• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Edukatif dalam Novel Nayla

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Nayla sebagai penulis novel

2. Analisis Nilai Edukatif dalam Novel Nayla

Nilai edukatif yang terdapat di dalam didasarkan pada perbuatan yang dilakukan oleh tokoh – tokoh dalam cerita. Nilai edukatif dengan sendirinya merupakan akumulasi cipta, rasa dan karsa seseorang yang diimplementasikan dalam kata-kata, sikap dan tingkah laku seseorang. Analisis nilai-nilai edukatif (pendidikan) dalam novel Nayla meliputi: a. nilai religius; b. nilai moral; c. nilai estetis; dan d. nilai sosial. Berikut peneliti kemukakan analisis terhadap masing-masing nilai tersebut.

a. Nilai Religius

Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan laranganperintah-Nya. Beriman adalah percaya adanya kesabaran-Nya. Ajaran ini yang seharusnya dimiliki oleh umat manusia di dunia ini sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan. Manusia senantiasa akan membutuhkan Tuhan karena secara naluri, manusia akan selalu membutuhkan perlindungan dan pertolongan dari-Nya. Oleh karena itu, selalu mengingat Tuhan merupakan pencerminan pribadi yang bertakwa dan menjunjung tinggi fitrah manusia. Manusia senantiasa akan membutuhkan Tuhan dalam berbagai masalah yang dihadapinya.

Ajakan untuk selalu mengingat Tuhan. Manusia senantiasa akan membutuhkan Tuhan karena secara naluri, manusia akan selalu membutuhkan perlindungan dan pertolongan dari-Nya. Oleh karena itu, selalu mengingat Tuhan

commit to user

lxxiv

merupakan pencerminan pribadi yang bertakwa dan menjunjung tinggi fitrah manusia.

Namun dalam novel Nayla, pengarang tidak memberikan penilaian bahwa apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap susila agama sehingga apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita semata-mata akibat dari rasa frustrasi dan kecewa yang berat dengan kedua orang tuanya. “Ya, setelah itu saya sering tertawa-tawa sendiri. Saya tersadar, ternyata Tuhan punya selera humor yang tinggi. Begitu mudanya ia memberi dan dalam sekejap menariknya kembali. Jadi apa yang lebih tepat saya lakukan selain tertawa, Ayah ? kita semua Cuma boneka yang diikat tali tak berdaya mengikuti gerakan jarinya. Karena itu saya tertawa, karena saya yakin, ia ingin saya menikmati leluconnya. Saya tak berani sedih atau marah. Saya takut ia murka. Sejak itu saya hanya mengikuti arus permainanya. Ia tak berhenti memamerkan leluconnya. Ketika saya tertawa, orang-orang berpikir saya mabuk. Saya pengguna narkoba, saya pun dijebloskan ke dalam rumah perawatan yang mirip penjara.” (Nayla, hlm 57).

Seseorang yang mengalami frustasi akan bereaksi secara tidak sadar untuk mengurangi tekanan batin yang menimbulkan rasa sakit atau stress. Rasa frustasi pasti dimiliki oleh setiap orang baik muda maupun tua, namun rasa frustasi itu bisa menjadi salah arah jika tidak adanya kegiatan yang bisa menampung rasa itu. Rasa frustasi itu akan menjadi baik jika diarahkan dalam kegiatan positif.

Kutipan di atas menyuratkan bahwa Nayla hanyalah sebuah boneka dan ia hanya mengikuti permainan Tuhan karena Tuhan memiliki selera humor yang tinggi. Hal ini jelas merupakan anggapan yang salah dan bertentangan dengan nilai agama karena bagaimana pun Tuhan tidak pernah memberikan cobaan yang berat kepada setiap hambanya. Jika mereka lulus dari ujian itu, mereka akan menjadi sosok-sosok tegar, kuat dan mandiri menentang kerasnya kehidupan. Tetapi jika mereka kalah, tak mustahil kehancuranlah yang akan mereka alami.

