• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

IV KAWASAN BANDUNG UTARA DI KOTA BANDUNG

E. Metode Analisis

8. Implementasi Penerapan PDR dab PES di KBU

Kemungkinan penerapan PDR dan PES akan dilihat dari dua aspek yakni aspek kebijakan terkait KBU dan aspek penyediaan anggaran APBD di 4 kabupaten/kota yang ada di KBU yakni Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung. Dari aspek kebijakan akan dibandingkan dengan prasyarat bisa diterapkannya PDR dan PES di negara-negara yang telah menggunakannya. Sementara dari aspek APBD, ingin melihat peluang APBD sebagai sumberdana pembelian hak membangun dan pemberian insentif penanaman pohon.

A. Struktur Ruang Kawasan Bandung Utara (KBU) 1. Hirarki Perkotaan di KBU

Akibat kedekatannya dengan Kota Bandung yang berdasarkan Pola Dasar Pengembangan Jawa Barat dan Rencana Tata Ruang Propinsi Jawa Barat 2010 ditetapkan sebagai salah satu Pusat Pertumbuhan Utama yang jangkauan pelayanannya mencakup skala nasional, maka KBU merupakan kawasan lindung yang sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pusat pengembangan wilayah. Sebagai bagian dari pusat satuan wilayah pengembangan (SWP) Bandung, maka secara lokal, wilayah KBU tersusun atas kota-kota dengan hirarki yang berorientasi pada hirarki tertinggi (orde pertama) yakni Kota Bandung, dengan hirarki yang lebih rendah yakni sebagai pusat pelayanan skala lokal. Meskipun dalam arahan kebijakan Pemerintah Jawa Barat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 2010 bahwa penentuan pusat pertumbuhan wilayah ini selain didasarkan pada kecenderungan kegiatan sosial ekonomi, juga mempertimbangkan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan pada wilayah pusat pertumbuhan tersebut, namun Kota Bandung sebagai kota orde pertama memiliki pengaruh seluas SWP, sehingga tidak terhindarkan berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan di KBU.

Sebenarnya hal ini telah disadari oleh perencana Kota Bandung sejak Zaman kolonial Hindia Belanda, sehingga Kota Bandung yang lahir pada tahun 1906 pada masa Pemerintah Hindia Belanda bukan dibangun sebagai pusat kegiatan ekonomi tetapi dirancang sebagai tempat permukiman dan peristirahatan (buitenzorg) kaum kolonial dengan menggunakan konsep “Garden City”. Konsep ini pertama kali diformulasikan oleh Ebenezer Howard yang kemudian diterapkan oleh Thomas Karsten dalam mendesain Kota Bandung. Konsep “Garden City” tersebut memiliki karakteristik utama (BAPPEDA Tingkat I Propinsi Jawa Barat, 1998b, hal. I-2) yaitu kontrol terhadap seluruh pemilikan lahan, desain yang seksama terhadap keseluruhan

kota dan tersedianya lahan-lahan pertanian permanen di sekeliling kota sebagai penyangga (green belt).

Berdasarkan kosep “garden city” ini, maka keberadaan lahan pertanian yang ada di KBU semestinya mendapat dukungan dari berbagai lembaga, guna keberlanjutan Kota Bandung itu sendiri. Akan tetapi dengan perkembangan kebijaksanaan seperti di atas dan perkembangan penduduk berdampak pada pertumbuhan kota sejak berdirinya. Menurut BAPPEDA Tk I Provinsi Jawa Barat (1998b, hal. I-4), Kota Bandung telah beberapa kali mengalami perluasan wilayah dan terakhir kali diperluas pada tahun 1987 melalui Peraturan Pemerintah Propinsi Jawa Barat No. 16/1987 menjadi 17.000 ha. Selanjutnya dikatakan bahwa kecenderungan yang terjadi di KBU pada mulanya diawali oleh pembangunan hotel-restoran Bumi Sangkuriang serta perluasan lingkungan kampus ITB yang diikuti oleh perkembangan kawasan-kawasan permukiman berskala besar serta fasilitas perkotaan lainnya yang berlangsung dengan cepat sehingga sukar dikendalikan. Wilayah Kota Bandung yang termasuk KBU telah tumbuh menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru. Di pihak lain Pemerintah Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi (setelah pisah dari Kabupaten Bandung), juga memberlakukan wilayahnya di KBU sebagai pusat-pusat kegiatan ekonomi. Berdasarkan hal itu, maka pertimbangan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan pada wilayah pusat pertumbuhan sebagai kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Barat diindikasikan telah diabaikan.

