• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

5.7. Pantai/Pesisir

5.7.1. Indikator Kemiskinan 5.7.1.1. Insiden Kemiskinan

Insiden kemiskinan pada pantai/pesisir berdasarkan hasil penghitungan FGT Index, diperoleh Headcount index (P0) sebesar 12.9 persen. Hal ini berarti

12.9 persen populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan pada agroekosistem pantai pesisir, atau sebanyak 648 219 rumahtangga miskin (9.30 persen) dari total rumah tangga miskin nasional). Lebih lanjut, P0 pantai/pesisir ini di bawah rata-

rata P0 nasional (13.1 persen), atau persentase/proporsi rumahtangga miskinnya

Pantai/pesisir memiliki sumberdaya perikanan sebagai sumberdaya milik umum (commons property resources) yang pemanfaatannya terbuka untuk siapapun. Akses berbagai pihak yang berkepentingan terhadap sumber daya perikanan sulit dibatasi. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai lebih 81 000 km. Dari 67 439 desa di Indonesia, kurang lebih 9 261 desa dikatagorikan sebagai desa pesisir. Desa pesisir ini merupakan kantong-kantong kemiskinan (Kusnadi, 2002).

Kesulitan mengatasi masalah kemiskinan di desa-desa pesisir telah menjadikan rumahtangga harus menanggung beban kehidupannya. Kemiskinan dan tekanan sosial ekonomi yang dihadapi rumahtangga nelayan buruh berakar pada faktor kompleks yang saling terkait. Kemiskinan di pantai/pesisir menghadapi kondisi yang khas sehubungan dengan karakteristik sumberdaya kehidupan penduduknya. Disamping itu, peluang-peluang ekonomi pada agroekosistem pantai/pesisir ini relatif terbatas karena struktur alamiah adanya musim melaut bagi rumahtangga yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut.

5.7.1.2. Kedalaman Kemiskinan

Kedalaman kemiskinan pada agroekositem pantai/pesisir berdasarkan hasil penghitungan FGT Index, diperoleh Poverty Gap Index (P1) sebesar 2.4,

lebih besar daripada Poverty Gap Index (P1) nasional (2.3). Artinya kedalaman

kemiskinannya lebih besar daripada nasional, kedalaman kemiskinan yang relatif besar ini menyiratkan bahwa kondisi kemiskinan di pantai/pesisir cukup kritis. 5.7.1.3. Keparahan Kemiskinan

Keparahan kemiskinan pada agroekositem pantai/pesisir berdasarkan hasil penghitungan FGT Index, diperoleh Distributionally Sensitive Index atau

disebut juga Poverty Severity Gap Index (P2) sebesar 0.7 persen yang ternyata

sama besar dari nasional (0.7).

5.7.2. Kerentanan Kemiskinan

5.7.2.1. Elastisitas

Dengan menggunakan garis kemiskinan BPS, ternyata 18.3 persen rumahtangga pada agroekosistem pantai/pesisir termasuk kedalam kelompok miskin. Selanjutnya, untuk mengetahui bagaimana insiden kemiskinan sekitar garis kemiskinan yang diasumsikan rentan terhadap garis kemiskinan maka disimulasikan garis kemiskinan naik 10 persen dan 20 persen. Dari simulasi tersebut diperoleh hasil perubahan indikator-indikator kemiskinan, persentase perubahan dan elastisitasnya disajikan pada tabel berikut ini.

Dengan skenario GK naik 10 persen (GK*110 persen), yang terjadi pada

Headcount Index (P0) di ekosistem pantai/pesisir adalah peningkatan proporsi

insiden kemiskinan dari 12.9 persen menjadi 18.3 persen. Dibanding dengan nasional, presentase perubahan P0 pantai/pesisir (41.8 persen) lebih kecil dari

pada persentase P0 nasional (43.5 persen).

