• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Wacana Berita 1

Yudhoyono Akui Cemas

Anas Urbaningrum Masih Didukung

Kompas, 5 Februari 2013

Jeddah, KOMPAS – Presiden mengakui sejumlah kader Partai Demokrat merasa sangat prihatin dan cemas mendalam atas posisi partai yang anjlok dalam hasil survei. Pernyataan itu disampaikan Presiden SBY menjawab pertanyaan pada jumpa pers, Senin, di Jeddah, Arab Saudi. (1)

Wartawan Kompas Rikard Bangun dari Jeddah, Senin (4/2) melaporkan

pernyataan itu disampaikan Presiden sebelum bertolak ke Mekkah untuk ibadah umrah. (2)

“Saya terus-menerus mendapat pesan pendek (SMS) tentang kemerosotan dukungan terhadap Partai Demokrat, sekurang-kurangnya menurut Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Jika dalam Pemilu 2009 Partai Demokrat mendapat dukungan 21 persen, posisinya kini tinggal 8 persen,” kata SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat untuk Pemilu 2014. (3)

Anjloknya dukungan terhadap Partai Demokrat diakui bukan hanya terlihat dalam hasil survei LSI, melainkan juga pada hasil lembaga-lembaga survei lain. “Terus terang sejumlah kader menilai posisi Partai Demokrat sekarang sudah berbahaya, SOS. Ada yang juga menyebut sudah menyentuh angka merah. Sudah ada kecemasan dan keprihatinan mendalam tentang Partai Demokrat,” katanya. (4)

Secara tidak langsung, SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Demokrat

berpandangan, kemrosotan posisi Partai Demokrat, antara lain, karena pengaruh sejumlah kadernya yang berurusan dengan Komisi Pembrantasan Korupsi

(KPK).(5)

“Timbul semacam kegusaran di kalangan Partai Demokrat karena sejumlah kasus kader Partai Demokrat terkesan sengaja dibiarkan berlarut-larut. Sudah hampir dua tahun dibiarkan tak menentu,” kata SBY. “ Saya sendiri, dari tanah ini, dari Jeddah ini, mengharapkan KPK menjalankan tugas sebaik-baiknya dengan tanggung jawab. KPK menjalankan tugas sebaik-baiknya dengan tanggung jawab. KPK tidak boleh tebang pilih. Itu posisi saya,” ujarnya menambahkan. (6)

Penyelesaian kasus yang tekatung-katung di KPK, menirut dia, memberi dampak kemerosotan terhadap posisi Partai Demokrat, “ Apalagi ada media tertentu yang terus-menerus memberitakannya,” lanjut SBY tanpa memerinci nama medianya. (7)

Presiden meminta KPK segera menuntaskan berbagai kasus secara tepat dan jelas. “Jika salah katakan salah, jika benar katakan benar. Termasuk kasus Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang mendapat sorotan luas

masyarakat, tetapi KPK belum menentukan putusannya,” tuturnya. (8)

Lebih jauh, Presiden mengakui telah diminta para kader untuk segera turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab atas Partai Demokrat agar tidak merosot lebih dalam lagi. “Saya belum langsung menjawab. Saya perlu pikir dalam-dalam sebelum memberikan jawaban yang akan disampaikan dalam hari-hari ini. Namun, terpenting solusi yang diambil harus rasional,” ujarnya.(9)

Soal Anas Urbaningrum

Kemarin, Sekretaris Majelis Tinggi Parati Demokrat Jero Wacik, di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, menyatakan lagi, Demokrat saat ini sedang terpuruk dan meminta Yudhoyono turun tangan. Penyataan serupa muncul dari Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Amir Syamsuddin. (10)

Sekretaris Jendral Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas

mengatakan, hasil survei itu harus ditanggapi serius oleh semua kader partai ini. (11)

Jero membantah bahwa dirinya menginginkan Ketua Umum Partai Demokrat Anans Urbaningrum mundur. (12)

Ketua Fraksi Demokrat Nurhayati Ali Assegaf berpendapat, Yudhoyono tidak perlu didesak untuk menyelamatkan Partai Demokrat. (13)

