• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Advokasi Dengan Hati Nurani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Advokasi Dengan Hati Nurani"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

Frans Hendra Winarta :

ADVOKASI

dengan

(2)

Frans Hendra Winarta:

ADVOKASI dengan Hati Nurani

Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KTD) Jakarta : Komisi Hukum Nasional RI

Cetakan Pertama : Desember 2010 Jl. Diponegoro 64 Jakarta Pusat 10310 Website : Http//www.komisihukum.go.id ISBN 978-979-3452-26-5 Tim Penerbitan : Mohammad Saihu Agus Surono Farakh

Hak cipta dilindungi undang-undang Diterbitkan oleh Komisi Hukum Nasional RI Pengutipan, pengalihbahasaan dan penggandaan (copy)

Isi buku ini demi pembaruan hukum diperkenankan dengan menyebutkan sumbernya.

(3)

KATA PENGANTAR

KETUA KOMISI HUKUM NASIONAL

Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H. M.H.

P

ada permulaan Januari 2000, saya mendapat pesan dari Bapak Drs. Kwik Kian Gie untuk menghadap Bapak Presiden RI Abdurrahman Wahid. Karena pesan itu saya tidak terima secara langsung dari Pak Kwik, saya anggap hal itu sebagai sebuah lelucon. Beberapa hari kemudian, saya terima pesan serupa dari Pak Marzuki Darusman, S.H., yang pada waktu itu menjabat

sebagai Jaksa Agung RI.

Kemudian saya memberanikan diri (de stoute schoe-nen aantrekken) menghadap Bapak Presiden RI, Bapak Abdurrahman Wahid, sehubungan dengan 2 pesan tadi. Di Istana Negara saya diberi amanat oleh Bapak Presiden untuk segera membentuk Komisi Hukum Nasional RI (The National Law Commission).

Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Jadi saya harus “menerka” mengenai bentuknya, dana operasinya dan Surat Keputusan

yang bagaimana!

Teringatlah saya akan kolega saya dari FH-UI, Prof. Mardjono Reksodiputro, S.H., MA. Bersama Pak Mardjono dan Sekretaris Kabinet, kami lalu menyusun SK Presiden tersebut. Tentang personalia, karena di Jakarta pada waktu itu mulai bergulirnya reformasi, saya agak kesulitan menentukan pilihan orang berintegritas dari berbagai lapisan masyarakat. Apalagi Jakarta bagi saya merupakan suatu “Terra incognita”.

Setelah bertekad untuk mengambil orang yang “mumpuni” dari berbagai ranah profesi yang dipandang bersih dan berintegritas, saya berpendapat harus ada dari kalangan gender dan dari orang keturunan (peranakan). Pilihan saya pada waktu itu jatuh pada Bapak Frans Hendra Winarta, yang kemudian berhasil menambah gelar dengan M.H. dan Dr. (S3).

(4)

Frans Hendra Winarta

iv

Semoga pilihan saya itu tepat dan tidak mengecewakan, apalagi dengan diterbitkan buku dengan judul: Advokasi dengan Hati Nurani” oleh Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. Isi buku ini berbicara secara gamblang dan tegas bertalian dengan permasalahan penegakan hukum dewasa ini yang berada dalam keadaan carut marut alias amburadul, baik mengenai orang-orang penegak hukum maupun mengenai undang-undangnya. Komentar lebih lanjut adalah “overbodig” alias tidak perlu. Selamat membaca!

Jakarta, Desember 2010 Ketua Komisi Hukum Nasional

Republik Indonesia

(5)

PENGANTAR

PENERBIT

B

uku berjudul ”Frans Hendra Winarta: Advokasi dengan Hati Nurani”, berisi kumpulan tulisan Dr. Frans Hendra Winarta dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia (KHN) dan beliau adalah seorang advokat. Tulisan-tulisan yang disajikan semuanya berkaitan dengan masalah-masalah advokasi. Ada dua bagian dari isi tulisan buku ini; 1) Bagian Pertama: Advokasi Kepentingan Publik, 2) Bagian Kedua: Advokasi Pembaruan Hukum dan Peradilan.

