• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan pengadilan khusus bukanlah suatu hal yang baru bagi Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah, pernah dibentuk atau diakui beberapa pengadilan khusus yang memeriksa dan memutus perkara atau subyek tertentu, misalnya pada awal kemerdekaan dikenal Pengadilan Swapraja dan Pengadilan Adat.10

Keberadaan Pengadilan Swapraja dan Pengadilan Adat karena adanya berbagai daerah swapraja di Indonesia yang telah lama menjalankan peradilan sendiri menurut hukum adatnya masing-masing sejak masa pemerintahan kolonial hingga masa kekuasaan Jepang. Demikian juga pengadilan agama. Kenyataannya, pada masa pasca kemerdekaan, keberadaan pengadilan itu tidak dihapus, karena susunan lembaga peradilan masih tetap mengacu

10 Komisi Hukum Nasional, Pembentukan Pengadilan Khusus di Indonesia, Jakarta: Komisi Hukum Nasional, 2007, hal. 72.

172

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

aturan yang ditetapkan oleh pemerintahan pendudukan Jepang yang sebelumnya eksis pada masa penjajahan Belanda. Keberadaan Pengadilan Swapraja dan Pengadilan Adat bahkan tetap dilanjutkan pada masa Konstitusi RIS.11 Eksistensi Pengadilan Swapraja dan Pengadilan Adat baru berakhir sejalan dengan diundangkannya UU Darurat No. 1 tahun 1951 sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang menghendaki adanya kesatuan dalam susunan dan acara pengadilan-pengadilan sipil. 12

Pengadilan khusus juga dapat dilihat dengan dibentuknya Pengadilan Ekonomi berdasarkan UU No. 7 Tahun 1955, yang pada pokoknya berwenang untuk mengadili tindak pidana yang merugikan perekonomian negara, khususnya setelah Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada Indonesia. UUDS 1950 juga membentuk pengadilan khusus pada tingkat Mahkamah Agung yaitu Forum Previlegiatum, yang secara khusus dimaksudkan untuk mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara pada tingkat pertama dan terakhir berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran jabatan yang dilakukan oleh Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota, Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Mahkamah Agung, Jaksa Agung pada Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pengawas Keuangan, Presiden Bank Sirkulasi dan juga pegawai-pegawai, anggota-anggota Majelis-majelis tinggi dan pejabat-pejabat lain yang ditunjuk dengan undang-undang.13 Bentuk pengadilan yang demikian diperlukan agar proses peradilan terhadap para pejabat tinggi negara tersebut dapat dilakukan dengan cepat, dituntut dan diadili oleh pejabat kehakiman yang tertinggi yaitu Jaksa Agung dan Hakim Agung.

11 Pasal 147 ayat (2) Konstitusi Republik Indoesia Serikat 1950 menyatakan Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan undang-undang federal;

12 Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindon Persada, 2006, hal. 35.

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pernah dibentuk Mahkamah Militer luar biasa, dengan Penpres No.16 tahun 1963 yaitu sebelum berlakunya UU No.19 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pembentukan Mahmilub didasari pertimbangan adanya kebutuhan suatu badan peradilan khusus yang memeriksa dan mengadili dengan cepat perkara-perkara yang membahayakan dan mengancam keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah negara. Meski dibentuk pada tahun 1963, Mahmilub mulai bersidang dan mengadili perkara pada tanggal 14 Februari 1966, yaitu mengadili mereka yang terlibat dalam pemberontakan G 30 S PKI.14

Keberadaan pengadilan khusus lebih jauh dapat ditelusuri pasca disahkannya UU No.19 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sekalipun, di dalam undang-undang itu tidak disebutkan secara eksplisit istilah pengadilan khusus, namun dalam bagian Penjelasan terdapat pengaturan yang mengindikasikan dapat dibentuknya pengadilan khusus atau spesialisasi dalam salah satu lingkungan peradilan. Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No. 19 Tahun 1964 berbunyi sebagai berikut:

Peradilan Umum antara lain meliputi Pengadilan Ekonomi, a.

Pengadilan Subversi, Pengadilan Korupsi;

Peradilan Khusus terdiri dari Pengadilan Agama dan b.

Pengadilan Militer

Peradilan Tata-Usaha Negara adalah yang disebut c.

“peradilan administratif” dalam Ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960, dan antara lain meliputi juga yang disebut “Peradilan Kepegawaian” dalam pasal 21 UU No. 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Dari ketentuan tersebut nampak bahwa, terdapat beberapa pengadilan yang menangani perkara khusus, seperti Pengadilan Ekonomi, Pengadilan Subversi, Pengadilan Korupsi, di samping

174

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

pengadilan (Mahkamah Syariah) yang telah lama ada. Berdasarkan UU No.21 Tahun 1964 dibentuk Pengadilan Landreform yang khusus mengadili perkara-perkara landreform baik kasus-kasus pidana, perdata, atau administratif. Pengadilan landreform hanya terdiri dari 2 tingkat yaitu Pengadilan Landreform Daerah yang memeriksa pada tingkat pertama dan Pengadilan Landreform Pusat sebagai pengadilan banding. Pengadilan landreform tidak bertahan lama karena pada tahun 1969 dihapus berdasarkan UU No. 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang dan UU No. 7 Tahun 1970 tentang Penghapusan Pengadilan Landreform. Beberapa alasan penghapusan antara lain: Pengadilan Landreform mengalami kesulitan dan kemacetan. Untuk efisiensi perlu menghapuskan Pengadilan Landreform dan mengalihkan wewenang mengadili perkara-perkara landreform kepada pengadilan-pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.15

Pengadilan khusus tetap eksis setelah berlakunya UU No.14 Tahun 1970. Senada dengan undang-undang sebelumnya, tidak ada penyebutan secara khusus tentang pengadilan khusus. Tetapi, jika dilihat dari penjelasan umum dalam undang-undang ini, sangat dimungkinkan adanya bentuk pengkhususan di semua lingkungan peradilan. Penjelasan Pasal 10 ayat (1) menyatakan sebagai berikut: “undang-undang ini membedakan antara empat lingkungan peradilan yang masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan-badan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding.

Pada masa reformasi, setelah adanya UU No.35 Tahun 1999 telah terbentuk 7 pengadilan khusus di Indonesia, yakni, Pengadilan Anak, Pengadilan Niaga, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Hubungan Industrial yang berada dalam lingkungan peradilan umum, Peradilan Syariah/

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

Mahkamah Syariah yang berada dalam lingkungan peradilan Agama, dan Pengadilan Pajak yang berada dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.16

UUD 1945 perubahan, meneguhkan adanya empat lingkungan peradilan yaitu lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer serta peradilan tata usaha negara. Berdasarkan undang-undang kekuasaan kehakiman yang baru, yaitu UU No.4 Tahun 2004, pengadilan khusus diatur dalam Pasal 15 ayat (1). Dalam pasal itu dinyatakan: “Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang. Bentuk dari pengadilan khusus itu sendiri dituangkan dalam Penjelasan Pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan: “Yang dimaksud dengan pengadilan khusus dalam ketentuan ini, antara lain adalah Pengadilan Anak, Pengadilan Niaga, Pengadilan HAM, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Hubungan Industrial yang berada di lingkungan Peradilan Umum, dan Pengadilan pajak di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara”.17 Setelah adanya UU No.4 Tahun 2004, dibentuk pula Pengadilan Perikanan yang secara khusus berwenang mengadili perkara-perkara pidana yang terkait dengan perikanan.

Mengenai Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara khusus ditentukan bahwa keberadaannya ada dalam dua lingkungan peradilan sekaligus yaitu dalam lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Agama. Secara tegas Pasal 15 ayat (2) menyebutkan: “Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan

16 Ibid., hal. 77. Lihat juga Muchsin, Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka

(Independence Judiciary) Sesudah Perubahan UUD 1945 Menurut UU No.48 tahun 2009, Surabaya: Untag Press, 2010, hal. 74-94.

176

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum”. Sementara itu, Penjelasan Pasal 15 ayat (2) menyebutkan: “Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam yang terdiri atas Mahkamah Syariah untuk tingkat pertama dan Mahkamah Syariah Provinsi untuk tingkat banding adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”.18 Dengan demikian, hingga saat ini terdapat 8 Pengadilan khusus yang dapat dikelompokkan sesuai lingkungan peradilannya, sebagai berikut:

1. Dalam lingkungan peradilan umum terdapat 6 (enam) pengadilan khusus yaitu :

a. Dalam lingkup pidana: Peradilan Anak, Pengadilan HAM, Pengadilan Tipikor, dan Pengadilan Perikanan

b. Dalam lingkup perdata: Pengadilan Niaga dan Pengadilan Hubungan Industrial

2. Dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negera terdapat 1 pengadilan khusus yaitu Pengadilan Pajak

3. Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam berada dalam lingkungan Peradilan umum dan agama.

Kedudukan pengadilan khusus semakin dipertegas dengan disahkannya UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menggantikan UU No. 4 Tahun 2004. Undang-Undang ini memberi batasan pengertian tentang pengadilan khusus, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 8, yaitu pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang

Sejarah Peradilan, Perkembangan dan Tantangan Pengadilan Khusus di Indonesia

diatur dalam undang-undang.19 Selain itu, kemungkinan adanya hakim ad hoc yang bertugas di pengadilan khusus.20