• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

2. Variabel-variabel dalam menganalisis peranan PKL terhadap pembangunan kota Bogor :

3.5.4. Analisis AHP SWOT

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) menjadi salah satu alat analisis paling populer dalam perencanaan strategik. Analisis ini muncul pada tahun 1960-an (Learned et al. 1965), dan dipopulerkan oleh Weihrich (1982). Alat ini digunakan untuk analisis situasi internal dan eksternal, yang selanjutnya mendukung perumusan strategi yang dapat menyelesaikan situasi tersebut.

Analisis SWOT adalah alat analisis yang banyak diaplikasikan dalam analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mendapatkan pendekatan sistematis bagi suatu situasi keputusan strategik. Faktor internal dan eksternal yang sangat penting bagi masa depan usaha disebut sebagai faktor strategik. Dalam SWOT faktor-faktor ini (disebut sebagai faktor-faktor SWOT) dikelompokkan menjadi empat kategori yang disebut sebagai grup SWOT yaitu : kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Tujuan utama penggunaan SWOT dalam proses perencanaan strategikadalah membangun dan mengadopsi strategi yang dihasilkan dari kecocokan antara faktor-faktor internal dan eksternal. SWOT juga dapat digunakan jika alternatif strategi tiba-tiba muncul dan konteks keputusan yang relevan dengan aternatif tersebut sudah dianalisis (Kangas et al. 2001).

Jika digunakan dengan benar, analisis SWOT dapat menjadi dasar yang baik untuk merumuskan strategi. Analisis SWOT juga dapat digunakan lebih efisien dibandingkan penggunaan lazimnya (McDonald, 1993).

SWOT juga tidak memiliki cara analitik dalam menetapkan arti penting faktor atau menilai alternatif keputusan terkait dengan faktor tersebut. Jika digunakan secara individual, SWOT adalah analisis kualitatif yang dibuat dalam proses perencanaan berdasarkan kemampuan dan keahlian orang yang terlibat dalam proses tersebut. Hasil analisis SWOT seringkali hanya merupakan daftar atau uji kualitatif yang tidak lengkap terhadap faktor-faktor internal dan eksternal. Inilah mengapa SWOT seringkali disebut sebagai So WOT (Kangas et al. 2001)

Ide dalam mengkombinasikan AHP (Saaty, 1977, 1980) dalam kerangka kerja SWOT adalah agar dapat secara sistematis mengevaluasi faktor-faktor SWOT dan membuatnya dapat terukur terkait dengan intensitasnya (Kurttila et al. 2000). Kualitas AHP dipandang dapat menjadi karakteristik yang berguna dalam analisis SWOT. Nilai tambah dari analisis SWOT diperoleh dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) antara faktor-faktor SWOT dan selanjutnya menganalisisnya menggunakan teknik nilai eigen (eigen value) seperti yang diaplikasikan dalam AHP. SWOT dapat menjadi kerangka dasar untuk melakukan analisis situasi keputusan dan AHP akan membuat SWOT lebih analitik. Metode hibrid ini sering disebut sebagai A'WOT (Kangas et al. 2001).

Setelah melakukan perbandingan informasi kuantitatif yang berguna, dapat diperoleh situasi pembuatan keputusan. Berdasarkan perbandingan faktor-faktor SWOT dan grupnya maka dapat dianalisis apakah suatu kelemahan tertentu lebih membutuhkan perhatian dibandingkan kelemahan lainnya atau apakah ancaman terhadap perusahaan di masa datang lebih besar dibandingkan peluangnya (Kurttila et al. 2000). Di sisi lain, A'WOT membuat alternatif pilihan dapat dievaluasi untuk masing-masing faktor SWOT dan setiap grup SWOT (Pesonen et al. 2000). Jika arti penting dari berbagai grup SWOT sudah ditetapkan, alternatif pilihan dapat diprioritaskan terkait dengan situasi pilihan strategik secara keseluruhan.

Dalam konteks penelitian ini, untuk merumuskan strategi pemberdayaan khususnya bagi PKL di kota Bogor dilakukan menggunakan kombinasi SWOT dan AHP. Matrik SWOT digunakan untuk memformulasikan berbagai alternatif pilihan strategi dalam pengelolaan PKL di Bogor.

Metode hibrid A’WOT dilakukan menggunakan tahapan-tahapan seperti yang dikemukakan oleh Kangas et al. (2001) dimana terdapat 5 tahapan dalam mengkombinasikan kedua metode tersebut. Tahapan-tahapan ini dijelaskan sebagai berikut:

(i) Melakukan Analisis SWOT

Analisis SWOT dapat dipahami sebagai pengkajian kekuatan dan kelemahan internal suatu organisasi serta peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Alat umum digunakan dalam tahap awal pembuatan kebijakan perencanaan strategik untuk beragam jenis aplikasi. Jika diaplikasikan dengan benar, keputusan strategi yang baik dapat diperoleh. Secara skematis analisis SWOT disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Analisis SWOT

Sumber : Flouris dan Yilmaz (2010)

Proses awal yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT adalah pengambilan data yaitu evaluasi faktor internal dan eksternal. Dalam penelitian ini, pengambilan data internal dan eksternal pengelolan PKL di kota Bogor dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner dari responden pakar dan

stakeholder. Dalam hal ini peneliti mendaftar faktor internal kunci (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal kunci (peluang dan ancaman) yang disebutkan atau diidentifikasikan dari responden (Marimin, 2004) ke dalam matrik internal dan eksternal.