Dr. Frans Hendra Winarta adalah salah satu praktisi hukum di Indonesia yang sangat rajin menulis di berbagai media massa dan menjadi pemakalah dalam forum-forum nasional maupun internasional. Tulisan yang disajikan dalam buku ini hanya sebagian saja dari tulisan-tulisan beliau yang pernah dipublikasikan. Belum lama ini, 2 (dua) buku dari kumpulan tulisan beliau yaitu: 1) ”Suara Rakyat Hukum Tertinggi” yang diterbitkan oleh Penerbit PT Kompas Media Nusantara, 2) ”Hukum dan Tantangan di Indonesia” yang diterbitkan oleh Grafika Indah. Saat ini, beliau juga sedang menyunting beberapa rekomendasi hasil penelitian KHN tentang reformasi advokat, dimana beliau adalah penanggungjawab dalam

penelitian-penelitian tersebut.

Yang ingin disampaikan, bahwa penerbitan buku Dr. Frans Hendra Winarta merupakan bagian dari program KHN dalam rangka mempublikasikan gagasan-gagasan para anggota/ pimpinan (governing board). Buku anggota KHN lainnya, sebelumnya juga telah terbit: 1) ”J.E. Sahetapy: yang memberi teladan dan menjaga nurani hukum dan politik”, 2) ”Mardjono Reksodiputro: Menyelaraskan Pembaruan Hukum”, 3) ”Akar-akar ”mafia” Peradilan di Indonesia”, disunting Mohammad Fajrul Falaakh.

(6)

Frans Hendra Winarta

vi

KHN berharap penerbitan buku para anggota KHN dapat memperkaya gagasan-gagasan yang disampaikan KHN dalam rangka program pembaruan hukum di Indonesia. Yang perlu dicatat oleh pembaca bahwa sejak tahun 2000 – 2010, KHN telah mengeluarkan 54 topik rekomendasi hasil penelitian kepada lembaga-lembaga penegak hukum, kepada DPR, kepada pemerintah, kepada organisasi advokat, juga kepada Pendidikan

Tinggi Hukum.

Akhirnya, KHN berharap, karya yang disampaikan dapat mengobati kerinduan masyarakat untuk suatu harapan terwujudnya sistem hukum nasional untuk menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia, berdasarkan keadilan dan kebenaran sebagaimana amanat dibentuknya

(7)

PROFIL

FRANS HENDRA WINARTA:

ADVOKASI DENGAN HATI NURANI

Sumber : Ensiklopedia Tokoh Indonesia (tokohindonesia.com – revisi isi dan judul)

D

r. Frans Hendra Winarta adalah advokat senior dan sejak awal aktif di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Beliau ditunjuk (dipercaya) mantan Presiden Abdurrahman Wahid (alm) sebagai salah satu anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) karena beliau seorang advokat.

Sumber Ensiklopedia Tokoh Indonesia menyebutkan, Dr. Frans Hendra Winarta adalah seorang advokat senior yang mengekspresikan kegalauan dan keresahan perihal adanya yang salah dengan konsep bantuan hukum kepada kaum papa. Menurut beliau, tidak sedikit kaum papa yang hingga kini masih termarjinalkan secara hukum. Mereka tak tersentuh bantuan hukum ataupun sekadar penyuluhan.

Keseriusan Dr. Frans Hendra Winarta mengekspresi-kan kegalauan dan keresahannya, diantaranya diwujudkan dalam tulisan disertasinya pada program pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, dan mengantarkannya memperoleh gelar doktor, dengan nilai cum laude (28/09/07). Istimewanya, gelar itu diperolehnya pada usia 64 tahun. Hal yang tak lazim pada penekun profesi advokat.

Tampil di hadapan para penguji yang mayoritas rekan sesama praktisi hukum dan sebagian lebih muda darinya, seperti

(8)

Frans Hendra Winarta

viii

Prof Romli Atmasasmita, Prof Andi Hamzah, dan Prof Indrianto Seno Adji, beliau menyampaikan pemikiran dalam disertasi berjudul Hak Konstitusional Fakir Miskin Memperoleh Bantuan Hukum dalam Rangka Pembangunan Hukum Nasional.

Menurutnya, ada yang salah dengan konsep bantuan hukum yang dijalankan negara ini, terutama pada era pascareformasi. Ini mengingat, dalam kondisi faktual maupun yang teramati lewat media, tak sedikit kaum papa yang hingga kini masih termarjinalkan secara hukum. Mereka tak tersentuh bantuan hukum ataupun sekadar penyuluhan.

“Jumlah kaum miskin di Indonesia sangat banyak. Pada saat ini, meski katanya berkurang, jumlahnya kurang lebih 37,17 juta. Dalam kondisi yang demikian besar, jika tetap mengandalkan pola bantuan hukum yang ada, yaitu struktural, tak akan sampai ke desa-desa. Padahal, penduduk di desa mencapai 63 persen lebih,” ungkapnya.

