• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Asumsi Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pelatihan dilakukan dalam kondisi normal/sesuai kurikulum yang ada 2. Metode pelatihan tidak mengalami perubahan selama penelitian

berlangsung.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Banyak pakar manajemen berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan, dan dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya mengandung makna yang tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu”. Sedangkan menurut (Good, 1973) pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan dalam bidang tertentu (Marzuki, 1992 ). Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Pada kajian penelitian berikut, isu-isu yang dianggap penting salah satunya adalah makna dari pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih khusus dibandingkan dengan pendidikan, dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan seseorang dan pelatihan itu sendiri bersifat praktis dan dinamis dalam artian selalu diberikan kepada karyawan atau orang yang membutuhkan untuk menguasai skills tertentu dan pada jenjang keahlian tertentu,

sehingga yang dimaksud dengan praktis adalah, bahwa orang yang sudah dilatih dapat mengaplikasikan ketrampilannya dengan segera sehingga harus bersifat praktis, (Tjiptono, dkk, 1996)..

Definisi pelatihan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 pasal 1 ayat 21 adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kaulifikasi jabatan atau pekerjaan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa inti dari pelatihan adalah untuk meningkatkan kompetensi kerja dan menurut Peraturan Menteri tersebut diatas, kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang.

2.1.1 Tujuan Pelatihan

Menurut Moekijat (1991:55) tujuan umum dari pada pelatihan adalah:

1. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.

2. Untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.

3. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kerja sama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan.

Sedangkan dalam rangka pengembangan perusahaan pada umumnya para ahli manajemen sepakat bahwa paling tidak terdapat tiga bidang kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses manajemen, menurut Hersey dan Blanchart (1992) yaitu: :

A. Kemampuan teknis (technical skill), kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan training.

B. Kemampuan sosial (human atau social skill), kemampuan dalam bekerja dengan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif.

C. Kemampuan konseptual (conceptual skill) yaitu: kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak unit kerja masing-masing ke dalam bidang operasi secara menyeluruh.

Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh dari pada hanya atas dasar tujuan kebutuhan keluarga sendiri.

Tujuan-tujuan tersebut diatas tidak dapat dilaksanakan atau dicapai, kecuali pimpinan (decision maker) menyadari akan pentingnya latihan yang sistematis dan karyawan-karyawan sendiri percaya bahwa mereka akan memperoleh keuntungan dari keahlian yang semakin tinggi serta tujuan pengembangan pegawai jelas bermanfaat atau berfungsi baik bagi organisasi maupun karyawan sendiri.

2.1.2 Manfaat Pelatihan

Manullang (1990:47) memberikan batasan tentang manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi/perusahaan terhadap karyawannya, yaitu sebagai berikut:

a) Meningkatkan rasa puas karyawan.

b) Pengurangan pemborosan.

c) Mengurangi ketidakhadiran dan turn over karyawan.

d) Memperbaiki metode dan sistem kerja.

e) Menaikkan tingkat penghasilan.

f) Mengurangi biaya-biaya lembur.

g) Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin.

h) Mengurangi keluhan-keluhan karyawan.

i) Mengurangi kecelakaan kerja.

j) Memperbaiki komunikasi.

k) Meningkatkan pengetahuan karyawan l) Memperbaiki moral karyawan.

m) Menimbulkan kerja sama yang lebih baik.

Manfaat lain yang diperoleh dari latihan kerja yang dilaksanakan oleh setiap organisasi perusahaan menurut Soeprihanto (1997) antara lain:

a. Kenaikan produktivitas.

Kenaikan produktivitas baik kualitas maupun kuantitas. Tenaga kerja dengan program latihan diharapkan akan mempunyai tingkah laku yang baru, sedemikian rupa sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun mutu dapat ditingkatkan.

b. Kenaikan moral kerja.

Apabila penyelenggara latihan sesuai dengan tingkat kebutuhan yang ada dalam organisasi perusahaan, maka akan tercipta suatu kerja yang harmonis dan semangat kerja yang meningkat.

c. Menurunnya pengawasan.