(ii) Melakukan Perbandingan Berpasangan Antar Faktor-faktor SWOT yang Dilakukan Secara Terpisah dalam Setiap Grup SWOT

Data yang didapatkan dimasukkan dalam matrik internal dan eksternal untuk dilakukan pembobotan. Matrik internal dan eksternal berisi daftar faktor internal

KEKUATAN

KELEMAHAN PELUANG

ANCAMAN

dan eksternal kunci yang didapatkan pada tahap pengumpulan data. Contoh matrik internal dan eksternal disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Matrik Internal dan Eksternal

Faktor Rating Skor Faktor Internal (kekuatan – kelemahan)

1. Kekuatan (Strengths)  S1  S2  S3  S4  …. Total 2. Kelemahan (Weaknesses)  W1  W2  W3  W4  …. Total

Faktor Eksternal (peluang – ancaman)

3. Peluang (Opportunities)  O1  O2  O3  O4  …. Total 4. Ancaman (Threats)  T1  T2  T3  T4  …. Total Sumber : Marimin (2004)

Dari daftar faktor internal dan eksternal tersebut dilakukan pembobotan faktor-faktor kunci. Tujuannya adalah mensistematiskan masalah dan menyelesaikannya pada berbagai level dan beragam aspek. Skala yang digunakan adalah skala Likert 1, 2, ..., 9 untuk menunjukkan perbandingan dari semua bobot sehingga membentuk suatu matrik. Skala perbandingan berpasangan yang dikembangkan oleh Saaty (1993) disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Skala Perbandingan Berpasangan

Nilai

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya

5

Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya 7

Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam kenyataan

9

Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi menguatkan 2,4,6,8

Nilai-nilai di antara dan pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua komponen di antara dua pilihan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibanding dengan i

Sumber : Saaty (1993)

Data yang didapatkan dari masing-masing responden ahli disebut sebagai Matrik Pendapat Individu (MPI). Contoh formulasi matrik pendapat individu disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Matrik Pendapat Individu (MPI)

G C1 C2 ……. Cn C1 a11 a12 …… a1n C2 a22 …… a …. 2n a.... ….. Cn Ann

Keterangan : G = Faktor internal atau eksternal; C = Faktor ke-n Sumber : Diadopsi dari Chang, Huang (2005)

Dalam hal ini C1, C2, …, Cn adalah set elemen faktor kunci dalam SWOT dan G adalah grup SWOT. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matrik n x n. Nilai aij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.

Mengingat bahwa terdapat beberapa responden dengan respon penilaian yang berbeda, maka matrik pendapat individu ini perlu digabungkan sehingga akan dihasilkan apa yang disebut sebagai Matrik Pendapat Gabungan (MPG). MPG merupakan matrik baru yang elemen-elemennya ( ) berasal dari rata-rata geometrik elemen matrik pendapat individu yang nilai rasio konsistensinya (CR) memenuhi syarat. Matrik ini selanjutnya digunakan untuk mengukur tingkat konsistensi serta vektor prioritas dari elemen-elemen hirarki yang mewakili semua responden. MPG ini didapatkan dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :

Dimana = MPG baris ke-i kolom ke-j dan m adalah jumlah MPI (atau aij adalah matrik pendapat individu).

Jika menggunakan AHP untuk menentukan bobot kriteria dalam perbandingan berpasangan maka harus membentuk matrik perbandingan berpasangan (A). Dalam struktur hirarki ini, faktor untuk setiap level ditandai sebagai A1, A2, ..., An. Berdasarkan indek dari level di atas, bobot faktor w1,w2, ..., wn ditentukan. Arti penting relatif ai dan aj ditunjukkan sebagai aij. Matrik perbandingan berpasangan dari faktor A1, A2, ..., An adalah A = [aij] sedangkan elemen-elemennya ditunjukkan dalam formula :

Dalam martik ini, berpandingan berpasangan dari elemen aij = 1/aij dan dengan demikian jika i = j, aij = 1. Nilai wi bervariasi antara 1 sampai 9 (Tabel skala penilian).

