• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM,

6.2. Konsepsi PPAN

Reforma Agraria merupakan suatu keharusan, yang dalam pelaksanaanya disebut Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Makna Reforma Agraria adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan pemilikan sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat. Komponen-komponen mendasar dalam Reforma Agraria, yaitu: (a) restrukturisasi penguasaan aset tanah kearah penciptaan struktur sosial-ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity); (b) sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare); (c) penggunaan atau pemanfaatan dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency); (d) keberlanjutan (sustainability); penyelesaian sengketa tanah (harmony).

Atas dasar ini, maka Reforma Agraria yang akan dilaksanakan oleh BPN ini didefinisikan sebagai landreform plus, yakni landreform untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, lalu ditambah dengan access reform. Secara mudah, pengertian ini dapat diringkaskan dalam rumusan sebagai berikut (Winoto, 2007)20:

Reforma Agraria = Asset Reform (Landreform) + Access Reform

19 Rujukan yang digunakan dalam sub-bab ini diambil dari buku Reforma Agraria: Mandat Politik,

Konstitusi, dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan “Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat”.

Jakarta: Badan Pertanhan Nasional Republik Indonesia. Kecuali bila ada keterangan tambahan dari sumber lainnya.

Berdasarkan pengertian yang menyeluruh semacam ini, maka pelaksanaan reforma agraria diharapkan dapat mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil;

2. mengurangi kemiskinan; 3. menciptakan lapangan kerja;

4. memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah; 5. mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;

6. memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup; dan 7. meningkatkan ketahanan pangan.

6.2.2. Lingkup Kegiatan

Reforma Agraria atau Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) merupakan agenda besar bangsa, yang membutuhkan perencanaan penyelenggaraan yang cermat guna memastikan tercapainya tujuan. Secara garis besar mekanisme pelaksanaan Reforma Agraria mencakup empat lingkup kegiatan utama, yaitu: penetapan obyek, penetapan subyek, mekanisme dan delivery system Reforma Agraria serta Access

Reform. Keseluruhan proses tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1 berikut (BPN,

Gambar 6.1. Bagan Alir Penetapan Obyek, Penetapan Subyek dan Mekanisme & 6.2.3. Obyek Reforma Agraria

Tanah-tanah obyek reforma agraria adalah tanah

tanah-tanah ini dapat dikelompokkan berdasarkan kepadatan penduduk, yakni penduduk padat dan kurang padat. Pemilihan obyek reforma agraria dalam wilayah yang berpenduduk padat dipandang s

permasalahan-permasalahan pertan

diperkirakan lebih terkonsentrasi di wilayah

Selain itu, mengingat makna strategis dari reforma agraria adalah re penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan sumber

diperlukan juga penyediaan tanah yang cukup baik luasannya maupun kualitasnya guna menjamin terselenggaranya restrukturisasi yang dimaksud.

Dalam kaitan ini, untuk

kurang padat Presiden SBY telah mengalokasikan tanah seluas 8,15 juta ha di luar Tanah seluas ini diidentifikasi dari areal indikatif kawasan hutan produksi konversi yang akan dilepaskan statusnya sebagai kawasan hutan. Sedangkan untuk wilayah berpenduduk padat, BPN telah mengidentifikasi tanah negara seluas 1,1 juta ha dari

Bagan Alir Penetapan Obyek, Penetapan Subyek dan Mekanisme & Delivery System Reforma Agraria

Obyek Reforma Agraria

reforma agraria adalah tanah-tanah Negara. Keberadaan tanah ini dapat dikelompokkan berdasarkan kepadatan penduduk, yakni penduduk Pemilihan obyek reforma agraria dalam wilayah yang berpenduduk padat dipandang strategis dan diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan pertanahan seperti sengketa dan konflik pertanahan yang diperkirakan lebih terkonsentrasi di wilayah-wilayah yang padat penduduknya.

Selain itu, mengingat makna strategis dari reforma agraria adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan sumber-sumber agraria, maka diperlukan juga penyediaan tanah yang cukup baik luasannya maupun kualitasnya guna menjamin terselenggaranya restrukturisasi yang dimaksud.

obyek reforma agraria di wilayah yang berpenduduk kurang padat Presiden SBY telah mengalokasikan tanah seluas 8,15 juta ha di luar Tanah seluas ini diidentifikasi dari areal indikatif kawasan hutan produksi konversi yang akan dilepaskan statusnya sebagai kawasan hutan. Sedangkan untuk wilayah berpenduduk padat, BPN telah mengidentifikasi tanah negara seluas 1,1 juta ha dari

Delivery System

tanah Negara. Keberadaan tanah ini dapat dikelompokkan berdasarkan kepadatan penduduk, yakni penduduk Pemilihan obyek reforma agraria dalam wilayah yang harapkan dapat menyelesaikan han seperti sengketa dan konflik pertanahan yang

strukturisasi sumber agraria, maka diperlukan juga penyediaan tanah yang cukup baik luasannya maupun kualitasnya guna

obyek reforma agraria di wilayah yang berpenduduk Jawa. Tanah seluas ini diidentifikasi dari areal indikatif kawasan hutan produksi konversi yang akan dilepaskan statusnya sebagai kawasan hutan. Sedangkan untuk wilayah berpenduduk padat, BPN telah mengidentifikasi tanah negara seluas 1,1 juta ha dari

berbagai sumber yang dapat dialokasikan sebagai obyek reforma agraria. Dengan demikian, luasan keseluruhan tanah obyek reforma agraria ini adalah seluas 9,25juta ha yang berasal dari sejumlah sumber sebagai berikut (Shohibuddin dkk, 2007):

