• Tidak ada hasil yang ditemukan

PASAR INTERNAL

TENGGARA BARAT

Irma Mardian, Muji Rahayu dan Arif Riyadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB

Abstrak

Harga bawang merah seringkali mengalami fluktuasi. Pada musim panen raya harga bawang merah rendah dan sebaliknya padaoff season. Petani bawang merah harus meningkatkan produktivitas untuk mengantisipasi penurunan harga sehingga tetap memperoleh keuntungan yang memadai. Kendala yang dihadapi petani bawang merah selain harga adalah hama penyakit terutama hama ulat. Daya saing komoditas bawang merah rendah disebabkan faktor cara pengendalian hama ulat yang tidak rasional. Petani menggunakan pestisida melebihi dosis anjuran sehingga usaha tani menjadi tidak efisien dan meninggalkan residu yang berbahaya baik pada produk dan lingkungan. Pengkajian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi usaha tani bawang merah melalui pengendalian hama ulat pada bawang merah menggunakan feromon exi sehingga daya saing terutama harga jual bawang merah dapat bersaing. Pengkajian ini dilakukan pada bulan Juni - Oktober 2015 di salah satu sentra produksi bawang merah yaitu Desa Risa kecamatan Woha Kabupaten Bima menggunakan metode action researchdi lahan petani. Teknologi yang diintroduksikan adalah feromon exi yang dipasang pada saat tanam sebagai perangkap ngengat jantan Spodotera Exigua dibandingkan dengan cara konvensional petani mengendalikan hama ulat. Hasil kajian menunjukkan adanya peningkatan efisiensi usaha tani akibat penggunaan feromon exi. Biaya pestisida dan tenaga kerja menurun rata-rata 14,86 % dan 6,91 %. Titik impas harga turun dari Rp. 7.736/kg menjadi Rp 5.707/kg sehingga disimpulkan penggunaan feromon exi dapat meningkatkan daya saing harga bawang merah.

Kata kunci: bawang merah, daya saing, harga, feromon exi

1. PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sering mengalami fluktuasi harga. Pada saat musim panen raya harga bawang merah cenderung rendah dan sebaliknya harga bawang merah melonjak tinggi di luar musim panen raya. Selama kurun waktu 2015 bawang merah telah menyebabkan inflasi sebanyak dua kali yakni bulan Maret

dan bulan Juni 2015 (Sari, 2015; dan Pujiastuti, 2015).

Fluktuasi harga bawang merah ini merupakan dampak dari kekurangan supplay sedangkan permintaan konsumen tinggi. Fluktuasi produksi bawang merah antara lain disebabkan karena kondisi

budidaya tanaman yang sangat

dipengaruhi oleh aplikasi teknologi, serangan hama penyakit, dan kondisi cuaca sehingga pasokan tidak seimbang

dengan kebutuhan konsumsi (Rosyadi dkk, 2015).

Kendala usaha tani bawang merah yang paling utama adalah serangan hama ulat. Dalam mengatasi serangan hama ulat, petani di Bima menerapkan cara pengendalian yang tidak rasional. Penggunaan pestisida melebihi dosis anjuran sehingga mengakibatkan sistem usaha tani tidak efisien. Biaya pengendalian cukup tinggi terutama biaya pestisida dan biaya upah tenaga kerja untuk pengendalian serangan hama ulat. Hal ini berdampak pada peningkatan biaya produksi. Akibatnya daya saing harga bawang merah petani rendah. Oleh karena itu, petani harus meningkatkan efisiensi usaha tani dan meningkatkan produktivitas untuk mengantisipasi penurunan harga sehingga tetap memperoleh keuntungan yang memadai.

Pengkajian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi usaha tani bawang merah melalui pengendalian hama ulat pada bawang merah menggunakan feromon exi sehingga daya saing bawang merah dapat meningkat.

2. KAJIAN LITERATUR

Sangat disadari bahwa berusaha tani bawang merah banyak kendala yang dihadapi terutama kendala teknis yakni hama dan penyakit (Sumarni dan Hidayat, 2005; Sutrisna, 2011). Bahkan saat ini

serangan organisme pengganggu tanaman makin bertambah (Suastika dkk, 2006). Untuk mengendalikan hama ulat bawang merah, BB Biogen telah menghasilkan teknologi yang efektif, efisien, murah, dan ramah lingkungan, yaitu dengan memanfaatkan feromon seks, yang dikenal dengan Feromon-Exi (Sutrisna, 2011; Anonimus, 2011).