Berdasarkan kebijaksanaan Pemerintah Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, atas dasar simpul-simpul pertumbuhan dengan pendekatan kependudukan dan kegiatannya, telah di wilayah KBU telah ditetapkan pusat-pusat pertumbuhan berikut (BAPPEDA Tingkat I Propinsi Jawa Barat, 1998a, hal. IV-17):

1. Berdasarkan RUTR Kota Bandung, pusat sekunder di wilayah yang termasuk KBU, ditetapkan (1) Kelurahan Sarijadi (Kecamatan Sukasari) dan (2) Kelurahan Sadangserang (Kecamatan Coblong)

2. Berdasarkan RUTRD Kabupaten Bandung (sebelum dipecah menjadi Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat), telah ditetapkan orde sistem kota-kota yang termasuk KBU berikut:

- Orde I - 0 yang dirancang memiliki kemiripan dengan kota Bandung, untuk Kecamatan Cimahi Tengah, Cimahi Utara, Parongpong dan Kecamatan Cileunyi.

- Orde II - B, meliputi Kecamatan Padalarang - Orde III - A, meliputi Kecamatan Lembang

- Orde III – B, meliputi kecamatan Cikalong Wetan, Cisarua dan Ngamprah. Secara lebih rinci terkait dengan skala pelayanan dan fungsi kota dari masing-masing tingkat hirarki kota tersebut dapat dilihat pada Tabel 25 dan hirarki kota-kota yang ada di KBU, dapat digambarkan secara skematis seperti pada Gambar 17.

Tabel 25. Hirarki Struktur Kota Kabupaten Bandung Di Wilayah KBU Berdasarkan RUTR Kab. Bandung

Hirarki Kota

Skala

pelayanan Nama Kota

Fungsi Kota

Keterangan A B C D

Orde I-0 Lokal Cileunyi * * * * Limpahan peralihan sebagian Kota Bandung Kecamatan Parongpong * * Cimahi Utara * * Lokal Cimahi Tengah * *

Orde II-B Lokal Padalarang * * * * Membantu pelayanan Kota Soreang (Ibu Kota Kab. Bandung)

Orde III-A Lokal Lembang * * + * Kota yang diprioritaskan pertumbuhannya berkembang pesat, sehingga dapat berfungsi sebagai “Vounter Magnet” Orde III-B Lokal Cikalong

Wetan

* * + * Pusat pelayanan Cisarua * * + *

Ngamprah * * * Keterangan:

A : Pusat pelayahan wilayah belakang (hinterland service)

B : Pusat komunikasi antar wilayah (inter regional communication) C : Pusat kegiatan industri (good processing/manufacturing)

- Untuk Kecamatan Cikalong Wetan, Cisarua dan Lembang dikembangkan “agroindstri” dan “home industry” penunjang parawisata

D : Pusat permukiman (residental subcentre) E : Ibu Kota Kab. Pembantu

* : Peningkatan fungsi yang sudah ada + : Pengembangan fungsi baru

Sumber: BAPPEDA Tingkat I Propinsi Jawa Barat, 1998a

Gambar 17. Hirarki kota-kota yang ada di KBU Berdasarkan Kebijaksanaan Pemerintah Kota Bandung (1993) dan Kab. Bandung (1992)

Namun Bappeda Tk I Provinsi Jawa Barat (1998a) memandang pusat-pusat kota tersebut perlu penyesuaian lagi, terutama terhadap kota-kota yang difungsikan sebagai kawasan konservasi (kawasan lindung) agar perkembanganya tidak semakin meluas dan mengganggu fungsi lindung KBU. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, kemudian Bappeda Tk I Propinsi Jawa Barat pada tahun 1998 menetapkan struktur tata ruang KBU yang dibentuk berdasarkan simpul-simpul pertumbuhan dengan pendekatan kependudukan dan kegiatan yang ada, yang secara skematis terlihat seperti pada Gambar 18.

