Daya Saing Komoditas Pertanian
PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI MELALUI PENERAPAN AGRICULTURAL
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Sumedang merupakan daerah berbukit dan gunung dengan ketinggian tempat antara 25 – 1.667 m di atas permukaan laut. Sebagian besar Wilayah Sumedang adalah pegunungan, kecuali di sebagian kecil wilayah utara berupa dataran rendah. Kabupaten Sumedang memilki luas lahan 152,220 Ha dan didominasi oleh lahan sektor pertanian sebesar 83.73 %, dengan lahan hutan negara dan hutan rakyat sebesar 36.24 %. Luasnya alokasi lahan kehutanan tersebut menjadi salah satu keunggulan bagi sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang. Produk sub sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif dan non ekstraktif. Produk ekstraktif seperti kayu, rotan, daun, buah, getah dan lain- lain, sedangkan produk non ekstraktif seperti rekreasi alam dan ekowisata.
Produk hasil hasil hutan kayu di kabupaten Sumedang dihasilkan oleh Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang dan hutan rakyat. Komoditas kayu yang dihasilkan oleh KPH Sumedang adalah jati, pinus, mahoni, rimba campuran, dan sonobrit, sedangkan komoditas kayu yang dihasilkan hutan rakyat adalah jati, pinus, mahoni, dan rimba campuran. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perhutani Kab.Sumedang telah merubah pola pengelolaan hutan, dari produksi kayu ke hasil hutan bukan kayu (HHBK). Berdasarkan hal tersebut,
dengan menggandeng Lembaga
dilakukan upaya untuk mengoptimalkan HHBK melalui pengembangan komoditas tanaman ekspor. Kemitraan dengan LMDH, difasilitasi melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM). Melalu program tersebut, LMDH dapat ikut mengelola potensi lahan hutan, untuk ditanami berbagai komoditas tanaman, yang cocok ditanam di bawah tegakan tanaman utama yaitu kayu jati.
a. Permasalahan pada Pengembangan Lada di Daerah Non Sentra Produksi
Luas areal lada di Kabupaten Sumedang yaitu 442 Ha dengan produksi sebesar 164,69 ton pada tahun 2014 (BPS, 2015). Areal lada tersebar pada 21 kecamatan dari 26 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumedang. Luas areal lada terbesar yaitu di Kecamatan Surian seluas 93 Ha, kecamatan Buahdua seluas 83 Ha, sedangkan pada kecamatan lain berkisar pada 2-29 ha.
Produktivitas lada di Kabupaten Sumedang mencapai 511 kg/ha. Pada saat ini, petani belum melakukan seleksi bahan tanaman unggul, pembuatan saluran drainase, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pagar keliling. Pengusahaan lada di Kabupaten Sumedang yaitu lada putih. Lada putih adalah lada yang dihasilkan melalui proses pengupasan atau pemisahan kulit dan pengeringan, sedangkan lada hitam adalah lada yang dihasilkan langsung
melalui proses pengeringan tanpa melalui proses pengupasan atau pemisahan kulit.
Pengembangan lada di Kabupaten
Sumedang melibatkan: lembaga
penelitian, lembaga penyuluhan, pemerintah daerah, kelompok tani dan Perhutani. Pengembangan diawali dengan dibukanya pemanfaatan lahan Perhutani oleh kelompok tani. Peran lembaga penelitian masih sangat terbatas. Penyuluhan dilakukan tidak secara spesifik komoditas lada dan masih pada ruang lingkup materi yang terbatas. Selain itu belum tersedia kebijakan dan
kelembagaan untuk mendorong
penerapan inovasi teknologi lada dari hulu ke hilir. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan sistem inovasi yang didasarkan kepada Knowledge Management dimana penguatan kapasitas didasarkan pada penguatan interaksi antarstakeholder.
b. Penguatan Sistem Inovasi Pertanian
(Agricultural Innovation System)
mendukung Pengembangan Lada Sistem inovasi merupakan suatu sistem sosial dimana pembelajaran (learning), pencarian (searching), dan penggalian atau eksplorasi (exploring) merupakan aktivitas sentral, yang melibatkan interaksi antara orang atau masyarakat dan reproduksi dari pengetahuan individual ataupun kolektif melalui pengingatan (remembering) (Lundvall, 1992). Sistem inovasi pengembangan lada di Kab. Sumedang belum berjalan dengan optimal. Hal ini
tampak dari belum adanya proses pembelajaran (learning), pencarian (searching), dan penggalian atau eksplorasi (exploring) terhadap sistem usahatani spesifik lokasi.