Tabel 29. Indikator dan Elastisitas Kemiskinan

Indikator GK GK*110% GK*120%

Nilai Nilai Elastisitas Nilai Elastisitas P/P Nas P/P Nas P/P Nas P/P Nas P/P Nas P0 12.9 13.1 18.3 18.8 4.19 4.35 24.6 25.0 4.53 4.54

P1 2.4 2.3 3.6 3.6 5.00 5.65 5.1 5.1 5.63 6.09

P2 0.7 0.7 1.1 1.1 5.71 5.71 1.6 1.6 6.43 6.43

Sumber: Hasil Perhitungan Keterangan: GK = garis kemiskinan

P/P= pantai/pesisir Nas = nasional

Lebih lanjut, dengan skenario GK*110 persen, yang terjadi pada Poverty Gap Index (P1) meningkat dari 2.4 menjadi 3.6. Artinya, selain makin banyak

yang jatuh miskin, kondisi mereka pun makin jauh dari garis kemiskinan, sehingga makin banyak effort yang diperlukan untuk mengangkat mereka melampaui batas miskin. Namun, dibanding dengan nasional, presentase perubahan P1 pantai/ pesisir (50.0 persen) relatif lebih kecil daripada persentase

P1 nasional (56.0 persen).

Secara grafik, distribusi frekuensi pengeluaran rumah tangga di Pantai/Pesisir dapat dilihat pada Gambar 11. Pola yang sama terjadi pada

Poverty Severity Gap Index (P2) yang meningkat dari 0.7 menjadi sebesar 1.1

pada GK*110 persen. Presentase perubahan P2 pantai/pesisir (57.1 persen)

sama dengan persentase P1 nasional (57.1 persen).

Gambar 11: Distribusi Frekuensi Pengeluaran Rumahtangga di Pantai/Pesisir

Dengan skenario GK naik 20 persen (GK*120 persen), yang terjadi pada

Headcount Index (P0) pada pantai/pesisir adalah peningkatan proporsi insiden

kemiskinan dari 12.9 persen menjadi 24.6 persen. Laju perubahan tersebut lebih Rumahtangga

GK = 89.100 GK 10 % = 98.800 GK 20 % = 122.800

Kurva Normal

Sumber : Susenas 2004, Podes 2003 dan Garis Kemiskinan 2004. Data Diolah

Distribusi Frekuensi

dari dua kali persentase perubahan pada GK*110 persen. Dibanding dengan nasional, presentase perubahan P0 pantai/pesisir (90.6 persen) lebih kecil

persentase perubahan P0 nasional (90.8 persen).

Kemudian, pada Poverty Gap Index (P1) yang meningkat dari 2.4 menjadi

5.1, jika GK naik 20 persen. Artinya, selain makin banyak yang jatuh miskin, kondisi mereka pun makin jauh dari garis kemiskinan, sehingga makin banyak upaya-upaya yang harus harus dilakukan untuk mengangkat mereka melampaui batas minimum kebutuhan hidup.

Laju perubahan peningkatan persentase P1 juga meningkat dua kali laju

perubahan P1 pada GK*110 persen. Namun, Pola yang sama terjadi pada

Poverty Severity Gap Index (P2) yang meningkat dari 0.7 menjadi sebesar 1.6

pada GK*120 persen. Laju perubahan peningkatan persentase P2 meningkat

lebih dari dua kali laju perubahan P2 pada GK*110 persen. Persentase

perubahan P2 pantai/pesisir (128.5 persen) sama dengan persentase P1 nasional

(128.5 persen). Jika dicermati lebih jauh, dengan menggunakan dua skenario ini, dimana diasumsikan kenaikan bundel harga-harga barang dan jasa mendorong garis kemiskinan naik 10 persen dan 20 persen, maka pada GK*110 persen diperoleh elastisitas terhadap perubahan garis kemiskinan ini sebesar 4.19 untuk P0, 5.00 untuk P1, dan 5.71 untuk P2. Kemudian, pada GK*120 persen, diperoleh

elastisitas terhadap perubahan garis kemiskinan ini sebesar 4.53 untuk P0, 5.63

untuk P1, dan 6.43 untuk P2.. Tabel 29 menunjukkan bahwa dengan elastisitas

lebih besar dari satu, maka pada agroekosistem pantai/pesisir dapat dikatakan memiliki sensitivitas peningkatan proposi kemiskinan, kedalaman dan keparahan yang relatif tinggi. Dibanding dengan nasional, elastisitas untuk P0, P1, dan P2

elastisitas indikator kemiskinan pada pantai/ pesisir sama dengan elastisitas kemiskinan pada nasional.

