasi lelang, seperti meminta Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dimana objek itu berada dan hal itu dalam praktiknya memerlukan waktu dan biaya untuk memprosesnya, demikian pula tak jarang objek lelang masih dikuasai oleh debitur/penjamin sehingga calon pembeli lelang merasa kesulitan terkait penyerahannya jika nantinya menjadi pemenang lelang.111

Oleh karena itu bank dalam proses eksekusi barang jaminan, bank lebih mengutamakan cara penjualan di bawah tangan dengan melakukan negosiasi, antara debitur, bank dan calon pembeli, untuk mendapatkan kesepakatan baik

110 Hasil wawancara dengan Dina, Legal Officer Bank J Trust Regional 1, tanggal 4 Januari 2021.

111 Hasil wawancara dengan Dina, Legal Officer Bank J Trust Regional 1, tanggal 4 Januari 2021.

tentang harga maupun cara penyerahan atau pengalihan hak atas objek jaminan debitur/penjamin.

Penjualan dibawah tangan adalah penjualan yang dilakukan secara internal jadi dilakukan seperti jual beli biasa, hanya saja kreditur berhak untuk ikut serta dalam menentukan pihak ketiga yang berhak menjadi pembeli berdasarkan harga tertinggi seperti halnya dalam lelang. Hal ini dimungkinkan karena selain proses penyelesaiannya lebih cepat, biayanya lebih murah, prosedurnya pun tidak rumit dan berbelit-belit seperti halnya jika penjualan dilakukan melalui pelelangan selain itu nama baik debitur tetap terjaga. Alasan dan latar belakang debitur pada J Trust Cabang Medan untuk melakukan penjualan objek jaminan dibawah tangan yang diikat dengan hak tanggungan adalah prosedurnya tidak rumit, benda jaminan cepat terjual dan hemat biaya serta terlindunginya nama baik debitur.

Disamping itu Bank J Trust sangat berkepentingan selalu menjaga hubungan baik dengan nasabah untuk jangka waktu panjang, untuk itu pilihan eksekusi barang jaminan dengan cara penjualan di bawah tangan dapat menjadi pola penyesuaian yang cukup efektif serta memberikan solusi yang lebih baik bagi semua pihak terkait. Melalui penjualan di bawah tangan, di satu pihak debitur mendapatkan hasil penjualan yang bisa dipergunakan untuk melunasi utangnya, sekalipun harus kehilangan sebahagian kekayaannya, dipihak lain bank juga dapat terhindar dari kesan arogan dan kemungkinan timbulnya gugatan dikemudian hari, karena debitur secara aktif dilibatkan dalam proses penjualan objek jaminan.112 2. Penyelesaian Penjualan Objek Jaminan Kredit di Bawah Tangan

112 Hasil wawancara dengan Yanti Siregar, Divisi Credit Legal Officer Bank J Trust, tanggal 5 Januari 2021.

Pelaksanaan obyek hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:113

1. Adanya kesepakatan antara debitor dan kreditor;

2. Karena penjualan di bawah tangan dari objek Hak Tanggungan hanya dapat dilaksanakan bila ada kesepakatan antara kreditur dan debitur, maka bank tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak Tanggungan atau agunan kredit itu apabila debitor tidak menyetujuinya.

Apabila kredit sudah menjadi macet, bank sering menghadapi kesulitan untuk dapat memperoleh persetujuan dari nasabah debitor. Dalam keadaan tertentu justru menurut pertimbangan bank lebih baik agunan itu dijual di bawah tangan daripada dijual di pelelangan umum. Bank sendiri berkepentingan agar hasil penjualan agunan tersebut cukup jumlahnya untuk membayar seluruh jumlah kredit yang terutang. Kesulitan untuk memperoleh persetujuan nasabah tersebut dapat terjadi misalnya karena nasabah debitor yang tidak lagi beritikad baik tidak bersedia ditemui oleh bank atau telah tidak diketahui lagi dimana keberadaannya. Agar bank kelak setelah kredit diberikan tidak mengalami kesulitan yang demikian, bank pada waktu diberikan mensyaratkan agar di dalam perjanjian kredit diperjanjikan bahwa bank diberi kewenangan untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan atau meminta kepada debitor untuk memberikan surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan.

113 Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Konsep Teknik, dan Kasus, Jakarta ; Pustaka Binaman Pressindo, 1997, h. 3.

3. Dilaksanakan dalam rangka memperoleh harga tertinggi dan demi menguntungkan semua pihak; Penjualan objek Hak Tanggungan oleh perbankan berdasarkan surat kuasa untuk menjual di bawah tangan dari kreditor sah saja. Tetapi bila ternyata penjualan itu terjadi dengan harga yang jauh di bawah harga wajar, pemberi Hak Tanggungan dan debitor itu sendiri (dalam hal debitor bukan pemilik objek Hak Tanggungan) dapat mengajukan gugatan terhadap bank. Gugatan itu sendiri bukan diajukan terhadap pelaksanaan penjualannya berdasarkan dalih bahwa penjualan objek Hak Tanggungan harus dilakukan melalui pelelangan umum, tetapi terhadap harga penjualan itu yang dinilai tidak wajar. Dalih yang dapat diajukan oleh penggugat bahwa bank telah melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan kepatutan atau bertentangan dengan keadilan atau bertentangan dengan asas itikad baik. Sesuai dengan asas kepatutan dan itikad baik, seyogianya bank tidak menentukan sendiri harga jual atas barang-barang agunan dalam rangka penyelesaian kredit macet nasabah debitor. Penaksiran harga seyogianya dilakukan oleh suatu perusahaan penilai (appraisal company) yang independen dan telah mempunyai reputasi baik.

4. Memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 20 ayat (3). Mengenai pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan ditentukan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT yang menetapkan : Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT tersebut pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan baru dapat dilakukan bila sebelumnya rencana penjualan di bawah tangan itu diberitahukan atau disampaikan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan. Dinyatakan dalam Penjelasan atas Pasal 20 ayat (3) UUHT, bahwa pemberitahuan dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga, dan kreditor lain dari pemberi Hak Tanggungan.

berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT tersebut pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan baru dapat dilakukan bila sebelumnya rencana penjualan di bawah tangan itu diberitahukan atau disampaikan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan. Dinyatakan dalam Penjelasan atas Pasal 20 ayat (3) UUHT, bahwa pemberitahuan dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga, dan kreditor lain dari pemberi Hak Tanggungan.