• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PESERTA PELATIHAN PADA BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN GELADIKARYA OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PESERTA PELATIHAN PADA BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN GELADIKARYA OLEH :"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PESERTA PELATIHAN PADA BALAI

BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN

GELADIKARYA

OLEH :

Muhammad Basyir

NIM : 127007061

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)

PERSETUJUAN GELADIKARYA

Judul Geladikarya : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Peserta Pelatihan Pada Balai Besar Latihan Kerja Industri ( BBLKI ) Medan

Nama : Muhammad Basyir

NIM : 127007061

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Amrin Fauzi Ketua

Dr. Ir. Zahari Zein, M.sc Anggota

Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pasca Sarjana

(3)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Balai Besar Latihan Kerja Industri ( BBLKI ) Medan merupakan salah satu balai pelatihan industri milik Kementerian Tenaga Kerja ( KEMENAKER ) yang bertugas untuk memberikan pelatihan dan pembinaan kepada masyarakat di bidang industri seperti las, otomotif, elektronika, mesin dll. Permasalahan yang dihadapi oleh institusi tersebut saat ini adalah masih rendahnya daya serap industri terhadap peserta pelatihan pada BBLKI Medan, untuk itu dibutuhkan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab masalah dan rekomendasi strategi/kebijakan untuk meningkatkan ketrampilan (skill) peserta pelatihan dalam rangka meningkatkan daya serap pasar terhadap peserta pelatihan BBLKI Medan pada masa yang akan datang.

Dari hasil uji simultan, ditemukan bahwa faktor kurikulum, lama pelatihan dan sarana prasarana berpengaruh sebesar 84,7 % terhadap kualitas peserta pelatihan, sedangkan 15,3 % sisanya di pengaruhi oleh faktor lain. Ini menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut mendominasi faktor kualitas peserta pelatihan, artinya jika BBLKI Medan hendak meningkatkan kualitas peserta pelatihannya, maka ketiga faktor ini perlu menjadi perhatian penting seluruh stakeholders BBLKI Medan. Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang paling berpengaruh adalah Sarana dan prasarana (0,483), Kurikulum (0,374), dan Lama (durasi) pelatihan (0,198).

Akhirnya perbaikan menyeluruh terhadap kualitas pelatihan akan membawa efek domino yang luar biasa produktifitas dan kesejahteraan pekerja yang disertai dengan naiknya profit perusahaan dan pajak yang diterima oleh negara.

(4)

EXECUTIVE SUMMARY

Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan is one of the training centers owned by Kementrian Tenaga Kerja (KEMENAKER), the main task of the institution is providing training and guidance to the public in the field of techniques such as welding, automotive, electronics, machinery, etc.

The problem faced by the institution at this time is low absorptive of its graduates by industries in Medan and surrounding areas, and it required a research that aims to identify the causes of problem and recommendation strategies / policies to improve the quality of training participant in order to improve market absorption of the BBLKI Medan graduates in the future.

From the results of simultaneous test, it was found that the factor of curriculum, duration of training and infrastructure amounted to 84.7% effect on the quality of the training participant, while the remaining 15.3% is influenced by other factors. It shows that three factors are dominating factor of training participant’s ability. From here, if BBLKI Medan want to enhance the quality of graduates, then these three factors should be the concern of BBLKI Medan’s stakeholders, from these three factors, the most influential factor is the facilities and infrastructure (0.483), curriculum (0.374), and length (duration) of training (0.198).

Finally the overall improvement of the quality of training will bring remarkable domino effect on the quality, productivity and income of workers, along with rising corporate profits and taxes received by the state.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi :

Nama : Muhammad Basyir

Tempat/Tgl Lahir : Aceh Besar / 21 Mei 1975

Status Keluarga : Menikah

Alamat : Jl. Tenggiri No. 19 Lamprit, Banda Aceh

Riwayat Pendidikan :

MIN Banda Aceh : 1982 – 1987 SMPN 2 Banda Aceh : 1987 – 1990 SMAN 5 Banda Aceh : 1990 – 1993 Politeknik USU Medan : 1993 – 1996 Fak. Ekonomi USU Medan : 1998 – 2002

Pengalaman Kerja :

Bank Danamon : 1996 – 1998

Bank Bukopin : 1999 – 2003

Bank Syariah Mandiri : 2003 – 2004

World Vision : 2005

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Geladikarya dengan judul :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PESERTA PELATIHAN PADA BALAI BESAR PELATIHAN

KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN

Adalah benar hasil karya yang belum pernah dipubikasikan, semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas.

Medan, September 2015 Yang membuat pernyataan

Muhammad Basyir

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan Geladikarya dengan judul : “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Peserta Pelatihan Pada Balai Besar Latihan Kerja Industri ( BBLKI ) Medan “ dapat diselesaikan dengan baik. Geladikarya ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada :

1. Seluruh anggota keluarga yang selalu memberi dukungan moral yang kepada Penulis.

2. Bapak Prof. Sublihar, Ph.D sebagai Pj. Rektor Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir Darwin Sitompul M.Eng selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr.Ir Nazaruddin Matondang, MT selaku Sekretaris Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr Amrin Fauzi selaku Ketua Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penyelesaian Geladikarya ini.

7. Bapak Dr. Ir Zahari Zein, M.Sc selaku anggota Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penyelesaian Geladikarya ini

8. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh Staf Akademik pada Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.

9. Pimpinan dan seluruh Staf Balai Besar Latihan Kerja Industri ( BBLKI ) Medan.

Penulis berharap Geladikarya ini bermanfaat untuk semua pihak yang berkepentingan dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Sepetember 2015

(8)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN GLADIKARYA...ii

RINGKASAN EKSEKUTIF...iii

RIWAYAT HIDUP... v

PERNYATAAN...vi

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Ruang Lingkup Dan Batasan Masalah ...6

1.6 Asumsi Asumsi... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan ... 7

2.1.1 Tujuan Pelatihan ... 8

2.1.2 Manfaat Pelatihan ... 9

2.1.3 Fungsi Dan Tolak Ukur Keberhasilan Pelatihan ... 11

2.1.4 Alasan Pentingnya Diadakan Pelatihan ... 13

2.1.5 Pengembangan Program Pelatihan ... 14

2.1.6 Mekanisme Pelatihan... 18

2.1.7 Teknik-Teknik Pelatihan... 19

2.1.8 Efektivitas Pelatihan ... 23

2.2 Pengertian Peningkatan ... 27

2.3 Pengertian Mutu ...28

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL... 31

3.1 Kerangka Konseptual ... 31

3.2 Hipotesis Penelitian... 32

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 33

4.1 Metode Penelitian... 33

(9)