Sekretaris DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Irfan Gani, kemarin, menyatakan, Anas masih mendapat dukungan pengurus di tingkat provinsi dan kota/kabupaten. Irfan yakin mundurnya Anas bukan jaminan elektabiltas Demokrat membaik. (14)

Tabel 4.3

Karakteristik Surat Kabar

Tanggal Pemberitaan Kompas edisi : Selasa, 5 Februari 2013 Judul Pemberitaan Yudhoyono Akui cemas

Anas Urbaningrum Masih Didukung Rubrik Pemberitaan Politik dan Hukum

Sumber : Harian Kompas 2013

4.2.1. Exclusion (Proses Pengeluaran)

Strategi Wacana Eksklusi-Pasivasi

Strategi wacana eksklusi-pasivasi terdapat dalam kalimat

“Lebih jauh, Presiden mengakui telah diminta oleh para kader untuk segera turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab atas Partai Demokrat agar tidak merosot lebih dalam lagi.” (1)

Pemilihan kalimat bentuk pasif ini pada akhirnya menyebabkan pembaca fokus kepada sosok Presiden yang dalam hal ini adalah SBY, memang sosok para kader dihadirkan oleh teks, namun disini teks menggunakan anonimitas dan generalisasi sehingga mengaburkan karena tidak secara jelas menyebut siapa para kader yang meminta SBY untuk turun tangan, sehingga fokus pembaca hanya kepada

Presiden.

Lebih jauh SBY disini dihadirkan bukan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, namun sebagai Presiden, hal ini tentu akan menjadi sebuah ironi kala konteks teks yang dihadirkan adalah mengenai Partai Demokrat, partai yang notabenenya merupakan Partai yang didirikan dan di pimpin oleh SBY. Disatu sisi teks berbicara tentang peran, tugas dan tanggung jawab SBY sebagai Presiden, sebuah peran yang tentu saja memiliki tanggung jawab yang besar dan tugas yang

berat, namun disisi lain teks menggambarkan permintaan para kader kepada SBY untuk turun tangan mengambil alih tanggung jawab Partai Demokrat. Pada titik inilah melalui teknik pasivasi tokoh lain pada teks ini dihilangkan sehingga fokus pembaca hanya kepada salah satu sosok yang telah didefinisikan dan

dimarginalisasikan.

Strategi wacana eksklusi pasifasi terdapat juga dalam kalimat

“ Ketua Fraksi Demokrat Nurhayati Ali Assegaf berpendapat,

Yudhoyono tidak perlu didesak untuk menyelamatkan Partai Demokrat”

(13)

Dalam kalimat kalimat pasif ini siapa sosok pelaku yang mendesak SBY untuk menyelamatkan Partai Demokrat tidak disebutkan, melalui kalimat ini sosok SBY yang lebih difokuskan dan dihadirkan. Juga bagaimana teks ini menampilkan SBY yang mendapat banyak desakkan untuk segera memutuskan nasib partainya yang sudah berada pada lampu merah karena kemerosotan dukungan dan turunnya elektabilitas partai berdasarkan hasil penelitan berbagai lembaga survei.

Kata desakkan mengandung konotasi negatif karena mengkonstruksikan seolah SBY sulit dan lama mengambil keputusan dalam menangani masalah yang terjadi pada partainya, sehingga ia didesak, hal inilah yang ditegaskan Nurhayati Ali Assegaf dalam teks yang menyatakan agar Yudhoyono tidak perlu didesak, berarti desakkan telah ada dan masih ada namun pihak yang mendesak tidak ditampilkan dalam teks, ia dilindungi oleh penggunaan kalimat pasif yang ditampilkan pada teks tersebut. Sehingga kembali SBY dieksplotasi dan menjadi fokus dalam teks ini.

Hal ini akan sangat bebeda bila kita bandingkan teknik pasivasi yang dialami oleh Anas Urbaningrum, yang terdapat pada bagian judul dari teks

“Anas Urbaningrum masih didukung”

Dibagian ini teks juga mengunakan kalimat pasif sehingga menghilangkan dan tidak menyebutkan aktor/pelaku yang mendukung Anas Urbaningrum, sehingga fokus teks ini adalah Anas Urbaningrum yang beroleh dukungan, konstruksi yang

dihasilkan bernilai positif bagi Anas Urbaningrum karena walaupun ditengah kecemasan yang dialami SBY dan para kader Demokrat mengenai masalah kemerosotan yang dialami Partai Demokrat, Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tetap beroleh dukungan.

