• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel: Setelah Kebangkitan Itu: Suatu Senja di Kota Emaus

Dalam dokumen publikasi e-binaanak (Halaman 166-172)

Artikel: Setelah Kebangkitan Itu: Suatu Senja di Kota

Emaus

Lukas 24:13-35

Ketika membaca Injil Sinoptik setelah peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus -- yang kita peringati beberapa minggu lalu -- kita sering lupa bahwa betapa sukarnya murid-murid Yesus untuk mengaminkan atau memercayai apa yang sebenarnya mereka lihat dengan mata kepala sendiri. Peristiwa ajaib sekitar 2000 tahun lalu, tanda kubur yang kosong, belum cukup untuk meyakinkan mereka bahwa Yesus sudah bangkit. Bagi mereka, fakta atau kenyataan ini hanya menunjukkan bahwa Yesus sekarang memang tidak berada di dalam kubur; hanya itu saja. Bagi mereka, konsep kebangkitan Yesus masih jauh dari pemikiran; yang ada ialah kemungkinan besar Yesus telah hilang dari kubur. Untuk meyakinkan para murid, rupanya perlu pertemuan yang lebih banyak antara pribadi Yesus sendiri dengan mereka.

Selama 3 tahun menjadi murid, bergaul, dan pergi selalu bersama-sama, demikian juga makan bersama-sama, suka-duka bersama-sama, dan masih banyak lagi yang mereka kerjakan bersama-sama, ternyata belum cukup untuk mengenal pribadi Yesus lebih mendalam. Seorang penulis yang bernama Frederick Buehner sangat terpesona melihat kualitas dalam peristiwa penampakan Tuhan Yesus setelah minggu

Kebangkitan. Tidak ada malaikat di langit yang bertepuk dan bersorak menyanyikan pujian. Tidak ada raja yang sengaja datang dari negeri yang jauh untuk membawa persembahan. Yesus menampakkan diri dalam keadaan yang paling biasa; makan malam bersama antara dua orang yang berjalan menuju Emaus.

Bagian Alkitab yang kita baca ini menceritakan tentang penampakan diri Yesus di Emaus. Suatu desa yang kurang lebih 12 km (7 mil) jauhnya dari kota Yerusalem. Memang Lukas sendiri tidak mengatakan bahwa kedua orang tersebut berjalan dari arah Yerusalem. Kedua orang ini dikatakan sedang mempercakapkan tentang apa yang terjadi. Alkitab kita mencatat bahwa mereka sedang "bertukar pikiran", yang boleh diterjemahkan dengan "berbantah-bantah" atau "bersoal jawab" (lihat dan bandingkan dengan Lukas 22:23). Adakah kemungkinan mereka tidak sepakat dengan isu-isu di luar sana? Desas-desus yang mereka bicarakan rupanya bukan rahasia lagi, tetapi sudah diketahui oleh umum.

Yesus sekarang tidak lagi berada di dalam kubur; mereka semua sudah tahu,

khususnya informasi ini mereka peroleh dari para wanita yang sudah terlebih dahulu pergi ke kubur; ditambah lagi Petrus sendiri sudah membenarkannya. Tetapi ternyata para murid tidak begitu gampang menerima berita itu, bukankah baru kemarin Yesus mati tergantung di kayu salib? Bagi para murid, pengharapan itu seakan-akan kosong dan hampa. Yesus yang mereka harapkan menjadi pahlawan ternyata kalah dan babak belur di atas salib. Lukas sendiri mencatat dalam ayat 21, "Padahal kami dahulu

mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel." Ada nada kecewa terutama dari Kleopas dan temannya. Senja di Emaus merupakan momen

 

penting bagi Yesus untuk memperbarui konsep murid-murid yang luntur. Ada tiga hal yang akan kita pelajari berkenaan dengan senja di Emaus.