5.7.2.2. Sifat Kemiskinan

Model regresi pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin dirancang untuk mengetahui sifat kemiskinan. Hasil regresi untuk daerah kawasan pantai pesisir, menghasilkan model yang nyata secara statistik (Lampiran 7). Hasil analisis sifat kemiskinan dengan menggunakan model regresi ini memperoleh gambaran kemiskinan sebagai berikut: 2.77 persen miskin kronis dan 10.11 persen miskin tidak kronis. Maknanya, 10.11 persen rumahtangga ini dapat ditingkatkan pendapatannya atau dikurangi pengeluarannya dengan meningkatkan beberapa variabel yang berpengaruh. Selanjutnya, 2.77 persen rumahtangga yang miskin ini dikatagorikan kronis atau kemiskinan struktural yang untuk pengentasannya memerlukan upaya-upaya yang lebih besar. Dibanding model nasional, persentase proporsi rumah tangga pada agroekosistem pantai/pesisir lebih kecil, dimana mempelihatkan sebanyak 13.1 persen miskin (2.2 persen miskin kronis, dan 10.9 persen tidak kronis).

Tabel 30. Sifat Kemiskinan Agroekosistem Pantai/Pesisir

GK GK*110% GK*120%

Aspek

Penelitian Sifat Pantai/ pesisir Nas Pantai/ pesisir Nas Pantai/ pesisir Nas Miskin 10,11 10.9 12,8 14.1 15,1 16.3 Miskin kronis 2,77 2.2 5,6 4.8 9,5 8.7 % perubahan Akibat GK Total miskin 12,88 13.1 18,3 18.8 24,6 25 Sumber : Hasil Perhitungan;

Keterangan : GK = Garis Kemiskinan Nas = Nasional

Untuk mengetahui sifat kemiskinan rumahtangga di sekitar garis kemiskinan, maka disimulasikan garis kemiskinan meningkat sebesar 10 persen.

Hasil regresi untuk agroekosistem pantai/pesisir dengan garis kemiskinan ditingkatkan 10 persen, menghasilkan model yang nyata secara statistik dengan model seperti pada Lampiran 15. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat peningkatan persentase rumahtangga miskin menjadi sebesar 18.3 persen rumahtangga miskin (5.6 persen miskin kronis dan 12.8 persen miskin tidak kronis). Artinya, 12.8 persen rumahtangga ini berpotensi ditingkatkan pendapatannya dengan meningkatkan beberapa variabel yang berpengaruh sehingga tingkat konsumsi rumahtangga ini bisa meningkat. Sementara itu, 5.6 persen rumahtangga dikatagorikan kronis atau terjebak dalam kemiskinan.

Hasil regresi untuk agroekosistem pantai/pesisir dengan garis kemiskinan ditingkatkan 20 persen, menghasilkan model yang nyata secara statistik dengan model seperti pada Lampiran 22. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat peningkatan persentase kemiskinan menjadi sebesar 24.6 persen rumahtangga miskin (15.1 persen miskin kronis dan 9.5 persen miskin tidak kronis). Namun, dibanding dengan model nasional, peningkatan proporsi persentase rumahtangga miskin ini masih lebih kecil, dimana model nasional menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 25 persen rumahtangga miskin (8.7 persen miskin kronis dan 16.3 persen miskin tidak kronis). Jika dianalisis lebih jauh, ada pengaruh dari kenaikan garis kemiskinan sebesar 10 persen dan 20 persen terhadap sifat kemiskinan keluarga miskin, pada agroekosistem pantai/pesisir.

Tabel 31 menunjukkan, bahwa laju perubahan rumahtangga miskin kronis melebihi angka 100 persen pada agroekosistem ini. Artinya, dengan meningkatnya garis kemiskinan sebesar 10 persen maka jumlah keluarga miskin kronis bertambah lebih dari dua kali lipat (102.2 persen) dari angka sebelumnya.