4.3 Populasi Dan Sampel... 34

4.4 Tehnik Pengumpulan Data ... 35

4.5 Jenis Dan Sumber Data ... 36

4.5.1 Sumber Data... 35

4.6 Skala Pengukuran ... 35

4.7 Operasionalisasi Variabel Penelitian...38

4.8 Uji Instrumen Penelitian... 39

4.8.1 Uji Validitas... 40

4.8.2 Uji Reliabilitas ... 40

4.9 Model Analisis Data... 41

4.9.1 Analisis Regresi Berganda ... 41

4.9.2 Uji Hipotesis... 42

4.10 Uji Determinasi R2... 44

4.11 Uji Asumsi Klasik ... 43

4.12 Penetapan Tingkat Signifikasi... 46

4.13. Penarikan Kesimpuan... 46

BAB V GAMBARAN UMUM LEMBAGA ...47

5.1 Sejarah Singkat Lembaga... 47

5.2 Tugas Pokok Dan Fungsi ... 48

5.3 Visi Dan Misi ... 49

5.4 Struktur Organisasi... 50

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN...51

6.1 Identitas Responden ... 51

6.1.1 Analisis Karakteristik Responden ... 51

6.1.2 Identitas Responden ... 52

6.2 Analisis Deskriptif (Uraian Hasil Kuesioner) ... 54

6.2.1 Variabel Kurikulum... 54

6.2.2 Variabel Lama Pelatihan ... 58

6.2.3 Variabel Sarana dan Prasarana ... 60

6.2.4 Variabel Kualitas Lulusan ... 62

6.3 Uji Validitas dan Reabilitas ... 65

6.3.1 Uji Validitas ... 65

6.3.2 Uji Reabilitas... 67

6.4 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis... 68

6.4.1 Analisis Data ... 68

6.4.1.1 Uji Asumsi Klasik ... 68

6.4.1.2 Uji Normalitas ... 69

6.4.1.3 Uji Multikolinieritas ... 73

6.4.1.4 Uji Heterokedastisitas... 72

6.4.2 Analisis Regresi... 74

6.4.2.1 Uji Hipotesis... 74

6.4.2.2 Uji-F Secara Terminan ... 75

6.4.2.3 Uji-T Secara Parsial... 77

(10)

6.4.3 Analisa Regresi Berganda ... 85

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN……….87

7.1 Kesimpulan ... 87

7.2 Saran ... 88

7.3 Usul Penelitian Lanjutan... 90

DAFTAR PUSTAKA... 94

LAMPIRAN... 97

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Perkembangan Serapan Lulusan Pelatihan 2012 s/d 2014……….3

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 34

Tabel 4.2 Metode Pemberian Nilai Daftar Pernyataan ... 37

Tabel 4.3 Operasionalisasi Variabel ... 38

Tabel 6.1 Identitas Responden... 49

Tabel 6.2 Kriteria Item Pernyataan... 51

Tabel 6.3 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Kurikulum ... 52

Tabel 6.4 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Lama Pelatihan... 57

Tabel 6.8 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Sarana dan Prasarana .... 60

Tabel 6.9 Deskripsi Tanggapan Responden Variabel Kualitas Lulusan... 63

Tabel 6.10 Hasil Uji Validitas Penelitian ... 66

Tabel 6.11 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 67

Tabel 6.12 Hasil Uji Multikolinieritas ... 71

Tabel 6.13 Hasil Uji Pengaruh Serempak (Uji-F) ... 75

Tabel 6.14 Hasil Uji-t Secara Parsial... 77

Tabel 6.15 Hasil Uji Determinasi R... 84

Tabel 6.16 Hasil Uji Regresi Berganda ... 85

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual... 32

Gambar 5.1 Struktur Organisasi BBLKI Medan ... 50

Gambar 6.1 Grafik Normalitas Data... 70

Gambar 6.2 Uji Heterokedastisitas ... 73

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran Kuesioner... ....97 Lampiran Hasil Uji Validitas dan Reabilitas………..98

(14)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Balai Besar Latihan Kerja Industri ( BBLKI ) Medan merupakan salah satu balai pelatihan industri milik Kementerian Tenaga Kerja ( KEMENAKER ) yang bertugas untuk memberikan pelatihan dan pembinaan kepada masyarakat di bidang industri seperti las, otomotif, elektronika, mesin dll. Permasalahan yang dihadapi oleh institusi tersebut saat ini adalah masih rendahnya daya serap industri terhadap peserta pelatihan pada BBLKI Medan, untuk itu dibutuhkan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab masalah dan rekomendasi strategi/kebijakan untuk meningkatkan ketrampilan (skill) peserta pelatihan dalam rangka meningkatkan daya serap pasar terhadap peserta pelatihan BBLKI Medan pada masa yang akan datang.

Dari hasil uji simultan, ditemukan bahwa faktor kurikulum, lama pelatihan dan sarana prasarana berpengaruh sebesar 84,7 % terhadap kualitas peserta pelatihan, sedangkan 15,3 % sisanya di pengaruhi oleh faktor lain. Ini menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut mendominasi faktor kualitas peserta pelatihan, artinya jika BBLKI Medan hendak meningkatkan kualitas peserta pelatihannya, maka ketiga faktor ini perlu menjadi perhatian penting seluruh stakeholders BBLKI Medan. Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang paling berpengaruh adalah Sarana dan prasarana (0,483), Kurikulum (0,374), dan Lama (durasi) pelatihan (0,198).

Akhirnya perbaikan menyeluruh terhadap kualitas pelatihan akan membawa efek domino yang luar biasa produktifitas dan kesejahteraan pekerja yang disertai dengan naiknya profit perusahaan dan pajak yang diterima oleh negara.

(15)

EXECUTIVE SUMMARY

Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan is one of the training centers owned by Kementrian Tenaga Kerja (KEMENAKER), the main task of the institution is providing training and guidance to the public in the field of techniques such as welding, automotive, electronics, machinery, etc.

The problem faced by the institution at this time is low absorptive of its graduates by industries in Medan and surrounding areas, and it required a research that aims to identify the causes of problem and recommendation strategies / policies to improve the quality of training participant in order to improve market absorption of the BBLKI Medan graduates in the future.