Ada beberapa alasan Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam menetapkan hirarki kota-kota di KBU, seperti disajikan pada tabel berikut:

III-A Ngamprah Kota Bandung III-B III-B III-B II-B I-0 I Cikalong Wetan Padalarang Cimahi Cileunyi Cisarua Parongpong Lembang I-0 I-0

Tabel 26. Alasan Pemerintah Propinsi Jawa Barat Dalam Menentapkan Hirarki Kota-Kota di KBU

No. Kota Kecamatan

Penetapan Hirarki

Kota Alasan Pemerintah Propinsi Jawa Barat

(1) (2) (3) (4)

1. Kota Kecamatan Padalarang

Peningkatan dari kota orde II-B menjadi orde I - 0

Tingginya investasi di sektor perumahan dan adanya keinginan pemerintah untuk menjadikan Kota Padalarang sebagai daerah perkotaan dengan otonomi sendiri, maka diperkirakan akan

berkembang pesat. Untuk itu Kota Padalarang ini ditetapkan sebagai kota penyangga yang

mempunyai kemiripan dengan Kota Bandung. 2. Kota

Kecamatan Cikalong Wetan

Peningkatan dari kota orde III-B mejadi orde III-A

Mempunyai kecenderungan untuk berkembang akibat adanya kegiatan perkebunan dan adanya akses Padalarang – Purwakarta, sehingga untuk mengantisipasi perkembangan kegiatan perkotaan di Kota Kecamatan Cikalong Wetan tanpa membahayakan fungsi kawasan konservasi yang ada.

3. Kota Kecamatan Cisarua

Peningkatan dari kota orde III-B mejadi orde II-B

Mengalami tingkat pertumbuhan yang cukup pesat sebagai akibat adanya pembangunan permukiman oleh para developer dan berfungsi sebagai pusat pelayanan jalur distribusi dan koleksi hasil-hasil pertanian bagi daerah

sekitarnya dan sebagai pusat pelayanan beberapa kecamatan yang ada di sekitarnya dengan tingkat pertumbuhan sedang. 4. Kota Kecamatan Parongpong Penurunan dari orde kota I – 0 menjadi III – A

Semula ditetapkan sebagai penyangga yang memiliki kemiripan dengan Kota Bandung, namun untuk menghindari perkembangan kota meluas hingga ke kawasan konsevasi sehingga perlu diturunkan fungsinya hanya sebagai pusat pelayanan lokal dengan pertumbuhan cepat 5. Kota

Kecamatan Lembang

Peningkatan dari orde kota III-A menjadi II-B

Mengalami tingkat pertumbuhan yag cukup pesat dan berfungsi sebagai pusat pelayanan, yaitu sebagai pusat koleksi dan distribusi hasil-hasil pertanian bagi kota-kota kecamatan yang ada di sekitarnya, sehingga fungsinya perlu dinaikan menjadi pusar pelayanan kota-kota kecamatan yang ada di sekitarnya, dengan tingkat pertumbuhan sedang.

Tabel 26 (lanjutan) (1) (2) (3) (4) 6. Kota Kecamatan Cimenyan Tidak dikategorikan ditetapkan menjadi Kota Orde III-B

Lokasinya berdekatan dengan kawasan lindung dimana pada RUTRD Kabupaten Bandung tidak dikategorikan dalam hirarki kota, tapi dalam kenyataannya mempunyai kegiatan utama di bidang pertanian, yaitu dalam melayani kegiatan yang mendukung pertanian dengan skala pelayanan lokal dengan tingkat pertumbuhan sedang. 7. Kota Kecamatan Cilengkrang Tidak dikategorikan ditetapkan menjadi Kota Orde III-B

Wilayahnya berdekatan dengan Kecamatan Cileunyi dan Cibiru (Kota Bandung), dimana pada RUTRD Kabupaten Bandung tidak dikategorikan dalam hirarki kota, tapi dalam kenyataannya ada aktivitas pertanian yang dilayani, dengan skala pelayanan lokal dengan tingkat pertumbuhan sedang dan perkembangannya dibatasi pada kegiatan yang mendukung pertanian Sumber: BAPPEDA Tingkat I Propinsi Jawa Barat, 1998a

Sumber: BAPPEDA Tingkat I Propinsi Jawa Barat, 1998a

Gambar 18. Hirarki kota-kota yang ada di Kawasan Bandung Utara Berdasarkan Kebijaksanaan Pemerintah Propinsi Jawa Barat (1998)

