• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian, Sejarah dan Jenis Profesi Kedokteran

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM

A. Pengertian, Sejarah dan Jenis Profesi Kedokteran

Di dalam peraturan perundang-undangan tentang kesehatan di Indonesia tidak terdapat dengan jelas perumusan mengenai profesi dokter. Secara bahasa (etimologis)

pengertian dokter dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “Lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya”39 Akan tetapi jika dilihat dari kedudukan dokter sebagai tenaga kesehatan yang merupakan salah satu sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan untuk mendukung terselenggaranya upaya kesehatan, maka di dalam Bab I (Ketentuan Umum) pasal 1 butir 11 Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran), memberikan rumusan tentang profesi kedokteran, yaitu:

“Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat”.40

Dapat disimpulkan bahwa dokter sebagai pengemban profesi adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan

39

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 2005), cet ke III, h 272

40

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran, (Surabaya, Kesindo Utama, 2007), h 3

melalui pendidikan di bidang kedokteran yang memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Dari rumusan yang tercantum di dalam Undang-undang Praktik Kedokteran tersebut, jelaslah bahwa dokter merupakan pengemban profesi kedokteran yang tentunya juga memiliki ciri-ciri profesi sebagaimana pengemban profesi pada umumnya.

Menurut Komalawati memberikan kesimpulan bahwa hakikat profesi adalah panggilan hidup untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan yang didasarkan pada pendidikan yang harus dilaksanakan dengan kesungguhan niat dan tanggung jawab penuh. Beberapa ciri profesi antara lain:41

a) Merupakan suatu pekerjaan yang berkedudukan tinggi dari para ahli yang terampil dalam menerapkan pengetahuan secara sistematis;

b) Mempunyai kompetensi secara eksklusif terhadap pengetahuan dan keterampilan tertentu;

c) Didasarkan pada pendidikan yang intensif dan disiplin tertentu;

d) Mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan, serta mempertahankan kehormatan;

e) Mempunyai etika tersendiri sebagai pedoman untuk menilai pekerjaan; f) Cenderung mengabaikan pengendalian dari masyarakat dan individu; dan

g) Pelaksanaannya dipengaruhi oleh masyarakat, kelompok kepentingan tertentu, organisasi profesional lainnya, terutama dari segi pengakuan terhadap kemandiriannya.

41

Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku I, (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006), cet pertama, h 23

Pendapat lain mengenai ciri-ciri profesi yang dikemukakn oleh Sidharta, ialah dimana dikatakan ada beberapa ciri khusus profesi yaitu42:

a) Tidak mengacu pada pamrih;

b) Rasionalitas, yaitu melakukan usaha mencari yang terbaik dengan bertumpu pada pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah;

c) Spesivitas fungsional, maksudnya bahwa di dalamnya para profesional itu menjalankan atau memiliki kewibawaan atau otoritas dan otoritas profesional ini memiliki sosiologikal yang khas;

d) Universalitas, yaitu dalam pengambilan keputusan didasarkan pada “apa yang menjadi masalahnya, dan tidak ada siapanya, atau pada keuntungan pribadi yang diperolehnya”.

Melihat kedua pendapat mengenai ciri-ciri profesi yang dikemukakan di atas, pada prinsipnya bahwa profesi menunjukan pada sifat-sifat tidak adanya pamrih untuk kepentingan pribadi, rasional, berdasarkan kepada suatu keahlian tertentu yang diperoleh melalui pendidikan yang lama, sehingga setiap profesi memiliki hak monopoli atas keahliannya, dan selalu dapat mengatur serta mengontrol diri sendiri melalui nilai etik dan moral.

