• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Simpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan peneliti terhadap pemberitaan konflik antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Anas Urbaningrum ini di Harian Kompas pada tanggal 5 Februari 2013- 17 januari 2014, dengan menggunakan teknik analisis wacana model Theo van Leeuwen, maka disimpulkan beberapa hal berikut:

1. Pertarungan wacana dalam Harian Kompas yang terjadi antara SBY vs

Anas secara umum berimbang dan seperti tanpakepentingan h al ini terlihat dari pemilihan narasumber, kedua belah pihak yang berkonflik dimuat opininya masing-masing, namun tetap ada berita yang timpang dalam pemberitaan aktor-aktor yang berkonflik. Hal ini wajar saja terjadi karena orang-orang yang memproduksi berita (wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik media) tidaklah dapat menghindarkan penilaian-penilaian subjektif yang pada konstruksi sosial ada pada dirinya hal ini terlihat dari bagaiman para aktor ditampilkan pada konteks dimana teks itu dilahirkan akan sangat mempengaruhi bagaimana sang aktor akan ditampilkan hal ini terlihat dari bagaimana SBY dimarginalkan ketika isu pengambil alihan Partai Demokrat disini Harian Kompas secara konsisten menolak pengambil alihan Partai Demokrat dengan terus menerus memarginalkannya melalui strategi-strategi wacana yang digunakan, juga pada isu rencana Kongres Partai Demokrat SBY ditampilkan sebagai seorang penguasa yang akan melakukan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya, kongres Demokrat diwacanakan hanya sebagai sebuah parodi politik dimana pemenangnya sudah ditentukan dari golongan “orang dekat” SBY. Namun ketika isu yang diangkat adalah pencopotan kelompok Anas di Partai Demokrat SBY dilindungi dengan wacana bahwa hal tersebut merupakan suatu hal yang telah direncanakan

sebelumnya dan sebagai bagian dari penyegaran partai Politik. Sedangkan Anas dimarginalkan dalam posisinya yang tersandung masalah kasus korupsi yang menjeratnya hal ini terjadi terus menerus Anas melalui pernyataannya mewacanakan dirinya sebagai korban kekejaman politis, namun teks mengcounter pernyataan ini dengan mewacanakan bahwa seorang tampil bak korban pada kasus korupsi merupakan hal yang lumrah terjadi dan dilakukan hanya untuk merebut hati masyarakat. Bagian selanjutnya adalah wacana mengenai Anas yang dijustifikasi/divonis mengetahui banyak kasus korupsi, hal ini tentu memarginalkan Anas Urbaningrum yang diwacanakan seperti telah diputus bersalah padahal ketika itu proses hukum belum berjalan. Lalu pada isu mengenai pencopotan beberapa golongan pro Anas dari jabatannya di fraksi dan alat kelengkapan DPR Anas yang tetap menampilkan diri sebagai korban dipatahkan dengan hadirnya counter argument didalam teks. Namun hal yang berbeda terjadi pada isu mengenai pengambil alihan Partai Demokrat Anas disini dilindungi dengan menghadirkan wacana tentang bagaimana posisi Anas yang masih kuat di Demokrat sehingga harus diberi kesempatan merekonsiliasi partai.

2. Representasi ideologi Kompas dalam pemberitaannya tidak mengambil posisi terhadap pihak-pihak yang berkonflik namun tetap bergantung pada isu yang sedang terjadi dan mengambil sikap dan posisi terhadap kebenaran logis yang berdasar pada subjektifitas orang-orang yang memproduksi berita. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana konsistensi Kompas menolak keterlibatan Presiden SBY mengambil alih Partai Demokrat, kemudian bagaimana Kompas mengambil posisi dengan memarginalisasi Anas yang tersandung masalah korupsi dengan tetap mewacanakan indepensi KPK semua hal ini berlandaskan kebenaran logis dan moral sehingga dapat dikatakan Kompas dalam pemberitaannya tanpa kepentingan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa butir pemikiran yang penulis sampaikan sebagai saran dalam penelitian analisis teks.