Kota Bandung Cimenyan I-0 III-A Ngamprah III-A III-B II-B I-0 I Cikalong Wetan Padalarang Cimahi Cileunyi Cisarua Parongpong Lembang I-0 III-A III-B III-B Cilengkrang

Perbedaan di atas, dapat juga dipandang sebagai bentuk perkembangan, dimana pada saat penyusunan RUTRD Kabupaten Bandung pada tahun 1992 dan RTRW Kota Bandung tahun 1993 masih teridentifikasi 9 pusat pertumbuhan, kemudian pada tahun 1998 saat menyusun Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Bandung Utara telah teridentifikasi 11 pusat pertumbuhan.

Dengan telah ditetapkannya kebijakan tersebut, ditinjau dari penggunaan lahan berdampak pada perkembangan fisik wilayah KBU cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kompleks perumahan (real estate) dan berkembangnya sarana dan prasarana wisata. Menurut Bappeda Propinsi Jawa Barat (1998) perkembangan fisik tersebut ditunjang oleh adanya penguasaan tanah yang relatif mudah, pemandangan yang cukup indah, dan berbagai aspek lainnya yang mendorong berkembangnya KBU.

Dilihat dari kegiatan perkotaan, wilayah perencanaan merupaan kawasan permukiman dengan kegiatan penunjang seperti perdagangan, pendidikan, pemerintahan, jasa dan kegiatan lainnya. Menurut Sinulingga (2005), fasilitas pelayanan, jangkauan pelayanan, jumlah penduduk, infrastrutur dan jenis kegiatan ekonomi merupakan dasar dalam penetapan hirarki kota dalam satu SWP.

Dalam perkembangannya, pusat-pusat pertumbuhan yang telah diidentifikasi pada tahun 1992 dan 1998 di atas, pada saat sekarang telah mengalami perkembangan yang berbeda kaitannya dengan fungsinya sebagai pusat pelayanan. Pusat-pusat pelayanan yang ada di KBU pada saat sekarang dapat diuraikan sebagai berikut.

Tabel 27. Orde Kota di KBU Berdasarkan Perkembangan Fasilitas Pelayanan dan Infrastruktur Nama Kota Kedudukan Jangkauan

Pelayahan

Kepadatan penduduk per ha

Fasilitas Pelayanan Infra-struktur Kegiatan Hirarki Kota

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Lembang Pusat pelayanan sosial ekonomi, pemerintahan dan pelayanan umum Luas mencakup Nasional

11 jiwa  Peguruan Tinggi: KOWAD, Sespim POLRI, SESKO-AU, DODIK  Pusat Penelitian Pertanian;  Pusat per-dagangan  Hotel penunjang pariwisata Jaringan jalan kolektor primer (Subang – Bandung)  Industri besar (15);  industri sedang (2) Orde-II Cimahi (Cimahi Tengah, Cimahi Utara) Pusat pelayanan sosisal- ekonomi, ibu kota Kota Cimahi dan pusat pelayanan umum Luas mencakup nasional  Cimahi Tengah: 166 jiwa  Cimahi Utara: 97 jiwa  Pusat perdagang-an;  Rumah Sakit Umum (2)  RS Jiwa (1)

 Pusat Pe-merintahan dan Per-kantoran

 Komplek militer dan pusat pendidikan militer

Akses primer  Cimahi Teng: industri besar (16), idustri sedang (1)

 Cimahi Utara: Industri besar (36) Orde-II Kota Bandung (Sukajadi,S ukasari, Cidadap, Coblong ,Cicendo) Pelayanan subdistrik Luas mencakup nasional  Sukajadi (193),  Sukasari (119),  Cidadap (65),  Coblong (108),  Cicendo (166)  Pusat per-dagangan  PT: ITB, UNPAD, UPI,

NHI, STT Telkom, Politeknik ITB,

Politeknik Swiss, Univ. Maranatha,

 Rumah Sakit Umum (4 )  Rumah sakit spesial (3)

Tabel 27 (lanjutan)

Nama Kota Kedudukan Jangkauan Pelayahan

Kepadatan penduduk per ha

Fasilitas Pelayanan Infra-struktur Kegiatan Hirarki Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kota Bandung (Arcamanik , Cicadas dan Ujung Berung) Pusat pelayanan umum dan pemerintah kecamatan Lokal  Arcama-nik (70)  Cicadas (111)  Ujung Berung (93)  Pusat perdagang-an (2)  RS Umum (1)  Puskesmas (5)