Dalam berbagai literatur Islam tentang pengertian dari perofesi kedokteran, dijelaskan bahwa kata dokter ( ا), berasal dari akar kata (ﺎ و-ﺎ - - ) merupakan bentuk transitif yang maknanya mengobati. Yang bentuk jamaknya adalah

(ءﺎ أ و ﺔ أ),

dan bentuk muannasnya adalah (ﺔ ). Kemudian asal kata ( ا) oleh Ibn al-Manzur diartikan sebagai :

42

Hedrojono Soewono, Perlindungan Hak-hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik, (Surabaya, Srikandi, 2006), cet pertama, h 18

ﻮه ﻷاﻰ ا

رﻮ ﻷﺎ قدﺎ أ

,

ﺎﻬ فرﺎ ا

,

و

ﻰ ﺮ ا ﺎ ىﺬ ا ا

.

43

Artinya: “Asal kata dokter bermakna: orang yang cakap atau ahli dalam segala permasalahan, dan mengethaui tentang segala sesuatu, dan dikatakan dokter ialah orang yang ahli dalam mengobati orang saki.”

Menurut Luwis Ma’luf, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dokter ( ا) adalah:

آ وأ ا ﺎ

قدﺎ ﺮهﺎ

.

44

Artinya: “Dokter adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang pengobatan (medis), dapat juga diartikan sebagai orang yang mahir dan cakap dalam pekerjaannya.”

Yusuf Syaikh Muhammad Al-Baqaiy, memberikan depinisi dari dokter ( ا) adalah sebagai berikut45 :

ﻮه أ

قدﺎ اﺮهﺎ أ

.

Artinya: “Dokter adalah orang yang mahir (ahli) dan cakap dalam pekerjaannya.”

2. Praktik Kedokteran Dalam Lintas Sejarah.

Metode penyembuhan dalam praktik kedokteran telah dikenal jauh pada zaman sebelum masehi, yaitu sejak abad ke-40 SM dalam masyarakat Yunani kuno.

Hippocrates atau Hipokratus (460-377 SM), yang dalam lafal Arab dikenal dengan nama

Hibukuratun atau Hifukuratun, adalah dokter yang pertama kali meletakan dasar-dasar etika kedokteran yang merupakan landasan bagi perumusan etika kedokteran di masa

43

Ibn al-Manzur, Lisanul ‘Arabi, (Kairo, Dar al-Hadits, 1423 H- 2003 M), juz IV, h 556 44

Luwais Ma’luf, Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-‘A’lam, (Beirut, Dar el-Masyriq, 1975), h 459 45

Yusuf Syaikh Muhammad al-Baqaiy, Al-Qamush Al-Muhith, (Beirut, Dar al-Fikr, 1415 H- 1995 M), h 101

modern.46 Di antara bahan tulisannya adalah Afurimah (Aphorisma), berisi tentang metode kedokteran dan berbagai arakan peramuan herbal dan mineral.

Hippocrates meletakan landasan tersebut dalam bentuk sumpah, isi sumpahnya antara lain:

1) Mengajarkan ilmu kedokteran hanya kepada yang berhak dan mempraktekannya untuk memberi manfaat bagi kemanusiaan;

2) Tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien; 3) Tidak melakukan kejahatan seperti mengugurkan kandungan;

4) Tidak mempergunakan kesempatan untuk melakukan kejahatan yang mungkin timbul dalam praktik kedokteran;

5) Memelihara kesucian diri lahir dan batin dan memelihara rahasia jabatan.

Dari isi sumpahnya Hippocrates ini, terdapat tiga hal yang pokok yang terkandung dalam etika kedokteran, yaitu: keharusan menjaga kehormatan diri dan profesi, berusaha semaksimal mungkin untuk menolong orang lain dan tidak memperlakukan orang lain sebagaimana ia tidak ingin diperlakukan.

Untuk lingkungan masyarakat Indonesia, yang keanggotaannya dalam Word Medical Assosiation (WMA = Ikatan Dokter se-Dunia) diwakili oleh Ikatan Dokter Indonesia

(IDI) pada tahun 1953, rumusan etika kedokteran dihasilkan oleh Musyawarah Nasional Etika Kedokteran ke-2 pada Desember 1989.47 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) ini terdiri dari 4 Bab dan 18 Pasal. Dari seluruh pasal dalam KODEKI

46

Abdul Azis Dahlan (edt), Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), cet ke I, h 880

47

terdapat empat prinsip etik yang harus diperhatikan dan dijunjung tinggi oleh setiap deokter.