From the results of simultaneous test, it was found that the factor of curriculum, duration of training and infrastructure amounted to 84.7% effect on the quality of the training participant, while the remaining 15.3% is influenced by other factors. It shows that three factors are dominating factor of training participant’s ability. From here, if BBLKI Medan want to enhance the quality of graduates, then these three factors should be the concern of BBLKI Medan’s stakeholders, from these three factors, the most influential factor is the facilities and infrastructure (0.483), curriculum (0.374), and length (duration) of training (0.198).

Finally the overall improvement of the quality of training will bring remarkable domino effect on the quality, productivity and income of workers, along with rising corporate profits and taxes received by the state.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era industrialisasi global yang semakin kompetitif sekarang ini, arus barang dan jasa bergerak tanpa batas (borderless) keberbagai penjuru negara yang menyebabkan timbulnya persaingan yang sangat tajam dari berbagai perusahaan baik domestik maupun internasional, hal ini menyebabkan konsumen memiliki banyak pilihan/alternatif barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya.

Persaingan ini telah memaksa perusahaan untuk mampu menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau.

Kualitas produk adalah hasil sebuah proses yang panjang dan berkesinambungan (sustain) yang pada akhirnya menjadi sebuah budaya perusahaan (company culture) yang menjamin perusahaan mampu bertahan dan berkembang pada masa yang akan datang dan proses tersebut dimulai dari tersedianya tenaga kerja yang memiliki ketrampilan (skill) dan kompetensi yang memadai dibidangnya masing-masing. Skill dan kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan dan menyelesaikan sebuah tugas serta kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang mampu menghasilkan output yang tinggi dalam pekerjaannya.

(17)

. Untuk menjawab kebutuhan tersebut diatas dunia usaha dan pemerintah bahu membahu untuk terus meningkatkan daya saing para pekerja skill di Indonesia, dan salah satu langkah yang dilakukan oleh Pemerintah adalah dengan membentuk lembaga pelatihan industri di berbagai propinsi yang dinaungi oleh Kementrian Tenaga Kerja ( KEMNAKER ) yang bertujuan untuk (1) menghasilkan tenaga kerja Indonesia terutama karyawan industri, dan para pencari kerja yang berkualitas dan kompetitif melalui pelatihan, sertifikasi kompetensi dan penempatan tenaga kerja (2) Mewujudkan kemadirian institusi dalam pengelolaan sumberdaya pelatihan secara professional dan transparan.

Menurut Matutina (2001) kualitas kerja mengacu pada : (1) Pengetahuan (knowledge) yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelijensi dan daya fikir serta penguasaan ilmu yang dimiliki oleh karyawan.

(2) Ketrampilan (skill) yaitu : kemampuan dan penguasaan tehnis operasional di bidang tertentu. (3) Kemampuan (abilities) yaitu : kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang karyawan yang mencakup loyalitas, disiplin, team work dan tanggung jawab. .

Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan (skill) kerja.

(18)

Merujuk pada definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa seharusnya setiap orang yang telah mendapat pelatihan dapat bekerja dengan standar yang memadai dibidangnya dan diharapakan mereka akan dapat diserap pasar tenaga kerja secara maksimal, dan untuk itu BBLKI Medan yang merupakan unit organisasi dibawah kementerian Tenaga kerja, yang bergerak dalam bidang pelatihan, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja terus menerus menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan standar kualitas pekerja di daerah Medan dan sekitarnya.

Seiring dengan perkembangan tehnologi dan pasar yang semakin dinamis, banyak hal yang harus terus menerus dievaluasi oleh BBLKI Medan dalam rangka menghasilkan tenaga-tenaga terlatih yang mampu terlibat secara efektif untuk mencapai tujuan perusahaan dan sejalan dengan program pelatihan yang dilakukan secara teratur setiap tahunnya, ditemukan fakta bahwa daya serap pasar terhadap peserta pelatihan pada BBLKI Medan masih rendah dengan presentase rata-rata 33,08% seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Perkembangan Serapan Lulusan Pelatihan 2012 s/d 2014

Periode BBLKI Medan (%) BBLKI Bandung (%) BBLKI Aceh (%)

Januari – Juni 2012 29,7 28,6 32,4

Juli – Des 2012 30,5 23,2 33,7

Januari - Juni 2013 38,5 59,2 38

Juli – Des 2013 35,1 61,8 47,3

Januari - Juni 2014 31,6 63,4 52,3

Rata – rata 33,08 47.24 40.74

Sumber: Laporan Bidang Pemberdayaan BBLKI Medan, Bandung, dan Aceh (diolah)

(19)

Dari data diatas dapat diketahui bahwa serapan peserta pelatihan BBLKI Medan masih rendah. Daya serap pasar terhadap peserta pelatihan merupakan salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan kualitas peserta pelatihan dengan pengusaan ketrampilan (skill) yang tinggi pada masa yang akan datang sehingga mereka dapat diserap oleh industri, dan hal ini berkaitan erat dengan dukungan berbagai faktor seperti dukungan sarana dan prasarana pelatihan, modul pelatihan, durasi pelatihan serta faktor-faktor internal lainnya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui penyebab masih rendahnya kualitas peserta pelatihan pada BBLKI Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perlu diteliti penyebab dan pemecahan pokok masalah tersebut diatas dan dengan adanya permasalahan ini, maka perlu ditemukan jawaban atas beberapa pertanyaan berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas peserta pelatihan pada BBLKI Medan

2. Merancang kebijakan/strategi yang diperlukan BBLKI Medan untuk meningkatkan mutu peserta pelatihan agar dapat diserap pasar secara maksimal.

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas peserta pelatihan pada BBLKI Medan yang menyebabkan daya serap pasar ( demand ) terhadap peserta pelatihan masih rendah.

2. Untuk merumuskan kebijakan/strategi untuk meningkatkan kualitas peserta pelatihan BBLKI Medan untuk meningkatkan daya serap industri terhadap lulusan BBLKI Medan pada masa yang akan datang.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan dibidang penelitian dan problem solving secara ilmiah.

2. Bagi BBLKI Medan, hasil peneltian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan pelatihan pada masa yang akan datang.