Tabel 31. Perubahan Sifat Kemiskinan Pada Agroekosistem Pantai/Pesisir GK*110% GK*120% Aspek Penelitian Sifat Pantai/ pesisir Nasional Pantai/ pesisir Nasional Miskin 26.6 29.0 48.4 49.1 Miskin kronis 102.2 116.2 243.0 291.9 % perubahan akibat GK Total miskin 421 116.2 91.0 90.3

Sumber : Hasil Perhitungan

Keterangan : GK = Garis Kemiskinan

Apabila garis kemiskinan ditingkatkan 20 persen, akan berakibat peningkatan keluarga miskin kronis mencapai 243 persen, namun lebih kecil daripada nasional (291.9 persen). Selanjutnya, dari hasil perhitungan perbedaan pengeluaran per kapita dengan kondisi garis kemiskinan biasa ternyata persentase perbedaan pengeluaran per kapita terhadap garis kemiskinan pada golongan miskin kronis (berdasarkan rataan), secara umum diperoleh diatas 40 persen (Tabel 32). Sedangkan untuk golongan tidak miskin (berdasarkan median), untuk seluruh Indonesia, perbedaan golongan tidak miskin terhadap garis kemiskinan sebesar 85.8 persen. Agroekosistem pantai/pesisir memiliki beda lebih kecil (dibawah 70 persen). dibanding nasional.

Untuk kondisi garis kemiskinan ditingkatkan 10 persen, persentase perbedaan pengeluaran per kapita terhadap garis kemiskinan pada golongan miskin kronis (berdasarkan rataan) di atas 40 persen untuk pantai/pesisir. Sedangkan untuk golongan tidak miskin (berdasarkan median), pada tingkat nasional, perbedaan golongan tidak miskin terhadap garas kemiskinan sebesar 76.6 persen, sementara pada pantai/pesisir dibawah 40 persen. Sedangkan untuk kondisi garis kemiskinan ditingkatkan 20 persen, pada agroekosistem pantai/pesisir ternyata persentase perbedaan pengeluaran per kapita terhadap

garis kemiskinan pada golongan miskin kronis (berdasarkan rataan) di bawah 40 persen.

Tabel 32. Beda Relatif dan Ratio Rataan dan Median Pengeluaran Per Kapita Terhadap Garis Kemiskinan Pada Agroekosistem Pantai/Pesisir

GK GK*110% GK*120%

Berdasarkan Sifat

% beda ratio % beda ratio % beda Ratio Pantai/Pesisir Miskin Kronis - 42,9 0,571 - 41,0 0,590 - 38,2 0,608 Miskin - 13,6 0,864 - 13,4 0,866 - 12,3 0,877 Rataan Tidak Miskin 131,9 2,319 118,1 2,181 109,6 2,096 Miskin Kronis - 40,4 0,596 - 38,2 0,618 - 36,7 0,633 Miskin - 12,7 0,873 - 12,7 0,873 - 11,9 0,881 Median Tidak Miskin 87,0 1,870 75,6 1,756 68,6 1,686 Nasional Miskin Kronis -42.2 0.578 -39.6 0.604 -38.3 0.617 Miskin -13.2 0.868 -12.6 0.874 -12.2 0.878 Rataan Tidak Miskin 138.6 2.386 126.4 2.264 118.0 2.180 Miskin Kronis -40.0 0.600 -37.3 0.627 -35.8 0.642 Miskin -12.1 0.879 -12.0 0.880 -11.9 0.881 Median Tidak Miskin 85.8 1.858 76.6 1.766 70.4 1.704

Sumber : Hasil Perhitungan

Keterangan : GK = Garis Kemiskinan

Selanjutnya, pada golongan tidak miskin (berdasarkan median), tingkat nasional, perbedaan golongan tidak miskin terhadap garis kemiskinan sebesar 70.4 persen. Sementara pada pantai/pesisir besarnya di bawah 60 persen; yang artinya tidak terdapat jarak pengeluaran per kapita yang lebih tinggi antara yang tidak miskin dengan miskin, bila dibandingkan dengan nasional.