Pertama, setiap dokter harus menjalankan profesinya dengan niat yang benar sesuai dengan hakikat profesi dokter sebagai pengabdi kemanusiaan. Di samping itu, setiap dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi (pasal 3), harus konsisten pada kewajibannya melindungi hidup makhluk insani (pasal 10), dan memberikan kesempatan pada pasiennya untuk berhubungan dengan keluarganya dan beribadah sesuai dengan agamanya (pasal 12).

Kedua, profesi kedokteran harus dilaksanakan dengan cara yang benar. KODEKI mengatur bahwa dokter harus melakukan profesinya secara maksimal (pasal 2), memberi obat atau nasihat yang mungkin dapat melemahkan daya tahan pasien hanya untuk kepentingan pasien sendiri (pasal 5), mengutamakan kepentingan masyarakat dan menjadi pengabdi kemanusian serta memelihara saling pengertian dan kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait dengan profesinya (pasal 8 dan 9), dan secara ikhlas mempergunakan ilmu dan keahliaannya untuk kepentingan penderita. Kalau ia tidak mampu menangani suatu penyakit pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter lain yang lebih ahli dalam pengobatan tersebu (pasal 11).

Ketiga, dokter harus selalu menjaga citra profesinya. Dalam hal ini seorang dokter dilarang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan etika seperti memuji diri sendiri, menyelewengkan profesi kedokteran, baik secara pribadi maupun bersama-sama, untuk kepentingan sendiri, tidak menerima imbalan jasa yang tidak layak (pasal 4). Seorang dokter juga harus memberi keterangan yang dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya (pasal 7), merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang penderita (pasal 13), dan memberi pertolongan darurat (pasal 14).

Prinsip etik keempat, adalah hal yang berhubungan dengan pelestarian profesi kedokteran. Dalam hal ini setiap dokter harus berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan penemuannya yang belum teruji kebenarannya (pasal 6), memperlakukan teman sejawat seperti ia sendiri ingin diperlakukan, tidak mengambil alih penderita dari temannya, memelihara kesehatannya dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khusus tentang masalah kedokteran yang digelutinya (pasal 15-18).

Dalam sejarah keilmuan Islam, terdapat banyak para Ulama atau tokoh Cendekiawan-cendikiawan muslim yang ahli dalam bidang kedokteran diantaranya adalah:

Abu Ali Al-Hussain bin Abdullah bin Sina, atau lebih dikenal denan sebutan Ibn Sina. Lahir di Afshana dekat kota Bukhara, Uzbeskistan pada tahun 981 M. di usia ke 10 Ibn Sina sudah menguasai Al-Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya.48

Kontribusi terbesar Ibn Sina dalam bidang kedokteran terutama dilihat dari bukunya yang terkenal adalah “Al-Qanun Fi Ath-Thibb”, kitab itu dibarat lebih dikenal sebagai

“The Canon of Medicine”. Tidak ada satu rujukan pun dalam ilmu kedokteran yang tidak mengambil rujukan Ibn Sina. Di masa mudanya dia telah memperlihatkan bakat yang luar biasa dalam bidang kedokteran, dan ketika itu dia cukup kondang di kampungnya sebagai tabib muda.

Ibn Zuhr (1091-1162) atau Abumeron, dikenal pula dengan nama Avenzoar yang lahir di Seville, adalah seorang ahli fisika dan kedokteran. Beliau menulis buku “The Method of Preparing Medicines and Diet” yang diterjemahkan kedalam bahasa Yahudi (1280)

48

dan bahasa Latin (1490) yang merupakan sebuah karya yang mampu mempengaruhi Eropa dalam bidang kedokteran setelah karya-karya Ibn Sina “Qanun Fit Thibb atau Canon of Medicine” yang terdiri dari delapan belas jilid.49

