• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. PKL sebagai Alternatif Pekerjaan dan Sumber PAD

Fundamen ekonomi Indonesia yang rapuh pada tahun 1997-an mengakibatkan krisis ekonomi yang merontokkan terutama sektor properti dan perbankan. Kedua sektor ini yang paling banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

PKL sebagai salah satu wujud sektor informal, tidak hanya mendatangkan keruwetan, namun juga mendatangkan manfaat yang banyak. Studi Profil Pekerja di Sektor Informal dan Arah Kebijakan Ke Depan yang dilakukan Bappenas menunjukan bahwa sebesar 65.40 % (Sakernas BPS 1998) dan kemudian meningkat menjadi 69.63 % (Sakernas BPS 2002). Hal ini menunjukan bahwa terjadi perpindahan lapangan usaha dari sektor formal ke sektor informal.

Satu contoh terkait dengan ungkapan di atas, ditulis oleh Korompis (2005) yang menyatakan bahwa para pengangguran melakukan kompensasi positif dengan memilih bekerja di sektor informal, bahkan yang paling diminati adalah menjadi PKL.

Selanjutnya, Korompis (2005) mengungkapkan bahwa PKL mempunyai potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga

kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.

Studi Bappenas menjelaskan bahwa terdapat empat keunggulan sektor informal.

1. Daya Tahan. Selama krisis ekonomi, terbukti sektor informal tidak hanya dapat bertahan, bahkan berkembang pesat. Hal ini disebabkan faktor permintaan (pasar output) dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, akibat krisis ekonomi, pendapatan riil rata-rata masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan masyarakat, dari barang-barang sektor formal atau impor (yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana buatan sektor informal (yang harganya relatif murah). Dari sisi penawaran, akibat banyak PHK di sektor formal selama masa krisis, ditambah dengan sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor formal, maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor informal meningkat. Temuan Purwanugraha et al. (2000) memperkuat pernyataan bahwa pekerjaan sebagai PKL merupakan salah satu pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh krisis ekonomi.

2. Padat Karya. Dibanding sektor formal, khususnya usaha skala besar, sektor informal yang pada umumnya adalah usaha skala kecil bersifat padat karya. Jumlah tenaga kerja di Indonesia yang sangat banyak menyebabkan upah relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara lain dengan jumlah penduduk yang kurang dari Indonesia.

3. Keahlian Khusus (Tradisional). Bila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) di Indonesia, dapat dikatakan bahwa produk-produk yang mereka buat umumnya sederhana dan tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal, tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skills). Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau pengusaha secara turun-temurun, dari generasi ke generasi.

4. Permodalan. Kebanyakan pengusaha di sektor informal menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri, atau dana pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor perbankan/keuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan investasi mereka.

Manfaat lain dari keberadaan PKL dinyatakan oleh Korompis (2005) adalah : ” Pedagang kaki lima merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya. Bahkan pedagang kaki lima, secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain itu, kelompok pedagang kaki lima mempunyai potensi yang cukup besar untuk memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor penerimaan retribusi daerah seiring dengan kebutuhan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah”.

Jadi, secara lokal PKL mempunyai peranan ekonomi terhadap masayarakat dalam hal pemerataan dan peningkatan pendapatan sekaligus sebagai potensi penerimaan retribusi daerah untuk pemerintah daerah.

Korompis (2005) menemukan bahwa rata-rata penerimaan PAD Pemerintah Kota Manado dari sisi retribusi pasar, restribusi kebersihan dan lainnya yang dibayarkan oleh PKL setiap bulan sebesar Rp 77.708,-/PKL. Angka ini hanya berkisar 51.51 % dari target yang ditetapkan dan diprediksikan setiap bulan, di mana Pemerintah Kota Manado akan dapat menyerap dana retribusi dari seluruh PKL di Kota Manado rata-rata sebesar Rp 175 juta per bulan dengan asumsi Rp 5.000,- per PKL per hari.