Tabel 6.1. Hubungan Antara Obyek dan Tujuan Reforma Agraria

Obyek Tujuan

1 2 3 4 5 6 7

1. Tanah bekas HGU, HGB atau HP ü ü ü ü ü ü ü

2. Tanah yang terkena ketentuan konversi ü ü - ü ü ü -

3. Tanah yang diserahkan oleh pemiliknya ü ü - ü ü - -

4. Tanah yang pemegangannya melanggar ü ü ü ü ü ü -

5. Tanah obyek landreform ü ü - ü ü ü ü

6. Tanah bekas obyek landreform ü ü - ü ü ü ü

7. Tanah timbul ü - - ü ü ü -

8. Tanah bekas kawasan pertambangan ü ü ü ü ü ü ü

9. Tanah yang dihibahkan oleh pemerintah ü ü ü ü ü ü ü

10. Tanah tukar menukar dari dan oleh pemerintah ü ü ü ü - - ü

11. Tanah yang dibeli oleh pemerintah ü ü ü ü - - ü

12. Tanah dari hutan produksi konversi ü ü ü ü ü ü ü

13. Tanah hutan produksi konversi yang dilepaskan ü ü ü ü ü ü ü Keterangan:

1. Menata ulang ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah kearah yang lebih adil,

2. Mengurangi kemiskinan, 3. Menciptakan lapangan kerja,

4. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi terutama tanah,

5. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan,

6. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup,

7. Meningkatkan ketahanan pangan dan energi rumah tangga

6.2.4. Proses Penetapan Subyek Reforma Agraria

Tingkat keberhasilan program reforma agraria selain ditentukan ketersediaan tanah yang menjadi obyeknya, juga amat tergantung pada penentuan penerima manfaatnya (subyek reforma agraria) secara tepat. Pada prinsipnya, tanah yang dialokasikan untuk reforma agraria adalah untuk rakyat miskin. Kriteria miskin ini disusun secara hati-hati dan mendalam, dengan mempertimbangkan berbagai standar kemiskinan. Penyusunan penerima manfaat akan didasarkan pada pendekatan hak-hak dasar rakyat (basic rights approach) yang merupakan hak yang universal dan dijamin oleh konstitusi. Dari sini diperoleh tiga variabel pokok dalam menentukan kriteria, yaitu kependudukan, sosial-ekonomi, dan penguasaan tanah (Winoto 2007). Dari ketiga variabel ini ditetapkan kriteria umum, kriteria khusus dan urutan prioritas.

Tahapan penentuan rakyat miskin ini mestilah dimulai dari mereka yang tinggal di dalam atau terdekat dengan lokasi, baru selanjutnya dibuka kemungkinan melibatkan kaum miskin dari daerah lain (termasuk dari daerah perkotaan), sejauh punya kemauan tinggi untuk mendayagunakan tanah. Dalam proses seleksi dan penentuan final nama-nama penerima manfaat ini, Pemerintah Daerah bersangkutan tentunya harus banyak berperan (Shohibuddin dkk, 2007). Secara umum, kelompok-kelompok prioritas dalam penentuan subyek penerima dapat digambarkan dalam pola gambar berikut ini:

Gambar 6.2. Kriteria Umum Subyek Reforma Agraria 6.2.5. Mekanisme dan Delivery System

Keberhasilan penataan tanah

penerima tidak terlepas dari penentuan serta pemilihan mekanisme dan yang tepat. Model-model alternatif

obyek dan subyek reforma agraria. Secara garis besar mekanisme dan

reforma agraria dapat dikelompokkan menjadi tiga model dasar. Ketiga model tersebut adalah:

1. Model I: Mendekatkan Obyek ke Tempat Subyek.

dari daerah yang surplus tanah atau tidak padat penduduknya didekatkan ke daerah minus tanah, padat penduduknya dan dekat dengan penerima manfaat. 2. Model II: Mendekatkan Subyek Ke Tempat Letak Obyek.

ini, calon penerima manfaat (subyek) berpindah secara sukarela ( lokasi tanah yang tersedia.

.2. Kriteria Umum Subyek Reforma Agraria Berdasarkan Prioritas

Delivery System Reforma Agraria

Keberhasilan penataan tanah-tanah obyek reforma agraria kepada subyekny penerima tidak terlepas dari penentuan serta pemilihan mekanisme dan delivery system

model alternatif sistem tersebut disusun berdasarkan letak/posisi obyek dan subyek reforma agraria. Secara garis besar mekanisme dan delivery system

orma agraria dapat dikelompokkan menjadi tiga model dasar. Ketiga model tersebut

Model I: Mendekatkan Obyek ke Tempat Subyek. Dalam model ini, tanah

dari daerah yang surplus tanah atau tidak padat penduduknya didekatkan ke daerah minus tanah, padat penduduknya dan dekat dengan penerima manfaat.

Mendekatkan Subyek Ke Tempat Letak Obyek. Dalam model

anfaat (subyek) berpindah secara sukarela (voluntary lokasi tanah yang tersedia.

tanah obyek reforma agraria kepada subyeknya

delivery system

sistem tersebut disusun berdasarkan letak/posisi

delivery system

orma agraria dapat dikelompokkan menjadi tiga model dasar. Ketiga model tersebut

Dalam model ini, tanah dari daerah yang surplus tanah atau tidak padat penduduknya didekatkan ke daerah minus tanah, padat penduduknya dan dekat dengan penerima manfaat.

Dalam model

3. Model III: Subyek dan Obyek di Satu Lokasi yang Sama.

diarahkan untuk keadaan di mana subyek dan obyek berada di lokasi yang sama.

Gambar 6.3. Mekanisme dan