Ibn Rusyd (1126-1198), lahir di Cordova lidah barat menyebutnya Averroes. Ibn Rusyd adalah seorang ahli hukum, ilmu hisab (arithmetic), kedokteran, dan ahli filsafat terbesar, dalam sejarah Islam dimana ia sempat berguru kepada Ibn Zuhr, Ibn Thufail, Abu Ja’far Harun dari Trixillo. Karena kepiawaiannya dalam bidang kedokteran Ibn Rusyd diangkat menjadi dokter istana pada tahun 1182.50

Itulah keunikan para ulama atau Cendikiawan-cendikiawan tempo dulu yang bukan saja mengusai satu satu bidang ilmu pengetahua namun mereka menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang disegani dan tanpa pamrih, hingga nama mereka dikenang oleh setiap insan.

Namun ditinjau dari segi historisnya bahwa praktik kedokteran sudah dikenal manusia di berbagai belahan dunia yang terbagi kedalam dua fase perkembangannya, yaitu fase perkembang praktik kedokteran pada masa sebulum nabi Muhammad Saw dan fase pada masa Islam.

Yang pertama, fase perkembangan praktik kedokteran pada masa sebelum nabi Muhammad Saw. Istilah praktik kedokteran sudah berkembang di beberapa Negara dan dinasti, diantaranya yang terjadi di negeri Sumeria dan Akadia, bangsa babilonia, di negeri Mesir, Hindustan, kerajaan Romawi dan Yunani, dan negeri China, ialah sebagai berikut :

49

Diakses pada 4 Oktober 2007 dari http:// Media. Isnet. Org/ Islam/ Etc/ Andalusia.

50 Ibid.,

Negeri Sumeria termasuk wilayah tanah Irak, yaitu negeri yang diairi sungai Furat

(Eufrat) dan sungai Dajlah (Tigris). Menurut data-data yang terungkap, sekitar 4000 tahun sebelum masehi, tabib-tabib bangsa Sumeria telah mengenal cara mengobati patah tulang dengan cara lasah yang diberi balutan berbidai, selain itu mereka juga telah mengenal cara mengobati gigitan serigala gila dengan di-Kayy (bakar) searah dengan gigitannya, lalu si penderita diberi minum ramuan sambil dikubur sampai pinggang dalam lubang berlumpur selama sehari semalam.51 Di negeri Sumeria terdapat dua cara pengobatan. Pertama, pengobatan alami menurut cara pengobatan dukun. Biasannya si penderita diberi berbagai macam ramuan, dipijit, lalu dijampi dengan meminta bantuan jin. Kedua, pengobatan yang boleh disebut alamiah pada saat itu, yaitu pengobatan yang dilakukan oleh tabib-tabib kota menggunakan ramuan-ramuan herba, madu, ramuan serbuk tanduk, al-kayy (bakar), dan lain-lainnya.

Sedangkan di negeri Akadia, yaitu yang terletak di wilayah utara Irak bagian tengah, tepatnya di tempat pertemuan sungai Dajlah dan Furat, sekitar 2300 tahun sebelum masehi, diceritakan ada seorang yang bernama Sargon. Ia adalah bekas khadam (pelayan)

raja Zababa dari negeri Ur, pusat kebudayaan Arab purba, kemudian hari Sargon menjadi raja Akadia dan Sumeria yang memilih kota Aqad menjadi ibu kota negeri itu.

Pada masa Sargon itulah terjadi kebangkitan ilmu kedokteran Samiah. Bahkan di kota Aqad telah berdiri semacam lembaga pengkajian kedokteran yang berkembang sampai awal pemerintahan raja Namruz dari Babilonia. Kemudian raja Namruz memindahkan lembaga itu ke Namiruz, kota yang didirikannya. Tersebut di dalam cerita rakyat Akadia

51

Ja’far Khadem Yamani, Mukhtasar Tarikh Tharikat Ath-Thibb (Ilmu Kedokteran Islam, Sejarah

dan Perkembangannya). Penerjemah A.D. el-Marzdedeq, Dlm, Av, (Bandung, PT Syaamil Cipta Media,

bahwa Anhiduana, putri raja Sargon selain menjadi pendeta juga merangkap sebagai pengakaji berbagi jenis pengobatan.