Laporan Regulation Impact Analysis mengenai PKL di Palembang yang dilakukan oleh Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004), berisi daftar penerima manfaat dari kebijakan penataan PKL melalui peraturan daerah. Daftar penerima manfaat ini disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Penerima Manfaat dalam Pengaturan PKL melalui Peraturan Daerah

Manfaat Penerima

Kepastian hukum tempat/lokasi berdagang Pedagang pasar (PP), PKL Kesejahteraan meningkat PKL dan pedagang pasar (PP) Pasar tertib dan rapi Pemerintah, PKL, PP, masyarakat Lalu lintas lancar PP, PKL, pemerintah, masyarakat Keamanan kondusif PP, PKL, pemerintah, masyarakat

Pasar mudah dijangkau Konsumen

Saling menghargai meningkat PP, PKL, pemerintah Biaya penertiban turun Pemerintah

Biaya sosial PP, PKL rendah PP, PKL, konsumen Areal parkir cukup Konsumen dan pemerintah Kewibawaan pemerintah kota baik Pemerintah, PP, PKL, masyarakat Pendapatan pemerintah naik Pemerintah

Sumber : Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004)

Indikator-indikator manfaat dari peraturan daerah mengenai pengaturan PKL di Palembang ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Indikator Manfaat Pengaturan PKL melalui Peraturan Daerah

Manfaat Penerima

Kepastian lokasi/tempat berdagang PP tidak mengeluhkan PKL, PKL merasa aman berjualan

Kesejahteraan PP-PKL meningkat Pendapatan per tahun meningkat Pasar rapi dan bersih Tertata baik

Lalu lintas lancar Tidak macet

Keamanan kondusif Keluhan keamanan makin berkurang Pasar mudah dijangkau Waktu tempuh menjadi singkat dan tidak

melelahkan Saling menghargai antara PP, PKL,

aparatur meningkat

Sedikit mungkin terjadinya perselisihan dan pelanggaran

Biaya penertiban turun Alokasi anggaran diperkecil

Biaya sosial PP, PKL rendah Tidak ada pungutan liar, tidak ada denda pelanggaran

Areal parkir cukup Kendaraan konsumen banyak di tempat parkir

Pendapatan pemerintah naik PAD meningkat

Sumber : Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004)

Dalam laporan ini diketahui bahwa ada perbedaan manfaat dan biaya sebagai konsekuensi dan dampak dari regulasi PKL oleh Pemda Palembang. Sebagaimana terlihat pada tabel 9 dan tabel 10 berikut :

Tabel 9. Manfaat dan Biaya Pengaturan PKL melalui Regulasi (Peraturan Daerah)

Kelompok Manfaat B/S/K Biaya B/S/K

Pemerintah Kota

Kepastian hukum penataan PKL

B Biaya penertiban S Kota Tertib B Pengadaan lokasi B Wibawa pemerintah B Moral Hazard K PKL Keabsahan lokasi/ tempat

berdagang

B Tempat baru S

Perlindungan Hukum B Pungutan liar K Ketenangan berjualan B Sanksi K

Prospek B

Pembeli/ konsumen

Akses ke pasar B Biaya sosial K

Keamanan S

Sopir angkot

Ruas jalur angkot B BBM S

Kelancaran lalu lintas B

Keterangan : B (Baik), S (Sedang), K (Kurang)

Sumber : Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004)

Tabel 10 : Manfaat dan Biaya Mengelola PKL tanpa Regulasi

Kelompok Manfaat B/S/K Biaya B/S/K

Pemerintah Kota

Kepastian hukum penataan PKL

K Biaya penertiban B

Ketertiban K Pengadaan lokasi K

Wibawa pemerintah K Moral Hazard B PKL Keabsahan lokasi/ tempat

berdagang

K Tempat baru K

Perlindungan Hukum K Pungutan liar B Ketenangan berjualan K Sanksi B

Prospek S

Pembeli/ konsumen

Akses ke pasar K Biaya sosial B

Keamanan K

Sopir angkot Ruas jalan angkot K BBM B

Kelancaran lalu lintas K

Keterangan: B (Baik), S (Sedang), K (Kurang)

Sumber : Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004)

Penelitian Suharto (2003) menunjukan bahwa rata-rata manfaat berupa penghasilan PKL di Bandung mampu melebihi upah minimum regional untuk DKI Jakarta. Dengan demikian PKL Kota Bandung memiliki kontribusi yang cukup besar dalam memberikan lapangan pekerjaan layak. Sementara itu, penelitian PKL yang dilakukan oleh Bambang Wahyu (2003) di Kota Bogor menunjukan karakteristik dan sebaran PKL. Namun belum membahas pada aspek manfaat keberadaan PKL.