Pengembangan komoditas lada pada daerah pengembangan baru akan menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Inovasi teknologi pertanian
yang berkembang secara
berkesinambungan akan menjadi salah satu kunci utama dalam mengadapi tantangan tersebut. Sistem inovasi pertanian harus terus disempurnakan dan difokuskan pada melayani perubahan
preferensi konsumen dan/atau
menciptakan tren bahan pangan baru yang bermanfaat bagi kesehatan, aman dikonsumsi, dan ramah lingkungan (Sudi, 2014). Oleh karena itu diperlukan keterkaitan sistem produksi dengan pasar. Keberhasilan suatu sistem inovasi dipengaruhi oleh interaksi yang berlangsung dalam sistem. Sistem inovasi sebagai suatu kesatuan dari sekumpulan entitas pelaku, kelembagaan, jaringan, hubungan, interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya, serta proses pembelajaran (Taufik, 2005). Sistem inovasi pengembangan lada di Kab. Sumedang belum melibatkan seluruh pelaku dalam sistem yang terintegrasi. Sistem inovasi mensyaratkan adanya komunikasi dan interaksi antara aktor atau lembaga pengembang dengan pengguna teknologi.
Aliran informasi menjadi penting terutama terkait kebutuhan teknologi dan informasi tentang persoalan nyata yang dihadapi oleh pihak pengguna dalam melakukan proses produksi barang dan jasa sesuai dengan permintaan konsumen. Selain itu aliran informasi memungkinkan terjadinya adopsi teknologi yang dihasilkan oleh pihak pengembang oleh pihak pengguna. Keberadaan aktor atau kelembagaan pengembang dan pengguna teknologi, serta upaya fasilitasi, intermediasi, dan regulasi pemerintah akan menentukan pula keberhasilan sebuah sistem inovasi (Lakitan, 2011).
Stakeholder pada sistem inovasi pertanian terdiri dari: (1) domain pelaku usaha (enterprise domain), (2) domain permintaan (demand domain), (3) domain perantara (intermediary domain), domain Penyuluhan dan Penelitian (education and research domain), dan (5) Struktur Pendukung (support structure) (World Bank, 2014). Kelima komponen dalam sistem tersebut saling terhubung dan mempengaruhi dalam pencapaian tujuan. Dalam Sistem Inovasi pengembangan lada, domain pelaku usaha (enterprise domain) terdiri dari: petani, penyedia sarana produksi, pedagang dan pengumpul, pengolah, dan lembaga transportasi. Domain permintaan (demand domain) terdiri dari: konsumen langsung dan konsumen industri. Domain perantara (intermediary domain) terdiri dari: lembaga penyuluhan, asosiasi petani, asosiasi perdagangan, lembaga
pendamping, lembaga pendanaan, dan lainnya. Domain Penyuluhan dan Penelitian (education and research domain) terdiri dari: lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, dan lainnya. Struktur Pendukung (support structure). Dalam konteks sektor pertanian, secara organisasi pemangku kepentingan dapat dikategorikan dalam lingkup yang lebih luas, yakni
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, dan komunitas. Secara perorangan atau kelompok, pemangku kepentingan mencakup aparat pemerintah (lingkup nasional hingga lokal), peneliti, penyuluh, petani (kontak tani, pemilik, penggarap, buruh tani), pedagang (sarana produksi dan hasil pertanian), penyedia jasa (alsintan dan transportasi), dan pihak- pihak terkait lainnya (Iqbal, 2007).
Stakeholder utama dalam sistem pengembangan lada di Kabupaten Sumedang terdiri dari: (1) petani, (2) agroindustri, (3) pedagang dan eksportir, (4) pemerintah daerah, (5) asosiasi, (6) lembaga keuangan, dan (7) lembaga penelitian. Pemetaan terhadap kebutuhan pelaku menunjukkan bahwa setiap pelaku memiliki kebutuhan yang berbeda (Tabel 1), yang dalam proses pencapaian tujuan perlu dipertimbangkan dan diakomodasi.