Selain itu, tokoh ibu Ibu mengingatkan kepada Nayla bahwa apa yang telah ibu lakukan kepadanya hanya ingin menunjukkan betapa besar rasa sayangnya kepada Nayla. Ibu yakin Tuhan tidak akan membenci ibu karena apa yang dilakukan ibu hanyalah untuk kebaikan Nayla. Tuhan memang pengampun, penyayang dan maha pengasih namun apa yang dilakukan ibu tidak bisa

commit to user

lxxv

dibenarkan karena ia menghalalkan segala cara dan beranggapan Tuhan telah mengampuni dosanya. Seperti pada kutipan dibawah ini :

“Aku yakin, Tuhan akan memaklumi semua tindakanku sejauh Ia tahu tidak ada sedikit pun niatku untuk menyiksa. Semua yang kulakukan adalah untuk kebaikanmu. Begitu pula dengan sikapku yang tidak mengijinkanmu mengenalnya. Aku yakin Tuhan tak akan membiarkanmu membenciku.” (Nayla, hlm 8)

...

“ Tak ada yang tersisa. Hanya ada doa. Hanya Tuhan yang tahu, sebagai ibu tak ada satu niatku mencelakakan anaknya. Aku hanya ingin kamu belajar menghadapi pilihan dengan segala konsekuensinya.”

(Nayla, hlm 17)

Kalimat itu menyuratkan bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu yang terjadi dan Tuhan juga mengetahui bahwa ibu hanya ingin memberikan yang terbaik bagi Nayla. Hanya saja, Ibu ingin agar Nayla dapat mengadapi kenyataan dalam hidup ini. Dengan begitu, semakin jelas bahwa percakapan di atas menyiratkan makna agar manusia selalu mengingat Tuhan di mana pun dan kapan pun namun hal ini tidak boleh di salah artikan. Meskipun Tuhan mengetahui apa pun yang dilakukan oleh umatnya dan mengampuni kesalahan yang telah diperbuat umatnya bukan berarti kita dapat melakukan hal yang kita sukai dan menghalalkan segala cara apapun alasannya.

b. Nilai Moral

Nilai moral sering disamakan maknanya dengan nilai etika. Nilai moral atau etika merupakan suatu nilai yang menjadi ukuran pantas atau tidaknya tindakan seorang manusia dalam kehidupan sosialnya. Moral atau etika juga menyangkut baik dan buruknya, benar dan salahnya, dan pantas tidaknya lakuan. Nilai tersebut biasanya dibangun dari kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat tertentu.

Dalam karya sastra terdapat nilai moral yang ingin disampaikan pengarang. Moral berkaitan dengan hati nuraninya sebagai manusia, perbuatan yang baik dan buruk, atau sesuatu yang memungkinkan seseorang untuk dapat bersikap bijaksana. Nilai moral itu antara lain:

commit to user

lxxvi

1. Tidak dibenarkan adanya hubungan cinta sesama jenis

Dengan adanya fenomena ini orang menjadi tahu tentang dunia itu. Namun, hal ini sangatlah tidak pantas untuk dicontoh karena pada hakikatnya manusia diciptakan Tuhan berpasangan (laki-laki dengan perempuan). Seperti pada kutipan di bawah ini :

”Saya juga punya pacar. Bukan laki-laki, tapi perempuan. Yang laki-laki Cuma untuk hit and run. Mereka benar-benar makhluk yang menyebalkan, sekaligus menggiurkan. Tapi untuk urusan perasaan, saya lebih merasa nyaman dengan perempuan. Entah salah atau benar, saya menemukan ibu dalam dirinya. Saya rindu ibu. Tapi saya tahu, pasti ini bukan saatnya cenggeng-cengengan. Seperti ibu bilang kita harus kuat jika ingin bertahan. Tak ada waktu untuk meratapi keadaaan.” (Nayla, hlm 55)

Pada kutipan di atas Nayla menganggap laki-laki hanya sebuah kesenangan tanpa ada cinta. Nayla mencari kepuasan saja dan senang bila mereka tunduk kepada Nayla. Sedangkan cinta Nayla untuk perempuan sebagai pelampiasan rasa sayangnya terhadap Ibu. Pada saat Nayla menjalin hubungan dengan perempuan, dia juga mengencani banyak laki-laki. Nayla mempunyai perilaku hidup bebas.