2.10. Novelty (Kebaruan)

Penelitian-penelitian terhadap PKL tidak terlepas dari penelitian sektor informal baik di negara maju maupun berkembang. Untuk mengetahui kebaruan dari penelitian ini, seperti disajikan dalam tabel 11 berikut adalah ringkaian dari beberapa kajian literatur sektor informal selama 10 tahun terakhir baik dari sumber nasional maupun internasional..

Penelitian ini menawarkan kebaruan dalam beberapa aspek khususnya sampling dan teknik sampling dan metode penelitian yang digunakan.

Pertama, dari sisi sampling, penelitian ini menggunakan tiga tipologi sebagai pewakil PKL di kota Bogor. Penelitian-penelitian di Indonesia seperti Budi (2006) untuk PKL di Pemalang, Suharto (2003) di Bandung, Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004) untuk PKL di Palembang, Korompis (2005) untuk PKL di Bogor, Tohar (2007) di Kota Medan, Rahmawati (2008) di Bogor, menggunakan teknik sampling berdasarkan persentase jumlah seluruh PKL yang ada. Penggunaan tipologi ini adalah hal baru dari sisi penelitian PKL.

Kedua, Penelitian mengenai persepsi terhadap PKL umumnya didasarkan pada persepsi masyarakat dan pemerintah lokal (misalnya Tohar, 2003; Budi, 2006; Disperidagkop, 2010). Penelitian ini memiliki kebaruan karena memasukkan persepsi toko pesaing (sektor formal yang bergerak dalam penjualan barang atau jasa yang sama) dan persepsi pemasok (sektor formal dan informal yang memasok barang dagangan ke PKL). Persepsi toko pesaing dan pemasok perlu dikaji untuk dapat secara lebih luas menangkap persepsi terhadap PKL.

Ketiga, dari sisi metodologi, penggunaan teknik A’WOT adalah hal baru untuk bidang kajian PKL karena menawarkan pembobotan pada faktor-faktor yang mempengaruhi strategi dalam penataan dan pemberdayaan PKL. Kajian terhadap literatur di atas menunjukkan bahwa teknik ini belum digunakan dalam kajian PKL. Kajian PKL di kota Bogor yang dilakukan oleh Rahmawati (2008) lebih membahas pada aspek efektivitas penataan PKL sedangkan PT Oxalis Subur dan Disperindagkop kota Bogor (2010) menggunakan teknik SWOT tanpa pembobotan.

Kempat, kebaruan berikutnya dalam penelitian tentang PKL ini sampai pada tahap formulasi seperangkat strategi yang perlu dilakukan secara sinergis dan

komprehensif. Seperangkat strategi ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh Pemerintah Daerah. Pada penelitian penelitian terdahulu belum ditemukan hasil penelitian berupa seperangkat strategi yang sinergis, melainkan strategi yang dihasilkan masih bersifat parsial.

Kelima,

dalam penyusunan formulasi strategi dan usulan relokasi mempertimbangkan teori teori lokasi. Teori teori lokasi ini penting untuk dipertimbangkan mengingat PKL memiliki kepentingan atas kelangsungan usahanya, dimana kerumunan orang merupakan potensi untuk dapat berjualan. Sementara disisi lain Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan ruang dan infrastruktur lainnya, dan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri.

Tabel 11. Kajian Literatur Sektor Informal Selama 10 Tahun Terakhir

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

2002 Friedrich Schneider Size And Measurement Of

The Informal Economy In 110countries Around The World

Paper, disajikan pada

Workshop of Australian National Tax Centre, ANU, Canberra, Australia, Juli 17, 2002

Model currency

demand dan

discrepancy method

Tidak ada metode terbaik dalam mengukur ekonomi informal; setiap pendekatan memiliki kelemahan dan kelebihan. Ukuran ekonomi informal di

sebagian besar negara transisi dan OECD cenderung meningkat selama dekade terakhir. Ekonomi Informal adalah

fenomena komplek, terdapat baik di negara maju dan berkembang. Orang menjalankan ekonomi

informal dengan beragam alasan, yang terpenting adalah tindakan pemerintah, terutama pajak dan regulasi.