 Terminal Bis Antar Kota dan Antar Prop

 Terminal Angkot

Akses primer  Arca-manik: idustri besar-sedang (16)  Cica-das: Industri besar- sedang (3)  Ujung Berung (23) Orde-II Kota Bandung (Cibiru); Kab. Bandung (Cileunyi) Pusat pelayanan umum dan pemerintah kecamatan Lokal  Cibiru (61)  Cileunyi (95)  SMA (4)  Pusat perdagang-an (1)  RS Umum (1)  Puskesmas (1)  Terminal Bis (1)  Terminal Angkot (1)  Pasar (1)

Akses primer  Cibiru: idustri besar-sedang (10)  Cileu-nyi: Industri besar (5) Orde-II Kota Bandung (Cibeu-nying Kaler dan Cibeu- nying Kidul) Pusat pelayanan umum dan pemerintah kecamatan Lokal  Cibeu-nying Kaler (154)  Cileunyi (307)  SMA (6)  Puskesmas (3)  Pasar (1)

Akses Primer Orde-III

Kab. Bandung (Ngamprah dan

Padalarang)

Ibu Kota Kab. Bandung Barat Lokal  Ngam-prah (29)  Pada-larang (24)  SMA (2)  Puskesmas (1)  Pasar (1)

Akses Primer  Ngam-prah: idustri besar (16)

Tabel 27 (lanjutan)

Nama Kota Kedudukan Jangkauan Pelayahan

Kepadatan penduduk per ha

Fasilitas Pelayanan Infra-struktur Kegiatan Hirarki Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kab. Bandung (Cisarua dan Parongpong ) Ibukota Kecamatan Lokal  Cisarua (12)  Parong-pong (21)  Perguruan Tinggi (5)  SMA (13)  RS Umum (1)  RS Jiwa (1)  Puskesmas (5) Akses sekunder dan Akses Tersier  Parong-pong: industri besar (1) Orde-III Kab. Bandung (Cilengkran g) Ibukota kecamatan

Lokal  11 jiwa  Perguruan Tinggi (1)  SMA ((2)

 Pasar (1)

Akses Tersier Order- III

Kab. Bandung (Cikalong Wetan) Ibukota Kecamatan

Lokal  6 jiwa  SMA (1)  Puskesmas (1)  Pasar (1)

Akses primer  Industri besar (4) Orde-IV

Kab. Bandung (Cimenyan)

Ibukota kecamatan

Lokal  41 jiwa)  SMA (14)  RS Umum (1)  Puskesmas (5)

Akses Tersier Orde- IV

Berdasarkan perkembangan faslitas pelayanan dan infrastruktu saat sekarang tersebut, secara skematis hirarki kota di KBU menjadi seperti tersaji pada Gambar 19.

Keterangan:

: Akses primer : Akses sekunder : Akses tersier

( ) : Kepadatan penduduk

(Gambar bersifat skematis, dan tidak skalamatik/proporsional) Sumber: Hasil Pengolahan

Gambar 19. Hirarki kota-kota yang ada di Kawasan Bandung Utara Berdasarkan Perkembangan Fasilitas Pelayanan dan Infrastruktur

Melihat gambar tersebut, menunjukkan pada saat sekarang telah mengalami perkembangan beberapa pusat pertumbuhan yang diindikasikan pada tahun 1992 dan 1998, dan munculnya orde-orde kota baru yang merupakan ekses dari berkembangnya Kota Bandung menuju Kota Metropolitan. Di wilayah Kabupaten Bandung Barat yakni Kota Kecamatan Parongpong dan Kota Kecamatan Cisarua menuju penyatuan menjadi pusat pelayanan lokal yang melayani seluruh desa-desa yang ada di dua kecamatan tersebut, dengan fungsi primernya sebagai pusat pelayanan jalur distribusi dan koleksi hasil-hasil pertanian dengan akses tersier ke Kota Bandung dan Kota Cimahi tanpa melalui Lembang. Sementara fungsi

Sukasari (119) Cidadap (65) Sukajadi (193) Coblong (108) Cicendo (166) Cimenyan (41) Ngamprah (29) II II I Cikalong Wetan (6) Padalarang (24) Cimahi Tengah (166) Cimahi Utara (97) Cisarua (12) Parongpong (21) Lembang (11) Cilengkrang (11) II III III IV II III IV IV Cibeunying Kaler (154) Cibeunying Kidul (307) Arcamanik (170) Cicadas (111) Ujung Berung (93) Cibiru (61) Cileunyi (95)

sekundernya adalah sebagai pusat perguruan tinggi, pusat kesehatan jiwa, pusat pemerintahan kecamatan dan komplek militer.