”Tapi Juli tak pernah tahu, saya tak pernah naik taksi. Saya diantar laki-laki. Setiap malam minggu saya punya janji. Setelah selesai menari, kamu berdua menyelinap ke dalam kamar hotel. Melakukannya langsung tanpa perlu mengatas namakan cinta sebagai embel-embel. Ia mau. Saya mau.”(Nayla, hlm 101)

Pada kutipan lain.

” Semua berjalan lancar. Kami bercinta dalam waktu singkat. Maka, dalam waktu sesingkat itu tak ada satu orang pun yang bisa memuaskan saya seperti Juli, tetapi memang bukan sekedar kepuasan kelamin yang saya cari. Saya juga butuh kepuasan rohani. Mendengar suara mereka mengerang, merasakan tubuh mereka menggelinjang. Menyaksikan merak tak lebih dari seekor binatang sangatlah menyenangkan. Setelah malam itu mereka akan kembali mengendus-endus kenikmatan yang saya berikan. Mereka dengan tak berdaya menunggu giliran seperti pengungsi menanti jatah makan. Jika mereka diberi sati kali lagi kesempatan, mereka mati-matian membuktikan kejantanan. Mereka merasa tertantang. Ego mereka mulai menguasai. Mereka berusaha memiliki” (Nayla, hlm 101)

commit to user

lxxvii

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nayla bersikap agresif. Walau ada beberapa kalimat yang menunjukan bahwa ego muncul dan menguasai saat bercinta. Dorongan-dorongan dan nafsu termasuk dalam penguasaan batin. Saat insting seksual muncul kepribadian lebih banyak dipengaruhi oleh penguasaan batin, karena seksulitas yang dicari Nayla hanya kepuasan sesaat.

2. Tidak dibenarkannya seorang ibu berperilaku salah terhadap anak

Seringkali orang tua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak. Bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi. Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan anak, sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang dewasa. Orang tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolak ukur orang dewasa.

Tokoh Ibu dalam novel Nayla berwatak keras. Semua yang Ibu inginkan harus tercapai. Ibu juga memegang prinsip bahwa Nayla harus menjadi seperti yang ia inginkan. Setiap keputusan yang sudah Ibu buat tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Ibu selalu memandang semua benar dan salah menurut aturannya. Bahkan bentuk kedisplinan yang diterapkan untuk Nayla juga sesuai dengan aturannya, bila Nayla melakukan kesalahan Ibu menghukum tanpa melihat sebab akibat Nayla melakukan kesalahan itu. Seperti saat Nayla tetap mengompol dan ibu menghukumnya dengan menusukkan peniti ke selangkangan dan vagina Nayla.

”Kenapa ibu tak bisa berpikir bahwa tak akan ada satu orang anak pun yang memilih ditusuk vaginanya dengan peniti hanya karena ingin mempertahankan rasa malas” (Nayla, hlm 2)

Kutipan di atas merupakan pernyataan Nayla tentang tokoh ibu yang tetap menghukum Nayla tanpa mengatahui alasan yang jelas. Bentuk watak keras Ibu juga terlihat karena Ibu tidak mau mendengar alasan Nayla mengapa masih mengompol pada malam hari sebenarnya bukan karena malas tetapi ada alasan lain.

commit to user

lxxviii

”Saya dipukuli ketika menumpahkan sebutir nasi. Tidak rapi, kata Ibu. Tapi saya lihat di sekolah, anak lain kerap menumpahkan tidak hanya sebutir, namun segepok nasi berikut lauknya tanpa dipukuli maupun diomeli Ibunya. Saya di jemur di atas seng yang panas terbakar terik matahari tanpa alas kaki karena membiarkan pensil tanpa kembali menutupnya. Tidak bertangung, kata Ibu. Tapi yang saya lihat di sekolah, anak lain kerap membiarkan pensil mereka tak berpenutup dan orangtuanya dengan suka rela mencarikan dan menutupnya. Saya dipaksa mengejan sampai berak lantai diikat dan tahinya direkatkan dengan plester di sekujur tubuh juga mulut saya karena ketahuan tidak makan sayur. Tidak bersyukur, kata Ibu. Tapi yang saya lihat di sekolah, anak lain banyak menampik sayur yang dibawakan ibunya, lantas sang Ibu malah menjajani mereka bakso atau pempek. Ibu memang kuat. Dan saya begitu lemah untuk tidak meresa takut pada Ibu” (Nayla, hlm 112-113)

Kutipan di atas menggambarkan hukuman-hukuman yang diberikan Ibu pada Nayla. Kesalahan-kesalahan itu biasa dilakukan anak seumuran Nayla tetapi Ibu mendidik Nayla sesuai dengan aturan yang Ibu miliki.