2002 Santosh Mehrotra

And Mario Biggeri

Social Protection in the Informal Economy: Home Based

Women Workers and Outsourced Manufacturing in Asia

UNICEF Innocenti Research Centre and Department of Economics, University of Florence

Survey di 5 negara Asian – dua negara berpendapatan rendah (India, Pakistan) dan tiga negara berpendapatan menengah (Indonesia, Thailand, Philippines). Metode kuantitatif Menggunakan survey

ad hoc rumah tangga, dengan kuisioner dari UNICEF. Studi kasus dengan focus group

Perlindungan sosial diperlukan bagi pekerja wanita

Pekerja industri rumah tangga bekerja dalam kodisi eksploitatif dimana mereka mendapatkan bagian yang kecil dari total harga yang dibayarkan konsumen akan produknya

Feminisasi pekerjaan berimplikasi penting untk dimensi gender dalam siklus pengembangan sdm dalam rumah tangga.

Rendahnya level pendidikan dan masalah kesehatan dari pekerja

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

discussions (FGD) dan survey kuantitatif dengan kuisioner. Desain survey adalah purposif (ad hoc) Menggunakan analisis

Value chain

memerlukan intervensi publik.

2002 Edi Suharto Human Development And

The Urban

Informal Sector In Bandung, Indonesia:

The Poverty Issue

New Zealand Journal of Asian Studies 4, 2 (Desember, 2002): 115-133. Micro-level surveys “multistage cluster sampling technique (150 orang).

Mayoritas (80 persen) PKL masih dikategorikan miskin dan rentan. Profil pedagang kakilima di

Bandung berbentuk hexagonal, berbeda dengan bentuk pyramid dari studi keterkaitan antara sektor informal dan kemiskinan di negara berkembang khususnya Amerika Latin

Dengan referensi indikator manusia dan modal sosial, PKL dapat dikategorikan tidak ‘miskin’karena memiliki pendidikan dasar yang mencukupi dan akses terhadap jasa kesehatan dan fasilitas perumahan, meski propensitas dalam aktivitas sosial rendah. Indikator pembangunan manusia

dan sosial dari pedagang kakilima nampak lebih baik dibandingkan angka nasional.

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

2003 Winnie V. Mitullah Street Vending In African Cities: A Synthesis Of Empirical Findings From Kenya, Cote D’ivoire, Ghana, Zimbabwe, Uganda And South Africa

Background Paper for the 2005 World Development Report, 16

Review 6 studi kasus di 6 negara Afrika. Menggunakan data primer dan sekunder. Agustus 2003

PKL penting sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja PKl memberikan peluang yang

dapat meminimalkan dampak sosial

PKL bekerja dalam lingkunga

yang keras tanpa infrastruktur dan layanan dasar.

Mereka menghadapi masalah

pasar dan investasi.

Meski mereka membayar

retribusi ke pemda, pemda tidak dapat memberikan layanan yang mencukupi.

Komunikasi yang lemah antara

PKL dan otoritas urban. Asosiasi PKL lemah dan membutuhkan fasilitasi dalam berorganisasi. PKL tidak memiliki akses

terhadap pembiayaan formal, dan sebagian besar tergatung pada tabungan sendiri, pembiayaan dari teman dan kerabat.

2003 Ali Tohar Profil Dan Strategi

Pengembangan Sektor Informal Di Kota Medan

Thesis. Program

Pascasarjana, Universitas Sumetera Utara

Analisis deskriptif dan regresi berganda

Modal investasi, pengalaman berdagang, jam kerja, modal kerja per bulan dan jam kerja berpengaruh pada pendapatan PKL di kota Medan

2005 Tim Slack Work, Welfare, and the

Informal Economy : An Examination of Family Livelihood Strategies in

Manuscript disiapkan untuk presentasi pada

Northeastern U.S. Rural Poverty Conference

in-depth interview, survey dengan telepon, sampel

random, multiple

Struktur umur rumah tangga penting dalam memahami partisipasinya dalam ekonomi informal