Cara penggunaan feromon tersebut adalah sebagai berikut: (1) sebagai alat monitor keberadaan dan perkembangan populasi serangga hama di lapangan, (2) untuk penangkapan massal serangga jantan (mass trapping), (3) untuk mengacaukan proses perkawinan (mating disruption) dan membantu proses

penyebaran entomopatogen

(autodissemination) (Permana dan Roestaman, 2006).

Penerapan inovasi teknologi feromon seks pada pertanaman bawang merah dapat mengurangi penggunaan insektisida (Haryati dan Nurawan, 2009).

3. METODE PENELITIAN

Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober 2015. Di Desa Risa Kecamatan Woha Kabupaten Bima yang merupakan salah satu sentra produksi

bawang merah. Pengkajian ini

menggunakan metoda action research di lahan petani. Adapun teknologi yang

diterapkan adalah penggunaan feromon exi sebagai perangkap ngengat jantan Spodoptera Exigua untuk mengendalikan hama ulat. Sebagai pembandingnya adalah cara konvensional petani dalam mengendalikan hama ulat. Data yang dikumpulkan dengan bantuan kuisioner adalah input usaha tani seperti biaya sarana produksi; bibit, pupuk, pestisida, fungisida, herbisida, feromon exi dan tenaga kerja, serta output usaha tani. Selanjutnya dianalisis R/C, B/C dan BEP (Swastika, 2004). Data lainnya dianalisis secara deskriptif, dijelaskan dengan bantuan tabel, grafik atau diagram.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Existing Sistem Usaha Tani Bawang Merah di Kabupaten Bima, NTB

Kabupaten Bima merupakan salah satu sentra produksi bawang merah nasional dengan rata-rata produksi pada tahun 2015 sebesar 125.057 ton. Penanaman bawang merah dilakukan 2-3 kali setahun. Luas tanam pada musim hujan (MH) mencapai 850 - 1.000 Ha di tanam pada bulan Oktober – Maret. Pada musim kemarau (MK) I areal tanam mencapai 5.000 - 6.000 Ha (April - Juni), dan MK II areal tanam mencapai 4.000 - 5.000 Ha (Juli - September) (Dinas Pertanian, 2015).

Dalam manajemen budidaya

bawang merah petani umumnya

menggunakan benih umbi daripada benih dari biji sehingga rentan terserang hama penyakit bawaan dari benih sendiri maupun karena kondisi lingkungan. Penggunaan benih yang kurang memperhatikan aspek mutu seringkali menurunkan produktivitas petani.

Hama yang menjadi kendala utama petani bawang merah di Bima adalah hama ulat. Penanganan pestisida dosis tinggi dengan pencampuran berbagai macam menjadi pola kebiasaan petani. Hal inilah yang menyebabkan usaha tani bawang merah menjadi tidak efisien. Biaya produksi untuk pembelian pestisida cukup tinggi demikian pula kebutuhan tenaga kerja.

Harga bawang merah di Bima juga mengalami fluktuasi sebagaimana kondisi supplay dan permintaan. Harga bawang merah cukup murah pada musim panen raya dan tinggi pada off season. Di Bima panen raya umumnya terjadi pada bulan Agustus - Oktober, pada bulan tersebut harga bawang merah berkisar Rp 6.000- 8.000/kg untuk mutu sedang sedangkan untuk bawang merah mutu super Rp 9.000- 11.000/kg (Gambar 1.)

b. Penggunaan pestisida, Tenaga Kerja dan Produktivitas

Penggunaan berlebihan akan menimbulkan resiko penimbunan residu pada produk dan lingkungan. Kebiasaan petani mencampur berbagai macam pestisida, fungisida dan herbisida dalam satu aplikasi berpotensi menyebabkan fungsi obat-obatan tersebut tidak maksimal karena adanya efek saling menetralkan. Dampak nyata yang dirasakan petani adalah hama menjadi semakin resisten sehingga penggunaan pestisida semakin ditingkatkan. Kondisi ini menyebabkan rendahnya daya saing produk baik dari aspek harga maupun kualitas produk.

