• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Aspek-Aspek Kemiskinan Berbasis Agroekosistem

Kemiskinan bersifat multikompleks; dapat dipandang sebagai akibat dari suatu keadaan, tetapi secara bersamaan juga bisa dipandang sebagai sebab dari suatu keadaan. Di Indonesia, kemiskinan bersifat multifacets; yang keragaannya dapat dijelaskan dengan berbagai pendekatan. Untuk mengerti tentang kemiskinan, haruslah dilihat bagaimana kehidupan orang miskin dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. Penanggulangan kemiskinan dapat dicapai juga dengan berbagai pendekatan; tidak ada satu ’resep’ yang berlaku untuk semua keadaan.

Kemiskinan dan berbagai upaya penanggulangannya khususnya di Indonesia memperlihatkan kompleksitas permasalahan kemiskinan. Dalam tinjauan makro, pengurangan kemiskinan dengan memacu pertumbuhan ekonomi merupakan prioritas utama. Dalam upaya pengurangan kemiskinan, perbaikan dimensi ekonomi saja tidaklah cukup; diperlukan dimensi selain ekonomi. Pertumbuhan ekonomi (growth) yang berkelanjutan (sustainable) merupakan keharusan (necessary) tetapi belumlah cukup (insufficient); diperlukan upaya distribusi pendapatan yang berkeadilan. Dimensi ekonomi yang menjadi prasyarat harus dilakukan bersamaan dengan dimensi non ekonomi yang meliputi bidang sosial, politik dan hukum.

Disertasi ini tidak meneliti hal tersebut, namun mengadopsi pemikiran bahwa dimensi ekonomi dan non ekonomi sebagaimana disebutkan di atas menjadi prasyarat setiap kebijakan. Opsi kebijakan pengurangan kemiskinan yang ditawarkan pada disertasi ini dapat berjalan bersamaan dengan upaya perbaikan prasyarat dimensi ekonomi dan non ekonomi tersebut.

Kemiskinan dengan menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs) pada penelitian ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan yang bersifat mendasar baik pangan maupun non pangan antara lain sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Strategi kebutuhan dasar ini merupakan pendekatan langsung, bukan melalui pendekatan tidak langsung seperti melalui efek menetes ke bawah dan menyebar (trickle-down and spread effect) dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut dapat ditinjau dari dua aspek yakni aspek pendapatan dan aspek pengeluaran penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar yang timbul oleh adanya aktivitas ekonomi. Aspek pendapatan berhubungan erat dengan matapencarian atau peluang kerja dan peluang usaha. Di perdesaan, matapencarian utama pada umumnya bertumpu pada ketersediaan sumberdaya alam (resource based economy) yang erat kaitannya dengan agroekosistem. Sedangkan aspek pengeluaran berkaitan dengan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan minimum; yang pola konsumsinya dipengaruhi oleh dipengaruhi pula oleh agroekosistem.

Persoalan-persoalan kemiskinan dapat dianalisis bersifat spesifik berdasarkan tipologi dan karakteristik rumahtangga miskin. Pemecahan masalah kemiskinan seharusnya dikaitkan dengan tipologi kemiskinan dan kerentanan serta faktor-faktor penciri kemiskinan. Tipologi tersebut diperlukan untuk pengoptimuman pencapaian tujuan, khususnya dalam penentuan sasaran kebijakan program dan penentuan jenis intervensi yang tepat. Selain itu, dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak kebijakan, perbandingan tingkat kemiskinan antarruang dan waktu. Ketepatan sasaran merupakan hal penting karena bila sasaran tidak tepat, maka manfaat program penanggulangan

kemiskinan dinikmati oleh penduduk yang bukan menjadi target, sehingga dapat memperparah ketimpangan ekonomi.

Berdasarkan tinjauan pustaka terdahulu, kemiskinan di Indonesia menunjukkan berbagai keragaan dan karakteristik serta memperlihatkan kekhasan fenomena berdasarkan spasial, khususnya berdasarkan agroekosistem. Pada disertasi ini, agroekosistem didefinisikan sebagai sistem interaksi antara manusia dan lingkungan biofisik sumberdaya perdesaan dan pertanian guna memungkinkan kelangsungan hidup penduduknya. Tipe agroekosistem yang digunakan pada penelitian ini yaitu Lahan Basah, Lahan Kering, Lahan Campuran, Dataran Tinggi, Hutan, Pasir/Pantai. Keenam agroekosistem ini menjadi locus penelitian pada disertasi ini, sehubungan dengan kaitan, kekhasan, juga keragaman keragaannya dengan fenomena kemiskinan dan kerentanan di Indonesia.