”Tapi ibu tidak mengagumi om Billy. Ibu hanya menginginkan uang om Billy. Maka ketika om Billy yang jadwalnya sebagai birokrat begitu padat itu harus segera pergi setelah memasukkan sejumlah uang ke dalam tas Nayla, ibu sama sekali tidak peduli. Ibu peduli berapa banyak uang yang sudah tersimpan di dalam tas Nayla. Karena itu tak lama setelah tubuh Om Billy menghilang dari hadapan mereka, ibu mengambil tas Nayla. Mengeluarkan uangnya. Menghitung di bawah meja. Memasukan ke dalam tasnya. Dan rasa puas terpancar di wajahnya” (Nayla, hlm 95) Perilaku yang seperti ini ditunjukan tokoh Ibu di depan Nayla. Kepuasan yang dimaksud dalam kutipan di atas Ibu mencoba menghindari ketidakenakan dengan berkencan bersama laki-laki untuk memperoleh uang dan memenuhi kebutuhan Ibu dan Nayla. Kutipan di atas merupakan pernyataan Nayla tentang kepribadian tokoh Ibu yang tidak bernorma. Ibu tidak peduli dengan masyarakan Ibu lebih mementingkan kepuasannya sendiri.

”Contohlah aku. Aku tak butuh mereka. Lihat betapa banyak laki-laki yang takluk kepadamu. Lihat betapa mereka rela menyerahkan jiwa dan raganya hanya untukku. Kamu pun harus bisa seperti aku. Akan ada banyak laki-laki seperti ayahmu yang kelak mencapakkanmu jika kamu tak sekuat dan sepandai aku. Apalagi fisikmu pas-pasan, anakku. Kamu tak seperti aku” (Nayla, hlm 8)

commit to user

lxxix

Pada kutipan di atas Ibu mengharapkan Nayla menjadi seperti dirinya. Tokoh Ibu juga menginginkan banyak laki-laki yang tergila-gila pada Nayla seperti banyak laki-laki yang tunduk pada Ibu. Tokoh Ibu menggambarkan bahwa dia bangga dengan apa yang dia miliki dan punya pada dirinya. Ibu menginginkan Nayla mencontoh dia dan berharap Nayla bisa menaklukkan banyak laki-laki. Semua hal yang dilakukan Nayla harus sesuai dengan keinginan Ibu. Perilaku Ibu yang demikian dikategorikan dalam perilaku yang Oktokrat. Perilaku Oktokrat, perilaku ingin mendominasi orang lain. Ibu mendominasi hidup Nayla karena merasa memiliki Nayla.

Perkembangan jiwa anak sangat dipengaruhi oleh kondisi keluarga dalam hal ini orang tua. Ketidakharmonisan keluarga sering menjadi pengaruh buruk atas jiwa anak. Perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan untuk masa perkembangan, sehingga anak tidak terjerumus dalam narkoba dan pergaulan bebas yang cenderung melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Didikan orangtua yang salah bisa saja menjadi faktor sosiopsikologis utama dari timbulnya kenakalan pada diri seorang remaja. Apalagi jika kasus negatif menyerang orangtua si remaja, seperti perselingkuhan, perceraian, dan pembagian harta gono-gini.