Agar pembelaan kaum miskin lebih efektif, sudah saatnya Indonesia menerapkan pola bantuan hukum responsif. Pemerintah ditempatkan pada posisi yang lebih aktif; konsekuensinya, penyediaan fasilitas dan anggaran menjadi tanggung jawab pemerintah. India, Filipina, dan Amerika Serikat berhasil menerapkan pola ini dan mendorong iklim perlindungan hukum yang baik bagi warganya.

Menurut dia, sulit mengandalkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum sebagai ujung tombak perlindungan bantuan hukum bagi kaum papa. Apalagi pada praktiknya, bantuan hukum bagi kaum papa terbatas pada hak-hak sipil dan politik saja. “Yang terjadi saat ini umumnya penolakan-penolakan kasus, terutama pada individu,” kata Frans.

Terinspirasi film

Dilahirkan di Bandung, 17 September 1943, pria yang aktif di berbagai organisasi profesi dan akademik ini tertarik bidang hukum sejak menginjak usia sekolah menengah. Ketertarikan ini

(9)

ADVOKASI dengan Hati Nurani ix

kian bertambah setelah menyaksikan film To Kill a Mockingbird (1962) yang dibintangi Gregory Peck.

Film ini berkisah tentang perjuangan advokat Atticus Finch membela seorang pria kulit hitam di tengah kuatnya praktik diskriminasi (segregation) di Alabama, Amerika Serikat. “Kisah

ini the gloriest age of trial lawyers (kejayaan advokat). Di situlah law enforcement (penegakan hukum) dan justice for all (keadilan untuk semua) dimunculkan tanpa pandang bulu,” paparnya.

Upaya anggota Komisi Hukum Nasional ini dalam mewujudkan cita-citanya sebagai advokat tak mudah. Seusai menamatkan pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, pada tahun 1970, ia “dipaksa” langsung bekerja seadanya menyusul meninggalnya salah satu

orang tuanya.

Tahun 1979 ia mengikuti kursus notariat untuk mem-perdalam keilmuannya pada praktik hukum bidang perdata. Lalu pada 1981, setelah bekerja sela-ma 10 (sepuluh) tahun untuk beberapa perusahaan multinasional, ia mem-beranikan diri mendirikan firma hukum Frans Winarta & Partners. Sejak itu kariernya sebagai pengacara (advokat) melesat. Pada 1990 ia ditunjuk sebagai Ketua Hubungan Internasional Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) untuk tiga periode, sekaligus aktivis Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia (LPHAM).

Pada masa ini, ia kerap menangani kasus-kasus para aktivis. Salah satunya, kasus penghinaan terhadap Presiden (Soeharto) yang dilakukan seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada asal Timor Timur bernama Bonar Tigor Naipospos dan para pejuang kemerdekaan. Di situ ia merasakan kuatnya pengaruh kekuasaan dalam politik. Selain itu, ia juga pernah menangani kasus Tenaga Kerja Indonesia (“TKI”) yaitu membebaskan seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bernama Salidin Bin Mohammad di Malaysia pada tahun 1991 dari tiang gantungan karena dituduh membunuh seorang warga negara Malaysia dalam suatu perkelahian antarkelompok di Ipoh Kuala Lumpur pada tahun 1989, dimana pada akhirnya, pengadilan setempat

(10)

Frans Hendra Winarta

x

membebaskan TKI tersebut karena mempunyai alibi. Pada saat itu, Dr. Frans Hendra Winarta tergabung dalam tim kemanusiaan IKADIN bersama dengan Sudjono, S.H., John Pieter Nazar, S.H., dan Arno Gautama Harjono, S.H.

Tahun-tahun berikutnya ia beralih pada kompetensi hukum bisnis. Dr. Frans Hendra Winarta sering ditunjuk sebagai arbiter yang terdaftar dalam International Chamber of Commerce (ICC). Tahun 2005 pada jurnal Asialaw, ia dinobatkan sebagai salah satu pengacara bisnis terkemuka. Kariernya tak berhenti di sini. Pada 2007 ia direkomendasikan sebagai Asia-Pacific Focused Lawyer in

Intelectual Property. Diberondong peluru

Lika-liku karier diakuinya tak selalu menyenangkan. Selama melakukan pembelaan atau pendampingan terhadap klien, intimidasi dan godaan dari pihak lain berjalan seimbang, yang mencoba mengooptasi idealismenya sebagai advokat. Terparah terjadi akhir 2001 ketika kantornya diberondong peluru oleh segerombolan orang tak dikenal.