Tipologi kemiskinan pada disertasi ini didefinisikan sebagai keragaan yang mempresentasikan karakter dan magnitut kemiskinan serta kerentanan. Tipologi kemiskinan tidak hanya menjelaskan besaran jumlah ataupun persentase rumahtangga miskin, tetapi juga seberapa dalam dan parah kemiskinan tersebut. Selanjutnya, tipologi ini juga menjelaskan seberapa rentan rumahtangga miskin terhadap gejolak perekonomian dan bagaimana sifat kemiskinannya; apakah bersifat kronis ataukah tidak kronis.

Tipologi kemiskinan akan menunjukkan keragaman karena interaksi faktor manusia dengan lingkungan sumberdayanya beragam, dan harga atau nilai sumberdaya yang berbeda berdasarkan pendekatan agroekosistem. Hal ini disebabkan agroekosistem di Indonesia menunjukkan karakter dan magnitut yang beragam dimana tiap agroekosistem memiliki kekhasan fenomena kemiskinan.

Selain dengan menganalisis tipologi kemiskinan, untuk mengetahui bagaimana kehidupan orang miskin, perlu dipelajari faktor penciri yang melekat pada rumahtangga miskin. Faktor penciri ini merupakan suatu archetype

kemiskinanyakni household that is consider to be the poor because they have all their most important characteristics.

Faktor penciri kemiskinan pada tiap agroekosistem tersebut dalam disertasi ini terdiri dari faktor penciri yang melekat pada rumahtangga yakni

human and social capital, dan faktor penciri yang melekat pada faktor spasial dan infrastruktur meliputi infrastruktur fisik dan sosial. Faktor penciri kemiskinan dianalisis melalui pengeluaran rumahtangga yang pada gilirannya mempengaruhi kemiskinan. Tiap agroekosistem menunjukkan model yang direpresentasikan oleh parameter pengeluaran tumahtangga yang konfigurasi dan besarannya berbeda; meskipun ada beberapa faktor diprediksi sama pada semua agroekosistem.

Kondisi agroekosistem mempengaruhi kemiskinan penduduk dengan masing-masing karakteristik sosial-ekonominya melalui aktivitas ekonomi. Interaksi manusia dengan biofisik yang beragam kondisinya ini memberikan bentuk aktivitas sosial, ekonomi bahkan budaya yang beragam pula. Interaksi tersebut menjadi penting karena sebagian besar penduduk menggantungkan sumber penghidupannya pada ketersediaan lingkungan biofisiknya. Selanjutnya, keragaman agroekosistem juga menunjukkan keragaman ekonomi penduduknya yang oleh Ikhsan (1999) disebut sebagai zona agroekonomi.

Kemiskinan pada umumnya terkonsentrasi pada rumahtangga yang tinggal pada agroekosistem khususnya pada kawasan hutan, pesisir/pantai dan lahan pertanian yang terdiri dari lahan kering dan lahan campuran. Kondisi agroekosistem mempengaruhi kemiskinan penduduk dengan masing-masing

karakteristik sosial-ekonominya melalui aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada suatu agroekosistem dipengaruhi oleh antara lain faktor biofisik sumberdaya alam sebagai sumberdaya utama kehidupan penduduk, faktor sumberdaya manusia (human and social capital), modal produktif (physical productive capital), infrastruktur fisik dan sosial. Keragaman aktivitas ekonomi pada tiap agroekosistem berkaitan dengan perbedaan harga atau nilai sumberdaya yang merupakan determinan untuk meraih peluang-peluang ekonomi (economic opportunities). Aktivitas ekonomi ini pada akhirnya menentukan pendapatan dan pengeluaran rumahtangga.

Faktor biofisik atau spasial menentukan harga sumberdaya dan peluang ekonominya. Agroekosistem yang memiliki biofisik dataran tinggi dengan kemiringan tinggi atau curam, kondisi lahan berbatuan, tidak subur, tandus sehingga rawan erosi atau longsor akan rendah harga atau nilainya sebagai sumberdaya kehidupan. Investasi akan enggan masuk pada lingkungan dengan biofisik seperti ini karena dinilai tidak menghasilkan return yang tinggi. Peluang- peluang ekonomi untuk matapencarian berkelanjutan akan sangat terbatas.