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

Rural Pennsylvania Mei 3-4, 2005

State College, PA

regression analysis Jejaring dan norma sosial timbal

balik penting dalam memfasilitasi ekonomi informal

Pendekatan survey sesuai dalam studi ekonomi informal

2006 Tri widodo Peran sektor informal

terhadap perekonomian daerah : pendekatan delphi-IO dan aplikasi

Jurnal ekonomi dan bisnis indonesia vol 21, no.3, 2006, 254-267

Pendekatan survey dan non survey; Analisis IO

Sektor informal berkontribusi positif pada pembangunan DIY melalui peningkatan output, penyediaan lapangan kerja, pendapatan masyarakat

Kontribusi positif sektor informal punya batas tertentu dan jika sudah melebihi batasnya maka akan menurun kontribusinya

2006 Ari Sulistyo Budi Kajian Lokasi Pedagang

Kaki Lima

Berdasarkan Preferensi Pkl Serta Persepsi

Masyarakat Sekitar Di Kota Pemalang Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang Penelitian deskriptif sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis distribusi frekuensi, tabulasi silang dan deskriptif

kualitatif.

PKL merupakan salah satu alternatif mata pencaharian bagi warga kota Pemalang yang tidak dapat memasuki sektor formal karena mempunyai ciri-ciri mudah dimasuki, tidak

membutuhkan pendidikan tinggi, tidak membutuhkan modal yang besar, namun dapat

menghasilkan pendapatan yang kadang melebihi sektor formal. PKL cenderung mengelompok dengan sejenisnya.

Kegiatan PKL sebagai salah satu sektor informal belum

terantisipasi dalam perencanaan tata ruang kota sehingga sarana dan prasarana yang ada biasanya

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

kurang mendukung kegiatan PKL

2007 Sertac Gonec and

Harun Tanrivermis

Factor that affecting informal economy of rural turkey

Journal of Applied Sciences, 7(21) :3138-3153, 2007, Asian Network for scientific information

Data primer dari survey 394 rumah tangga dengan simple random sampling Korelasi Pearson dan Analisis regresi berganda

Ukuran usaha, jumlah tenaga kerja keluarga dan akses pasar ditemukan sebagai faktor penting Transformasi struktur informal

menjadi formal dapat dilakukan dengan memfasilitasi integrasi usaha dengan pasar

2008 Ishola Rufus

Akintoye

Reducing Unemployment Through the Informal Sector: A Case Study of Nigeria

European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences ISSN 1450-2275 Issue 11 (2008)

Data sekunder ketenagakerjaan

Sektor informal sebagai media dalam menurunkan pengangguran di Nigeria

Pemerintah dan semua stakeholder yang relevan harus berusaha menurunkan

pengangguran memberikan dukungan keberadaan sektor informal 2008 Aloysius Gunadi Brata Vulnerability Of Urban Informal Sector: Street Vendors In Yogyakarta, Indonesia

Paper prepared for the International Conference on Social, Development and Environmental Studies: Global Change and Transforming Spaces, November 18-19th , 2008, School of Social,

Development and Environmental Studies, Faculty of Social Sciences and Humanities, University Kebangsaan Malaysia

Survei lapang, index kerentanan dengan sampel 122 PKL.

Tingkat kerentanan PKL di Yogyakarta adalah sedang

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

2009 Rudra Suwal dan Bishnu Pant

Measuring Informal Sector Economic Activities in Nepal

Paper Prepared for the Special IARIW-SAIM Conference on

“Measuring the Informal Economy in Developing Countries”

Kathmandu, Nepal, September 23-26, 2009

Membandingkan data sektor informal dari hasil dua survey : sensus ekonomi vs survey khusus

Di negara berkembang seperti Nepal sektor informal berkontribusi penting pada ekonomi nasional.

