• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Landreform dari Bawah (By Leverage) di OTL Pasawahan II

BAB V SEJARAH PENGUASAAN TANAH DAN PELAKSANAAN LANDREFORM DARI BAWAH

5.4. Pelaksanaan Landreform dari Bawah (By Leverage) di OTL Pasawahan II

Proses perjuangan di OTL Pasawahan II ini dimulai sekitar tahun 2002. Tidak seperti masyarakat OTL Banjaranyar II yang mereklaim tanah dari awal, sebagian besar masyarakat OTL Pasawahan II ini memulai reklaiming justru dengan bergabung dengan OTL Pasawahan 1 terlebih dahulu yaitu perjuangan melawan PT. RSI pada tahun 1999. Kemudian masyarakat mendapatkan pendidikan terkait dengan hak-hak petani penggarap terhadap tanah HGU yang sudah habis masa berlakunya. Proses inilah yang kemudian menginisiasi terbentuknya organisasi tani lokal di Pasawahan dalam rangka mendapatkan pengkuan hak atas tanah HGU PT. Cipicung yang masa berlakunya sudah habis sejak tahun 1993. . Uniknya, masyarakat disini baru mengetahui bahwa HGU ini bisa habis. Yang mereka ketahui hanyalah tanah tersebut milik PT dan tidak dapat di ganggu gugat.

Pembagian tanah yang telah dikapling dilakukan berdasarkan hasil musyawarah yang dilakukan petani. Musyawarah tersebut memutuskan bahwa tanah “kaplingan” dibagi menjadi dua jenis, yaitu kapling “luar” dan kapling “dalam”. Pembagian ini berdasarkan letak kaplingan tanah dari jalan raya. Kapling luar berarti tanah tersebut

dekat dengan jalan utama, luas tanah yang diberikan kepada petani perkaplingnya sebanyak 75 bata. Sedangkan kapling dalam berarti tanah tersebut jauh dari jalan utama, luas tanah yang diberikan kepada petani perkaplingnya sebanyak 175 bata. Jumlah tanah yang dimiliki warga tergantung dari jumlah anggota keluarga yang mempunyai KTP dan memohon tanah.

5.4.2. Upaya-upaya Untuk Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan

Komoditas utama pertanian di desa ini terutama di kawasan OTL Pasawahan II. Setelah diurutkan, ternyata komoditas pertanian utama disini adalah albasia, kelapa, kapulaga, pisang, padi, umbi-umbian (singkong), kopi, petai, kakao, durian, dan sayur-sayuran. Sedangkan hasil ternak yang dominan di daerah ini adalah domba, ayam, dan kerbau. Tentunya hasil ikan dari kolam juga termasuk salah satu hasil ternak yang sangat menjanjikan.

Hasil panen albasia menjadi komoditas yang paling diharapkan oleh masyarakat karena hasil panennya sangat menjanjikan. Ukuran pohon albasia yang terkecil saja (10-14 cm) dihargai sekitar Rp. 350.000 per kubiknya. Dengan masa tanah sekitar 3-5 tahun, tanaman albasia ini bisa dimanfaatkan sebagai “tabungan” oleh masyarakat. Harga jual albasia berdasarkan ukuran dan harga dapat dilihat pada table 5.3. berikut ini:

Tabel 5.3. Harga Jual Albasia Berdasarkan Ukuran dan Harga

Diameter (cm) Harga Jual (Rp)/Kubik

10-14 350.000

15-19 400.000

20-24 550.000

Hampir semua hasil pertanian ini dijual oleh masyarakat dan hanya sebagian kecil saja yang dikonsumsi sendiri. Sebagai contoh, hasil panen kopi, kapulaga, kelapa, pisang, kakao, gula kelapa, dan albu hampir seluruhnya dijual. Sedangkan padi dan sayuran hampir seluruhnya digunakan untuk konsumsi saja dan hanya 30 persen hasilnya yang dijual.

Tanah yang mereka miliki ditanami oleh tanaman campuran untuk lahan kering. Tanaman yang ditanam tidak lain adalah tanaman-tanaman yang sudah disebutkan di atas. Pola tanam seperti ini terbawa pada saat masa-masa perjuangan di mana pada masa itu para petani dianjurkan untuk menanam tanaman apa saja dulu yang penting sudah terlihat ada garapan di tanaman perkebunan ini.