Setelah dilakukan berbandingan berpasangan pada MPG, pengolahan berikutnya adalah mencari vektor antara (VA) dan vektor prioritas (VP). Vektor priotitas inilah yang disebut sebagai bobot. Contoh formulasi matrik pendapat gabungan, VA, dan VE disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Perbandingan berpasangan pada Matrik Pendapat Gabungan (MPG), VA, dan VP (bobot)

G C1 C2 ……. Cn VA VP (bobot) C1 a11 a12 …… a1n VAC1 VPC1 C2 a21 A22 …… a2n VAC2 VPC …. 2 …… …… a.... ….. …. …. Cn an1 An2 …… Ann VACn VPCn Jumlah VAtot

Rumus yang digunakan dalam menghitung VA dan VP adalah sebagai berikut :

Dan

Saaty (1993) menyatakan bahwa nilai eigen maksimum (λmax) dapat dihitung menggunakan formulasi sebagai berikut :

Jika A adalah matrik yang konsisten, eigen vector w dapat dihitung menggunakan rumus :

(A − λmax I)w = 0

dimana λmax adalah eigen value maksimum dari matrik A, w adalah vektor bobot, dan I adalah matrik identitas.

Untuk menentukan indek konsistensi suatu matrik, dilakukan uji konsistensi. Konsistensi logis menunjukan intensitas relasi antara pendapat yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu dan saling membenarkan secara logis. Tingkat konsistensi menunjukkan suatu pendapat mempunyai nilai yang sesuai dengan pengelompokan elemen pada hirarki. Tingkat konsistensi juga menunjukan tingkat akurasi suatu pendapat terhadap elemen-elemen pada suatu tingkat hirarki. Untuk mengetahui indeks konsistensi (CI) digunakan formulasi sebagai berikut :

Dimana: λmax = Nilai eigen value dan n = jumlah yang dibandingkan

Untuk mengetahui konsistensi secara menyeluruh dari berbagai pertimbangan dapat diukur dari nilai Ratio Konsistensi (CR). Nilai CR adalah perbandingan antara CI dengan Random Index (RI), dimana nilai RI telah ditentukan seperti terlihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Nilai Random Index (RI)

n RI n RI n RI n RI n RI

1 0.00 2 0.00 3 0.52 4 0.89 5 1.11 6 1.25 7 1.35 8 1.40 9 1.45 10 1.49

Sumber : Saaty dan Vargas (1994)

Pengolahan yang terkait dengan perbandingan berpasangan ini dilakukan menggunakan software expert choice ver 9.0 atau menggunakan MS Excell. Dalam penelitian ini, program MS Excell dipilih karena kesederhanaannya dan penggunaan metode AHP tidak melibatkan penggunaan level hirarki.

(iii) Penyusunan Alternatif Strategi Menggunakan Matrik SWOT

Setelah didapatkan bobot yang konsisten dari setiap faktor kunci, baik untuk faktor internal dan eksternal, langkah berikutnya adalah menyusun alternatif strategi berdasarkan kesesuaian terbaik dari faktor-faktor tersebut. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) suatu kegiatan umum secara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Matrik analisis SWOT disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Matrik Analisis SWOT

Faktor Internal Faktor Eksternal Strenghts (Kekuatan)  S  S 1  S 2  S 3  … 4  S Weaknesses (Kelemahan) n  W  W 1  W 2  W 3  … 4  Wn Opportunity (Peluang)  O  O 1  O 2  O 3  … 4  O Strategi S – 0 n Strategi W - P Threats (Ancaman)  T  T 1  T 2  T 3  … 4  T Strategi S – T n Strategi W - T

Sumber : Pearce and Robinson, 1997

Dalam matrik ini dihasilkan empat alternatif strategi (SO, ST, WO, WT). Hasil pembobotan dari setiap faktor SWOT menggunakan metode perbandingan berpasangan di atas dimasukkan ke dalam tabel pembobotan seperti yang disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Pembobotan Tiap Unsur SWOT

Kekuatan Bobot Peluang Bobot Kelemahan Bobot Ancaman Bobot

S1 P1 W1 T1

S2 P2 W2 T2

S3 P3 W3 T3

S.. P.. W.. T..

Alternatif strategi pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dari pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Penjumlahan dari bobot faktor SWOT dilakukan terhadap keterkaitan faktor-faktor SWOT, seperti disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Ranking Alternatif Strategi

Faktor SWOT Keterkaitan Bobot Prioritas

Strategi SO SO1 S1, S2,..,Sn, O1,O2,..,On SO2 SO… SOn Strategi ST ST1 ST2 ST… STn Strategi WO WO1 WO2 WO… WOn Strategi WT WT1 WT2 WT… WTn

Penggunan teknik AHP masih menjadi perdebatan teoritis. Perbandingan berpasangan adalah yang paling banyak diperdebatkan. Fenomena ini masih belum dapat diselesaikan dan mungkin tidak pernah terselesaikan karena agregasi preferensi yang ditransformasikan dari skala dengan unit berbeda tidak mudah diinterpretasikan dan cukup dapat dipertanyakan (Roy, 1996). Asumsi independensi kriteria (tidak ada korelasi) juga menjadi kelemahan AHP (dan metode pengambilan keputusan kriteria majemuk lainnya). Analytic Network Process (ANP), yang merupakan generalisasi AHP dengan umpan balik untuk menyesuaikan bobot, bisa jadi menjadi penyelesaian (Saaty and Takizawa, 1986).