Perlu melakukan survei teratur untuk menangkap aktivitas ekonomi sektor informal

2009 Kevin Greenidge,

Carlos Holder And Stuart Mayers

Estimating The Size Of The Informal Economy In Barbados

Business, Finance & Economics In Emerging Economies Vol. 4 No. 1 2009

unrestricted error correction model dan

general-to-specific (GETs) modelling

Sektor informal cukup besar dan tumbuh sepertiga dari besaran ekonomi formal

Tingginya derajad informalitas antara sektor formal dan informal Kehilangan signifikan

penerimaan pajak langsung akibat sektor informal namun diimbangi dengan lebih tingginya penerimaan pajak tidak langsung (PPN) and kesejahteraan sosial Tidak disarankan menghilangkan

sektor informal, tetapi perlahan-lahan memformalkannya Signifikansi sektor informal

berimplikasi pada kebijakan moneter dan fiskal.

Pengaruh spillover antar sektor informal dan formal harus dipertimbangkan dalam desain kebijakan.

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

2009 Suparwoko

Nitisudarmo

The role of the informal sector in contributing to the urban landscape in

Yogyakarta – Indonesia concerning on the urban heat island issue

Proceedings Real Corp 2009 Tagungsband 22-25 April 2009, Sitges. http://www.corp.at

Survey langsung Pedagang Informal dapat

menarik wisatawan lokal dan internasional.

Penempatan PKL di pedestrian tidak sesuai dengan konsep “place for people” Perlu kerjasama antar

stakeholder termasuk Pemkot, LSM, universitas, komunitas PKL dan pemimpin lokal. PKL yang beroperasi di ruang

publik tidak mendukung dan memotivasi pembangunan landskap urban yang berimbang dalam hal elemen alami lingkungan urban.

Keberadaan PKL sejalan dengan teori simulasi perubahan tata guna lahan akibat migrasi dengan alasan ekonomi

2009 Rob Davies dan

James Thurlow

Formal–Informal Economy Linkages and Unemployment in South Africa

IFPRI Discussion Paper 00943, International Food Policy Research Institute December 2009 Model CGA multiregion yang dikalibrasi secara empiris. Liberalisasi perdagangan menurunkan lapangan kerja nasional. Pada saat yang sama meningkatkan lapangan kerja formal, merugikan produsen informal, dan menguntungkan pedagang informal, yang diuntungkan dari lebih murahnya impor.

Subsidi upah bagi pekerja formal berketrampilan rendah mendoroh lapangan kerja nasional tetapi merugikan produsen informal

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

dengan memperberta kompetisi pada pasar produk domestik. Transfer cash tidak kondisional

mendorong permintaan produk informal, pada gilirannya meningkatkan lapangan kerja informal tanpa merugikan produsen formal.

Arti penting pembedaan antara sektor formal dan informal pada kebijakan sosio-ekonomi. 2009 Andrew Henley, G,Reza Arabsheibani Dan Francisco G. Carneiro

On Defining and Measuring the Informal Sector: Evidence from Brazil

World Development Vol. 37, No. 5, pp. 992–1003, 2009

Data survei rumah tangga Brazil periode 1992–2004.

Analisis Regresi

Pengukuran yang tepat sangat penting dalam analisis kebijakan dan desai strategi yang tepat untuk menurunkan informalitas. Informalitas dapat diukur melalui

status kontrak kerja, perlindungan jaminan sosial dan sifat pekrjaan dan karateristik pekerjanya. Pengambil kebijakan harus jelas

mengenai sub-group dalam sektor informal untuk mendesain kebijakan. Desai kebijakan untuk mendorong dinamisme

kewirausahaan dalam ekonomi perlu mempertimbangkan konsekuensi yang tidak diinginkan yang dapat

memperburuk proteksi sosial atau legal bagi sub-groups pekerja informal.

Di sisi lain kebijakan untuk mendorong proteksi sosial dan

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

legal dapat berdampak buruk terhadap aktivitas kewirausahaan.

2009 Simon Commander,

Natalia Isachenkova, dan Yulia

Rodionova3

A model of the informal economy with an application to Ukraine

Earlier drafts of the paper were presented at an IZA-EBRD Conference on Labour Market Dynamics, Role of Institutions and Internal Labour Markets, held at the University of Bologna, May 5-8 2005, and at a LIRT-HSE’s seminar in the spring of 2009.

Panel dataset dari

Ukraine Longitudinal Monitoring Surveys (ULMS) tahun 2003 and 2004 menggunakan mixed multinomial logit model

Perusahaan Privat memilih apakah menjadi formal – dan