Bangsa Babiluniyah (Babilon) serumpun dengan bangsa Akadia, keduannya termasuk bangsa Arab purba yang telah berkebudayaan tinggi. Pada masa pemerintahan Hamurrabi telah ditemukan undang-undang kenegaraan yang boleh dikatakan cukup lengkap. Undang-undang itu dipahatkan pada altar batu, berisikan 300 pasal dan 4000 baris.52 Di dalam batu surat (prasasti) Hamurrabi itu terdapat pasal yang berhubungan dengan bab kesehatan penduduk.

Bidang kedokteran yang terkenal pada masa itu antara lain ilmu lasah (fisioterapi), ilmu bedah dan beberapa cabangnnya, ilmu terapi air (hidroterapi), dan beberapa cabangnya, al-kayy (bakar), ilmu ashaf, ilmu peramuan obat (farmakologi), bahkan konon telah ada obat-obatan Babilonia yang telah berbentuk pil.

Pada masa itu orang-orang Babilonia telah mengenal perbedaan antara tabib dengan dukun (kahin). Ada dua hal yang membedakan keduanya. Pertama, tabib adalah seorang ahli pengobatan yang jauh dari ketahayulan sedangkan kahin menganggap bahwa penyakit itu ditimbulkan oleh ganguan atau rasukan makhluk halus jahat, karena hari sial, karena salah memberi nama, dan semacam Takahyul atau Khurafat lainnya. Kedua, tabib mengobati dengan menggunakan alat-alat kedokteran semacam pisau bedah, alat pecucuk, alat-alat al-Kayy (bakar) dan lainnya, sedangkan Kahin melakukan pengobatan dengan jampi-jampi, azimat-azimat penangkal, dan sesuatu yang tidak masuk akal.

Sedangkan Mesir pada masa kekuasaan Fir’aun telah memiliki kebudayaan yang tinggi. Bidang ilmu kedokteran telah mengungguli ilmu kedokteran di negeri lain. Pada

52

masa kekuasaan Fir’aun Ramses II, lebih kurang 1200 tahun sebelum masehi, di ibu kota negaranya di Ramses lalu di kota Thebe dan Memphis telah ditemukan lembaga-lembaga pusat pengkajian ilmu kedokteran.

Di Mesir telah ditemukan dua macam pengobatan; Pertama, pengobatan kekahinan, yaitu dengan mengalap (meminta) bantuan jin berupa sihir-sihir. Kedua, pengobatan ilimiah. Pengobatan ini berpusat di lembaga-lembaga kedokteran yang di biayai negara. Perkembangan ilmu kedokteran di Mesir pada saat itu memang sangat menakjubkan.

Secara garis besarnya ada beberapa macam metode kedokteran yang dilakukan di Mesir, yaitu Al-kayy (bakar), fisioterapi, bedah, peramuan, terapi air (hidroterapi), terapi dengan pernafasan yang di namakan Dudl, dan terapi berpantang salah satu makanan dan minuman tertentu yang dinamakan Dawit (diet).53 Pada masa nabi Yusuf a.s, di Mesir terdapat orang-orang Israil. Di antara mereka terkenal pula ahli-ahli kedokterannya. Mereka mengembangkan kedokteran Mesir hingga mereka menemukan metode kedokteran yang lebih maju. Pada masa Fir’aun dinasti Ramses, tabib-tabib Bani Israil ini sangat terkenal, tetapi hanya orang-orang tertentu yang berobat kepadanya karena bertarif tinggi.

Di Hindustan menurut tarikh ketabiban mengenai ilmu kedokteran yang berkembang di negeri itu banyak dimonopoli kaum Brahmana atau beberapa orang kasta Kesatria. Di Hindustan banyak terdapat lembaga pengkajian kedokteran, diataranya terdapat di Mathura, Pataliputra dan Indraprahasta. Ilmu kedokteran Hindustan berpangkal pada ilmu kedokteran Aria, Sumeria, Yunani dan Persia.