4.2.2 Inclusion (Proses Pemasukkan)

Strategi Wacana Inklusi Objektivasi-Abstraksi

Strategi wacana Eksklusi Objektivasi-Abstraksi terdapat dalam kalimat

“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui, sejumlah kader Partai Demokrat merasa sangat prihatin dan cemas mendalam atas posisi partai yang anjlok dalam hasil survei.” (1)

“Lebih jauh, Presiden mengakui telah diminta para kader untuk segera turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab atas Partai Demokrat agar tidak merosot lebih dalam lagi” (9)

Disini teks menggunakan strategi eksklusi abtraksi dengan membuat sejumlah gambaran terhadap jumlah para kader yang perihatin melihat kondisi Partai Demokrat dan meminta SBY untuk turun tangan mengambil alih Demokrat. Tentu abstraksi yang dilakukan teks akan mempengaruhi makna yang ditampilkan dalam teks karena dengan membuat abstraksi peristiwa atau aktor yang sebetulnya secara kualitatif berjumlah kecil dengan abstraksi dikomunikasikan seakan berjumlah banyak.

Menarik untuk dilihat pada teks bagian pertama ini, kehadiran dari abstraksi menghadirkan definisi dan konstruksi bahwa apa yang di perihatinkan dan dicemaskan oleh SBY juga dirasakan oleh sejumlah kader Partai Demokrat. Kita mungkin tidak tahu berapa representasi dari gambaran sejumlah kader yang perihatin dan cemas melihat kondisi Partai Demokrat, apakah banyak atau sedikit, hal ini menjadi penting karena dapat menggambarkan seolah terjadi ketidakpuasan akan kinerja pengurus partai yang pada akhirnya dapat dapat melegitismasi isu pengambil alihan Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Pada bagian teks yang kedua disini SBY didefinisikan telah diminta para kader untuk turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab atas Partai

Demokrat. Disini teks menggunakan kata para kader, apakah semua kader meminta SBY mengambil alih Demokrat, atau sebagian kader, atau hanya

sebagian kecil kader, asbraksi disini dihadirkan membuat definisi yang multitafsir dan mengeneralisasi, sebagai pembanding dapat kita lihat pada teks berikut

“Sekretaris DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Irfan Gani, kemarin menyatakan, Anas masih mendapat dukungan pengurus ditingkat provinsi dan kota/kabupaten” (14)

Pada bagian ini abstraksi juga dihadirkan, menyatakan bahwa Anas masih mendapat dukungan pengurus provinsi dan kota/kabupaten, apakah semua pengurus pada level ini mendukung Anas, atau hanya sebagian kecil saja, kalau begitu siapa yang mendukung SBY, disini teks menghadirkan realitas seolah perpecahan faksi-faksi ditubuh Partai Demokrat, mereka yang mendukung SBY dan mereka yang mendukung Anas Urbaningrum.

Bila ditelaah dan dibandingkan konteks keseluruhan 2 realitas abstraksi (realitas pro SBY dan realitas pro Anas) yang dihadirkan oleh teks ini, SBY menjadi aktor yang dieksploitasi dan disudutkan. Hal ini terjadi karena peran yang dimana SBY dihadirkan adalah sebagi seorang Presiden (lebih jauh hal ini akan dibahas di bagian indentifikasi), di dua bagian yang memuatnya SBY

didefinisikan dalam kapasitasnya sebagai Presiden, hal ini tentu menjadi kontraproduktif dengan topik yang dibahas dalam teks ini, jika pembaca

melihatnya secara utuh maka realitas yang dihadirkan adalah mengenai mengenai keperihatinan dan kecemasan “Presiden” terhadap Partai Demokrat dan

“Presiden” yang diminta para kader Partai Demokrat untuk mengambil alih tanggung jawab partainya. Tentu ini definisi yang meyudutkan SBY.

