• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1 Kerangka Strategi Pengembangan Daya Saing Pisang Mas Kirana Kabupaten Lumajang pada Software Super Decisions

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

Diah Vera Bakti Suryajana1),Jangkung Handoyo M.2) 3), Slamet Hartono2) 1) Alumni Prodi Agrobisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada

2) Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada

3) Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK), Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Indonesia merupakan salah satu negara utama pengekspor udang di dunia. Ekspor komoditas udang merupakan salah satu strategi Indonesia untuk meningkatkan pendapatan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) daya saing ekspor udang beku dan udang segar Indonesia di pasar internasional; (2) posisi daya saing udang beku dan udang segar Indonesia dibandingkan negara pengekspor komoditas tersebut di dunia. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 1981-2013 yang diambil dari FAO. Analisis daya saing ekspor komoditas udang Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio(AR), dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Hasil analisis daya saing udang beku dan udang segar Indonesia dibandingkan dengan 5 negara utama pengekspor udang beku dan udang segar di dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ekspor udang beku dan udang segar Indonesia berdaya saing di pasar internasional dengan nilai rerata RCA udang beku sebesar 3,887, nilai AR udang beku sebesar 1,003, nilai rerata ISP udang beku sebesar 0,986, nilai rerata RCA udang segar sebesar 1,373, nilai AR udang segar sebesar 0,947, dan nilai rerata ISP udang segar sebesar 0,899; (2) daya saing udang beku Indonesia lebih baik dibandingkan Vietnam, Thailand, Tiongkok, dan daya saing udang segar Indonesia lebih baik dibandingkan Tiongkok.

Kata kunci: Daya saing, udang beku, udang segar

1. PENDAHULUAN

Era globalisasi saat ini menuntut setiap negara terbuka dalam perdagangan internasional. Perdagangan menguntungkan bagi setiap negara yang terlibat. Kegiatan ekspor memberikan tambahan penghasilan bagi negara melalui devisa, sedangkan impor membantu terpenuhinya kebutuhan warga negara. Kondisi perdagangan yang semakin bebas menciptakan

persaingan yang lebih ketat. Menghadapi pasar tersebut,

Indonesia dituntut mampu

mengembangkan produk

unggulannya agar memperoleh manfaat yang besar.

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Luas wilayah lautnya sekitar 7,9 juta km² dan panjang garis pantai sekitar 80.791 km² (Tajerin dan M. Noor, 2004). Wilayah laut

yang luas membuat Indonesia menghasilkan komoditas perikanan

yang bernilai jual tinggi.

Tabel 1 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama Tahun 2009- 2013 Rincian Tahun Kenaikan Rata-Rata (%) 2009 2010 2011 2012 2013 2009- 2013 2012- 2013 Nilai (US$ 1.000) 2.466.202 2.863.831 3.521.091 3.853.658 4.181.857 14,26 8,52 Udang 1.007.481 1.056.399 1.309.674 1.304.149 1.684.086 14,39 29,13 Tuna, Cakalang, Tongkol 352.300 383.230 498.591 749.992 764.791 22,82 1,97 Mutiara 22.402 31.429 31.792 31.186 27.766 7,14 -10,97 Rumput Laut 87.773 135.939 157.587 177.923 209.975 25,43 18,01 Kepiting 156.993 208.424 262.321 329.724 359.304 23,32 8,97 Ikan lainnya 723.523 898.039 1.100.576 965.062 1.056.117 10,95 9,44 Lainnya 115.730 150.371 160.550 295.622 79.817 11,96 -73 Sumber : Badan Pusat Data, Statistik, dan Informasi (2015)

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa nilai ekspor komoditas udang terbesar diantara komoditas utama perikanan lainnya. Ekspor udang memberikan sumbangan devisa terbesar. Kenaikan rata-rata nilai ekspor udang tahun 2009-2013 sebesar 14,39%. Pada 2012-2013, nilai ekspor udang Indonesia mengalami kenaikan sebesar 29,13%, lebih besar dari kenaikan rata-rata 2009- 2013. Besarnya peningkatan nilai ekspor tersebut menunjukkan bahwa udang Indonesia diminati pasar internasional dan berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Peran ekspor udang yang besar menjadikan komoditas udang Indonesia menarik untuk diteliti.

Bagaimana daya saing ekspor udang beku dan udang segar Indonesia di pasar internasional dan bagaimana posisi daya saing udang beku dan udang segar Indonesia dibandingkan negara pengekspor komoditas tersebut di dunia penting untuk diketahui.

2. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

XinHua (2008) dalam penelitiannya Comparative Advantage Analysis of Shrimp Production in Asia menyebutkan bahwa tahun 2003, lima negara terbesar yang memproduksi udang di dunia adalah Tiongkok, India, Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Penelitian ini

menggunakan data tahun 1990-2003. Alat analisis yang digunakan adalah RCA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia selama periode 1990- 2013 memiliki nilai RCA>1, yang berarti memiliki daya saing ekspor di pasar internasional.

