DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
IV KAWASAN BANDUNG UTARA DI KOTA BANDUNG
E. Metode Analisis
1. Analisis Penentuan struktur ruang KBU
Struktur ruang KBU yang akan diteliti adalah hirarki kota dan sistem perkotaan yang ada di KBU, sistem penggunaan lahan kota dan diferensiasi perubahan guna lahan dari guna lahan kota sampai ke guna lahan kedesaan dan transformasi struktur penggunaan lahan. Penentuan hirarki kota ditujukan untuk mengetahui satuan-satuan wilayah pengembangan (SWP) yang menjadi dasar untuk mengetahui sistem penggunaan lahan di setiap SWP dan diferensiasinya.
a. Penentuan hirarki kota
Metode penentuan hirarki kota dan sistem perkotaan dilakukan dengan cara mengidentifikasi perkembangan fasilitas pelayanan dan infrastruktur dari pusat-pusat pertumbuhan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Adapun fasilitas pelayanan dan infrastruktur yang jadi indikator masing-masing pusat pertumbuhan adalah sebagai berikut:
Kedudukannya sebagai pusat pemerintahan atau pelayanan umum lainnya; Jangkauan pelayanan yakni cakupan luas pelayanan yang dibedakan atas
jangkauan nasional, kabupaten dan lokal; Kepadatan penduduk;
Fasilitas pelayanan yang meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan, pariwisata, dan fasillitas pelayanan lainnya.
Infrastruktur terkait dengan jaringan jalan, pelabuhan udara dan infrastruktur lainnya.
Kegiatan perdagangan dan peindustrian, dibedakan atas skala besar, sedang dan kecil.
Sebagai acuan penetapan orde kota adalah yang dikembangkan Sinulingga (2005) yang telah disesuaikan sebagaimana Tabel 23.
Tabel 23. Kriteria Penetapan Orde Kota di KBU
Sumber: Sinulingga (2005, hal. 68)
Orde Kota Kedudukan Jangkauan
Pelayanan km
Kepadatan penduduk
per ha
Fasilitas pelayanan Infrastruktur Kegiatan I Ibukota propinsi atau
pusat-pusat pembangunan
nasional atau ibukota provinsi
Cakupan nasional
> 100 jiwa Universitas, rumah sakit tipe A, pusat import dan ekspor, gedung
pembelajaan/pusat pasar, pusat bank/ kantor wilayah bank, dan kantor pemerintah
Lapangan udara internasional/ nasional, jalan nasional, station kereta api, terminal bis terpadu
Industri besar yang modern, ekspor, jasa perdagangan, dan perbankan internasional
II Ibukota kabupaten/ kota, atau dan pusat pengembangan wilayah, atau kota besar
Cakupan propinsi dan kabupaten/kota
50 - 100 Sekolah Menengah Atas, rumah sakit tipe B, pusat pasar/bank, kantor pemerintah Jalan nasional dan jalan propinsi, jaringan kereta api utama dan terminal bis
Agro industri, jasa perdagangan, grosir, dan bank
III Ibukota kecamatan Cakupan pelayanan
beberapa kecamatan
20 – 50 Sekolah Menengah Atas, rumah sakit tipe C, pasar dan kantor pemerintah Jalan provinsi dan jalan kabupaten, jalan kereta api, terminal bis
Industri kecil, sortir dan penyimpanan hasil produksi
IV Ibukota kecamatan Cakupan kecamatan ybs
5 – 20 SMP, puskesmas pembantu, kantor pemerintah
Jalan kabupaten Perdagangan eceran, penyimpanan sementara hasil pertanian
b. Penentuan sistem penggunaan lahan kota
Sistem penggunaan lahan kota yang diidentifikasi terlebih dahulu adalah penetapan zona perkotaan dan zona perumahan. Penetapan kedua zona ini didasarkan pada bangkitan perjalanan (trip generation) yang ditandai produksi perjalanan (trip production) atau asal perjalanan berasal dari perumahan dan tarikan perjalanan (trip atraction) atau tujuan dari kegiatan perkantoran, perdagangan, jasa, pendidikan, dan kegiatan perkotaan lainnya. Tingginya angka produksi perjalanan dibandingkan tarikan di suatu zona menandakan pemanfaatan lahan lebih dominan untuk kegiatan perumahan, sebaliknya angka tarikan perjalanan yang tinggi menunjukkan kegiatan perkotaan lebih dominan sehingga menarik perjalanan dari beberapa zona lainnya. Analisis produksi dan tarikan untuk Kota Bandung dan Kabupaten Bandung menggunakan hasil analisis sekunder hasil penelitian LPM-ITB (1998) dan proyeksi dari Bappeda Propinsi Jawa Barat (1998).
