• Tidak ada hasil yang ditemukan

(8) BANTUAN HUKUM

Dalam dokumen Buku Advokasi Dengan Hati Nurani (Halaman 60-70)

SEBAGAI HAK KONSTITUSIONAL

D

alam negara hukum (rechtsstaat), negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak statis, artinya kalau ada persamaan di hadapan hukum maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment). Kalau seorang yang mampu12 (the have) mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya, sebaliknya seorang yang tergolong tidak mampu (the have not) juga dapat meminta pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Tidak adil bilamana orang yang mampu saja yang dibela oleh advokat dalam menghadapi masalah hukum, sedangkan fakir miskin13 tidak memperoleh pembelaan karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee) seorang advokat.

Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia setiap orang dan merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan (access to justice) bagi semua orang (justice for all).

12 Mampu mempunyai arti: (1) kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu; dapat (2) berada; kaya; mempunyai harta berlebih. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, hlm. 623).

13 Fakir miskin mempunyai arti: (1) kaum fakir dan kaum miskin; (2) orang-orang yang sangat kekurangan.

Fakir mempunyai arti: (1) orang yang sangat berkekurangan; orang yang sangat miskin; (2) orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin. (Ibid., hlm. 273).

Miskin mempunyai arti: (1) tidak berharta benda; (2) serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). (Ibid., hlm. 660).

Frans Hendra Winarta

44

Keadilan menurut Aristoteles harus dibagikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mempunyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang.14 Kalau ada dua orang bersengketa datang ke hadapan hakim, mereka harus diperlakukan sama (audi et alteram partem). Kalau orang mampu dapat dibela advokat maka fakir miskin harus dapat dibela pembela umum secara pro bono publico. Menurut Cecil Rajendra, seorang aktivis hak asasi manusia cum advokat di Malaysia, bantuan hukum bukanlah semata-mata pro bono publico tetapi juga merupakan pro justico. Tidak ada seorang pun dalam negara hukum yang boleh diabaikan haknya untuk memperoleh pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum dengan tidak memperhatikan latar belakangnya, seperti latar belakang agama, keturunan, ras, etnis, keyakinan politik, strata sosio-ekonomi, warna kulit, dan gender.

Hak untuk dibela oleh seorang advokat atau pembela umum bagi semua orang tanpa ada perbedaan telah dijamin oleh UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yaitu:

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 juga menjamin setiap orang untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum:

14 “Keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak” (Aristoteles). Menurut Aristoteles, orang harus mengendalikan diri dari pleonexia yaitu memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dengan cara merebut apa yang merupakan kepunyaan orang lain, atau menolak apa yang seharusnya diberikan kepada orang lain. Aristoteles mendekati masalah keadilan dari segi persamaan. Hukum hendaknya menjaga agar pembagian yang demikian senantiasa terjamin dan dilindungi dari perkosaan-perkosaan terhadapnya. Dalam hubungan ini ia membedakan antara:

- Keadilan distributif (yang mempersoalkan bagaimana negara atau masyarakat membagi-bagi sumber daya itu kepada orang-orang).

- Keadilan korektif (yang menetapkan kriteria dalam melaksanakan hukum sehari-hari, kita harus mempunyai standar umum untuk memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya satu sama lain). (Satjipto Rahardjo, 2000, “Ilmu hukum”, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti), hlm. 163).

ADVOKASI dengan Hati Nurani 45

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Hak untuk dibela juga merupakan hak asasi manusia dari setiap warga negara yang dijamin dalam Universal Declaration of

Human Rights15, International Covenant on Civil and Political Rights

(ICCPR)16, dan Basic Principles on the Role of Lawyers.17

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 adalah sebesar 37,17 juta (16,58%).18 Sedangkan menurut data PBB, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2007 apabila menggunakan parameter pendapatan US$ 1/hari maka adalah sebesar 70 juta orang, dan apabila menggunakan parameter pendapatan US$ 2/ hari maka jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah sebesar 120 juta orang. Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Februari 2007, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih mencapai 9,75% dari angkatan kerja atau 10,55 juta jiwa, sedangkan jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 108,13 juta jiwa.

Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tersebut negara mengakui hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik dari fakir miskin. Penegasan sebagaimana diambil dari Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tersebut memberikan implikasi

15 Universal Declaration of Human Rights, Pasal 6: “Everyone has the right to recognition

everywhere as a person before the law”. (The United Nations Department of Public

Information 1988, hlm. 5).

16 International Covenant on Civil and Political Rights, 1998, Pasal 16: “Everyone shall

have the right to recognition everywhere as a person before the law”. The United Nations

Department of Public Information, hlm. 27. ICCPR telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tanggal 28 Oktober 2005.

17 Basic Principles on the Role of Lawyers, 1985: “All Persons are entitled to call upon the

assistance of a lawyer of their choice to protect and establish their right and to defend them in all stages of criminal proceedings”. (International Bar Association (IBA): The Eighth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, Milan: hlm. 120).

Frans Hendra Winarta

46

bahwa bantuan hukum bagi fakir miskin pun merupakan tugas dan tanggung jawab negara.

Atas dasar pertimbangan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, fakir miskin memiliki hak konstitusional untuk diwakili dan dibela oleh advokat atau pembela umum baik di dalam maupun di luar pengadilan (legal aid) sama seperti orang mampu yang mendapatkan jasa hukum dari advokat (legal service). Penegasan sebagaimana diambil dari Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 memberikan implikasi bahwa bantuan hukum bagi fakir miskin pun merupakan tugas dan tanggung jawab negara dan merupakan hak konstitusional.

Akses kepada advokat dan pembela umum adalah hak asasi manusia. Hak ini sangat diperlukan bagi tersangka, terdakwa, terpidana, dan saksi,19 karena mereka tidak tahu hukum. Jika mereka sampai menolak untuk menunjuk advokat, itu disebabkan ketidaktahuan hak-haknya dan juga merupakan tekanan-tekanan dari penyidik.20 Hak ini sangat mendasar karena tanpa ini sulit dibayangkan bagaimana tersangka, terdakwa, terpidana, dan saksi dapat memperoleh keadilan. Mengingat bahwa UUD 1945 dan KUHAPidana belum menjamin secara tegas akses untuk dibela oleh advokat maka untuk masa yang akan datang perlu adanya jaminan akses untuk dibela advokat di dalam UUD 1945 dan KUHAPidana.

Beberapa negara yang telah menjamin pemberian bantuan hukum secara tegas di dalam konstitusinya antara lain:

- India menjamin diberikannya bantuan hukum dalam Undang-Undang Dasar India khususnya dalam Pasal 39A:

“The state shall secure that the operation of the legal system

19 Meskipun KUHAPidana tidak mengatur mengenai hal ini, ternyata dalam praktiknya 93,3% penyidik tidak keberatan bila saksi didampingi penasihat hukum. Hal senada juga terjadi dalam tingkat penuntutan. 63% responden menyatakan memperkenankan saksi didampingi penasihat hukum. (Komisi Hukum Nasional (1), op.cit., hlm. 216).

20 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya (57%) tersangka takut untuk menuntut hak-hak mereka, bila hak mereka tidak dipenuhi. Demikian pula sebagian besar tidak meminta untuk didampingi penasihat hukum ketika diperiksa (85,7%), karena sebagian besar tidak mengetahui hal itu dan kalaupun mengetahui, mereka merasa tidak mampu untuk membayar penasihat hukum. (Ibid., hlm. 206).

ADVOKASI dengan Hati Nurani 47

promotes justice, on the basis of equal opportunity, and shall in particular provide legal aid, by suitable legislation or schemes or in any other way, to ensure that opportunities for securing justice are not denied to any citizen by reason of economic or other disabilities”.

- Bantuan hukum di Filipina juga dijamin dalam konstitusinya (1987) :

“Free Access to the courts and quasi-judicial bodies and adequate legal assistance shall not be denied to any person by reason of poverty”.