Tanpa penggunaan feromon exi sebagai perangkap ngengat jantan Spodoptera Exigua, biaya yang dikeluarkan petani untuk pestisida cukup tinggi mencapai 43,40 % dari biaya sarana produksi (tabel 1). Pada MK II petani mengaplikasikan pestisida hampir setiap

hari. Hal ini disebabkan tingkat serangan hama terutama hama ulat sangat tinggi.

Hasil pengkajian menunjukkan aplikasi feromon exi berdampak pada perubahan penggunaan pestisida. Petani pengguna feromon exi merasakan penggunaan pestisida dapat dikurangi. Tanpa aplikasi feromon exi kebutuhan biaya pestisida rata-rata sebesar Rp. 19.798.750 sedangkan dengan aplikasi feromon exi biaya pestisida berkurang menjadi Rp. 16.856.250 penurunan sebesar 14,86 % (tabel 1.) Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Haryati dan Nurawan, 2009 di Cirebon bahwa penggunaan feromon seks mampu mengurangi penggunaan pestisida.

Kendatipun serangan hama ulat berkurang, petani tetap mengaplikasikan pestisida sebagai tindakan preventif. Sebelum aplikasikan feromon exi intensitas penyemprotan pestisida dilakukan setiap hari namun dengan aplikasi feromon exi maka penyemprotan dapat dijarangkan setiap dua atau tiga hari sekali. Perangkap feromon exi mampu menurunkan populasi ngengat Spodoptera Exigua jantan sehingga serangan hama ulat berkurang (Permana dan Rustaman, 2006).

Biaya tenaga kerja mengalami penurunan dari Rp 16.287.500 menjadi 15.162.500. Penurunan biaya tenaga kerja hanya sebesar 6,91% karena petani tetap

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 JA N P E B M A R A P R M E I JU N JU L A G S T S E P T O K T N O V D E S H a rg a ( R p .) /k g Bulan

Data Harga Bawang Merah Tingkat Petani di Kab. Bima 2013-2015

2013 2014 2015

melakukan penyemprotan pestisida sebagai tindakan preventif.

Tinjauan aspek produktivitas menunjukkan adanya peningkatan yakni tanpa penggunaan feromon exi rata-rata produksi petani 8.675 t/ha pada musim kemarau dengan tingkat serangan hama ulat cukup tinggi. Namun dengan mengaplikasikan feromon exi untuk perangkap ngengat jantan Spodoptera Exigua maka terjadi penurunan intensitas serangan sehingga produktivitas meningkat menjadi rata-rata 11.075 t/ha.

c. Analisis Usaha Tani Bawang Merah Non Feromon exi dan Aplikasi Feromon Exi

Bawang merah merupakan

komoditas unggulan yang bernilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang menjadi alasan petani begitu tertarik untuk melakukan usaha tani bawang merah sebagai mata pencaharian. Namun jika petani benar-benar memperhitungkan profitabilitas usaha tani secara yang biasa dilakukan secara konvensional keuntungan yang diperoleh sangat rendah bila dibandingkan dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Hasil analisis profitabilitas usaha tani bawang merah cara konvensional petani pada musim kemarau (MK) II di Kabupaten Bima menunjukkan biaya sarana produksi sangat tinggi Rp. 45.615.000 dan biaya tenaga kerja Rp.

16.287.500 sehingga total biaya sebesar Rp. 66.902.500 sedangkan penerimaan hanya Rp. 69.400.000. Akibatnya rasio R/C sebesar 1,037. Pendapatan petani hanya rata-rata Rp. 2.497.500 per satu musim tanam. Pendapatan ini cukup kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup rumah tangga tani. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Rosyadi dkk, 2015 di kabupaten Brebes ratio R/C usaha tani bawang merah hanya sebesar 1,1.