I. Senja di Emaus mengubah yang ragu menjadi percaya.

Secara manusia, bagi murid-murid, peristiwa penyaliban Tuhan Yesus merupakan suatu kekalahan yang besar. Yesus yang merupakan sang Guru Agung sekarang harus mati dengan cara yang konyol dan mengenaskan, ini sesuatu yang tidak masuk akal. Itulah sebabnya tatkala dikatakan bahwa Tuhan Yesus sudah bangkit, tidak semua murid bisa menerima begitu saja; dan Yesus mengetahuinya. Murid-murid-Nya menjadi begitu ragu akan kemampuan Yesus. Benar, Ia dahulu pernah membuat air menjadi anggur. Benar, dahulu Ia pernah menyembuhkan orang sakit dan lumpuh. Benar, Ia dahulu pernah membangkitkan Lazarus yang mati. Benar, Ia dahulu pernah

memelekkan mata orang buta! Tetapi sekarang, Ia kalah dan tergantung di salib. Bagaimana mungkin Ia bisa bangkit? Padahal Yesus sendiri sudah mengatakan

peristiwa kebangkitan-Nya, yaitu pada hari ketiga, tetapi para murid tidak menganggap hal ini serius; sehingga semua murid Yesus lupa akan hal ini.

Satu peringatan yang cukup keras yang dilontarkan sang Tamu yang tidak dikenal, yakni "Yesus", ternyata tidak menyadarkan mereka. "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu yang dikatakan oleh para nabi! Bukankah Mesias harus menderita untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya." Orang bodoh yang dimaksud di sini adalah orang yang tidak memunyai hikmat dan kebijaksanaan, dan dalam hal ini boleh diterjemahkan sebagai iman. "Hai kamu yang kurang beriman, betapa lambannya engkau semua?"

Berbicara tentang "orang bodoh", saya jadi teringat cerita anak sekolah minggu tentang "Siapa yang merobohkan Tembok Yerikho?" Suatu hari, pendeta memunyai

kesempatan untuk mengunjungi kelas-kelas sekolah minggu. Lalu sang pendeta bertanya pada mereka, "Siapakah yang meruntuhkan Tembok Yerikho?" Semua murid menjadi terdiam tidak ada yang menjawab. Kemudian pendeta mengulangi lagi

pertanyaannya, "Anak-anak, siapa yang meruntuhkan Tembok Yerikho?" Murid-murid sekolah minggu tetap diam, dan semuanya tertunduk. Untuk ketiga kalinya, pendeta kembali bertanya, "Veronica, siapa yang meruntuhkan Tembok Yerikho?" Kemudian sambil sedikit memandang ke arah pendeta, ia mengatakan, "Bukan saya, Pak?" Sang guru sekolah minggu merasa kasihan, lalu ia mengatakan kepada pendeta demikian, "Benar, Pak Pendeta, Veronica anak yang baik, ia tidak mungkin meruntuhkan Tembok Yerikho itu." Sang pendeta merasa kaget dan hampir pingsan mendengar jawaban sang guru sekolah minggu itu.

Kita semua orang bodoh, kadang kala kita sama seperti murid Tuhan Yesus, terlalu sukar untuk percaya. Apa lagi tatkala kita menghadapi kesulitan yang tidak kunjung berlalu. di sana-sini penuh krisis, banyak orang yang bangkrut. Keadaan ekonomi tidak menentu. Kita sudah berdoa bahkan berpuasa, namun kesulitan itu terus melanda; bagaimana kita bisa percaya pada Yesus? Kita seakan-akan tidak gesit, lamban, dan ketinggalan. Kita merasa gagal melayani Tuhan, padahal yang kita kerjakan sudah

 

benar. Kita lupa siapa yang kita layani. Jikalau kita memang benar-benar ingat siapa Yesus, siapa Tuhan kita, maka untuk hal-hal yang baik, kita tidak perlu ragu

melakukannya.