3. Bagi Program Magister Manajemen USU dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

(21)

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Sehubungan dengan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, maka ruang lingkup dan batasan penelitian yang akan dilakukan adalah:

1. Data yang digunakan pada tahun 2012 - 2014

2. Penelitian hanya difokuskan pada mutu pelatihan/peserta pelatihan.

1.6 Asumsi-Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pelatihan dilakukan dalam kondisi normal/sesuai kurikulum yang ada 2. Metode pelatihan tidak mengalami perubahan selama penelitian

berlangsung.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Banyak pakar manajemen berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan, dan dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya mengandung makna yang tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu”. Sedangkan menurut (Good, 1973) pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan dalam bidang tertentu (Marzuki, 1992 ). Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Pada kajian penelitian berikut, isu-isu yang dianggap penting salah satunya adalah makna dari pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih khusus dibandingkan dengan pendidikan, dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan seseorang dan pelatihan itu sendiri bersifat praktis dan dinamis dalam artian selalu diberikan kepada karyawan atau orang yang membutuhkan untuk menguasai skills tertentu dan pada jenjang keahlian tertentu,

(23)

sehingga yang dimaksud dengan praktis adalah, bahwa orang yang sudah dilatih dapat mengaplikasikan ketrampilannya dengan segera sehingga harus bersifat praktis, (Tjiptono, dkk, 1996)..

Definisi pelatihan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 pasal 1 ayat 21 adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kaulifikasi jabatan atau pekerjaan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa inti dari pelatihan adalah untuk meningkatkan kompetensi kerja dan menurut Peraturan Menteri tersebut diatas, kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang.

(24)

2.1.1 Tujuan Pelatihan

Menurut Moekijat (1991:55) tujuan umum dari pada pelatihan adalah:

1. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.

2. Untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.

3. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kerja sama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan.

Sedangkan dalam rangka pengembangan perusahaan pada umumnya para ahli manajemen sepakat bahwa paling tidak terdapat tiga bidang kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses manajemen, menurut Hersey dan Blanchart (1992) yaitu: :

A. Kemampuan teknis (technical skill), kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan training.

B. Kemampuan sosial (human atau social skill), kemampuan dalam bekerja dengan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif.

C. Kemampuan konseptual (conceptual skill) yaitu: kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak unit kerja masing-masing ke dalam bidang operasi secara menyeluruh.

(25)

Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh dari pada hanya atas dasar tujuan kebutuhan keluarga sendiri.

Tujuan-tujuan tersebut diatas tidak dapat dilaksanakan atau dicapai, kecuali pimpinan (decision maker) menyadari akan pentingnya latihan yang sistematis dan karyawan-karyawan sendiri percaya bahwa mereka akan memperoleh keuntungan dari keahlian yang semakin tinggi serta tujuan pengembangan pegawai jelas bermanfaat atau berfungsi baik bagi organisasi maupun karyawan sendiri.

2.1.2 Manfaat Pelatihan

Manullang (1990:47) memberikan batasan tentang manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi/perusahaan terhadap karyawannya, yaitu sebagai berikut:

a) Meningkatkan rasa puas karyawan.

b) Pengurangan pemborosan.

c) Mengurangi ketidakhadiran dan turn over karyawan.

d) Memperbaiki metode dan sistem kerja.

e) Menaikkan tingkat penghasilan.

f) Mengurangi biaya-biaya lembur.

g) Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin.

h) Mengurangi keluhan-keluhan karyawan.

(26)

i) Mengurangi kecelakaan kerja.

j) Memperbaiki komunikasi.

k) Meningkatkan pengetahuan karyawan l) Memperbaiki moral karyawan.

m) Menimbulkan kerja sama yang lebih baik.

Manfaat lain yang diperoleh dari latihan kerja yang dilaksanakan oleh setiap organisasi perusahaan menurut Soeprihanto (1997) antara lain:

a. Kenaikan produktivitas.

Kenaikan produktivitas baik kualitas maupun kuantitas. Tenaga kerja dengan program latihan diharapkan akan mempunyai tingkah laku yang baru, sedemikian rupa sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun mutu dapat ditingkatkan.

b. Kenaikan moral kerja.

Apabila penyelenggara latihan sesuai dengan tingkat kebutuhan yang ada dalam organisasi perusahaan, maka akan tercipta suatu kerja yang harmonis dan semangat kerja yang meningkat.

c. Menurunnya pengawasan.

Semakin percaya pada kemampuan dirinya, maka dengan disadarinya kemauan dan kemampuan kerja tersebut, para pengawas tidak terlalu dibebani untuk setiap harus mengadakan pengawasan.

d. Menurunnya angka kecelakaan.

Selain menurunnya angka pengawasan, kemauan dan kemampuan tersebut

(27)

lebih banyak menghindarkan para pekerja dari kesalahan dan kecelakaan.

e. Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja.

Stabilitas disini diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara karyawan yang tidak hadir atau keluar.

f. Mengembangkan pertumbuhan pribadi.

Pada dasarnya tujuan perusahaan mengadakan latihan adalah untuk memenuhi kebutuhan organisasi perusahaan, sekaligus untuk perkembangan atau pertumbuhan pribadi karyawan.

2.1.3 Fungsi dan Tolak Ukur Keberhasilan Pelatihan

Fungsi pelatihan sangat penting untuk dipahami, karena dengan pemahaman tersebut maka tolak ukur keberhasilan pelatihan dapat diterjemahkan dengan baik. Menurut Hamalik (2001) fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial. Menurut Siagian (1998), pelatihan dapat membantu karyawan membuat keputusan yang lebih baik, meningkatkan kemampuan di bidang kerjanya sehingga dapat mengurangi stres dan menambah rasa percaya diri. Adanya tambahan informasi tentang program yang diperoleh dari pelatihan dapat dimanfaatkan sebagai proses penumbuhan

(28)

intelektualitas sehingga kecemasan menghadapi perubahan di masa-masa mendatang dapat dikurangi.

Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen menurut As’ad (1987: 73) :

Sasaran pelatihan atau pengembangan : setiap pelatihan harus mempunyai sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur supaya bisa diketahui efektivitas dari pelatihan itu sendiri.

Pelatih (Trainer): pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan pelatihan dengan metode tertentu sehingga peserta akan memperoleh pengetahuan ketrampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

Bahan-bahan latihan: bahan-bahan latihan harus disusun berdasarkan sasaran pelatihan yang telah ditetapkan.

Metode latihan (termasuk alat bantu): Setelah bahan dari latihan ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan yang tepat.

Peserta (Trainee): Peserta merupakan komponen yang cukup penting, sebab keberhasilan suatu program pelatihan tergantung juga pada pesertanya.