Orangtua, sering lupa bahwa perilakunya berakibat pada anak-anaknya. Karena kehidupan ini tidak lepas dari contek-menyontek prilaku yang pernah ada. Bisa juga karena ada pembiaran terhadap perilaku yang mengarah pada kesalahan, sehingga yang salah menjadi kebiasaan. Para orangtua jangan berharap anaknya menjadi baik, jika orangtuanya sendiri belum menjadi baik

Kenakalan tak selalu identik dengan remaja, tapi justru banyak kenakalan yang dilakukan oleh para orangtua (di rumah, di masyarakat, dan di pemerintahan) yang akhirnya juga menjadi inspirasi remaja untuk berbuat nakal. Contoh Kenakalan orangtua dalam ikatan keluarga suka berkata-kata kasar, suka menghujat atau memaki, mengajari anak untuk melakukan perlawanan ketika anak diganggu orang lain, suka menyakiti anak secara fisik dan psikis, merokok seenaknya di depan anak-anak.

commit to user

lxxx

3. Menjauhi dampak dari cara mendidik anak yang salah

Ternyata banyak orangtua yang tidak dapat berperan sebagai orangtua yang seharusnya. Mereka hanya menyediakan materi dan sarana serta fasilitas bagi si anak tanpa memikirkan kebutuhan batinnya. Orangtua Juga sering menuntut banyak hal tetapi lupa untuk memberikan contoh yang baik bagi si anak.

Sebab, dari kenakalan seorang remaja selalu dikristalkan menuju faktor eksternal lingkungan yang jarang memerhatikan faktor terdekat dari lingkungan remaja tersebut dalam hal ini orangtua. Kita selalu menilai bahwa banyak kasus kenakalan remaja terjadi karena lingkungan pergaulan yang kurang baik, seperti pengaruh teman yang tidak benar, pengaruh media massa, sampai pada lemahnya iman seseorang.

Ketika kita berbicara mengenai iman, kita mempersoalkan nilai dan biasanya melupakan sesuatu, yaitu pengaruh orangtua. Didikan orangtua yang salah bisa saja menjadi faktor sosiopsikologis utama dari timbulnya kenakalan pada diri seorang remaja.

Anak-anak yang sering diberi perhatian negatif, apalagi dengan teguran keras atau bentakan, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia bisa berkembang menjadi anak yang pemberontak, marah dan tidak peduli dengan siapa pun. Seperti yang terjadi pada Nayla.

Nayla seorang anak yang mengalami hukuman badan sewaktu masih berusia belasan tahun hanya karena ngompol. Nayla mengompol karena mempertahankan rasa malas tetapi bukan hanya itu saja Nayla juga tertekan dengan perilaku Ibu padanya.

”Kenapa ibu tak bisa berpikir bahwa tak akan ada satu orang anak pun yang memilih ditusuk vaginanya dengan peniti hanya karena ingin mempertahankan rasa malas” (Nayla, hlm 2)

Tokoh Ibu juga memberi pernyataan bahwa Nayla anak yang malas. Tetapi Nayla menganggap bahwa hukuman itu merupakan tekanan buat dia. Mengompol itu dikarenakan tekanan yang terjadi pada diri Nayla. Hal ini juga yang membuat Nayla berwatak keras karena tekanan-tekanan yang dhadapinya.

commit to user

lxxxi

”Apalagi yang kamu harapkan ketika semua kebutuhan tak ada yang kurang? Kenapa untuk pergi kekamar mandi saja kamu begitu malas” (Nayla, hlm 7)

Nayla saat berumur belasan sudah dipengaruhi oleh tekanan karena dia diusir dari rumah Ibu setelah keluar dari Panti Rehabilitasi. Hal ini merupakan penolakan orang tua terhadap anak yang akan mengakibatkan anak menjadi seorang pemberontak, ingin melarikan diri dari rumah, dan bersikap agresif.

”Ia berjalan melewati kucing-kucing dan anjung-anjing tak bertuan. Mendadak Nayla merasa tak lebih dari binatang-binatang ini. Tak lebih dari sampah yang belum dibersihkan di jalan. Tak bisa selamanya begini. Ia butuh pekerjaan. Butuh tempat tinggal. Butuh sesuatu yang bisa membuatnya sedikit merasa berarti ketimbang binatang dan sampah ini. Nayla butuh pilihan. Tapi apa yang bisa ia pilih ketika ia sama sekali tak punya pilihan? Hanya untuk semua inikah ia dilahirkan? Terlahir, terluka, dan disia-siakan? Sampai matikah ia akan seperti ini?” ( Nayla, hlm 76) Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nayla sudah berpikir riil tentang hidupnya. Nayla juga berpikir tentang masa depannya kalau dia harus terus menerus hidup di jalan. Dia punya masa depan yang harus diperjuangkan. Saat harus memilih peniti dan Nayla mulai tidak takut lagi. Secara tidak sadar Nayla telah dipengaruhi oleh masa lalunya, Nayla sadar bahwa ini pilihan dan harus dijalani.