II. Senja di Emaus Mengubah Kesia-Siaan Menjadi Kesempatan.

Murid-murid Yesus begitu terbuai dengan pengharapan mereka, sehingga tatkala apa yang mereka harapkan itu tidak terwujud; mereka menjadi sangat kecewa. Seakan-akan apa yang mereka lakukan itu sia-sia belaka. Contoh konkret misalnya Petrus, ia merasa lebih baik kembali ke profesi masa lalu, yakni menangkap ikan. Tetapi cita-citanya tidak kesampaian; Yesus menangkap dia kembali untuk menjadi penjala manusia. Sekarang Yesus sudah berada di hadapan mereka, tetapi Yesus tidak dikenal. Ada yang

mengatakan bahwa Yesus tidak dikenal karena murid-murid itu berjalan ke arah barat dan mata mereka begitu silau karena sinar matahari segera masuk, tetapi ini tentu tidak sesuai dengan jalan pemikiran penulis. Lukas juga tidak mengatakan bahwa Tuhan Yesus datang dalam wajah yang lain, sehingga tidak dikenal.

Menurut terjemahan baru, ada sesuatu yang menghalangi para murid; ayat 16 dalam bahasa aslinya diterjemahkan "mata mereka tertahan dari mengenal Dia". Artinya mereka terhalang untuk mengenali Dia. Pada saat makan, orang asing ini melakukan tindakan yang membuat mereka tersentak. Ia memecahkan roti dan mata rantai yang hilang tiba-tiba masuk di tempatnya. Jadi yang berjalan bersama mereka sejak tadi dan sekarang sedang duduk di meja mereka adalah Yesus sendiri! Anehnya, begitu mereka mengenali Yesus, Ia langsung menghilang. Untuk mengenal Kristus yang sudah

bangkit, maka mata rohani setiap orang harus dicelikkan. Jikalau mata rohani kita buta, jangankan mengenal Yesus yang bangkit; mengenal Yesus saja sulit.

Dalam Perjanjian Lama, tatkala kedua belas orang pengintai itu diutus untuk menyelidiki keadaan kota Kanaan, apa yang terjadi? Kesepuluh orang pulang dengan bersungut-sungut, mereka mengatakan bahwa sulit untuk merebut Kanaan, di situ banyak raksasa dan sebagainya. Tetapi lain halnya dengan Yosua dan Kaleb, mereka pulang dengan muka berseri-seri. Mereka yakin akan menang. Apakah kedua belas orang itu buta? Tidak! Mereka semua sehat matanya, tetapi ada sepuluh orang yang mata rohaninya buta. Mata rohani yang buta akan membuat "kesempatan menjadi kesia-siaan", tetapi sebaliknya; mata rohani yang terbuka akan membuat "kesia-sian menjadi kesempatan".

III. Senja di Emaus Mengubah Kegagalan Menjadi Kemenangan.

Tuhan Yesus terus-menerus memperlihatkan diri-Nya kepada murid-murid, kurang lebih dua belas kali. Tatkala kedua orang itu bergegas kembali ke Yerusalem, mereka

menemukan sebelas murid berkumpul di dalam rumah dalam keadaan pintu yang terkunci. Mereka menceritakan kisah menakjubkan itu, yang mendukung apa yang sudah diketahui oleh Petrus, Yesus ada di luar sana dan ternyata masih hidup. Tanpa peringatan, bahkan ketika para "peragu" itu memperdebatkannya, Yesus sendiri muncul di tengah-tengah mereka. "Aku bukan hantu," kata-Nya, "sentuhlah luka-Ku." Bahkan