Baik orang mampu maupun fakir miskin, dijamin hak konstitusionalnya untuk memperoleh pembelaan advokat atau pembela umum. KUHAPidana yang mengutamakan prinsip “Due Process of Law” memberikan perlindungan hukum yang terbatas terhadap tersangka dan terdakwa. Jaminan untuk menunjuk advokat atau pembela umum harus berlaku untuk semua perkara dan bukan hanya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 KUHAPidana, yang menyatakan untuk tindak pidana yang dituntut hukuman lima belas tahun atau lebih atau dituntut hukuman mati, sedangkan bagi tersangka atau terdakwa yang tergolong fakir miskin baru dapat diberikan bantuan hukum secara cuma-cuma apabila diancam hukuman pidana selama lima tahun atau lebih.

Kalau kita bandingkan KUHAPidana dengan The Russian

Federation Code of Criminal Procedure (hukum acara pidana Rusia)

diatur bahwa baik tersangka maupun terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan tanpa adanya batasan-batasan pidana tertentu seperti di Pasal 56 KUHAPidana, hal ini termuat dalam article 16:

“(1). A suspect or accused shall be guaranteed the right of defense, which may be exercised personally or with the assistance of defense counsel and/or a legal guardian. (2). The court, procurator, investigator, or inquiry officer

shall advise a suspect or an accused of his rights and shall provide them with the opportunity to defend themselves

Frans Hendra Winarta

48

through the use of all methods and means not prohibited by this Code.

(3). In those circumstances specified by this Code, the require participation of defense counsel and/or any legal guardian of the suspect or accused shall be ensured by the officials who are conducting the proceedings in the criminal case. (4). In the circumstances specified by this Code and other

federal laws, a suspect or accused may avail themselves of the services of defense counsel free of charge.”

Dalam The Criminal Procedure Code of Thailand Section 8 diatur mengenai hak tersangka untuk menunjuk advokat sejak adanya penuntutan.

“From the time of entry of the charge, the accused shall be entitled:

(1). To appoint a counsel during the preliminary examination or trial before the Court of First Instance, the Appeal Court or the Dika Court.”

Pemberian bantuan hukum juga diatur di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yaitu pada pasal 22 ayat (1) yaitu:

“Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”.

Akan tetapi dalam Undang-Undang Advokat tidak mengelaborasi apa itu bantuan hukum, bagaimana cara mendapatkannya dan bagaimana konsep serta pelaksanaan bantuan hukum.21

21 Pengaturan bantuan hukum dalam Undang-Undang Advokat tidak memadai karena:

1. pemberian bantuan hukum tidak hanya advokat tapi harus melibatkan seluruh unsur peradilan;

2. tidak diatur pendanaan kegiatan bantuan hukum pro bono;

3. tidak diatur siapa yang berhak untuk mendapatkan bantuan hukum pro bono;

4. tidak diatur pengawasan terhadap pelaksanaannya;

5. tidak adanya sanksi bagi penegak hukum yang melanggar hak masyarakat. (Makalah “Program Advokasi RUU Bantuan Hukum” disampaikan pada Rapat

ADVOKASI dengan Hati Nurani 49

Bantuan hukum yang merupakan hak konsti-tusional fakir miskin harus dimuat secara tegas di dalam UUD 1945, dan diimplementasikan dalam undang-undang bantuan hukum secara tersendiri agar dapat diimplementasikan secara benar sesuai dengan konsep bantuan hukum responsif dalam rangka merekayasa masyarakat sebagai instrumen untuk memenuhi tujuan dan keinginan masyarakat.

Saat ini bantuan hukum diatur hanya secara insidentil dan tidak komprehensif dalam Rv, HIR, KUHAPidana, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang-Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Advokat. Keenam hukum positif tersebut tidak bersifat aspiratif dan bukan merupakan kemauan masyarakat tetapi lebih merupakan kemauan dari penguasa sebagaimana dianut oleh aliran positivis. Saat ini bantuan hukum tidak efektif karena tidak adanya konsep yang jelas. Selain itu, Rv, HIR, KUHAPidana, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia hanya mengatur bantuan hukum yang bersifat juridische bijstaan dan bukan rechtshulp. Oleh karena itu, diperlukan pembentu-kan undang-undang bantuan hukum yang mempunyai konsep yang jelas dan aspiratif.

Dalam era reformasi, sudah waktunya organisasi bantuan hukum menempatkan diri sebagai mitra kerja pemerintah yang menerapkan good governance dengan menyediakan dana dalam APBN untuk alokasi bantuan hukum, yang juga dimasukkan dalam program pemerintah tentang pengentasan kemiskinan pemerintah. Diharapkan konsep bantuan hukum responsif ini dapat memperluas jangkauan pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin dengan menjadikannya sebagai gerakan nasional agar fakir miskin mengetahui dan dapat menuntut hak-haknya. Sehingga hak-hak fakir miskin dapat terlindungi yang pada akhirnya diharapkan tingkat kesejahteraan fakir miskin dapat meningkat.

Dalam rancangan undang-undang bantuan hukum yang akan datang, perlu ditentukan siapa saja yang berhak untuk

Frans Hendra Winarta

50

memperoleh bantuan hukum dari organisasi bantuan hukum yang tergabung dalam federasi bantuan hukum seluruh Indonesia. Kriteria dari fakir miskin akan ditentukan oleh federasi, antara lain berdasarkan pendapatan, gaji, keterangan kelurahan atau kecamatan sehingga dapat dipastikan bahwa yang akan menerima bantuan hukum adalah betul-betul orang yang tergolong miskin. Dalam keadaan tertentu berlaku pengecualian terhadap fakir miskin yang tidak mempunyai data administratif di wilayah tertentu. Selain itu, undang-undang bantuan hukum juga harus mengamanatkan persentase tertentu dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk dialokasikan kepada semua organisasi bantuan hukum yang tergabung dalam federasi bantuan hukum, sebagai wujud dari tanggung jawab negara terhadap fakir miskin yang diatur dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945.

Konsep bantuan hukum di Indonesia yang dapat me-lindungi hak konstitusional fakir miskin dalam pembangunan hukum nasional adalah konsep bantuan hukum responsif. Bantuan hukum responsif adalah bantuan hukum yang diberikan kepada fakir miskin secara cuma-cuma dan menyeluruh yang meliputi semua bidang hukum dan hak asasi manusia demi mencapai keadilan dalam kerangka mewujudkan persamaan di hadapan hukum bagi semua orang. Konsep bantuan hukum responsif mengacu pada semua bidang hukum dan jenis hak asasi manusia tanpa memprioritaskan bidang hukum dan jenis hak asasi manusia tertentu, serta tanpa membedakan pembelaan baik perkara individual maupun perkara kolektif. Adapun jasa yang diberikan dalam bantuan hukum responsif adalah berupa penyuluhan hukum tentang hak asasi manusia dan proses hukum, hak untuk dibela oleh organisasi bantuan hukum dan/ atau advokat; pembelaan dalam mengatasi masalah-masalah hukum yang konkret; pembelaan di dalam pengadilan yang berkualitas agar menghasilkan yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar; serta mendukung pembaharuan hukum melalui putusan pengadilan yang berpihak kepada kebenaran dan pembentukan undang-undang yang sesuai dengan sistem nilai

ADVOKASI dengan Hati Nurani 51

dan budaya yang ada dalam masyarakat. Untuk mensukseskan konsep bantuan hukum responsif, bantuan hukum harus menjadi gerakan nasional yang didukung oleh negara dan masyarakat.

Dengan demikian, diharapkan program bantuan hukum dapat berjalan secara maksimal di Indonesia, sehingga fakir miskin dapat mendapatkan keadilan, baik di bidang sosial, politik maupun ekonomi, dimana hal tersebut dapat meningkatkan harkat dan martabat fakir miskin.

(9)

Dalam dokumen Buku Advokasi Dengan Hati Nurani (Halaman 60-70)