Penelitian Wati, et al. (2013) yang berjudul Competitivness of Indonesian Shrimp Compare with Thailand Shrimp in Export Market bertujuan membandingkan daya saing ekspor udang segar, udang beku, dan udang olahan dari Indonesia dan Thailand ke Jepang dan Amerika Serikat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCA. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 1989-2010. Hasil penelitian menunjukkan nilai RCA ketiga produk udang Indonesia lebih tinggi dari 1, yang berarti Indonesia memiliki daya saing ekspor untuk ketiga jenis udang tersebut di pasar liberal. Bila dibandingkan dengan Thailand, Indonesia memiliki keunggulan pada produk udang segar dan udang beku, sedangkan Thailand memiliki keunggulan pada produk udang olahan.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengunakan metode dasar deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data rangkaian waktu selama 33 tahun dari 1981-2013. Data tersebut diperoleh dari Food Agriculture Organization (FAO). Daya saing udang Indonesia dibandingkan dengan 5 negara utama pengekspor udang beku (Ecuador, India, Vietnam, Thailand, Tiongkok), dan udang segar (Belanda, Jerman, Thailand, Maroko, Tiongkok) di dunia selama periode 2009-2013.

Pengujian hipotesis pertama dan kedua menggunakan metode Revealed

Comparative Advantage (RCA),

Acceleration Ratio (AR), dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). RCA untuk mengetahui keunggulan komparatif komoditas udang suatu negara di pasar internasional. AR untuk mengetahui percepatan ekspor udang suatu negara dibandingkan dengan percepatan impor udang di dunia. ISP untuk mengetahui posisi suatu negara apakah sebagai pengekspor atau pengimpor komoditas udang.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Daya Saing Ekspor Udang Beku dan Udang Segar Indonesia

Tabel 2 Hasil Analisis Daya Saing Udang Beku dan udang Segar Indonesia Tahun 1981-2013

Komoditas Rerata RCA Indeks AR Rerata ISP

Udang Beku 3,887 1,003 0,986

Udang Segar 1,373 0,947 0,899

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa udang beku dan udang segar Indonesia memiliki daya saing ekspor di pasar internasional. Nilai RCA>1, berarti Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (diatas rata-rata dunia) dalam ekspor udang beku dan udang segar. Nilai AR>1, berarti percepatan pertumbuhan ekspor udang beku Indonesia lebih tinggi dari percepatan pertumbuhan impor udang beku dunia, hal sebaliknya terjadi pada udang segar Indonesia.

Nilai ISP positif menunjukkan bahwa Indonesia pengekspor udang beku dan udang segar di dunia. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa daya saing udang beku Indonesia lebih baik daripada daya saing udang segar.

b. Posisi daya saing udang beku dan udang segar Indonesia dibandingkan negara pengekspor komoditas tersebut di dunia.

Tabel 3 Hasil Analisis Daya Saing Udang Beku Beberapa Negara Tahun 1981- 2013

Negara Rerata RCA Indeks AR Rerata ISP

Ecuador 4,268 1,006 0,999 India 4,784 1,009 0,996 Indonesia 3,887 1,003 0,986 Vietnam 3,382 1,080 0,956 Thailand 1,909 1,024 0,903 Tiongkok 1,090 0,989 0,680

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2016

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa daya saing udang beku Indonesia berada pada posisi 3 diantara 5 negara utama pengekspor udang beku dunia selama periode 2009-2013. Daya saing udang beku Indonesia lebih baik daripada daya saing udang beku Vietnam,

Thailand, dan Tiongkok. Negara Tiongkok memiliki daya saing terendah karena nilai AR < 1 yaitu percepatan ekspor udang beku

Tiongkok berada dibawah

percepatan impor udang beku di dunia.

Tabel 4 Hasil Analisis Daya Saing Udang Segar Beberapa Negara Tahun 1981- 2013

Negara Rerata RCA Indeks AR Rerata ISP

Belanda 5,088 1,007 0,154 Jerman 3,006 1,010 0,212 Thailand 2,162 0,971 0,905 Maroko 1,723 1,228 0,752 Indonesia 1,373 0,947 0,899 Tiongkok 0,798 1,049 0,201

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2016

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa daya saing udang segar Indonesia berada pada posisi 5 diantara 5 negara utama pengekspor udang segar di dunia selama periode 2009-2013. Daya saing udang segar Indonesia lebih baik daripada Negara Tiongkok. Negara Tiongkok memiliki daya saing yang rendah. Rerata RCA udang segar Tiongkok berada dibawah 1 berarti pangsa ekspor udang segar dalam total ekspor komoditas perikanan Tiongkok lebih rendah dibandingkan pangsa produk yang sama di dunia.

5. KESIMPULAN

a. Ekspor udang beku, dan udang segar Indonesia berdaya saing di pasar internasional

b. Daya saing udang beku

Indonesia lebih baik

dibandingkan Vietnam,

Thailand, Tiongkok, dan daya saing udang segar Indonesia

lebih baik dibandingkan Tiongkok.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Data, Statistik, dan Informasi. 2015. Kelautan dan Perikanan dalam angka 2014. <http://statistik.kkp.go.id/index. php/arsip/c/90/Kelautan-dan- Perikanan-Dalam-Angka Tahun2014/?category_id=3v>. Diakses tanggal 18 November 2015.

Tajerin, dan M. Noor. 2004. Daya saing udang Indonesia di pasar Internasional: sebuah analisis dengan pendekatan pangsa pasar menggunakan Model Ekonometrika. Jurnal Ekonomi Pembangunan 9(2): 177-191.

Wati, L. A., Wen-I, Chang, and Moch

Muslich M. 2013.

Competitivness of Indonesia shrimp compare with Thailand shrimp in export market. Wacana 16(1): 24-31.

XinHua, Yuan. 2008. Comparative advantage analysis of shrimp production in Asia. Aquaculture Asia Magazine January-March.

PENGEMBANGAN MODEL PENINGKATAN DAYA SAING GULA MERAH UNTUK