(29)

2.1.4 Alasan Pentingnya Diadakan Pelatihan

Menurut Hariandja (2002 : 168), ada beberapa alasan penting untuk mengadakan pelatihan, yaitu:

a. Karyawan yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan.

b. Perubahan – perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahan – perubahan disinimeliputi perubahan – perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru.

Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, sikap yang berbeda yang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan.

c. Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat ini daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya dengan mengandalkan aset berupa modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang menjadi elemen paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang berkesinambungan.

d. Menyesuaikan dengan peraturan – peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja.

(30)

2.1.5 Pengembangan Program Pelatihan

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.

Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh Werther (1989 : 287) yang pada prinsipnya meliputi :

(l) need assessment;

(2) training and development objective;

(3) program content;

(4) learning principles;

(5) actual program-,

(6) skill knowledge ability of works (7) evaluation.

Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (1997) yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu:

1) Tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan;

2) Mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan;

(31)

3) Menyusun kriteria;

4) Pre tes terhadap pemagang;

5) Memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar;

6) Melaksanakan pelatihan;

7) Memantau pelatihan.

8) Membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan.

Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan langkah yang paling penting dalam pengembangan program pelatihan. Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkah- langkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey).

Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan.

perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan.

(32)

Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pelatihan. Isi program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.

Prinsip-prinsip belajar (learning principles) yang efektif adalah yang memiliki kesesuaian antara metode dengan gaya belajar peserta pelatihan dan tipe-tipe pekerjaan, yang membutuhkan. Pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar lima hal yaitu partisipasi, reputasi, relevansi, pengalihan, dan umpan balik Siagian (1994 :190). Dengan prinsip partisipasi pada umumnya proses belajar berlangsung dengan lebih cepat dan pengetahuan yang diperoleh diingat lebih lama. Prinsip reputasi (pengulangan) akan membantu peserta pelatihan untuk mengingat dan memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip relevansi, yakni kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai relevansi dan makna konkrit dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip pengalihan dimaksudkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan belajar mengajar dengan mudah dapat dialihkan pada situasi nyata (dapat dipraktekkan pada pekerjaan). Dan prinsip umpan balik akan membangkitkan motivasi peserta pelatihan karena mereka tahu kemajuan dan perkembangan belajarnya.

(33)

Pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya sangat situasional sifatnya. Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada penggunaan pendekatan, metode dan teknik tertentu dalam pelaksanaan proses pelatihan.

Keahlian, pengetahuan, dan kemampuan pekerja (skill knowledge ability of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman belajar (hasil) dari suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan dikatakan efektif, apabila hasil pelatihan sesuai dengan tugas peserta pelatihan dan bermanfaat pada tugas pekerjaannya.

Dan langkah terakhir dari pengembangan program pelatihan adalah evaluasi (evaluation) pelatihan Pelaksanaan program pelatihan dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi pengalaman belajar pada bidang pekerjaan. Siagian (1994:202) menegaskan proses transformasi dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal yaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja . Selanjutnya untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian. Dan untuk mengukur keberhasilan tidaknya yang dinilai tidak hanya segi-segi teknis saja.

Akan tetapi juga segi keperilakuan Siagian (1994). Evaluasi diperlukan kriteria evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan program pelatihan dan pengembangan.

(34)

2.1.6 Mekanisme Pelatihan

Mekanisme pelatihan di sini diartikan cara atau metode yang digunakan dalam suatu kegiatan pelatihan. Jadi mekanisme pelatihan analog dan lebih dekat dengan pendekatan atau metode dan teknik pelatihan. Dalam penyelenggaraan pelatihan, tidak ada satupun metode dan teknik pelatihan yang paling baik.

Semuanya tergantung pada situasi kondisi kebutuhan.

Dalam memilih metode dan teknik suatu pelatihan ditentukan oleh banyak hal. Seperti dikemukakan Werther (1989 : 290) sebagai berikut : there is no simple technique is always best; the best method depends on : cost effectiveness; desired program content; learning principles; appropriateness of the facilities; trainee preference and capabilities; and trainer preferences and capabilities. Artinya tidak ada satu teknik pelatihan yang paling baik, metode yang paling baik tergantung pada efektivitas biaya, isi program yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak, kemampuan dan preference peserta serta kemampuan dan preference pelatih. Kemudian Siagian (1994:192) menegaskan tepat tidaknya teknik pelatihan yang digunakan sangat tergantung dari berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan seperti kehematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi kemampuan pelatih dan prinsip-prinsip belajar yang hendak diterapkan. Walaupun demikian, pengelola pelatihan hendaknya mengenal dan memahami semua metode dan teknik pelatihan, sehingga dapat memilih dan menentukan metode dan teknik mana yang paling tepat digunakan

(35)

sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi yang ada.

Werther (1989), mengidentifikasi ada dua pendekatan atau metode pokok dalam pelatihan yaitu on the job training dan off the job training. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan serta penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan.

2.1.7 Teknik-Teknik Pelatihan

Program latihan menurut Handoko (1995:110) dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program latihan manajemen:

A. Metode Praktis

Teknik-teknik “on the job trainning” merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan yang baru dengan supervisi langsung, seorang “pelatih” yang berpengalaman.

Berbagai macam teknik ini yang biasa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:

1. Rotasi jabatan merupakan latihan dengan memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.

2. Latihan instruksi pekerjaan merupakan latihan dengan memberikan petunjuk- petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada

(36)

pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan sekarang.

3. Magang merupakan latihan dengan memberikan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang telah berpengalaman. Pendekatan itu dapat dikombinasikan dengan latihan “off job trainning”. Hampir semua karyawan pengrajin (care off), seperti tukang kayu dan ahli pipa atau tukang ledeng, dilatih dengan program-program magang formal, aksestensi dan internship adalah bentuk lain program magang.

4. Pengarahan merupakan latihan dengan penyelia atau atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja rutin mereka.

5. Penugasan sementara merupakan latihan dengan memberikan penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan. Dengan metode ini karyawan peserta latihan representasi tiruan (artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya.

B. Metode Simulasi

Diantara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:

(37)

1. Metode Studi Kasus.

Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kasus.

Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan.

2. Permainan Rotasi Jabatan.

Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan yang berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang digambarkan dalam suatu periode dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda perannya. Dalam hal ini tidak ada masalah yang mengatur pembicaraan dan perilaku. Efektifitas metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya.

Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misal menjadi lebih toleran terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan ketrampilan, ketrampilan antar pribadi (interpersonal skill).

