• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO) yang

dimaklumatkan pada tahun 1847 menetapkan sejumlah lembaga peradilan untuk mengadili perkara-perkara hukum yang terjadi di antara orang-orang Eropa (atau yang dipersamakan dengannya) dan sejumlah lembaga peradilan lagi untuk mengadili perkara-perkara hukum yang terjadi di antara orang-orang pribumi (atau yang dipersamakan dengannya). Meskipun badan-badan pengadilan untuk orang-orang pribumi ini tidak diatur secara khusus di dalam

4 Tentang tata peradilan kolonial ini, untuk memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh dan rinci, baca lebih lanjut: J.H. Carpentier-Alting, Grondslagen

Der Rechtsbedeeling in Nederlandsch-Indie (‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff,

1926); dan E. Adamson Hoebel dan arthur A. Schiller, “Introduction” dalam B. ter Haar Adat Law in Indonesia (New York: Institute of Pasific Relations, 1948). Gambaran yang diperikan dalam bahasa yang lebih populer tentang tata peradilan kolonial dari masa-masa tahun 1850-an, ditulis oleh pelapornya yang “meninjaunya” lewat suatu perjalanan pada tahun 1858 ke Jawa, ialah J.W.B. Money, Java:: On How To Manage A Colony. (Singapore: Oxford University Pfess, 1985), Jilid II, hlm. 1-121.

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

peraturan perundang-undangan tersendiri, melainkan diatur di dalam RO 1847, namun perubahan-perubahan radikal yang dilakukan oleh RO 1847 terhadap praktek pelaksanaan peradilan pribumi dari waktu yang lampau boleh dikatakan tidak ada.

RO 1847 mendasari berdiri dan sahnya badan-badan

pengadilan (atau quasi-pengadilan?) yang ada di negeri koloni. Jumlahnya tak kurang dari 8 (delapan) buah, yaitu Districtsgerecht,

Regentschapsgerecht, Landraad, Rechtbank van Ommegang, Rechtsspraak ter Politierol, Residentiegerecht, Raad van Justitie, dan Hooggerechtshof.

Lima badan pengadilan tersebut, pertama adalah badan-badan pengadilan yang menurut yurisdiksinya hanya akan kompeten mengadili orang-orang dari golongan rakyat pribumi, sedangkan tiga yang disebutkan terakhir adalah badan-badan pengadilan yang menurut yurisdiksinya hanya akan berkompeten memeriksa dan memutusi perkara-perkara untuk golongan penduduk Eropa; dengan catatan bahwa Raad van Justitie juga akan bertindak sebagai pengadilan pada tingkat banding sedangkan Hooggerechtshof juga bertindak sebagai pengadilan pada tingkat kasasi untuk perkara-perkara orang pribumi yang diadili oleh Landraad.

Kecuali delapan badan pengadilan yang disebutkan di atas, di luar peradilan pemerintah kolonial ini sebenarnya masih ada pula badan-badan peradilan lain yang tidak terbilang peradilan pemerintah kolonial, seperti pengadilan swapraja yang ada di – dan dikelola oleh – raja-raja, sultan-sultan, dan/atau pangeran-pangeran. Di teritori-teritori lain yang tidak diperintah langsung oleh pemerintah Hindia-Belanda juga didapati berbagai ragam bentuk badan penyelesai sengketa lain, seperti misalnya yang lazim disebut Pengadilan Desa (Desa Rechtspraak).

Districtsgerecht yang disebutkan paling awal dalam Pasal 1 RO 1847 adalah suatu badan pengadilan yang diselenggarakan di

daerah-daerah kawedanan (distrik) untuk orang-orang pribumi, dengan wedana (pejabat pemerintahan yang berkedudukan langsung di bawah bupati) bertindak sebagai hakim dalam

116

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

perkara-perkara perdata, berkenaan dengan objek sengketa yang berharga tak lebih dari 20 gulden, dan dalam perkara-perkara pelanggaran yang diancam pemidanaan denda setinggi-tingginya 3 gulden. Districtsgerecht bukanlah ciptaan baru oleh RO 1847. Badan pengadilan yang ditangani oleh seorang wedana dengan bantuan sejumlah punggawa pribumi bawahan sebagai anggota penasihat ini sebenarnya telah ada sejak zaman pemerintahan Raffles (1811-1817), yang pada masa itu dikenal dengan sebutan The Division Couts.5

Keputusan-keputusan Districtsgerecht ini dicatat dalam register, dengan salinan yang dalam jangka waktu 14 hari sudah dikirimkan ke Regentschapsgerecht (yang berwenang memeriksa ulang dalam tingkat banding).

Regentschapsgerecht adalah suatu badan pengadilan yang

diselenggarakan di kabupaten-kabupaten untuk orang-orang pribumi, dengan Regent (bupati) atau wakilnya (patih) bertindak sebagai hakim. Badan pengadilan untuk orang-orang pribumi pada tingkat kabupaten ini pun sudah dikenal pada zaman pemerintahan Raffles itu, dengan nama Bopati’s Court atau juga disebut District

Court.6 Sebagaimana halnya Districtsgerecht, kepala pemerintahan

pribumi yang memimpin sidang-sidang Regentschapsgerecht ini dalam tugas-tugasnya – sejauh ia kehendaki – dapat dibantu oleh punggawa-punggawa bawahan; namun dalam tugas itu ia selalu wajib menyertakan penghulu dan seorang pegawai Departemen Kehakiman kolonial ke dalam sidang-sidang pemeriksaan perkara, sekalipun dalam hal mengambil keputusan ia boleh bertindak atas tanggung jawab sendiri.

Regentschapsgerecht berkompetensi mengadili

perkara-perkara perdata yang berkenaan dengan sengketa-sengketa atas objek seharga antara 20 sampai 50 gulden, dan dalam perkara-perkara pidana yang mengancam pidana penjara

setinggi-5 John Ball,. Indonesian Legal History: 1602-1848. (Sidney: Ough tershaw Press,

1982), hlm. 181.

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

tingginya 6 hari atau pidana denda setinggi-tingginya 10 gulden.

Regentschapsgerecht juga berkompetensi sebagai pengadilan tingkat

banding untuk perkara-perkara yang pada intansi pertama diputusi di Districtsgerecht.

Berikutnya adalah Landraad. Landraad adalah badan-badan pengadilan “sehari-hari”7 yang “normal”8 untuk orang-orang pribumi kebanyakan. Pada zaman pemerintahan Raffles, Landraad dikenal dengan nama Resident’s Court.9 Di Jawa dan Madura, sidang-sidang Landraad diketuai oleh Residen,10 pejabat-pejabat tinggi pemerintah kolonial yang selalu berkebangsaan Belanda atau Eropa dan berkedudukan langsung di bawah Gubernur, dengan sebuah majelis yang terdiri dari bupati, patih, wedana, dan/atau asisten wedana (camat). Landraad berkompetensi mengadili – pada peringkat pertama dan akhir – perkara-perkara perdata antara orang-orang pribumi yang mempersengketakan obyek berharga sekurang-kurangnya 50 gulden, atau yang berharga kurang dari 50 gulden apabila penggugatnya terbilang orang dari golongan penduduk Eropa. Landraad juga berkompetensi mengadili perkara-perkara pidana yang tidak dimasukkan ke dalam yurisdiksi pengadilan-pengadilan lain (Districtsgerecht, Regentschapsgerecht dan Politierol). Keputusan-keputusan Landraad dapat dimintakan banding (ke

Raad van Justitie) dan kasasi (ke Hooggerechtshof) manakala perkara

7 Disebut “dagelijksche rechter” dalam Hendrik de Waal, De Invloed Der

Kolonisatie op Het Inlandsche Recht in Nederlandsch Oost-Indie. (Haarlem:

van den Berg,1880), hlm. 88.

8 Disebut “normal native court” dalam Ball, op. cit. hlm. 59. 9 Ball, op. cit. hlm.182.

10 Berdasarkan ketentuan perundangan yang dimaklumatkan dengan Koninkijk

Besluit bertanggal 5 Maret 1869 No.3 yang termuat dalam Ind. Stb. 1869 No.