Tabel 1 Analisis Profitabilitas Usaha Tani Bawang Merah/ha pada MK II di Kabupaten Bima, NTB

No. Komponen Nilai (Rp)

Non Feromon Exi

1 Sewa lahan 5,000,000 5,000,000 2 Biaya Saprodi 45,615,000 42,268,750 A. Benih 16,700,000 16,700,000 B. Pupuk 3,058,750 3,070,000 C. Pestisida 19,798,750 16,856,250 D. Fungisida 5,057,500 4,392,500 E. Herbisida 1,000,000 1,000,000 F. Feromon Exi 0 250,000 3 Biaya Tenaga Kerja 16,287,500 15,162,500 4 Total Biaya 66,902,500 62,431,250 5 Penerimaan 69,400,000 88,600,000 6 Pendapatan 2,497,500 26,168,750 7 R/C 1.037 1.419 8 B/C 0.037 0.419 9 BEP Produksi (kg) 8,363 7,804 10 BEP Harga (Rp) 7,736 5,707

Sumber: data primer diolah, 2015

Analisis profitabilitas menunjukkan adanya peningkatan rasio R/C dan B/C menjadi 1,419 dan 0,419 akibat aplikasi feromon exi pada usaha tani bawang merah. Angka ini menunjukkan bahwa

petani memperoleh keuntungan 41,9% dari total biaya yang dikeluarkan dengan aplikasi feromon exi. Pendapatan petani

meningkat menjadi Rp.

26.168.750/ha/musim. Peningkatan produktivitas bawang merah dan efisiensi biaya menurunkan BEP harga dari Rp. 7.736 menjadi Rp. 5.707. Oleh karena itu, petani tetap memperoleh keuntungan yang memadai meskipun pada musim kemarau bulan Agustus-Oktober harga bawang merah pada level rendah (murah)

5. KESIMPULAN

1. Penggunaan feromon exi meningkatkan efisiensi usaha tani ditandai dengan penurunan biaya pestisida 14,86 % dan biaya tenaga kerja 6,91 %.

2. Analisis usaha tani menunjukkan peningkatan pada ratio R/C dari 1,037 menjadi 1,419 dan ratio B/C dari 0,037 menjadi 0,419.

3. Daya saing harga bawang merah petani meningkat karena penggunaan feromon exi yakni BEP harga menurun dari Rp. 7.736/kg menjadi Rp. 5.707/kg.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapkan pada petani kooperator dan PPL desa Risa yang telah banyak membantu dalam proses penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2011. Penandatanganan Lisensi Feromon Exi. Warta Biogen 7(2): 1-2

Dinas Pertanian Kabupaten Bima, 2015. Pengembangan Komoditi Bawang Merah Di Kabupaten Bima

Haryati dan Nurawan, 2009. Peluang Pengembangan Feromon Seks Dalam Pengendalian Hama Ulat Bawang (Spodoptera Exigua) Pada Bawang Merah. Jurnal Litbang Pertanian, 28(2): 72-77

Permana, A.G dan Rostaman, 2006. Pengaruh jenis perangkap dan feromon seks terhadap tangkapan ngengat jantan spodoptera exigua. J. HPT Tropika. 6(1): 9- 13

Pujiastuti, L. 2015. Bawang dan Cabai Komoditas paling sensitive sumbang inflasi. Diakses pada tanggal 17 November 2015 pada

http://finance.detik.com/read/2015/06/1 1/144149/2939732/4/bawang-dan- cabai-komoditas-paling-sensitif- sumbang-inflasi

Rosyadi,I. D. Soebagyo, Dan Suyatmin. 2015. Profitabilitas Dan Efisiensi Usahatani Bawang Merah. The 2nd University Research Coloquium: 389- 400.

Sari, E.V. 2015. Inflasi Terjadi pada Maret, Bawang Merah Penyebabnya. diakses pada tgl 17 nov 2015 pada

(http://www.cnnindonesia.com/ekonom i/20150401170604-78-43616/inflasi- terjadi-pada-maret-bawang-merah- penyebabnya/)

Suastika, I.B.K., A.T. Sutiarso, K.I. Kariada, dan I.B. Aribawa. 2006. Pengaruh Perangkap Lampu terhadap Intensitas

Serangan Hama dan Produksi pada Budi Daya Bawang Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Sumarni, N dan Hidayat, A. 2005. Panduan Teknis PTT Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung

Sutrisna, N. 2011. Aplikasi Feromon-Exi untuk Mengendalikan Ulat Bawang Merah (Spodoptera exigua). Agroinovasi edisi 13-19 Juli 2011. No. 3414. Tahun XII

Swastika, D.K.S. 2004. Beberapa Teknis Analisis Dalam Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian.

Jurnal Pengkajian Dan

Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(1): 90-103. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

ANALISIS DAYA SAING TEMBAKAU INDONESIA DI PASAR DUNIA