(38)

3. Permainan Bisnis.

Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan bantuan computer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan yang diperlukan. Permaianan di sistem dengan aturan-aturan tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari study operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar anggaran penjualan, siapa yang akan ditarik dan sebagainya.

Tujuannya adalah untuk melatih parakaryawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.

4. Ruang Pelatihan

Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal, organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini bukan dilaksanakan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus.

Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

(39)

5. Latihan Laboratorium

Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan datang.

6. Program-program pengembangan eksekutif

Program-program ini biasanya diselenggarakan di Universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.

2.1.8 Efektivitas Pelatihan

Belum adanya definisi yang pasti tentang efektivitas disebabkan karena setiap orang memberi arti yang berbeda-beda. Rumusan yang berbeda-beda tersebut disebabkan karena arti dari efektivitas tergantung dari sudut mana para

(40)

ahli memandangny, namun para ahli yang berbeda-beda tersebut memiliki suatu kesamaan, yang merumuskan bahwa efektivitas mengandung arti sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.

Efektivitas dipandang tiga perspektif, menurut Gibson (1988:28), sebagai berikut:

(1) Efektivitas dari perspektif individu;

(2) Efektivitas dari perspektif kelompok; dan (3) Efektivitas dari perspektif organisasi.

Hal ini mengandung arti bahwa efektivitas memiliki tiga tingkatan yang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Dimana efektivitas perspektif individu berada pada tingkat awal untuk menuju efektif kelompok maupun efektif organisasi.

Katzel, dalam Steers (1980:44-45) menyatakan bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas, laba dan sebagainya. Dilihat dari definisi di atas menunjukkan bahwa produktivitas merupakan bagian dari efektivitas. Adapun konsep pendidikan yang memiliki produktivitas yaitu pendidikan yang efektif dan efisien. Selanjutnya efektivitas dapat dilihat pada: (1) input dan output yang merata, (2) Menghasilkan output yang bermutu tinggi, (3) Skill yang dikuasai sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, dan (4) pendapatan pekerja ( orang yang memiliki skill ) memadai.

Dari beberapa pengertian di atas efektivitas mengandung arti berorientasi kepada hasil (tujuan) dan juga berorientasi kepada proses (kemampuan organisasi

(41)

untuk beradaptasi dan mempertahankan hidupnya). Kemudian penerapannya kepada suatu pelatihan yang efektif adalah kemampuan organisasi dalam melaksanakan program-programnya yang telah direncanakan secara sistematis dalam upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan.

Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri.

Keefektifan pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya. Sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat dari dampak pelatihan bagi organisasi Untuk mencapai tujuannya. Hal ini selaras dengan Simamora (1987: 320) yang mengukur efektivitas Diklat dapat dilihat dari :

1) Reaksi-reaksi bagaimana perasaan partisipan terhadap program

2) Belajar- pengetahuan, keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari pelatihan

3) Perilaku perubahan-perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pekerjaan

(42)

4) Hasil-hasil dampak pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional

2.2 Pengertian Peningkatan

Menurut Adi DK, (2001), dalam kamus bahasanya istilah peningkatan berasal dari kata dasar tingkat yang berarti lapis dari sesuatu yang bersusun dan peningkatan berarti kemajuan.

Kata peningkatan juga dapat menggambarkan perubahan dari keadaan atau sifat yang negatif berubah menjadi positif. Sedangkan hasil dari sebuah peningkatan dapat berupa kuantitas dan kualitas. Kuantitas adalah jumlah hasil dari sebuah proses atau dengan tujuan peningkatan. Sedangkan kualitas menggambarkan nilai dari suatu objek karena terjadinya proses yang memiliki tujuan berupa peningkatan. Hasil dari suatu peningkatan juga ditandai dengan tercapainya tujuan pada suatu titik tertentu. Dimana saat suatu usaha atau proses telah sampai pada titik tersebut maka akan timbul perasaan puas dan bangga atas pencapaian yang telah diharapkan.

Seperti telah disebutkan di awal, peningkatan dapat berarti pula menaikkan derajat sesuatu atau seseorang, serta dapat pula berarti mempertinggi dan memperhebat. Peningkatan yang memiliki arti menaikkan derajat adalah dalam penggunaannya dalam kalimat “peningkatan jabatan dari staff menjadi

(43)

kepala bagian”. Untuk peningkatan yang berarti mempertinggi, contoh penggunaan kalimatnya adalah seperti “Peningkatan standar kepuasan pelanggan sangat menguntungkan produsen”. Sedangkan untuk peningkatan yang berarti memperhebat, contoh kalimatnya adalah “Perusahaan itu sedang gencar- gencarnya melakukan peningkatan teknologi agar keuntungan yang didapat lebih banyak”.

2.3 Pengertian Mutu

Dalam kamus bahasa, istilah mutu mempunyai persamaan pengertian yaitu baik buruk sesuatu kwalitas yang berarti adanya ketidaksamaan dengan yang lainnya.

Pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan instrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal.

Mutu dalam konsep absolut yaitu suatu idealisme yang tidak dapat di kompromikan. Sedangkan dalam konsep relative, mutu adalah sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Pada dasarnya, mutu itu adalah persepsi pelanggan yang di lihatnya, sehingga pengertian mutu itu tidak sama bagi semua orang. Apa yang dinilai

(44)

bagus, baik dan indah bagi satu orang belum tentu sama bagi orang lain.

Sementara Sagala (2010) menjelaskan mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh jasa pelayanan secara internal maupun eksternal yang menunjukkan kemampuannya memuaskan kebutuhan yang di harapkan atau yang tersirat.

Mutu dari sudut pandang produsen adalah sebagai derajat pencapaian spesifikasi rancangan yang telah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pemakainya sendiri adalah diukur dari kinerja produk, suatu kemampuan dari produk untuk memuaskan kebutuhannya Kurniady (2008)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mutu adalah baik buruk suatu benda; kadar; taraf atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya (Depdiknas, 2001:768). Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat (Depdiknas, 2002:7).

Dalam pengertian mutu mengandung makna derajat (tingkat keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible atau intangible. Mutu yang tangible artinya dapat diamati dan dilihat dalam bentuk kualitas suatu benda atau dalam bentuk kegiatan dan perilaku.

Misalnya televisi yang bermutu karena mempunyai daya tahan (tidak cepat rusak), warna gambarnya jelas, suara terdengar bagus, dan suku cadangnya mudah didapat, perilaku yang menarik, dan sebagainya. Sedangkan mutu yang intagible adalah suatu kualitas yang tidak dapat secara langsung dilihat atau

(45)

diamati, tetapi dapat dirasakan dan dialami, misalnya suasana disiplin, keakraban, kebersihan dan sebagainya (Suryosubroto, 2004:210).

Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya dalam memuasakan kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. (Depdiknas, 2001).

Menurut Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup seperti, luas lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/media, infrastruktur, sarana olahraga, dan buku rasio 1:2. Kehadiran Kepmendiknas itu dirasakan sangat tepat karena dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan dapat terjaga.

Selanjutnya, UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi, setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

(46)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 KerangkaKonseptual

Sugiyono (2010) menyatakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka fikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan di teliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variable independen dan dependen.

Hubungan antar variable tersebut, selanjutnya dirumuskan kedalam bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah kualitas peserta pelatihan yang terdiri dari Kurikulum, Durasi pelatihan dan Sarana prasarana pelatihan yang tersedia pada BBLKI Medan.

Berdasarkan permasalahan sebagaimana yang telah diuraikan pada Bab I dan studi literature sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II, maka kerangka konseptual yang dibangun pada penelitian ini dapat diilustrasikan pada Gambar 3.1 sebagai berikut:

(47)

H1

H3

H2

Gambar 3.1 KerangkaKonseptual

Gambar 3.1 tersebut menjelaskan bahwa kinerja kualitas peserta pelatihan BBLKI Medan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu; Kurikulum, Lama (durasi) belajar, dan Sarana/prasarana pelatihan.

3.2 HipotesisPenelitian

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibangun, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

- H1 ; Kurikulum berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas peserta pelatihan pada BBLKI

- H2 ;Lama (durasi) pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas peserta pelatihan pada BBLKI

- H3 ; Sarana / prasarana pendukung berpengaruh positif dan signifikan kualitas peserta pelatihan pada BBLKI

Kurikulum

Lama (durasi) Pelatihan Kualitas Peserta

Pelatihan BBLKI

Sarana Pendukung Pelatihan

(48)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik korelasional, yaitu jenis penelitian yang dilaksanakan dengan tujuan mendekati sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan (berkorelasi) dengan satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisiensi korelasi (Sinulingga, 2011).

Pemilihan dan penggunaan desain ini terkait dengan tujuan penelitian, Pyaitu untuk menjelaskan pengaruh dan pengujian hipotesis dengan menganalisis berbagai data di lapangan. Dalam konteks penelitian ini adalah untuk memperoleh fakta-fakta dari fenomena yang ada dan mencari keterangan/jawaban secara faktual tentang pengaruh dari faktor-faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas peserta pelatihan BBLKI Medan dengan tujuan untuk mendapatkan rumusan alternatif untuk meningkatkan kualitas peserta pelatihan agar dapat bersaing dan dapat diserap pasar secara maksimal.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di BBLKI Medan yang beralamat di Jl. Gatot Subroto km 7,8 Medan. Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu kalender, April – Juni 2015, dengan jadwal pelaksanaan seperti pada Tabel 4.1.

(49)

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Periode

April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan/Pembuatan

proposal geladikarya 2 Pengumpulan data 3 Penulisan draft laporan

geladikarya untuk kolikium 4 Kolikium geladikarya 5 Perbaikan draft laporan

geladikarya 6 Pengumpulan data 7 Analisis data

8 Penulisan draft laporan geladikarya untuk seminar 9 Seminar perusahaan 10 Penulisan laporan

geladikarya untuk siding 11 Sidang geladikarya

Sumber : Data Penelitian, 2015 (data diolah)

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dapat diartikan sebagai keseluruhan anggota atau kelompok yang membentuk objek yang dikenakan investigasi oleh peneliti (Sinulingga, 2012), dan dengan demikian populasi yang dimksud dalam penelitian ini adalah seluruh instruktur BBLKI Medan sebanyak 56 orang dan karena jumlah populasi sedikit maka dalam penelitian ini diputuskan untuk mengambil seluruh populasi menjadi sampel atau dikenal dengan sampel jenuh. Menurut Sugiyono (2010) sampel

(50)

jenuh adalah tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering digunakan untuk penelitian dengan jumlah sampel dibawah 30 orang atau untuk penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan tingkat kesalahan yang sedikit atau kecil.

4.4 Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara (interview) adalah pengumpulan data secara lisan dengan wawancara langsung atau tanya jawab dengan pihak-pihak berwenang dalam organisasi tersebut. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara acak terhadap Instruktur di BBLKI Medan.

2. Pengamatan (observation) adalah kegiatan untuk mengamati secara langsung proses pelatihan pada BBLKI Medan

3. Metode Daftar Pertanyan (questionnaire) adalah list pernyataan yang diberikan kepada seluruh instruktur BBLKI Medan.

4. Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini.

(51)

4.5 Jenis dan Sumber Data 4.5.1 Sumber Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari narasumber dengan cara pengisian kuesioner, data primer dalam penelitian ini adalah yang dijawab langsung oleh responden yang terdiri dari 56 instruktur pada BBLKI Medan, wawancara dan observasi.

b. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh tidak langsung yaitu data yang diperoleh dari studi dokumentasi.

4.6 Skala Pengukuran

Skala pengukuran yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert, dengan menggunakan sistem skala satu sampai lima atas penilaian responden terhadap masing-masing atribut yang diteliti, yaitu:

Tabel 4.2 Metode Pemberian Nilai Daftar Pertanyaan

No Penillaian Score / Nilai

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (S) 4

3 Netral (N) 3

4 Tidak Setuju (TS) 2

5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

(52)

4.7 Operasionalisasi Variabel Penelitian

Menurut Umar (2002) variabel merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang diteiti, mempunyai variasi antara satu dan lainnya dalam kelompok tersebut.

Sesuai dengan judul peneitian ini “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Peserta Pelatihan Pada Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan”. Maka definisi setiap variabel dan pengukurannya adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas / independent variable (X)

Menurut Sugiyono (2010:60), variabel bebas merupakan:

“Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)” . Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel independen, yaitu: Kurikulum (X1), Durasi Pelatihan (X2) dan Sarana Prasarana Pelatihan (X3).

3. Variabel terikat / dependent variable (Y)

Sugiyono (2010) mendefinisaikan variable terikat/dependent variable sebagai berikut:

“Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Dalam penelitian ini terdapat satu variabel dependen, yaitu: Kualitas Peserta Pelatihan BBLKI Medan (Y).