Semakin percaya pada kemampuan dirinya, maka dengan disadarinya kemauan dan kemampuan kerja tersebut, para pengawas tidak terlalu dibebani untuk setiap harus mengadakan pengawasan.

d. Menurunnya angka kecelakaan.

Selain menurunnya angka pengawasan, kemauan dan kemampuan tersebut

lebih banyak menghindarkan para pekerja dari kesalahan dan kecelakaan.

e. Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja.

Stabilitas disini diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara karyawan yang tidak hadir atau keluar.

f. Mengembangkan pertumbuhan pribadi.

Pada dasarnya tujuan perusahaan mengadakan latihan adalah untuk memenuhi kebutuhan organisasi perusahaan, sekaligus untuk perkembangan atau pertumbuhan pribadi karyawan.

2.1.3 Fungsi dan Tolak Ukur Keberhasilan Pelatihan

Fungsi pelatihan sangat penting untuk dipahami, karena dengan pemahaman tersebut maka tolak ukur keberhasilan pelatihan dapat diterjemahkan dengan baik. Menurut Hamalik (2001) fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial. Menurut Siagian (1998), pelatihan dapat membantu karyawan membuat keputusan yang lebih baik, meningkatkan kemampuan di bidang kerjanya sehingga dapat mengurangi stres dan menambah rasa percaya diri. Adanya tambahan informasi tentang program yang diperoleh dari pelatihan dapat dimanfaatkan sebagai proses penumbuhan

intelektualitas sehingga kecemasan menghadapi perubahan di masa-masa mendatang dapat dikurangi.

Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen menurut As’ad (1987: 73) :

Sasaran pelatihan atau pengembangan : setiap pelatihan harus mempunyai sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur supaya bisa diketahui efektivitas dari pelatihan itu sendiri.

Pelatih (Trainer): pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan pelatihan dengan metode tertentu sehingga peserta akan memperoleh pengetahuan ketrampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

Bahan-bahan latihan: bahan-bahan latihan harus disusun berdasarkan sasaran pelatihan yang telah ditetapkan.

Metode latihan (termasuk alat bantu): Setelah bahan dari latihan ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan yang tepat.

Peserta (Trainee): Peserta merupakan komponen yang cukup penting, sebab keberhasilan suatu program pelatihan tergantung juga pada pesertanya.

2.1.4 Alasan Pentingnya Diadakan Pelatihan

Menurut Hariandja (2002 : 168), ada beberapa alasan penting untuk mengadakan pelatihan, yaitu:

a. Karyawan yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan.

b. Perubahan – perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahan – perubahan disinimeliputi perubahan – perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru.

Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, sikap yang berbeda yang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan.

c. Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat ini daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya dengan mengandalkan aset berupa modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang menjadi elemen paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang berkesinambungan.

d. Menyesuaikan dengan peraturan – peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja.

2.1.5 Pengembangan Program Pelatihan

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.

Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh Werther (1989 : 287) yang pada prinsipnya meliputi :

(l) need assessment;

(2) training and development objective;

(3) program content;

(4) learning principles;

(5) actual program-,

(6) skill knowledge ability of works (7) evaluation.

Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (1997) yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu:

1) Tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan;

2) Mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan;

3) Menyusun kriteria;

4) Pre tes terhadap pemagang;

5) Memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar;

6) Melaksanakan pelatihan;

7) Memantau pelatihan.

8) Membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan.

Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan langkah yang paling penting dalam pengembangan program pelatihan. Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkah-langkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey).

Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan.

perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan.

Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pelatihan. Isi program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.