53

Disebutkan bahwa di Hindustan berkembang beberapa macam metode kedokteran, anta lain; Pertama, metode berdasarkan agama, di antara ilmunya berpangkal pada Atharwaweda atau Ayuwerda. Kedua, metode yang tidak berdasarkan agama melainkan berdasarkan ilmu kedokteran murni. Ketiga, metode campuran yaitu metode kedokteran yang dicampurkan dengan sihir.54

Juga di Hindustan sendiri dikenal adanya beberapa metode pengobatan atau penyembuhan, antara lain: pengobatan melalui pernapasan yang disebut Yoga, penyembuhan melalui terapi Upawasa dan tapa, penyenbuhan melalui terapi-terapi Dahtayana hingga ditemukan penyembuhan dengan perabaan renggang dan perabaan jarak jauh. Tetapi pada umunya adalah dengan pijatan dan tepukan, yaitu pijatan seluruh tubuh dan pijatan khas kaki. Terdapat juga pengobatan melalui terapi air, pengobatan atau penyembuhan melalui senam dan lasah, serta pengobatan atau penyembuhan melalui cucukan dan bedah.

Dikisahkan bahwa di Romawi dan Yunani pada 500 tahun sebelum masehi telah ada beberapa orang tabib yang terkenal. Namun tabib-tabib di Romawi dan Yunani biasanya merangkap sebagai seorang Kahin (dukun) atau sebaliknya. Di samping itu ada juga kahin-kahin yang dianggap orang sebagai perantara bagi dewa-dewa Olympus.55

Pada umumnya kedokteran Yunani dan Romawi purba terikat dengan penyembahan pada dewa-dewa, terutama pada dewa-dewa Olympus. Pada zaman kemajuan, serta zaman modern seperti sekarang ini, di mana pengkajian dan penelitian serba ilmiah, ahli-ahli kedokteran masih tetap mempertahankan istilah-istilah dan lambang-lambang yang

54

Ja’far Khadem Yamani, Mukhtashar Tarikh Tharikat Ath-Thibb, h 25 55

diambil dari nama-nama dan lambang-lambang keagamaan Yunani dan Romawi purba. Seperti misalnya pengambilan kata-kata Genius (dewa-dewi pilindung dari roh jahat),

Hipnose (dewa tidur nyenyak), Hygeia (dewi kesehatan) dan lainnya. Adapun lambang piala dan ular juga tongkat dan ular adalah lambang Aesculapus, yang digunakan sebagai lambang apotek. Tanda “R”, Recipe-recipere, asalnya dari lambang Altar Jupiter atau Zeus Pater.56

Dalam hal ini nabi Muhammad saw sangat membenci istilah-istilah jahiliyah dan mengkhawatirkan umat Islam akan kembali menghidupkan sunnah (tata cara) Jahiliyah, sabda nabi saw:

لﺎ ﻰ ا نأ سﺎ ا

ﺔ ﷲا ﻰ إسﺎ ا أ

:

ماﺮ ا ﻰ ﺪ

,

و

ﻹاﻰ

م

ﺔ هﺎ ا

,

د و

م

ئﺮ ا

د ﺮﻬ

)

ﺎ ا اور

ر

ى

(

57

Artinya: Dari Ibn Abbas r.a., bahwa nabi Saw bersabda: “Orang yang sangat dibenci Allah ada tiga golongan: 1.Orang yang berterus terang mengerjakan yang haram, 2.Orang yang memasukan ke dalam Islam kebiasaan (adat) jahiliyah, 3.Orang yang menuntut menumpahkan darah orang lain, tidak menurut kebenaran (hukum).”

(HR. Bukhari).