 

pada waktu itu, keraguan masih belum hilang, sampai Yesus bersedia makan sepotong ikan bakar. Hantu makan ikan, fatamorgana tidak bisa membuat makanan itu lenyap. Selama 6 minggu, Yesus senantiasa datang dan lenyap secara tiba-tiba. Penampakan diri-Nya tidak dalam bentuk roh yang dapat membuat para murid-Nya merasa

ketakutan. Yesus menampakkan diri-Nya dalam bentuk tubuh dan daging. di situ masih ada luka-luka-Nya. di situ masih ada lubang paku di tangan dan kaki-Nya. di situ masih ada lubang bekas tombak di lambung-Nya. di situ masih ada bekas luka di kepala karena dipaksa mengenakan mahkota duri. Yesus menyesuaikan diri terhadap tingkat keragu-raguan murid-murid-Nya. Terhadap Thomas yang ragu akan penampakan diri-Nya, Yesus bahkan mempersilakan dia untuk memegang dan meraba. Untuk Petrus, perlu kasih dari seorang sahabat; yang akhirnya membuat Petrus menjadi seorang pengkhotbah besar. Ayat 33 mencatat, "Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon." Mulai ada pengakuan di tengah-tengah keragu-raguan.

Seorang penulis novel terkenal yang bernama John Updike menulis sebuah puisi pendek dengan kata-kata demikian, "Jangan salah, kalau benar Ia bangkit, maka itu dalam bentuk tubuh-Nya. Kalau sel-sel larut dan tidak bertaut kembali, molekul-molekul tidak terjalin kembali, asam amino tidak menyala kembali, gereja akan runtuh." Senja di Emaus telah mengubah kegagalan menjadi kemenangan, suatu kemenangan yang berlaku bagi semua orang asal dia mau percaya kepada-Nya. Jikalau cerita dongeng seperti "Star Wars", "Aladdin", "The Lion King", dan "Hercules" kita percaya begitu saja, mengapa kebangkitan Yesus masih kita ragukan? Perlukah Yesus datang seperti Dia datang kepada Thomas? Perlukah Yesus memperlihatkan diri-Nya baru Anda percaya? Saya rasa tidak perlu. Biarlah senja di Emaus bukan merupakan senja kelabu, tetapi suatu senja yang akan memperbarui kita supaya hari ini, esok, dan lusa, kita lebih mengenal Dia, lebih percaya pada Dia, bahkan lebih semangat melayani Dia. Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama situs: Rev. Saumiman Saud Ministries Penulis: Rev. Saumiman Saud

 

Artikel 2: Pelajaran Dari Kisah Perjalanan ke Emaus

Sebagai seorang jurnalis, saya bisa membayangkan percakapan dua orang murid yang menuju ke Emaus setelah kebangkitan Yesus seperti yang ditayangkan salah satu jaringan televisi besar. yang menjadikan peristiwa ini tidak biasa adalah bahwa Yesus berperan sebagai orang yang bertanya (pewawancara). Bukannya kamera yang menghilang di akhir wawancara, tetapi justru Yesuslah yang menghilang ketika para murid menyadari keberadaan-Nya.

Apa yang bisa kita pelajari dari penampakan yang misterius ini?

"Mereka tidak mengenali Dia karena Dia mungkin mengenakan pakaian yang compang-camping dan tidak tampak seperti Yesus," kata Cory, 9 tahun.

Kita tidak seharusnya mengharapkan Tuhan menuruti ide-ide yang kita miliki tentang bagaimana seharusnya Ia menampakkan diri. Tuhan tidak membatasi pelayanan kebaktian gereja di hari Minggu atau perjalanan misi ke luar negeri. Yesus akan

menampakkan diri kapan pun dan di mana pun Ia memilih-Nya. Bila hati kita tidak siap, kita akan terus berjalan menyusuri hidup kita ini tanpa pernah melihat Dia.

"Mereka mengira Yesus telah mati," kata Kendall, 7 tahun. "Mereka tidak tahu bahwa Dia sudah hidup," tambah Adam, 10 tahun.