Prinsip-prinsip belajar (learning principles) yang efektif adalah yang memiliki kesesuaian antara metode dengan gaya belajar peserta pelatihan dan tipe-tipe pekerjaan, yang membutuhkan. Pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar lima hal yaitu partisipasi, reputasi, relevansi, pengalihan, dan umpan balik Siagian (1994 :190). Dengan prinsip partisipasi pada umumnya proses belajar berlangsung dengan lebih cepat dan pengetahuan yang diperoleh diingat lebih lama. Prinsip reputasi (pengulangan) akan membantu peserta pelatihan untuk mengingat dan memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip relevansi, yakni kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai relevansi dan makna konkrit dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip pengalihan dimaksudkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan belajar mengajar dengan mudah dapat dialihkan pada situasi nyata (dapat dipraktekkan pada pekerjaan). Dan prinsip umpan balik akan membangkitkan motivasi peserta pelatihan karena mereka tahu kemajuan dan perkembangan belajarnya.

Pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya sangat situasional sifatnya. Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada penggunaan pendekatan, metode dan teknik tertentu dalam pelaksanaan proses pelatihan.

Keahlian, pengetahuan, dan kemampuan pekerja (skill knowledge ability of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman belajar (hasil) dari suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan dikatakan efektif, apabila hasil pelatihan sesuai dengan tugas peserta pelatihan dan bermanfaat pada tugas pekerjaannya.

Dan langkah terakhir dari pengembangan program pelatihan adalah evaluasi (evaluation) pelatihan Pelaksanaan program pelatihan dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi pengalaman belajar pada bidang pekerjaan. Siagian (1994:202) menegaskan proses transformasi dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal yaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja . Selanjutnya untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian. Dan untuk mengukur keberhasilan tidaknya yang dinilai tidak hanya segi-segi teknis saja.

Akan tetapi juga segi keperilakuan Siagian (1994). Evaluasi diperlukan kriteria evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan program pelatihan dan pengembangan.

2.1.6 Mekanisme Pelatihan

Mekanisme pelatihan di sini diartikan cara atau metode yang digunakan dalam suatu kegiatan pelatihan. Jadi mekanisme pelatihan analog dan lebih dekat dengan pendekatan atau metode dan teknik pelatihan. Dalam penyelenggaraan pelatihan, tidak ada satupun metode dan teknik pelatihan yang paling baik.

Semuanya tergantung pada situasi kondisi kebutuhan.

Dalam memilih metode dan teknik suatu pelatihan ditentukan oleh banyak hal. Seperti dikemukakan Werther (1989 : 290) sebagai berikut : there is no simple technique is always best; the best method depends on : cost effectiveness; desired program content; learning principles; appropriateness of the facilities; trainee preference and capabilities; and trainer preferences and capabilities. Artinya tidak ada satu teknik pelatihan yang paling baik, metode yang paling baik tergantung pada efektivitas biaya, isi program yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak, kemampuan dan preference peserta serta kemampuan dan preference pelatih. Kemudian Siagian (1994:192) menegaskan tepat tidaknya teknik pelatihan yang digunakan sangat tergantung dari berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan seperti kehematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi kemampuan pelatih dan prinsip-prinsip belajar yang hendak diterapkan. Walaupun demikian, pengelola pelatihan hendaknya mengenal dan memahami semua metode dan teknik pelatihan, sehingga dapat memilih dan menentukan metode dan teknik mana yang paling tepat digunakan

sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi yang ada.

Werther (1989), mengidentifikasi ada dua pendekatan atau metode pokok dalam pelatihan yaitu on the job training dan off the job training. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan serta penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan.

2.1.7 Teknik-Teknik Pelatihan

Program latihan menurut Handoko (1995:110) dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program latihan manajemen:

A. Metode Praktis

Teknik-teknik “on the job trainning” merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan yang baru dengan supervisi langsung, seorang “pelatih” yang berpengalaman.

Berbagai macam teknik ini yang biasa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:

1. Rotasi jabatan merupakan latihan dengan memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.

2. Latihan instruksi pekerjaan merupakan latihan dengan memberikan petunjuk- petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada

pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan sekarang.