Sementara Kota Kecamatan Lembang berkembang menjadi pusat pelayanan tersendiri dengan fungsi primernya adalah pusat koleksi dan distribusi hasil-hasil pertanian. Sedangkan fungsi sekundernya adalah pusat perdagangan, pusat perguruan tinggi dan pusat penelitian, daerah tujuan wisata dan pusat pemerintahan kecamatan dan perkantoran. Dengan lokasinya yang stretegis yang dilalui jaringan kolektor primer (Bandung-Lembang-Subang) dan dari macam kegiatannya yang cukup beragam, sehingga dapat dijadikan pusat pelayanan umum.

Sedangkan Kecamatan Ngamprah menuju penyatuan dengan Kecamatan Padalarang dengan akses tersier dan keduanya berhubungan dengan akses primer langsung ke Kota Cimahi. Penyatuan ini juga didorong oleh telah ditetapkannya Kecamatan Ngamprah sebagai ibukota Kabupaten Bandung Barat (pecahan dari Kabupaten Bandung Induk). Sementara itu Kecamatan Cikalong Wetan menjadi pusat pelayanan lokal dengan perkembangan yang dibatasi oleh kawasan lindung dan lahan perkebunan, sehingga memiliki hirarki yang rendah (orde-IV) dengan akses dibatasi ke Kota Padalarang.

Di Kota Cimahi, Kota Kecamatan Cimahi Tengah dan Kota Kecamatan Cimahi Utara menuju penyatuan menjadi pusat pelayanan umum terutama setelah menjadi Ibu Kota Cimahi, namun demikian tetap dipengaruhi oleh Kota Bandung dengan akses primer. Dilihat dari fungsi kegiatannya Kota Cimahi merupakan fungsi primer dalam peranannya sebagai pusat kegiatan perdagangan regional, pusat industri dan sebagainya. Kemudian kalau dilihat dari fungsi sekundernya dapat diidentifikasi sebagai lokasi perguruan tinggi, pusat kesehatan, pusat pemerintahan dan perkantoran, serta komplek militer.

Di Kota Bandung, beberapa pusat kota yaitu Kecamatan Sukasari, Cidadap, Sukajadi, Coblong dan Cicendo dengan pelayanan yang jumlah kondisi dan jenis kegiatannya dapat dikatakan merupakan pusat pelayanan subdistrik, karena dilihat dari jangkauan pelayanannya sudah cukup luas, termasuk salah satu orientasi orde kota lainnya. Sedangkan Kecamatan Arcamanik, Cicadas dan Ujung Berung memiliki

fungsi primer pusat perdagangan lokal dan menjadi orientasi orde kota lainnya yang lebih rendah. Sementara itu Kota Cibeunying Kaler dan Cibeunying Kidul yang merupakan bagian Kota Bandung sebelah Utara, hanya digunakan sebagai pusat pelayanan lokal untuk penduduk di kelurahan yang ada di 2 kecamatan tersebut dan difokuskan sebagai pusat pelayanan lngkungan dengan bentuk peningkatan fungsi dan kondisi. Selanjutnya Kota Cibeunying Kaler dan Cibeunying Kidul menjadi orientasi Kota Cimenyan yang fungsi primernya adalah pusat pelayanan kegiatan pertanian.

Wilayah Kota Bandung bagian Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung telah tumbuh menjadi satu kesatuan pusat kegiatan yakni Cibiru dan Cileunyi. Dengan letaknya yang strategis dengan akses jalan tol dan akses primer, kedua kota ini menjadi pusat perdagangan lokal dan menjadi orientasi kota orde lainnya yang lebih rendah yakni Kecamatan Cilengkrang yang berkembang sebagai pusat pelayanan kegiatan pertanian dengan skala pelayanan lokal.