Selain menggunakan bangkitan perjalanan penetapan zona perumahan dan zona perkotaan dilakukan dengan melihat kepadatan lalu lintas jaringan jalan yang dihitung dalam VCR (Volume – Capacity Ratio). Data yang digunakan adalah hasil perhitungan estimasi Bappeda Propinsi Jawa Barat (1998) untuk kurun waktu 2010 terhadap kapasitas jalan utama di KBU, dengan asumsi tidak ada penambahan jaringan jalan baru.
c. Metode penentuan diferensiasi penggunaan lahan KBU
Metode penentuan diferensiasi penggunaan lahan kota dari daerah kekotaan (built-up area) sampai ke daerah kedesaan murni (rural areal), menggunakan metode segitiga penggunaan lahan desa – kota yang dikembangkan Yunus (2005), seperti gambar dan kriteria berikut:
A : Persentase jarak lahan kota ke desa B : Persentase guna lahan kota C : Persentas guna lahan desa D : Batas areal built-up kota E : Batas areal desa
Kriteria:
Urban area : Daerah dimana 100% penggunaan lahannya berorientasi kekotaan;
Urban fringe area : Daerah yang sebagian besar guna lahan didominasi oleh bentuk bentuk guna lahan kekotaan atau > 60% penggunaan lahannya urban land use, dan <40% penggunaan lahannya rural land use. Terletak dari titik perbatasan “urban built up land” sampai ke jarak 40% dari titik tersebut (jarak dihitung dari urban real sampai rural real). Terjadi perubahan transformasi struktural penggunaan lahan sangat cepat walau tidak secepat urban area.
Urral fringe area : Daerah yang persentase guna lahan kota seimbang dengan guna lahan desa berkisar antara 40 – 60%, dan dalam jangka pendek transformasi struktural penggunaan lahan akan terjadi walaupun tidak secepat pada subzone urban fringe.
Rural fringe area : Daerah yang sebagian besar guna lahan didominasi oleh bentuk bentuk guna lahan kedesaan atau > 60% penggunaan lahannya rural land use, dan <40% penggunaan lahannya urban land use. Tereltak dari titik perbatasan rural sampai ke jarak 40% dari titik tersebut (jarak dihitung dari urban real sampai rural real). Terjadi perubahan transformasi struktural penggunaan lahan meskipun cukup lambat.
Rural area : Daerah dimana 100% penggunaan lahannya berorientasi agraris.
Sumber: Yunus (2005, hal. 168)
Gambar 16. Metode Segitiga Penentuan Penggunaan lahan Kota – Desa d. Metode penentuan tingkat transformasi struktural penggunaan lahan KBU
Metode penentuan tingkat transformasi penggunaan lahan dilakukan dengan melakukan evaluasi arahan penggunaan lahan yang menunjukkan kesesuaian lahan yang dibedakan atas sawah irigasi teknis, tegalan/ladang, kebun campuran, tanaman sayuran, hutan sejenis dan hutan lebat. Lokasi-lokasi tersebut kemudian diidentifikasi letaknya terhadap subzone guna lahan. Kemudian sesuai dengan kategori subzone di atas, maka ditetapkan tingkat transformasi struktural penggunaan lahan di setiap jenis guna lahan.
0 25 50 75 100 100 100 75 75 50 50 25 25
Urban Fringe Rural Fringe
A
B C