Tabel 1 Pemetaan Kebutuhan Pelaku dalam Sistem
No Pelaku Aspek Kebutuhan
Penjelasan Kebutuhan 1 Petani Bahan Baku Ketersediaan
sarana produksi pertanian Ketersediaan benih unggul Teknologi Ketersediaan teknologi budidaya Pelatihan dan Pendampingan Pemasaran Informasi harga
Respon harga terhadap peningkatan mutu produk
Infrastruktur Kondisi jaringan jalan usahatani Kebijakan Kebijakan adopsi
dan diseminasi teknologi Pendanaan Suku bunga yang
rendah
Skim pendanaan yang sesuai 2 Agroindustri Bahan Baku Bahan baku
sesuai standard Teknologi Ketersediaan
teknologi
Pelatihan dan pendampingan Pemasaran Pemasaran yang
terintegrasi Informasi harga Respon harga terhadap peningkatan mutu produk
Infrastruktur Kondisi jaringan jalan usahatani Infrastruktur energi Kebijakan Iklim usaha
Kebijakan peningkatan investasi Kebijakan pemberdayaan UKM
Pendanaan Suku bunga yang rendah Skim pendanaan yang sesuai 3 Pedagang dan Eksportir
Produk Mutu produk yang sesuai persyaratan Pemasaran Informasi harga Kebijakan Iklim usaha
Kebijakan peningkatan investasi Kebijakan pengembangan jaringan usaha Pendanaan Suku bunga yang
rendah Pinjaman 4 Pemerintah Daerah Klaster Komoditas Model pengembangan rantai nilai Pendanaan Model pendanaan 5 Asosiasi Kelembagaan Dukungan
No Pelaku Aspek Kebutuhan Penjelasan Kebutuhan penguatan kelembagaan Kebijakan Kebijakan pengembangan jaringan usaha 6 Lembaga keuangan Pendanaan Kebutuhan pendanaan Dukungan penjaminan pemerintah daerah Informasi kelayakan investasi agroindustri Informasi dan perilaku risiko investasi agroindustri 7 Lembaga Penelitian
Teknologi Sistem adopsi teknologi
Berdasarkan keragaman
kebutuhan tersebt, Sistem Inovasi Pertanian (Agricultural Innovation System) pada pegembangan lada di daerah baru ditentukan oleh peran dan pengaruh stakeholder dalam: (1) penyediaan bahan baku, (2) teknologi, (3) adopsi inovasi, (4) produksi, (5) pasca panen dan pengolahan produk, (6) pemasaran, (7) pembentukan harga, (8) transportasi, (9) standarisasi dan mutu, (10) sistem pertanian berkelanjutan. Berdasarkan kepentingan dan pengaruh maka dilakukan pemetaan yang digambarkan dalam matriks stakeholder. Lembaga yang memiliki kepentingan rendah dan
pengaruh tinggi adalah lembaga
keuangan, lembaga penelitian, lembaga penyuluhan. Lembaga yang memiliki kepentingan tinggi dan pengaruh rendah adalah petani dan agroindustri, dan asosiasi. Lembaga yang memiliki kepentingan tinggi dan pengaruh tinggi adalah pedagang dan eksportir.
Strategi yang dapat ditempuh
adalah pengembangan Knowledge
Management bagi peningatan pelibatan stakeholder secara substansial dalam proses pengembangan komoditas lada di daerah pengembangan dengan harapan akan terjadi diseminasi teknologi lada yang optimal. Knowledge Management merupakan keahlian yang dimiliki oleh suatu sistem baik secara operasional dan strategis. Knowledge Managementsecara operasional mengandung pengertian
bahwa manajemen pengetahuan
merupakan aktifitas pelaku pada sistem komoditas lada dimana terjadi
pengembangan dan pemanfaatan
pengetahuan. Knowledge Management secara strategis mengandung pengertian
bahwa manajemen pengetahuan
merupakan langkah untuk memantapkan seluruh pelaku menuju sistem komoditas yang berbasis pengetahuan. Berdasarkan kedua strategi ini maka akan terbangun Sistem Inovasi Pertanian Komoditas Lada yang berkelanjutan dimana seluruh komponen sistem memberikan kontribusi secara bersama atau individu terhadap pengembangan difusi dan penggunaan teknologi baru serta memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses perubahan teknologi pertanian.