Diantara cabang-cabang ilmu kedokteran yang berkembang di Yunani dan Romawai, antara lain58:

a) Pengobatan Herba, yaitu ilmu ramuan tumbuh-tumbuhan basah, kering dan tumbuh-tumbuhan laut;

b) Pengobatan Xaphon, yaitu ilmu ramuan serbuk tulang, abir, batu-batuan, serangga, madu, darah, dan semacamnya;

56

Ibid., 57

Zainudin Hamidy dkk, Tarjamah Shahih Bukhari, (Jakarta, Wijaya, 1992), cet ketiga belas, h 105

58

c) Pengobatan Fisioterapi, yaitu ilmu lasah patah tulang, ilmu senam pengobatan, ilmu lasah otot dan saraf;

d) Pengobatan Umum, yaitu ilmu pengobatan untuk penyakit kulit, ilmu kebidanan, dan ilmu penyakit kepala (mulut, mata, hidung, tilunga serta otak); dan

e) Ilmu Bedah, orang yang akan dibedah biasanya diasapi dengan asap dan candu kering yang dibakar.

Adapun perkemgangan praktik kedokteran di negeri China, sesungguhnya ilmu pengibatan China boleh dikatakan maju sejak 2500 tahun sebelum masehi, sebelum berkuasa kaisar Yao. Kitab pengobatan China yang tertua berasal dari zaman dinasti Hsia. Sedangkan kitab pengobatan China yang lengkap ditulis pada zaman Ts’in Shih Huang Tie (221-210 SM).

Pengobatan China terbagi atas dua bagian. Pertama, pengobatan anak negeri dan

kedua, pengobatan Sinse (dokter).59 Pengobatan anak negeri dilakukan oleh orang yang belajar sendiri atau berguru kepada orang yang terbilang pandai atau berpedoman kepada kitab-kitab pusaka. Di antara jenis pengobatan anak negeri yaitu:

a) Pijatan dengan tangan, tongkat, biji-bijian dan sebagainya; b) Jamu, jenis jamu anak negeri berbeda dengan jamu sinse;

c) Sihir, pengobatan China pun mengenal sihir pengobatan, pengobatan jarak jauh dan jarak dekat dengan meminta bantuan roh-roh;

d) Pengobatan dengan arak, darah ular, empedu, cacing, sarang burung layang-layang laut, dan lainnya.

59

Mengenai ramuan Sinse, ilmu ramuan China terbagi dua bagian yaitu ramuan basah dan ramuan kering. Ramuan basah berupa minuman, akar-akaran, umbi-umbian seumpama kolesom, kinshan (gingseng) dan sejenisnya. Sedangkan ramuan kering berupa berbagai macam rumput-rumputan, kulit pohon, akar-akaran, benalu, bunga kering, buah-buahan kering, serbuk tanduk rusa, serangga kering, dan lain sebagainya.

Kedua, fase perkembangan praktik kedokteran pada masa Islam. Sesungguhnya nabi Muhammad Saw tidak diutus ke muka bumi ini untuk menjadi seorang tabib, melainkan untuk menjadi seorang rasul (utusan) Allah. Beliau adalah seorang nabi dan rasul yang terakhir, tiada nabi dan rasul sesudahnya. Tetapi dalam syari’ah Islam yang dibawanya terkandung nilai-hilai Ath-Thibb (kedokteran) yang murni dan tinggi.

Beberapa ajaran dan tuntutan Rasulallah Saw yang mengandung kajian dan nilai-nilai

Ath-Thibb (kedokteran), antara lain60:

a) Cara bersuci yang diajarkan Rasulallah Saw;

b) Sunnah untuk berkhitan, yaitu memotong kulup bagi laki-laki dan memotong sebagian (Labia Minora) yang memanjangkan bagi perempuan;

c) Perintah memotong kuku, membersihkan bulu ketiak, dan kemaluan; d) Keharusan memcuci tangan sebelum dan sesudah makan;

e) Diharamkan bangkai, darah, babi, sembelihan berhala, dam khamr, baik basah maupun kering;

f) Larangan memasuki atau keluar dari sebuah negeri ketika berjangkit penyakit menular;

g) Larangan menyatukan hewan sakit dan hewan sehat;

60

h) Larangan berobat dengan barang haram;

i) Anjuran memberi harapan pada seorang penderita;

j) Disebutkannya madu sebagai obat dalam Al-Qur’an dan hadits;

k) Disebutkannya kurma yang tumbuh di tanah berbatu hitam sebagai obat dalam