Agroekosistem hutan ditandai oleh biofisik yang berhutan lebat, berbukitan, pergunungan ataupun lembah, terpencil di dalam hutan, akses terhadap pelayanan pokok seperti kesehatan dan pendidikan sangat rendah, kehidupan relatif subsisten, aksesibilitas terhadap informasi rendah. Kondisi ini akan mempengaruhi kesempatan berusaha dan bekerja yang seterusnya mempengaruhi kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh terhambat ataupun terlambatnya penyesuaian-penyesuaian dalam proses pasar tenaga kerja dan keputusan untuk migrasi atau berpindah dan mencari nafkah di tempat lain.

Meskipun hutan mengandung kekayaan alam, namun penduduk di dalam hutan tidak sepenuhnya dapat mengakses sumberdaya hutan sebagai sumber

kehidupannya. Penduduk hampir tidak mempunyai alternatif matapencarian selain menjadi buruh perkayuan ataupun menggantungkan nafkah pada ladang berpindah. Selain itu, biaya penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta infrastruktur fisik lainnya menjadi tinggi.

Pada lahan basah dengan berpengairan relatif baik, dicirikan dengan lahan yang relatif datar, relatif subur, aksesibilitas penduduk yang relatif baik terhadap infrastruktur fisik, kondisi memadai terhadap pelayanan pokok, pasar, dan trasportasi. Dengan kondisi biofisik seperti ini, pada dasarnya dapat mendorong resource base economy. Namun, lahan dengan nilai dan harga sumberdaya yang relatif baik ini justru rawan terhadap konversi lahan.

Pada agroekosistem pesisir/pantai kondisi biofisik yang khas mempengaruhi kehidupan rumahtangga khususnya nelayan ialah faktor musim melaut. Pola kerja nelayan menyebabkan terbatasnya pilihan-pilihan terhadap sumber penghidupan lainnya. Selain itu, dengan sistem open access atau

common property right terhadap kekayaan laut, menciptakan peluang ekonomi yang lebih tinggi bagi pemilik modal dan sumberdaya manusia yang menguasai teknologi dan pasar. Kondisi ini akan mendorong relasi yang timpang antar pelaku ekonomi.

Faktor sumberdaya manusia dan modal sosialnya (human and social capital) mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran. Kepala keluarga atau pencari nafkah usia produktif dengan pendidikan yang relatif tinggi atau memiliki keahlian/ketrampilan dan dengan kondisi kesehatan yang baik, diasumsikan mempunyai peluang kerja ataupun peluang usaha yang lebih baik. Kepala keluarga atau pencari nafkah berjenis kelamin laki-laki ditengarai mempunyai peluang kerja lebih tinggi dibanding perempuan. Keluarga dengan rasio bergantung (dependency ratio) lebih tinggi, akan lebih tinggi pula peluang

menjadi katagori miskin. Paguyuban atau kegotongroyongan yang relatif baik antar rumahtangga ditengarai lebih dapat mengatasi schock terhadap pendapatan dan pengeluaran rumahtangga. Selain itu, modal sosial yang tinggi dapat meningkatkan coping ability rumah tangga.

Ketersediaan infrastruktur fisik dan sosial juga menentukan harga atau nilai sumbedaya. Infrastruktur fisik seperti listrik, jaringan air bersih, sistem transportasi, pasar, sanitasi/pengelolaan sampah menentukan nilai atau harga sumberdaya (GTZ dalam Rustiadi, 2007). Selanjutnya, harga atau nilai sumberdaya ini menjadi determinan aktivitas ekonomi yang lebih luas. Infrastruktur sosial seperti kelompok-kelompok informal, layanan kesehatan, dan layanan pendidikan juga mempengaruhi aktivitas ekonomi. Selain itu, adanya kelembagaan dapat menentukan nilai atau harga sumberdaya yang selanjutnya mempengaruhi kesempatan untuk meraih peluang-peluang ekonomi. Kelembagaan didefinisikan sebagai the rules of society or of organization that facilitate coordination among people by helping them from expectations which each person can reasonably hold in dealing with others (Ruttan dan Hayami dalam Harianto, 2007).