(53)

Untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah diidentifikasikan, maka perlu dibuat definisi operasional dari masing-masing variabel agar diperoleh pemahaman yang lengkap. Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Operasionalisasi Variabel

No Variabel Definisi Atribut Skala

Pengukuran 1 kurikulum

(X1)

Modul terstruktur yang berisikan mata pelajaran secara detail yang di berikan kepada peserta pelatihan dengan tujuan untuk dapat menguasai sebuah bidang secara terukur

Garis-garis besar pelajaran,latihan dan tugas

Likert

2 Jam (durasi) belajar (X2)

Waktu yang disediakan untuk menyelesaikan pelatihan secara baik

Belajar dikelas,

praktek dan diskusi Likert

3 Sarana dan prasarana belajar (X3)

Gedung, alat-alat peraga, alat praktek, buku dan sarana pendukung untuk mendukung

tercapainya tujuan pelatihan dengan baik

Ruang kelas, alat- alat pelatihan, alat pelindung pelatihan, laboratorium, buku dan peralatan habis pakai untuk praktek

Likert

4 Kualitas Peserta Pelatihan

Kemampuan pada

tingkat tertentu yang di harapkan dapat dikuasai oleh peserta pelatihan yang dapat digunakan dengan baik dibidang

1. Mampu bekerja dibidangnya dengan standar yang tinggi 2. Dapat diserap

pasar karena

Likert

(54)

No Variabel Definisi Atribut Skala Pengukuran Pada

BBLKI (Y)

pekerjaannya dapat bekerja

sesuai dengan tuntutan dunia industri

Sumber : Data Penelitian, 2015 (data diolah)

4.8 Uji Instrumen Penelitian 4.8.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah uji statistik yang digunakan untuk menentukan seberapa valid suatu butir pertanyaan mengukur variabel yang diteliti. Analisis validitas yang digunakan adalah uji korelasi Pearson Product Moment yang diolah menggunakan SPSS 17. Uji validitas dilakukan dengan cara menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan skor butir (X) dengan skor total (Y) menggunakan rumus :

Keterangan :

: Koefisien korelasi product moment

N : Jumlah sampel

x : Skor butir y : Skor total

(55)

Validitas suatu butir pertanyaan diukur dengan cara menghitung angka koefisien korelasi antara skor butir dengan skor totalnya. Pertanyaan dalam kuesioner dikatakan valid jika nilai signifikasi korelasi 95% atau a = 0.05 dan dengan demikian, pertanyaan dalam kuesioner tersebut dapat digunakan dalam penelitian (Santoso, 2002)

4.8.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah uji statistic yang digunakan untuk menentukan reliabilitas butir dari pertanyaan dalam kehandalannya mengukur variabel. Uji reliabilitas menggunkan Uji Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

= Koefisien realibilitas Alpha Cronbach k = Banyaknya butir tes yang diuji

= Varian berlahan ; j = 1,2, … k

= Varian skor tes

Tingkat reliabilitas dapat dimaknai :

 Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna

 Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi

 Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat

 Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah

(56)

Sekaran (2006) menyatakan, jika angka koefisien >= 0.60 maka kelompok item – item pertanyaan dapat dianggap reliabel, penelitian ini menggunakan alat bantu SPSS versi 17.

4.9 Model Analisis Data

4.9.1 Analisis Regresi Berganda

Analisis multivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa Kurikulum, Lama (durasi) Pelatihan dan Sarana Prasarana Pelatihan berpengaruh terhadap Kualitas Lulusan BBLKI Medan, dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan rumus :

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e Dimana :

Y = Kualitas lulusan BBLKI Medan A = Konstanta

B1-b3 = Koefisien regresi variabel X1 - X3 X1 = Kurikulum

X2 = Durasi pelatihan

X3 = Sarana dan prasarana pelatihan e = Term of error

(57)

4.9.2 Uji Hipotesis

1. Uji-f Secara Simultan

Uji F adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang terdapat di dalam model secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Uji F dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh kurikulum, durasi pelatihan dan sarana prasarana pelatihan terhadap kualitas lulusan BBLKI Medan secara simultan. Menurut Sugiyono (2010:257) rumus pengujian adalah:

R² / k F =

(1 – R²) / (n – k – 1)

Keterangan :

R²= Koefisien determinasi k = Jumlah variabel independen n = Jumlah data atau kasus

2. Uji-t Secara Parsial

Uji t berarti melakukan pengujian terhadap koefisien regresi secara parsial.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa

(58)

variabel independen lain dianggap konstan. Sugiyono (2010) merumuskan uji t sebagai berikut:

Keterangan:

t = Distribusi t n = Jumlah data

r = Koefisien korelasi parsial r2= Koefisien determinasi

4.10 Uji Determinasi R2

Uji koefisien determinasi R2 bertujuan untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independen secara simultan mempengaruhi perubahan yang terjadi pada variabel dependen. Jika R2 yang diperoleh dari hasil perhitungan mendekati 1, maka semakin kuat model mempengaruhi variabel tersebut.

Menurut Sugiyono (2006) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

0,00 - 0,199 = sangat rendah 0,20 - 0,399 = rendah

0,40 - 0,599 = sedang 0,60 - 0,799 = kuat 0,80 - 1,000 = sangat kuat

1 2

2 r n t r

 

(59)

4.11 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (best linear unbiased estimator) yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi Sudrajat ( 1988 ). Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Uji Multikolinieritas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sistem informasi akuntansi telah memadai dan kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akuntansi pada Hotel

Fungsi saringan minyak pelumas adalah agar minyak pelumas tidak membawa kotoran ke dalan silinder, mengendapkan kotoran yang tidak larut dalam minyak pelumas,

Sokhib dimana beliau adalah sebagai tokoh di Desa Pasuruhan Lor berpendapat bahwa jual beli bulu angsa yang terjadi di Desa Pasuruhan Lor Kecamatan Jati Kabupaten

Dengan mengetahui intensitas cahaya pada tiap sudut LED dan sebuah komputer yang digunakan untuk menghitung setiap data yang diperoleh maka dapat dibuat pola radiasinya.. Sensor

[r]

Masalah keamanan data adalah suatu masalah yang sering dihadapi oleh para pemakai komputer dimana informasi perlu diproteksi untuk menghindari pemakaian oleh orang â orang yang

[r]

Jika user memanipulasi suatu objek (misalnya mengklik, mengetik, meletakkan kursor dan sebagainya) maka program akan membaca aksi tersebut pada kode program, hal tersebut adalah