• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM

2. Ancaman Pidana Dalam Undang-undang

Untuk terciptanya penyelenggaraan paraktik kedokteran yang bermutu tinggi, maka undang-undang praktik kedokteran (UU Paradok) yang mulai berlaku pada tanggal 6 oktober 2005 tersebut mencantumkan beberapa ketentuan pidana yang khusus berlaku bagi dokter dan dokter gigi yang terdapat pada pasal 75 sampai 80 Undang-undang Praktik Kedokteran.

86

Ancaman pidana tersebut dapat dikenakan bagi dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran, yang melanggar beberapa kewajiban atau melanggar hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, antara lain: Pelanggaran terhadap kewajiban Administrasi, Pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban terhadap pasien, Pelanggaran yang berhubungan dengan perkembangan ilmu kedokteran, Pelanggaran yang dilakukan orang lain, dan Pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan sarana kesehatan atau badan hukum (korporasi).

a. Pelanggaran terhadap kewajiban Administrasi.

1. Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), sebagaimana dijelaskan dalam pasal 29 ayat 1 (UU Praktik Kedokteran), menerangkan bahwa “setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dan surat tanda registrasi dokter gigi”. Sedangkan bagi dokter warga Negara asing yang melakukan praktik kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pelayanan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia dapat diberikan surat tanda registrasi sementara, ketentuan ini berdasarkan bunyi pasal 31 ayat 2 (UU Praktik Kedokteran). Adapun surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga Negara asing (pasal 32 ayat 1 UU Praktik Kedokteran).

Maka apabila dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melanggar segala ketentuan yang terdapat dalam pasal 29 ayat 1, pasal 31 ayat 1, dan pasal 32 ayat

1 di atas, dikenakan ancaman pidana yang terdapat dalam 75 ayat (1), (2), dan (3) UU Praktik Kedokteran, yang berbunyi :

Pasal 75

1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

2) Setiap dokter atau dokter gigi warga Negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

3) Setiap dokter atau dokter gigi warga Negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda tanda registrasi bersyarat sebagimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).87

2. Kewajiban yang lain bagi setiap dokter atau dokter gigi dalam melakukan praktik kedokterannya harus memiliki Surat Izin Praktik (SIP), hal ini berdasarkan atas ketentuan pasal 36 (UU Praktik Kedokteran). Sehingga apabila dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik, dapat dipidana sebagaimana tercantum dalam pasal 76 (UU Praktik Kedokteran), sebagai berikut:

Pasal 76

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

3. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berbunyi :

Pasal 41

87

Undang-undang Nomor. 29 tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran, (Surabaya, Kesindo Utama, 2007), h. 31

1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

Dan apabila melanggar ketentuan yang ada dalam pasal 41 ayat (1) tersebut diancam pidana dalam pasal 79 poin a, ialah:

Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:

a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1);

b. Pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban terhadap pasien.

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan paseinnya, hal ini sebagaimana disebutkan oleh (pasal 51 hurup a UU Praktik Kedokteran). Akan tetapi apabila dokter atau dokter gigi dengan sengaja menyelenggarakan praktik kedokterannya tanpa memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam pasal 51 hurup a, dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan yang ada dalam pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:

Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:

c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e.

Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran dengan sengaja tidak membuat rekam medis.88 Sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) yang berbunyi:

Pasal 46

1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

Jika dokter atau dokter gigi tidak mengindahkan ketentuan yang tersebut dalam pasal 46 ayat (1) di atas dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak lima puluh juta rupiah, hal ini sebagaimana di sebutkan dalam pasal 79 huruf b :

Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:

a. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1).

Kewajiban menyimpan rahasia atas segala sesuatu yang diketahui tentang pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal dunia, merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh dokter dan dokter gigi. Kewajiban dokter dalam menyimpan rahasia kedokteran tercantum dua kali dalam UU Praktik Kedokteran, yaitu pasal 48 ayat (1) samapai ayat (3) dan pasal 51 huruf c UU Praktik Kedokteran.

Kewajiban ini boleh disimpangi berdasarkan pasal 48 ayat (2) UU Praktik Kedokteran yang mengizinkan rahasia kedokteran di buka untuk hal-hal sebagai berikut89 :

88

Rekam Medis menurut penjelasan resmi atas pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Lihat Y.A. Triana Ohoiwutun, Bunga

Rampai Hukum Kedokteran, h. 21

89

a) Untuk kepentingan kesehatan pasien, misalnya pasien menderita kanker stadium lanjut yang kemungkinan harapan sembuh sangat tipis. Bila hal ini diketahui oleh pasien, akan membuat cemas, sehingga akan menggangu kestabilan jiwanya. Biasanya dokter dalam hal ini mengatakan kepada keluarganya, tidak mengatakan kepada pasien sendiri. Hal ini dizinkan berdasarkan pasal 48 ayat (2) UU Praktik Kedokteran, sehingga perbuatan dokter dalam hal ini tidak dapat dipidana.

b) Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, misalnya dokter terkena tuntutan pasal 360 KHUP, kemudian disidik oleh polisi. Maka penjelasan dokter kepada polisi tentang penyakit pasien yang kemudian menimbulkan cacat atau luka tersebut dibenarkan oleh pasal 48 ayat (2).

c) Berdasarkan kebutuhan perundang-undangan, misalnya adanya penyakit yang bisa membahayakan kepentingan orang banyak, yang harus dilindungi dari penyebaran penyakit tersebut. Dalam hal terjadi demikian, maka undang-undang memerintahkan dokter untuk membuka rahasia jabatannya agar masyarakat dapat terlindunngi atau mengadakan pencegahan terhadap penyakit yang berbahaya tersebut, seperti: demam berdarah, flu burung, dan sebagainya.