Kepemilikan physical productive capital: seperti aset produksi misalnya lahan, perahu motor, kandang, alat dan mesin pengolahan, merupakan aset pendukung dalam meraih peluang ekonomi. Selain itu, aset fisik ini juga dapat dijadikan agunan bila memerlukan pinjaman uang, ataupun dapat dijual jika memerlukan uang.

Jika dianalisis kondisinya, tiap agroekosistem memiliki kekhasan meliputi biofisik, kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, infrastruktur fisik dan sosial termasuk kelembagaan. Tiap agroekosistem mempunyai nilai kemanfaatan ekonomi dan lingkungan serta nilai sosial budaya yang beragam pula. Nilai

Karakteristik Agroekosistem Pantai/Pesisir

Biofisik/faktor spasial: Relatif datar, tidak berbukit/lereng, Infrastruktur : relatif baik aksesibilitas wilayah: baik, akses pd sumber daya alam

’terbuka’

Akses pada pelayanan umum: relatif baik

Sosek: Gini Indeks : 0.67 Pemilikan Lahan : 0.07- 8.3 Ha Sumber penghasilan: kurang variatif

Hutan

Biofisik/faktor spasial: wilayah relatif terisolasi berbukit/datar/lereng Infrastruktur : relatif kurang baik Akses terhadap sumber daya alam ‘tertutup’

Akses terhadap pelayanan umum : kurang

Sosek:

Gini Indeks: relatif tinggi Pemilikan Lahan :relatif tidak ada Sumber penghasilan: relatif tidak

Lahan Campuran

Biofisik/faktor spasial: Topografi : bervariasi berpengairan 25 - 75 %

aksesibilitas wilayah kurang baik Infrastruktur : beririgasi, jalan pertanian

Akses pada pelayanan umum : relatif tersedia

Sosek:

Gini Indeks : tidak ada data Pemilikan Lahan : 0.02-0.5 Ha Sumber penghasilan: relatif variatif

Lahan Kering

Biofisik/faktor spasial: Topografi berbukit/lereng, berpengairan < 25 % Infrastruktur : beririgasi terbatas aksesibilitas wilayah kurang baik Akses terhadap pelayanan umum : relatif kurang

tersedia Sosek:

Gini Indeks : 0.27 -0.37 Pemilikan Lahan : 0.01-0.45 Ha Sumber penghasilan:kurang variatif

Lahan Basah

Biofisik/faktor spasial: Relatif datar, tidak berbukit/lereng, Infrastruktur : beririgasi, jalan pertanian,

berpengairan > 75 % aksesibilitas wilayah relatif baik Akses terhadap pelayanan umum : relatif tersedia

Sosek:

Gini Indeks : 0.22 – 0.38 Pemilikan Lahan : 0.01-0.36 atau tidak berlahan

Sumber penghasilan: relatif variatif

Dataran Tinggi

Biofisik/faktor spasial: Altitude: > 500 dpl Topografi berbukit/lereng, Infrastruktur : kurang memadai aksesibilitas wilayah kurang baik Akses pada pelayanan umum : relatif tersedia

Sosek:

Gini Indeks : tidak ada data Pemilikan Lahan : sekitar 0.25 Ha Sumber penghasilan: relatif variatif

Gambar 2. Karakteristik Agroekosistem

kemanfaatan ini mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumahtangga yang ada pada tiap agroekosistem.

Secara menyeluruh, karakteristik setiap agroekosistem secara visual disajikan pada Gambar 2.

Selanjutnya, interrelasi antar faktor tersebut diatas akan merefleksikan perbedaan peluang ekonomi (economic opportunities) pada tiap agroekosistem yang ada kaitannya dengan sumber matapencarian dan pola konsumsi. Kedua aspek ini pada gilirannya diduga akan berpengaruh terhadap kemiskinan dan kerentanan.

Kemiskinan dan kerentanan dibentuk oleh dua aspek yaitu aspek pendapatan dan aspek pengeluaran. Aktivitas ekonomi ditimbulkan oleh pendapatan dan pengeluaran rumahtangga (RT). Dengan asumsi matapencarian utama penduduk berbasis ketersediaan sumberdaya alam, maka aktivitas ekonomi dipengaruhi oleh kondisi agroekosistem melalui konsumsi dan aktivitas matapencarian. Dengan pendapatannya, rumahtangga dapat mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan yang pada gilirannya dapat memperkuat

Human Capital (HC). Di samping memenuhi kebutuhan minimum, RT dapat memperkuat aset-aset produktif (Physical Capital) dalam rangka mendukung matapencariannya. Selanjutnya, pendapatan rumahtangga akan mempengaruhi permintaan dan penawaran barang dan jasa.