1. Kompas sebagai media massa profesional dalam produksi teks berita khususnya berita mengenai konflik yang terjadi dalam konteks politik maupun konteks sosial agar tetap bisa menjaga independesinya dan tidak memihak pihak mana pun sehingga bisa menghasilkan berita yang objektif dan benar-benar bisa menjadi rujukkan bagi masyrakat untuk mencari kebenaran tanpa harus terjebak kepada kebenaran yang semu.

2. Wartawan diharapkan dapat menggunakan paradigma berfikir kritis agar dalam menghasilkan teks dan mendalami teks bukan saja hanya pada tataran ide maupun arti namun lebih dalam lagi pada tataran ideologis dari media sehingga dapat menghasilkan kritik untuk transformasi hubungan sosial yang timpang dan dominasi kekuasaan yang ada didalam teks.

3. Penelitian dalam analisis teks bersifat subjektif. Dengan kata lain, peneliti diberikan kebebasan dalam menganalisis sesuai dengan cara pandangnya dalam memaknai simbol dan lambang yang digunakan oleh penulis teks tersebut. Untuk itu diharapkan dalam menganalisis teks khususnya analisis wacana agar peneliti tetap bekerja dalam koridor model teori yang digunakan agar hasil penelitian yang dihasilkan lebih objektif.

4. Peneliti menyadari bahwa penelitian analisis wacana kritis sangat memungkinkan peneliti memasukkan objektivitasnya, sehingga tidak heran hal ini akan mengakibatkan perbedaan pandangan peneliti dan pandangan orang lain ketika melihat suatu teks berita, sehingga disarakan dalam penelitian, peneliti dalam menggali makna dan konstruksi tetap bekerja didalam koridor teori wacana dan pardigma yang digunakan sehingga hasil dari penelitian tidak melebar dan menyimpang dari konteks yang sebenarnya.

5.2.1 Saran dalam Kaitan Akademis

Melalui paradigma kritis dan berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyadari bahwa teks bukan hanya sekedar barisan kata yang bermakna, teks bukan hanya sebuah hasil dari kontemplasi rasionalitas namun lebih dari itu, teks adalah sebuah tindakan sosial, sesuatu yang bertujuan. Teks terjadi akibat

pertarungan-pertarungan sosial dalam merebutkan dan memperjuangkan makna yang pada akhirnya dipandang benar dan dapat diterima. Hal inilah yang

kemudian diterima oleh masyarakat dan kemudian menjadi kenyataan semu yang palsu.

Disinilah dituntut kepekaan seorang peneliti untuk dapat membongkar makna-makna yang telah dipalsukan dan ketimpangan yang terjadi untuk

kemudian diharapkan sebuah kritik yamg mampu mencerahkan masyarakat akan kebenaran yang objektif. Melalui model analisis wacana Theo van Leeuwen wacana yang adalah hasil dari pertarungan-pertarungan sosial dibongkar melalui strategi wacana Eksklusi dan Inklusi. Eksklusi berhubungan dengan apakah dalam suatu teks berita ada orang atau sekelompok orang yang dikeluarkan dari

pemberitaan dan Inklusi berhubungan dengan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan lewat pemberitaan, sehingga melalui hal inilah ketimpangan itu dapat dibongkar dan diteliti.

5.2.2 Saran Dalam Kaitan Praktis

Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan kepada Harian Kompas adalah:

1. Harian Kompas agar dalam pemberitaannya tetap menjunjung tinggi kebenaran yang objektif, dan menghindari subjektifitas dalam menghadirkan suatu peristiwa. Memang unsur subjektifitas dan keberpihakan pasti akan terus ada dalam dalam perspektif kritis namun hal yang bijaksana untuk dilakukan adalah memiliki batasan-batasan yang berfondasi atas kebenaran-kebenaran logis dan moral dalam berpihak

sehingga pada akhirnya masyarakat dapat tercerahkan bukan malah dibutakan.

2. Tugas media salah satunya adalah menjelaskan dirinya kepada masyarakat, kompas sebagai media yang profesional seharusnya turut serta juga mencerahkan masyarakat dengan menjelaskan tentang dirinya kepada masyarakat sehingga masyarakat yang sebagian besar saat ini masih melek media bisa menjadi masyarakat yang kritis dan cerdas dalam menangapi berbagai macam terpaan media.