• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM

C. Tanggung Jawab Profesi Kedokteran

1. Tanggung Jawab Etik Profesi

Kode etik kedokteran menyangkut dua hal yang harus diperhatikan oleh para pengenban profesi kedokteran, yaitu68:

a. Etik jabatan kedokteran (medical ethics), yaitu menyangkut masalah yang berkaitan dengan sikap dokter terhadap teman sejawat, para pembantunya, masyarakat, dan pemerintah.

b. Etik asuhan kedokteran (ethics of medical care), merupakan etik kedokteran untuk pedoman kehidupan sehari-hari, yaitu mengenai sikap tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya.

Mengenai tanggung jawab etik profesi kedokteran diatur di dalam KODEKI yang dirumuskan dalam pasal-pasal adalah sebagai berikut69:

Pasal 1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya harus dapat dipertanggung jawabkan baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan yang maha esa yang telah memberikan kemampuan kepada dirinya untuk memberikan pertolongan

68

Y.T. Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, h 57 69

kepada pasien. Upaya penyembuhan yang dilakukan dokter hendaklah merupakan upaya yang sesuai standar dan dilakukan dengan bersunguh-sungguh oleh dokter.

Dalam hal ini Nabi Saw mewajibkan kepada setiap ahli untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a. :

ص ﷲالﻮ ر لﻮ ﺮ ﷲا اﺪ نأ

.

م

.

لﻮ ﻜ آو عار ﻜ آلﻮ

ر

...

ﺎ ا اور

ىر

Artinya: Abdullah bin Umar r.a. mengabarkan, bahwa Rasulallah Saw bersabda: “setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)

Pasal 3.Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pengertian pasal 3 ini mengandung makna bahwa kedokteran harus selalu dijaga seluhurnya dengan perilaku dokter yang senantiasa berorientasi kapada pengabdian, mengutamakan kepada kebebasan dan kemandirian profesi, tidak berorientasi kepada jasa semata. Beberapa contoh perbuatan yang tidak terpuji dari profesi kedokteran antara lain:

a) Tarif dokter yang tidak wajar dan tidak melihat kemampuan pasien;

b) Memberikan resep kepada pasein berdasarkan sponsor dari pabrik obat, dan sebagainya

Nabi membolehkan bagi para tenaga kedokteran muslim menerima imbalan dari pasiennya atas jasa atau perbuatannya, selagi tidak melampaui batas. Sebagaimana hadits dari Ibn ‘Abbas r.a.:

لﺎ ﺎ ﻬ ﷲا ر سﺎ ا

:

ص ا إ

.

م

.

ﺔ هاﺮآ ﻮ و ﺮ أمﺎ اﻰ أو

.

ىرﺎ ا اور

Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah ibn Abbas, bahwa ia berkata: “Nabi Saw pernah berbekam dan membayar upah bekam itu kepada pembekam, dan kalau kiranya Nabi menganggapnya (pembayaran itu) makruh tahrim, tentu tidak akan dilakukan beliau”. (HR. Bukhari).

Pasal 4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Seorang dokter yang mempromosikan dirinya sebagai dokter yang lebih kompeten dari teman sejawatnya yang lain, merupakan salah satu bentuk perbuatan yang besifat memuji diri yang tidak patut dilakukan. Dokter hendaknya sadar bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya adalah sebagai karunia dari Tuhan yang Maha esa.

Allah Swt tidak menyukai perbuatan menyombongkan diri yang dilakukan oleh seseorang, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:

و سﺎ كﺬ ﺮ و

ضرﻷاﻰ

ﺎ ﺮ

.

نﺎ رﻮ آ ﷲانإ

:

Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karean sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 18).

ﺪ ﺪ ـ ا رﻮ لﺎ آ ﷲاو ﻜ أﺎ اﻮ ﺮ و ﻜ ﺎ ﺎ ﻰ اﻮ ﺄ ﻜ

:

Artinya: “… dan supaya kamu tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada mu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 23).

Pasal 5. Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Dalam memberikan nasihat kepada pasien, dokter harus melakukan pendekatan secara holistik. Dokter harus mampu memberikan keyakinan kepada pasien bahwa

dirinya akan sembuh, dengan mengalihkan kecemasan pasein kearah optimisme, walaupun penyakit pasien menurut pengetahuan kedokteran tidak ada harapan untuk bisa disembuhkan. Dokter juga harus selalu ingat bahwa yang menyembuhkan adalah Tuhan yang maha penyembuh, bukan dokter.