Perbuatan dokter yang membuka rahasia jabatannya di luar alasan-alasan tersebut, dapat dikenakan ancaman pidana 1 (satu) tahun kurungan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) berdasarkan pasal 79 huruf UU praktik kedokteran.

Dalam melaksanakan praktik kedokterannya setiap dokter atau dokter gigi mempunyai kewajiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian yang lebih baik apabila dokter yang bersangkutan tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan (pasal 51 huruf b UU Praktik Kedokteran). Apabila dokter yang

bersangkutan dengan sengaja tidak merujuk pasiennya kepada dokter atau dokter gigi yang lain yang memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik, maka dapat terkena ancaman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yang tercantum dalam pasal 79 huruf c UU Praktik kedokteran.

Demikian juga dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal ia mengetahui kalau tidak ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya (pasal 51 huruf d UU Praktik Kedokteran) dipidana berdasarkan pada pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

c. Pelanggaran kewajiban yang berhubungan dengan perkembangan ilmu kedokteran. Kewajiban dokter atau dokter gigi diantaranya adalah untuk selalu menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Sebagaimana tertuang dalam pasal 51 huruf e, yang menerangkan “dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi”. Dan ketentuan yang terdapat dalam (pasal 28 ayat 1 UU Praktik Kedokteran), sebagai berikut:

Pasal 28

1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi yang berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan kedokteran gigi.

Apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan oleh dokter atau dokter gigi, maka dapat terkena ancaman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana tertuang dalam pasal 79 huruf e UU Praktik Kedokteran.

d. Pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain. .

Terdapat dua larangan yang tercantum dalam pasal 73 ayat (1) dan ayat (2) UU Praktik Kedokteran, yaitu:

1. Larangan menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter. Hal ini tertuang dalam pasal 73 ayat (1) yang berbunyi :

Pasal 73

1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan atau surat izin praktik.

Kalau larangan ini dilakukan oleh orang yang bersangkutan, maka berlaku ketentuan yang terdapat di dalam pasal 77 UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:

Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).

Menurut Anny Isfandyarie, menjelaskan bahwa berlakunya pasal 77 UU Praktik Kedokteran ini ada dua kemungkinan ialah sebagai berikut90 :

a) Pasal 77 ini tidak berlaku bagi dokter atau dokter gigi, tetapi berlaku bagi orang yang dengan sengaja menggunakan gelar atau bentuk lain seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan SIP.

b) Pasal 77 ini juga berlaku bagi dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki STR dan SIP yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran. Karena dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan SIP merupakan satu kalimat yang tidak dapat dipisahkan. Juga pengecualian yang tercantum di dalam pasal 73 ayat (3) UU Praktik Kedokteran :

Pasal 73

1) Ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undang.

2. Larangan menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, tertuang pada pasal 73 ayat (2), sebagai berikut:

Pasal 73

2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan atau surat izin praktik.

Maka apabila melanggar larangan ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal 78 UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:

Pasal 78

90

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).

e. Pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan sarana kesehatan atau badan hukum (korporasi).

Sanksi bagi sarana pelayanan kesehatan hanya yang berakitan dengan larangan yang tercantum di dalam pasal 42 UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:

Pasal 42

Pimpinan sarana kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Adapun ketentuan sanksi terhadap pelanggaran larangan di dalam pasal 42 UU Praktik Kedokteran ini tercantum di dalam pasal 80 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi:

Pasal 80

1) Setiap orang yang dengan sengaja memperkerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). 2) Dalam hal tindak pidana sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak91.

Dari bunyi pasal 80 ayat (1) dan (2) UU Praktik Kedokteran tersebut dapat diartikan bahwa sanksi pidana yang tercantum di dalam pasal 80 UU Praktik Kedokteran dapat dikenakan kepada:

1. Perorangan yang memiliki sarana pelayanan kesehatan yang memperkerjakan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki SIP.

91

2. Korporasi yang memiliki sarana pelanan kesehatan yang memperkerjakan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki SIP, dipidana dengan 2 (dua) bentuk pidana yaitu :

a. Denda Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah) atau

b. Denda Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah), ditambah dengan pencabutan izin92.

Ketentuan-ketentuan pidana pada Undang-undang Praktik Kedokteran ini pada umumnya menganut sistem alternatif yang memberikan kebebasan kepada hakim untuk memilih salah satu jenis pidana yang tercantum dalam rumusan tindak pidana yang bersangkutan.