Meskipun kebangkitan Yesus adalah perbedaan antara kekristenan dan semua anggapan tentang kehidupan setelah kematian, banyak orang percaya yang hidup seolah-olah Yesus masih di dalam kubur. Kenyataan tentang hidup baru ini

bagaimanapun juga sirna di tengah-tengah harga yang harus dibayar, ditinggalkan, dan bisnis dalam kehidupan sehari-hari.

Berapa banyak orang Kristen yang bisa menegaskan kenyataan kebangkitan dalam kehidupan Rasul Paulus: "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20)

Hiduplah dalam hidupmu atau dalam hidup Allah yang telah bangkit. Masuknya surga ke dalam planet ini dimulai dengan inkarnasi Yesus dan terus berlangsung dengan kehadiran-Nya di sekeliling kehidupan setiap orang Kristen. Seperti dua murid yang berjalan ke Emaus, kita masih bisa lupa terhadap kenyataan rohani saat kita berjalan, atau kita bisa mengambil waktu sejenak untuk memecah roti bersama Tuhan dan membuka mata kita.

"Mereka tidak mengenali Dia karena otak mereka memikirkan peristiwa menyedihkan yang terjadi di Yerusalem," kata Trip, 8 tahun.

 

Film "A Beautiful Mind" yang memenangkan Academy Award menggambarkan

keheranan dan kerapuhan seorang ahli matematika jenius bernama John Forbes Nash Jr.. Sepertinya cerita Nash ini adalah cerita kita sendiri. Pikiran kita bisa benar-benar indah atau benar-benar gelap.

Hanya pikiran yang diperbarui yang mengenal kebangkitan Kristus-lah yang mampu merasakan sukacita dan keindahan. Tuhan ingin semua orang Kristen mengalami dunia baru dalam anugerah, pengampunan, dan pemahaman tentang cengkeraman gelap kecemburuan, kepahitan, dan dosa-dosa mental lainnya yang bisa menyebabkan kita depresi dan bahkan gila.

Dalam situs film "A Beautiful Mind", dikatakan, "Dia melihat dunia ini dengan cara yang tak seorang pun bisa membayangkannya."

Tidakkah menjadi masalah bagi murid-murid yang ke Emaus bila mereka tidak bisa melihat peristiwa ini? Mereka tidak bisa membayangkan suatu dunia di mana Yesus telah mematahkan rantai kematian. Bukankah ini juga menjadi masalah kita?

Di pagi hari Paskah, kita mengenakan pakaian terbaik kita untuk merayakan

kebangkitan-Nya hanya untuk merasakan bahwa hari itu sama seperti hari Minggu pagi. Kita merindukan kenyataan tentang dunia baru yang dijanjikan oleh kebangkitan Yesus hanya untuk menenggelamkan diri kita sendiri dalam pekerjaan yang membosankan di dunia yang lama ini.

"Pada awalnya mereka tidak mengenali Dia karena mata mereka tidak terbuka. Ketika Yesus memecah roti, maka mata mereka terbuka," kata Mandy, 11 tahun.

Hentikan perjalanan Anda hari ini, dan pecah-pecahlah roti persekutuan dengan Tuhan yang sudah bangkit. Hanya dengan demikian mata kita akan terbuka terhadap

kenyataan kehadiran-Nya dan terjadinya kehidupan kebangkitan-Nya. Ketika Dia membagikan roti dengan murid-murid-Nya, Dia juga ingin membagikan hidup-Nya denganmu sekarang ini. (t/Ratri)

Diterjemahkan dari:

Nama situs: KidsTalkAboutGod.org

Judul asli artikel: What Can We Learn from the Road to Emmaus? Penulis: Carey Kinsolving

Alamat URL:

http://www.kidstalkaboutgod.org/Home/KTAGBibleLessonArchive/tabid/648/articleType/ ArticleView/articleId/121/What-Can-We-Learn-from-the-Road-to-Emmaus.aspx

 

Dalam dokumen publikasi e-binaanak (Halaman 166-172)