Kelembagaan produksi dan distribusi sebelum reklaiming di OTL Pasawahan II di dominasi oleh perkebunan karet miliki PT. Cipicung. Namun masyarakat diperbolehkan untuk menanam tanaman di sela-sela pohon karet selama tidak mengganggu tanaman karet sebagai komoditi utama perkebunan. Sistem yang diterapkan ada sistem bagi hasil dengan pihak perusahaan. Jenis tanaman yang boleh ditanam petani adalah tanaman-tanaman jangka pendek seperti pisang dan singkong.

Hasil panen karet yang didapat perkebunan dijual ke luar kawasan desa. Sedangkan hasil panen tanaman yang diusahakan petani hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan subsistennya, hanya sebagian kecil saja yang menjual hasil panennya itupun jika hasil panen berlebih atau ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi.

Setelah proses reklaiming kelembagaan produksi dan distribusi di Pasawahan mengalami perubahan yang signifikan. Tanaman karet yang sebelumnya mendominasi digantikan dengan tanaman perkebunan dan pertanian ala petani. Tanaman karet dianggap tanaman sebagai tanaman yang “haram” dibudidayakan di atas tanah

reklaiming. Hal ini disebabkan karet dianggap sebagai simbolisasi tanaman perkebunan, bukan tanaman petani (Riset Sistematis SAINS-STPN, 2009). Meski begitu, masih ada juga petani yang mempertahankan pohon karet untuk dimanfaatkan getahnya dan kemudian dijual.

Kelembagaan produksi pasca reklaim diarahkan pada pemenuhan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Kebutuhan jangka pendek memungkinkan petani memperoleh hasil panen dari tanaman musiman seperti jagung, kacang, singkong, pisang, cokelat dan sebagainya. Sedangkan tanaman jangka panjang digunakan sebagai “tabungan” yang bisa dipanen dalam jangka waktu tertentu, biasanya 4-5 tahun. Contoh tanaman ini biasanya adalah kayu-kayuan, seperti albasia dan kelapa (Riset Sistematis SAINS-STPN, 2009). Berikut adalah tabel yang merangkum perbedaan kelembagaan produksi pertanian pra dan pasca reklaiming lahan di OTL Pasawahan, Desa Pasawahan.

Tabel 5.4. Perbandingan Kelembagaan Produksi Pertanian Pra & Pasca Reklaiming Lahan di OTL Banjaranyar II, Desa Banjaranyar

Organisasi Produksi

Pra-Reklaiming Pasca Reklaiming Pola Tanam • Dominan tanaman karet perkebunan

(monokultur). Tanaman semusim hanya ditanam petani penggarap pda sela-sela tanaman karet.

• Polikultur, yaitu mengkombinasikan tanaman semusim dengan tanaman tahunan/keras dan tanaman buah.

Jenis tanaman • Tanaman monokultur karet

• Tanaman semusim yang biasa dibudidayakan oleh petani antara lain: padi, ubi dan pisang

• Tanaman padi sawah

• Tanaman semusim: singkong, ubi, jagung.

• Tanaman buah: mangga, pisang, kedondong, durian,

• Tanaman tahunan/keras: albasia (sengon), petai, kelapa, mahoni.

• Tanaman perkebunan: cokelat, kopi. Sumber : Hasil Penelitian Riset Sistematis 2009 Sains – STPN

5.4.3. Upaya-upaya Bersama Untuk Memperoleh Pengakuan dan Legalisasi

Berbeda dengan tanah yang digarap masyarakat di OTL Banjaranyar II, tanah-tanah yang digarap masyarakat OTL Pasawahan II ini adalah tanah-tanah hasil reklaiming yang belum di legalkan (belum ada legalisasi aset). Proses pelegalan lahan atas nama petani melalui redistribusi masih belum dapat dilakukan karena hingga saat ini PT. Cipicung belum melepas HGU agar kembali menjadi tanah Negara.

Kasus Pasawahan sebenarnya proses sertifikasi sudah mulai tahap perencanaan. Bahkan sudah dikaji oleh bagian sengketa Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Ciamis. Hampir semua persyaratan sudah terpenuhi, seperti adanya permohonan dari masyarakat (dalam hal ini SPP – OTL Pasawahan II), tanah tersebut sudah digarap lebih dari 2 tahun bahkan sudah ada yang mendirikan rumah (dihuni). Namun kendala muncul karena PT. Cipicung sebagai pemegang HGU sulit ditemui, sehingga tidak memungkinkan terjadinya koordinasi antara pihak perusahaan dengan BPN – Kantah Ciamis. Pihak BPN tidak dapat begitu saja memberikan hak, meskipun HGU PT. Cipicung tersebut sudah habis masa berlakunya sejak tahun 1993. Seperti keterangan salah satu informan di Kantah Ciamis berikut ini.