3. Magang merupakan latihan dengan memberikan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang telah berpengalaman. Pendekatan itu dapat dikombinasikan dengan latihan “off job trainning”. Hampir semua karyawan pengrajin (care off), seperti tukang kayu dan ahli pipa atau tukang ledeng, dilatih dengan program-program magang formal, aksestensi dan internship adalah bentuk lain program magang.

4. Pengarahan merupakan latihan dengan penyelia atau atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja rutin mereka.

5. Penugasan sementara merupakan latihan dengan memberikan penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan. Dengan metode ini karyawan peserta latihan representasi tiruan (artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya.

B. Metode Simulasi

Diantara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode Studi Kasus.

Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kasus.

Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan.

2. Permainan Rotasi Jabatan.

Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan yang berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang digambarkan dalam suatu periode dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda perannya. Dalam hal ini tidak ada masalah yang mengatur pembicaraan dan perilaku. Efektifitas metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya.

Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misal menjadi lebih toleran terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan ketrampilan, ketrampilan antar pribadi (interpersonal skill).

3. Permainan Bisnis.

Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan bantuan computer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan yang diperlukan. Permaianan di sistem dengan aturan-aturan tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari study operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar anggaran penjualan, siapa yang akan ditarik dan sebagainya.

Tujuannya adalah untuk melatih parakaryawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.

4. Ruang Pelatihan

Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal, organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini bukan dilaksanakan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus.

Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

5. Latihan Laboratorium

Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan datang.

6. Program-program pengembangan eksekutif

Program-program ini biasanya diselenggarakan di Universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.

2.1.8 Efektivitas Pelatihan

Belum adanya definisi yang pasti tentang efektivitas disebabkan karena setiap orang memberi arti yang berbeda-beda. Rumusan yang berbeda-beda tersebut disebabkan karena arti dari efektivitas tergantung dari sudut mana para

ahli memandangny, namun para ahli yang berbeda-beda tersebut memiliki suatu kesamaan, yang merumuskan bahwa efektivitas mengandung arti sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.

Efektivitas dipandang tiga perspektif, menurut Gibson (1988:28), sebagai berikut:

(1) Efektivitas dari perspektif individu;

(2) Efektivitas dari perspektif kelompok; dan (3) Efektivitas dari perspektif organisasi.

Hal ini mengandung arti bahwa efektivitas memiliki tiga tingkatan yang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Dimana efektivitas perspektif individu berada pada tingkat awal untuk menuju efektif kelompok maupun efektif organisasi.

Katzel, dalam Steers (1980:44-45) menyatakan bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas, laba dan sebagainya. Dilihat dari definisi di atas menunjukkan bahwa produktivitas merupakan bagian dari efektivitas. Adapun konsep pendidikan yang memiliki produktivitas yaitu pendidikan yang efektif dan efisien. Selanjutnya efektivitas dapat dilihat pada: (1) input dan output yang merata, (2) Menghasilkan output yang bermutu tinggi, (3) Skill yang dikuasai sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, dan (4) pendapatan pekerja ( orang yang memiliki skill ) memadai.

Dari beberapa pengertian di atas efektivitas mengandung arti berorientasi kepada hasil (tujuan) dan juga berorientasi kepada proses (kemampuan organisasi

untuk beradaptasi dan mempertahankan hidupnya). Kemudian penerapannya kepada suatu pelatihan yang efektif adalah kemampuan organisasi dalam melaksanakan program-programnya yang telah direncanakan secara sistematis dalam upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan.

Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri.

Keefektifan pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya. Sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat dari dampak pelatihan bagi organisasi Untuk mencapai tujuannya. Hal ini selaras dengan Simamora (1987: 320) yang mengukur efektivitas Diklat dapat dilihat dari :

1) Reaksi-reaksi bagaimana perasaan partisipan terhadap program

2) Belajar- pengetahuan, keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari pelatihan

3) Perilaku perubahan-perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pekerjaan

4) Hasil-hasil dampak pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional

4) Hasil-hasil dampak pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional