• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE), DAN ARAH TRANSFER

7.3. Arah Transfer Manfaat

Aksi reklaiming yang dilakukan kedua OTL, OTL Banjaranyar II dan OTL Pasawahan II, ditujukan agar masyarakat anggotanya memperoleh akses terhadap tanah. Dengan adanya tanah garapan, diharapkan terjadi perubahan struktur pemilikan dan penguasaan tanah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat anggota masing-masing OTL tersebut. Muara dari ini semua dapat dilihat dari bagaimana sebenarnya rute transformasi dapat ditimbulkan dari pembaruan kebijakan.

Mengacu pada Borras dan Franco (2008) dalam Shohibuddin (2010), arah transformasi yang ditimbulkan oleh kebijakan landreform dapat dibedakan menjadi empat kemungkinan, yaitu (1) redistribusi, (2) distribusi, (3) non-(re)distribusi, dan (4) (re)konsentrasi. Empat arah ini bisa diadaptasi untuk menyediakan kerangka bagi kebijakan pertanahan, khususnya untuk memastikan sejauh mana transfer kesejahteraan dan kekuasaan politik berbasis tanah benar-benar dapat mewujudkan dampak redistribusi atau distribusi dan bukannya non-(re)distribusi, atau (re)konsentrasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat kerangka umum pelaksanaan kebijakan yang terjadi di OTL Banjaranyar II dan OTL Pasawahan II. Mengacu pada arah transfer yang dikemukakan Borras dan Franco (2008) di atas, arah transfer kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah di kedua OTL termasuk arah redistribusi. Di sini, terjadi transfer kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah dari kelas tuan tanah atau negara atau komunitas kepada petani miskin gurem atau tuna kisma. Dalam konteks OTL

Banjaranyar II, transfer ini terjadi dari PT. Mulya Asli pada petani anggota OTL tersebut. Sedangkan untuk OTL Pasawahan II, anggota OTL ini menerima transfer dari negara karena perusahaan pemegang HGU sudah tidak beroperasi lagi.

Ditinjau dari segi dinamika perubahan dan pembaruan dari arah transformasi redistribusi, pembaruan di kedua OTL terjadi di tanah private dan tanah negara. Dalam kasus Banjaranyar, transfer kepemilikannya sebagian yaitu hanya tanah HGU yang dilepas oleh pihak perkebunan dan diterima oleh masyarakat secara individu. Hal ini terlihat dari sertifikat hak milik yang berasal dari PPAN. Untuk kasus Pasawahan, transfer kepemilikannya penuh walaupun belum secara resmi di legalkan dengan sertifikat hak milik. Dikatakan penuh, karena tanah yang direklaim dan dimohon oleh anggota OTL Pasawahan II adalah seluruh tanah eks HGU PT. Cipicung yang beroperasi di Desa Pasawahan. Rencana terkait pembagian tanah ini masih dalam perdebatan apakah akan diberikan secara kolektif atau individu.

Mengingat sulitnya melarang masyarakat melakukan jual beli tanah, maka paya perbaikan kelembagaan yang mungkin dilakukan antara lain. Pertama, dalam jual beli tanah harus dibuat suatu kelembagaan kolektif (seperti koperasi) sehingga ketika masyarakat membutuhkan modal untuk usaha pertanian, mereka dapat menjual atau menggadaikan tanahnya pada badan kolektif tersebut, bukan pada individu. Kedua, perlunya di buat mekanisme pembatasan tanah sehingga tanah hasil reklaiming tidak dikuasai oleh satu orang saja. Jadi, sebisa mungkin sistem jual beli tanah tidak terjadi dan digantikan sistem gadai.

Selain mekanisme kelambagaan yang perlu diperbaiki, untuk mencegah rekonsentrasi tanah ini, perlu juga perubahan paradigma SPP itu sendiri. Jika dilihat dari sudut pandang orang luar SPP, akan terlihat bahwa target atau tujuan SPP ini hanya

sebatas memperoleh tanah, meskipun sebenarnya tidak demikian. Oleh karena itu, setelah dilakukannya reklaiming, SPP maupun masyarakat harus langsung merancang targetan mereka selanjutnya. Misalnya, ”menguasai” pemerintahan daerah hingga sampai tingkat kecamatan. Tujuannya agar keberpihakan pemerintahan lokal terhadap perjuangan masyarakat tetap terjaga. Kemudian, perlu juga diadakan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan perbaikan sistem pertanian di kedua tempat tersebut. Yang terakhir adalah mengembangkan model penjualan hasil pertanian yang dapat meningkatkan nilai jual produk pertanian tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, secara umum perbandingan antara OTL Banjaranyar II dan Pasawahan II dilihat dari inisiatif lokal untuk akses tanah, respon kebijakan dan arah dampak yang ditimbulkannya dapat dilihat dari tabel 7.8 berikut ini:

Tabel 7.8. Perbandingan Inisiatif Lokal untuk Akses Tanah, Respon Kebijakan, dan Arah Dampak yang Ditimbulkannya

Lokasi

OTL Banjaranyar II OTL Pasawahan II

Tipe Inisiatif Lokal Integrasi di lokasi reklaiming

Aneksasi di wilayah eks HGU PT. Cipicung

Respon Kebijakan PPAN Belum ada (Rencana

PPAN)

Arah Dampak Redistribusi Redistribusi

Arah transfer manfaat kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah yang terjadi di kedua OTL tersebut tidak mutlak, artinya masih bisa berubah menjadi distribusi, non-(re) distribusi maupun non-(re) konsentrasi. Jika terjadi non-(re) konsentrasi, maka apa yang

sudah dilakukan selama ini oleh masyarakat maupun pemerintah akan sia-sia saja. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa usaha agar tidak terjadi rekonsentrasi kepemilikan dan penguasaan tanah di kedua OTL tersebut, usaha tersebut antara lain ada upaya dalam membentuk kelembagaan masyarakat yang kuat serta perubahan paradigma perjuangan yang dilakukan SPP.

Perubahan arah transfer manfaat di kedua OTL tersebut dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain jika: jual beli tanah terus berlanjut, petani kehilangan tanahnya lagi dan menjadi ”landless” lagi, tanah dikuasai oleh pemodal, tidak ada upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Ilustrasi perubahan arah transfer manfaat di kedua tempat tersebut – khususnya OTL Banjaranyar II – dapat dijelaskan dalam gmabar berikut ini:

Gambar 7.3. Ilustrasi perubahan arah transfer manfaat di OTL Banjaranyar II

Perubahan arah transfer manfaat di OTL Banjaranyar II akan berbeda dengan yang terjadi di OTL Pasawahan II. Hal ini terjadi karena kondisi yang terjadi di OTL Pasahawan II berbeda dengan kondisi yang terjadi di OTL Banjaranyar II. Ilustrasi

Arah transfer saat ini:

redistribusi Rekonsentrasi

Akan menjadi

Jika

a. Jual beli tanah terus berlanjut

b. Petani kehilangan tanah dan menjadi “landless” lagi c. Tanah dikuasai oleh pemodal

d. Tidak ada upaya untuk mensejahterakan masyarakat

Untuk mencegahnya

a. SPP harus kembali “mendekati” OTL Banjaranyar II melalui program-program pemberdayaan

b. BPN segera merealisasikan access reform di OTL Banjaranyar II

c. Kolaborasi para pihak/instansi terkait dalam upaya mensejahterakan masyarakat OTL Banjaranyar II

perubahan arah transfer manfaat di OTL Pasawahan II dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 7.4. Ilustrasi perubahan arah transfer manfaat di OTL Pasawahan II

Arah transfer saat ini:

redistribusi Rekonsentrasi

Akan menjadi

Jika

Untuk mencegahnya

a. Ada jual beli tanah baik sesama ataupun di luar OTL b. SPP melepas control terhadap OTL Pasawahan II c. Jika disertifikasi, BPN tidak segera melakukan access

reform di OTL tersebut

a. Peran aktif SPP dalam mencegah jual beli tanah b. Tetap menjaga control terhadap OTL tanpa adanya

pengekangan

c. Lakukan access reform segera setelah asset reform dilakukan

d. Koordinasi dengan para pihak terkait dengan upaya-upaya pemberdayaan di TL Pasawahan II

BAB VIII