Hal ini berbanding terbalik dari definisi yang dihasilkan dari teks yang dibentuk melalui teknik abstraksi bagi Anas Urbaningrum, disini teks melindungi Anas, perbandinganya sebagai berikut

“Termasuk kasus Anas Urbaningrum Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang mendapat banyak sorotan luas masyarakat, tetapi KPK belum menentukan putusannya.” (8)

“Sekretaris DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Irfan Gani, kemarin menyatakan, Anas masih mendapat dukungan pengurus ditingkat provinsi dan kota/kabupaten” (14)

Pada bagian abstraksi yang pertama teks melalui teknik abstraksi menghadirkan bahwa kasus Anas mendapat sorotan masyarakat luas, masyarakat luas

menunjukkan pengambaran bahwa banyak orang yang sedang menyoroti kasus Anas Urbaningrum, namun disini teks tidak menghadirkan sorotan yang dimaksud apakah positif atau negatif. Sehingga teks ini melindungi Anas Urbaningrum. Dibagian kedua teks ini juga melalui teknik abstraksi teks dapat kita lihat dari penggunaan kata “pengurus di provinsi, kota/kabupaten” pengambaran ini akan mengkonstruksi sosok Anas yang masih mendapat banyak dukungan dari pengurus yang digeneralisasikan melalui semua tingakatan daerah.

Strategi Wacana Inklusi Nominasi-Identifikasi

Strategi wacana Inklusi Nominasi Identifikasiterdapat dalam kalimat

“Lebih jauh, Presiden mengakui telah diminta para kader untuk segera turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab atas Partai Demokrat agar tidak merosot lebih dalam lagi” (9)

Melalui teknik identifikasi disini teks mendefinisikan SBY bukan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat namun sebagai seorang Presiden. Tentu saja identifikasi akan menghasilkan definisi yang berbeda karena konteks dari teks adalah permintaan para kader kepada SBY untuk mengambil alih Partai

Demokrat, apabila teks mengidentifikasikan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat maka pembaca pasti mahfum, bahwa sebagai Ketua Dewan Pembina memang sudah sepantasnya memang SBY menaruh perhatian terhadap partainya namun disini teks mengidentifikasikan dan mendefinikan SBY sang Presiden.

Identifikasi Presiden ini tentu akan membawa teks kepada persoalan yang dilematis, karena sebagai seorang Presiden Republik Indonesia, SBY memiliki tanggung jawab yang amat besar, berbagai macam masalah ekonomi, sosial, politik dan hukum tengah dialami Bangsa Indonesia, apakah pantas SBY ditengah besarnya tanggung jawab sebagai seorang Presiden turun tangan mengambil tanggung jawab di Partai Demokrat. Inilah persoalan dilematis yang tersirat melalui teks yang dihadirkan, teks ini kritis mendefiniskan SBY sehingga ia memberi penilaian dan menyudutkan. Hal ini juga terdapat pada

“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui, sejumlah kader Partai Demokrat merasa sangat prihatin dan cemas mendalam atas posisi partai yang anjlok dalam hasil survei.” (1)

Sebagai perbandingan dapat kita lihat teks berikut

“Secara tidak langsung, SBY sebagai Ketua Umum Dewan Pembina Partai Demokrat berpandangan, kemerosotan posisi Partai Demokrat, antara lain, karena pengaruh sejumlah kadernya yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi” (5)

Tentu disini SBY sudah pada kapasitasnya berbicara mengenai Partai Demokrat, karena identifikasi yang ditampilkan teks terhadap SBY adalah sebagai seorang Ketua Umum Pembina Partai Demokrat yang notabene berhak berpendapat mengenai partainya, bukan sebagai seorang Presiden, teks melalui strategi identifikasinya memainkan wacana bagaimana seorang aktor itu ditampilkan dan didefinisikan, pengidentifikasian SBY sebagai Presiden dalam konteks Partai Demokrat akan menampilkan SBY pada posisi yang menyudutkan, hal yang berbeda akan terjadi apabila SBY yang ditampilkan adalah sebagai Ketua Umum Pembina Partai Demokrat dalam pembicaraan teks tentang Partai Demokrat, sehingga dilihat secara keseluruhan teks ini memarginalkan dan menyudutkan SBY.