”Tapi kini, beberapa tahun kemudian, tak ada satu peniti pun yang membuat Nayla gentar maupun gemetar. Ia malah menentang dengan memilih peniti yang terbesar. Membuka pahanya lebar-lebar. Tak terisak. Tak meronta. Membuat ibu semakin murka. Tak hanya selangkangan Nayla yang ditusukinya. Tapi juga vaginanya. Nayla diam saja. Tak ada sakit terasa. Hanya nestapa. Tak ada takut. Hanya kalut” (Nayla, hlm 2)

Nayla sadar bahwa pilihan untuk memilih peniti harus dia hadapi. Nayla sudah terbiasa maka dia tidak takut tetapi ada perasaan tertekan, Nayla pun menjadi kalut. Nayla berusaha tegar dan tabah dengan tidak meronta dan menangis. Kenangan masa lalu membuat Nayla berpikir riil tentang hukuman yang diberikan Ibu karena dia sudah terbiasa menghadapinya. Nayla juga menentang tindakan Ibu dengan tidak menangis dan meronta. Nayla juga lebih banyak dipengaruhi oleh penguasaan batin karena dia ingin lepas dari semua penderitaannya.

commit to user

lxxxii

Usia yang masih terlalu muda dan hidup di dunia bebas. Nayla lebih memikirkan hidup yang enak. Dia melakukan apa saja yang ingin dilakukannya. Saat dia mabok-mabokan di diskotek yang dia lakukan hanya menghindari hidup yang tidak enak. Dia mencoba bertahan hidup dengan menghindari kehidupan yang tidak enak atau menjadi beban pikirannya. Nayla mencoba melepaskan penderitaan dengan meminum minuman beralkohol

”Tapi bagi saya, lupa tetaplah nestapa. Bahkan ketika pengaruh alkohol sudah melewati kapasitas otak juga tubuh saya dan mengocok perut hingga seluruh isinya berpindah ke dalam jamban, karpet di bawah sofa, atau lantai dansa, isi kepala saya tetaplah dipenuhi pertanyaan yang sama. Kenapa saya harus terdampar di tempat sunyi ini ketika anak-anak sebaya yang lain sedang tertidur di balik kehangatan selimut dan bermimpi? Kenapa saya harus mencari rasa aman lewat alkohol ketika anak-anak sebaya yang lain sudah merasa nyaman oleh segelas susu dan sekerat roti?” (Nayla, hlm 3)

Nayla dipengaruhi penguasaan batin dengan membuang hal yang buruk-buruk dengan membayangkan kehidupan yang lebih baik. Dampak dari cara mendidik yang salah mengakibatkan anak menjadi seorang pemberontak, ingin melarikan diri dari rumah, dan bersikap agresif.

c. Nilai Estetis

Keindahan sebuah novel tercermin dengan adanya diksi-diksi yang indah. Membaca karya sastra merupakan suatu kegiatan yang sarat dengan keindahan. Dengan membaca karya sastra, pembaca akan menemukan gaya bahasa yang indah, keberadaan diksi yang indah pula. Suatu karya sastra yang mempunyai nilai keindahan dapat dijadikan media pembelajaran nilai estetika pada peserta didik. Dengan adanya pendidikan tersebut di harapkan manusia akan dapat memahami dan mencintai keindahan. Keindahan dapat berwujud fisik dan nonfisik. Keindahan fisik merupakan keindahan yang dapat dilihat pancaindra, sedangkan keindahan nonfisik merupakan keindahan yang bersifat abstrak, misalnya percintaan.

Novel Nayla mempunyai seperangkat nilai-nilai estetis. Estetika tersebut dapat dilihat melalui beragam cara penyampaian, seperti penggunaan majas atau gaya bahasa. Majas yang ditampilkan salah satunya adalah personifikasi.