Di sisi lain, agroekosistem mempengaruhi pola konsumsi RT yang secara agregat menentukan aktivitas ekonomi pada suatu agroekosistem terutama menentukan peluang usaha dan peluang kerja yang menggerakkan aktivitas ekonomi RT pada agroekosistem. Aktivitas tersebut menimbulkan pengeluaran RT misalnya pengeluaran untuk transportasi, komunikasi dan sebagainya. Secara agregat, pengeluaran RT tersebut akan menimbulkan permintaan terhadap barang dan jasa, yang di respon oleh produsen. Penawaran barang- barang dan jasa akan mempengaruhi pola konsumsi RT.

Kondisi kemiskinan menyebabkan suatu rumahtangga atau individu sulit mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan. Hal ini mempengaruhi kualitas tenaga kerja suatu individu. Dengan kualitas yang rendah, maka produktivitas tenaga kerja rendah; artinya modal manusia (human capital) rendah, maka, pendapatan juga rendah. Dengan pendapatan rumahtangga yang rendah (demand) rendah, perusahaan akan menyesuaikan sehingga penawarannya (supply) barang dan jasa menjadi rendah. Kemampuan ekonomi mempengaruhi

Impli kasi Kebi jakan Pengeluaran Pendapatan Indikator Kemiskinan •P0 •P1 P2 Kerentanan Elastisitas Faktor penciri Kemiskinan Tinjauan Kebijakan Mata Pencarian Pola Konsumsi Karakteristik Biofisik SDA SDM Infrastruktur Fisik dan Sosial/ Kelembagaan Sifat Kemiskinan Kronis dan Tidak Kronis Peluang ekonomi Aktivitas ekonomi Lahan Basah Lahan kering Lahan Campuran Dataran Tinggi Hutan Pantai/Pesisir Agroekosistem Nilai/Harga Sumberdaya - Human & Social Capital - Physical Capital - Infrastruktur Fisik dan Sosial - Spasial/SDA

besarnya peluang-peluang ekonomi dan investasi serta penyediaan fasilitas pendidikan maupun kesehatan. Dengan aktivitas ekonomi yang rendah dan dengan kualitas sumber daya manusia /tenaga kerja yang rendah maka peluang kerja dan peluang usaha tidak dapat dijangkau atau diciptakan; yang pada gilirannya tidak memberikan pendapatan yang cukup bagi rumahtangga. Kondisi ini mengantarkan suatu individu atau penduduk pada kondisi dengan katagori miskin. Kerangka pemikiran penelitian ini, secara skematis disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Keterangan: SDA = Sumber Daya Alam SDM= Sumber Daya Manusia P0 =insiden kemiskinan

P1 = kedalaman kemiskinan

Menguraikan mana sebab dan mana akibat dari kemiskinan pada hakikatnya adalah sulit. Kadangkala sebab-sebab kemiskinan dapat dilihat sebagai akibat-akibat dari kemiskinan. Karena itu, analisis-analisis pada kemiskinan pada umumnya mencari faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan atau hubungan-hubungan, bukan sebagai hubungan sebab-akibat.

Dengan pemahaman terhadap faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan, maka dapat dirancang alternatif kebijakan penanggulangannya. Penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan menggerakkan aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi di lingkungan perdesaan dan pertanian dapat dilakukan melalui penumbuhan sentra-sentra ekonomi untuk menggerakkan matapencarian dengan meningkatkan peluang usaha dan peluang kerja yang berkelanjutan (sustainable livelihood). Hal ini penting, mengingat lebih dari tiga per empat penduduk pertanian dan perdesaan di Indonesia menggantungkan matapencarian utamanya pada ketersediaan sumberdaya alam.

Selain itu, masih terbuka peluang-peluang untuk menggerakkan aktivitas ekonomi pertanian dan perdesaan dengan meningkatkan daya dukung agroekosistem melalui perbaikan modal sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik serta infrastruktur dengan memperhatikan faktor lokasinya. Perbaikan- perbaikan tersebut akan efektif bila penanganannya sesuai dengan tipologi kemiskinan dan kerentanannya. Hal tersebut dapat dicapai dengan intervensi yang tepat antara lain berdasarkan analisis tipologi kemiskinan dan kerentanan berbasis agroekosistem.