Pasal 6.Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Dalam memberikan pengobatan kepada pasien, dokter harus berhati-hati bila akan menggunakan obat-obatan yang baru ditemukan. Karena apabila salah dalam pemberian suatu obat, maka akan berakibat patal terhadap pasein.

Pasal 7. Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Sebagai ahli di bidang kesehatan, kadang-kadang keterangan dokter juga diperlukan di dalam proses peradilan sebagai alat bukti keterangan ahli. Bila ini dialami oleh dokter-dokter yang bersangkutan harus benar-benar objektif dalam memberikan keterangan keahlian terutama pada saat memberi keterangan keahlian yang berkaitan dengan tuduhan tindak pidana malpraktik.

Pasal 7a. Seorang dokter harus, dalam praktik mediknya memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabatnya.

Memberikan pelayanan medis merupakan amanah yang harus dilakukan oleh seorang dokter yang harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan yang mengaruniai ilmu kepada dirinya. Allah Swt yang telah mengaruniai ilmu kepada manusia menjanjikan balasan yang kekal kepada manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

جرﺎ ـ ا نﻮ ار هﺪﻬ و ﻬ ﻷ ه ﺬ او

Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Q.S. Al-Ma’arij: 32).

Pasal 7b.Seorang dokter bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani medis.

Pasal 7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Ketentuan dalam pasal 7c ini, juga perlu dicermati oleh seorang dokter, terutama, hak pasien dalam menentukan dirinya sendiri, dalam bentuk melakukan persetujuan tindakan medik. Tindakan dokter yang dilakukan terhadap diri pasien, haruslah sepengetahuan dan mendapatkan persetujuan dari pasien yang paling berhak atas tubuhnya.

Pasal 7d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Kewajiban melindungi hidup makhluk insani tercantum di dalam lafal sumpah dokter, bahkan perlindungan terhadap hidup makhluk insani harus dilakukan oleh dokter sejak saat pembuahan. Oleh karena itu, pengakhiran kehamilan pada usia kehamilan kapan pun tanpa indikasi medis yang jelas, merupakan pelanggaran KODEKI dan lafal sumpah dokter. Walaupun perbuatan dokter selamat dari sanksi pidana, tetapi seorang dokter yang mempunyai hati nurani dan setia kepada profesi luhur kedokteran, tentu tidak akan berani melakukan aborsi dan sejenisnya yang akan mengakibatkan berakhirnya hidup seorang calon manusia.

Secara tegas Allah Swt melarang manusia untuk melakukan aborsi. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 31:

وأ ﻮ و

اﺮ آﺎ نﺎآ ﻬ نإ آﺎ إو ﻬ زﺮ ق إ ﺔ آد

ءاﺮ ﻹا

:

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.

Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar,” (Q.S. Al-Isra’: 31).

Pasal 8. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan/ mendahulukan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotof, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.

Pembangunan kesehatan ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Sebagai tenaga profesional di bedang kesehatan, dokter diharapkan mampu untuk mengerahkan potensi yang ada bagi terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan tersebut melalui semua aspek pelayanan kesehatan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 9. Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Pemecahan masalah di bidang kesehatan, tidak mungkin bias berhasil bila hanya ditangani oleh satu displin ilmu saja. Oleh karena itu dalam menyehatkan masyarakat, dokter harus bisa menididik masyarakat dengan menjalin kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat maupun pejabat yang dapat memberikan bantuan dalam mengubah paradigma yang terkait dengan faktor-faktor non medis tersebut. Sepertinya suksesnya program Keluarga Berencana, menurunya angka kematian Ibu, banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor non medis, terutama faktor sosial, ekonomi, dan budaya.

Kalau pasal-pasal di dalam KODEKI tersebut kita cermati akan kita lihat bahwa pasal-pasal tersebut sesuai dengan perintah Allah Swt yang tercantum dalam Al-Qur’an:

ﺎ وﺎ اﻮآﺮ و ﷲاﺪ او

ﻰ ﺮ ـ ا ىذرﺎ ـ او آﺎ او ﻰ ﺎ ـ اوﻰ ﺮ اىﺬ وﺎ ﺎ إ ﺪ اﻮـ

ﻜ أ ﻜ ﺎ و ا او ـ ﺎ ﺎ او ـ ارﺎ ـ او

,

نإ

نﺎآ ﷲا

ارﻮ

.

ءﺎ ـ ا

:

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”

(Q.S. An-Nisa: 36).