47 barulah sejak saat itu Landraad diketuai oleh hakim-hakim profesional yang terdidik khusus dalam bidang hukum. Sekalipun demikian, karena kelangkaan personil, baru pada tahun 1890-an seluruh Landraad di Jawa dan Madura memperoleh ketua-ketuanya yang hakim profesional penuh waktu. Maka tugas-tugas de facto Residen-Residen sebagai hakim Landraad (setidak-tidaknya di Jawa) telah berakhir sejak saat itu.

118

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

pidana yang diputus olehnya menjejaskan denda yang lebih tinggi dari 500 gulden atau pidana lain yang lebih berat.

De Rechtbank van Ommegang adalah juga suatu badan

pengadilan untuk orang-orang pribumi yang telah dikenal sejak zaman pemerintahan Raffles, disebut Court of Circuit pada waktu itu.11 Pada zaman Raffles itu, Court of Circuit mengenal peradilan dengan sistem juri; pada Rechtbank van Ommegang sistem juri itu ditiadakan. Sejak awal mula, Rechtbank bersidang dengan 4 orang hakim pribumi yang berasal dari kepala-kepala masyarakat setempat, diangkat oleh Gubernur Jenderal dengan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh Hooggerechtshof. Hakim-hakim pribumi ini diketuai oleh seorang hakim Belanda berkeahlian khusus di bidang hukum, yang bertugas keliling dari Rechtsbank yang satu ke ke Rechtbank yang lain.

Hakim Belanda ini diangkat secara khusus oleh Gubernur Jenderal. Sesuai dengan namanya, hakim keliling (yang resminya disebut de ommegaande recchter) ini bersidang secara berkeliling sekurang-kurangnya sekali dalam 2 bulan di setiap rechtsbank yang ditaruh di bawah yurisdiksinya. Pengadilan rechtsbank ini dihapus dari tata peradilan Hindia-Belanda pada tahun 1901. Sebelum ditiadakan, Rechtsbank van Ommegang ini berwenang mengadili kejahatan-kejahatan berat, seperti misalnya pembunuhan, perampokan, pemberontakan, pembakaran dan lain-lain kejahatan yang untuk kesalahan melakukannya terhadap pelakunya dapat dijatuhi hukuman pidana mati. Keputusan-keputusan Rechtbank dapat dimintakan banding ke Hooggerechtshof.

Rechtspraak ter Politierol, atau sering disingkat Politierol

begitu saja, adalah suatu badan pengadilan untuk perkkara-perkara sumir yang tidak masuk ke dalam yurisdiksi Landraad atau

Rechtsbank van Ommegang. Politierol ini bersidang dengan Residen

bertindak sebagai hakim tunggal untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran-pelanggaran ringan terhadap ketentuan-ketentuan

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

hukum yang terdapat di dalam reglemen-reglemen kepolisian, dengan ancaman pidana yang tak lebih besar dari denda sebanyak 25 gulden. Politierol ini mungkin berasal dari kewenangan Residen, berdasarkan Pasal 76 jo 84 Regeringsreglement 1819, untuk meneliti apakah suatu perkara pantas dan perlu disidangkan ke Landraad ataukah cukup diselesaikan sebagai perkara pelanggaran ketertiban umum biasa oleh Residen sendiri (dalam kedudukannya sebagai kepala pemerintahan kolonial setempat).12

Pada tahun 1901 Politierol dihapuskan untuk diganti pada tahun 1914 dengan Landgerecht – tetap dengan kompetensi untuk memeriksa dan memutusi perkara-perkara pelanggaran ringan yang pelakunya tak diancam pemidanaan penjara lebih dari 3 bulan atau denda lebih dari 500 gulden – tidaklah dipimpin oleh Residen, melainkan oleh seorang ahli hukum profesional yang diangkat secara khusus sebagai hakim dalam badan pengadilan ini.

Berikut ini secara berturut-turut akan dikemukakan uraian tentang badan-badan pengadilan yang mempunyai yurisdiksi mengadili perkara-perkara orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengannya. Pertama-tama akan dikemukakan

Residentiegerecht yang dibentuk di kota-kota tempat kedudukan

residen, di luar kota-kota besar tempat kedudukan Gubernur.

Residentiegerecht adalah suatu badan pengadilan pemerintah kolonial

yang secara eksklusif akan memeriksa dan memutus dalam tingkat

12 Ibid., Kewenangan residen inilah yang kemudian banyak dipertanyakan

dan dikritik karena dinilai gampang disalahgunakan oleh Residen untuk menahan agar sesuatu perkara tidak diselesaikan melalui proses yudisial oleh Landraad, melainkan tetap ditangani sendiri olehnya. Peradilan oleh Residen yang berstatus sebagai pejabat eksekutif ini telah terlanjur terkesan lebih menakutkan daripada peradilan oleh Landraad, lebih-lebih karena pada waktu-waktu yang lalu Rechtspraak ter Politierol ini terkenal terlalu banyak menggunakan wewenangnya untuk menjatuhkan hukuman cambuk dengan rotan. Dilaporkan bahwa pada zamannya, “the resident’s police powers, in disposing of the police roll, are (limited to) twenty blows with a rattan. Dalam...; J.W.B. Money, . Java: On How To Manage A Colony. Singapore: Oxford University Pfess, 1985, Jilid II, hlm 14.

120

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

pertama perkara-perkara orang Eropa – atau yang menjejaskan orang-orang Eropa, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana – yang sifatnya ringan atau sederhana. Sebagaimana

Landraad, Residentiegerecht yang juga terbilang “pengadilan di

daerah” ini dibentuk di kota-kota karesidenan atau kabupaten (di luar Batavia, Semarang dan Surabaya) yang berada di wilayah pengawasan Residen, dengan sidang-sidang yang juga dipimpin oleh Residen yang administrator pemerintah itu. Sekalipun sidang-sidangnya sama-sama dipimpin oleh Residen yang bertindak sebagai hakim, Residentiegerecht secara institusional jelas dipisahkan dari

Landraad atas dasar dualisme yang masih harus tetap dianut sampai

saat itu dalam tata hukum dan tata peradilan; bahwa orang-orang Eropa dan orang-orang pribumi masih harus tetap berada dalam kawasan hukum dan peradilannya sendiri.

Berikutnya adalah Raad van Justitie, ialah badan pengadilan yang – sebagai suatu lembaga peradilan untuk orang-orang Eropa – terbilang paling tua. Raad van Justitie dikenal sejak zaman VOC13 dan didirikan di kota-kota dagang besar di mana umumnya orang-orang Eropa -- sehubungan dengan urusan niaga dan pemerintahan -- bermukim. Raad dibidani oleh hakim-hakim profesional dan panitera (griffier) yang berkeahlian hukum dan memperoleh pendidikan hukum di negeri Belanda. Raad mempunyai yurisdiksi untuk mengadili orang-orang Eropa di manapun ia bermukim di Hindia-Belanda (dan juga bangsawan-bangsawan tinggi pribumi) dan perkara-perkara perdata serta pidana yang tak masuk ke dalam kompetensi peradilan yang diselenggarakan oleh Residen. Kecuali bertindak sebagai badan peradilan untuk orang-orang Eropa (dan para bangsawan pribumi) sebagaimana dikatakan di atas, Raad juga berkompetensi sebagai badan pengadilan tingkat banding bagi keputusan-keputusan Landraad dalam perkara-perkara perdata

13 Semula dinamakan Collegie van Commisarissen ofte Gerechtsluyden, dan baru pada tahun 1626 berganti nama Raedt van Justitie; lihat Ball, op. cit. (catatan kaki No. 4 halaman 3 karangan ini), hlm. 17.

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

yang berobyek sengketa seharga 500 gulden dan dalam perkara-perkara pidana yang diancam pemidanaan cukup berat.

Akhirnya Hooggerechtshof. Hooggerechtshof adalah badan