Beruntung tidak ada yang terluka, apalagi terbunuh. Upaya intimidasi itu diduga terkait dengan kasus lelang aset yang ditanganinya. Atas kejadian itu, ia mengaku tidak lagi gentar dengan berbagai intimidasi. Ia berkata singkat, “Itulah hidup.”

Ia punya pandangan khusus terhadap buramnya hukum di negeri ini akibat kuatnya praktik korupsi yudisial yang sehari-hari diberi nama mafia peradilan. Menurut dia, advokat hendaknya tak hanya mengandalkan otak dan keahlian, tetapi juga hati nurani. Itu sebabnya ia tak segan-segan hanya membela untuk mengurangi hukuman, bahkan menolak kasus, jika ia tahu bahwa kliennya tidak jujur dan pura-pura benar padahal memang bersalah.

“Nuranilah yang berbicara. Seorang advokat berpenga-laman, dalam waktu satu jam wawancara, tahu sesungguhnya kliennya itu salah atau benar. Kecuali jika dia berbohong,” ucapnya.

(11)

ADVOKASI dengan Hati Nurani xi

Karena hati nurani pula ia kerap menolak tawaran “suap” yang praktiknya muncul dalam berbagai cara, mulai dari cek, uang kontan, tipuan, hingga fasilitas lain dari pihak lawan.

Inilah yang membuatnya sempat terkucil selama 10 tahun lebih dalam percaturan pembelaan hukum. Untuk menghasilkan kemenangan bagi klien yang dinilainya benar, ia melakukan praktik strategi berbeda, seperti melalui pengembangan diskursus atau wacana publik. Bisa juga ia menulis di media. “Hakim kan takut jika ditulis (diamati) pers,” ucapnya.

Pada usianya kini, Dr. Frans Hendra Winarta masih aktif mengajar di Universitas Pelita Harapan. Ia juga tetap berkeinginan mengejar gelar akademis tertinggi, yaitu profesor (guru besar). “Mudah-mudahan lewat pendidikan kita bisa mendapat banyak manfaat, baik pengembangan teori maupun filsafat,” ucapnya. (Yulvianus Harjono, Kompas 1 Oktober 2007).

(12)
(13)

KATA PENGANTAR KETUA KOMISI HUKUM

NASIONAL ...

Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H. M.H.

PENGANTAR PENERBIT ... PROFIL :

FRANS HENDRA WINARTA : ADVOKASI DENGAN HATI NURANI ... DAFTAR ISI ...

Bagian Pertama

ADVOKASI KEPENTINGAN PUBLIK ...

1. FUNGSI ANGGARAN UNTUK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009 - 2014 ...

2. PAHAM EKONOMI NEO LIBERAL

DALAM NEGARA INDONESIA ...

3. PAHAM NEGARA HUKUM DAPAT

MENGHAMBAT TERORISME ...

4. PERLUNYA PROTEKSI BERLAPIS BAGI INVESTOR PASAR MODAL INDONESIA ...

5. TIDAK TERLINDUNGINYA HAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA ...

6. KONTROVERSI KORUPSI DAN

PELAYANAN PUBLIK ... iii v vii xiii 1 3 9 13 19 27 33

DAFTAR ISI

(14)

Frans Hendra Winarta

xiv

7. RENCANA PEMINDAHAN IBU KOTA REPUBLIK INDONESIA DARI DKI JAKARTA

KE PALANGKARAYA ...

8. BANTUAN HUKUM

SEBAGAI HAK KONSTITUSIONAL ...

9. DILEMA PENGIRIMAN TKW / TKI

KE MANCA NEGARA ...

10. SKANDAL BANK CENTURY ADALAH

KEJAHATAN INTERNASIONAL ...

11. GERTAK SAMBAL DAN FUNGSI

PENGAWASAN DPR ... Bagian Kedua

ADVOKASI PEMBARUAN HUKUM DAN

PERADILAN ...

12. KONFLIK ANTAR PENGURUS ORGANISASI

ADVOKAT YANG BERKEPANJANGAN ...

13. PEMBUNUHAN KARAKTER (CHARACTER ASSASINATION) DALAM PERKARA SISTEM

INFORMASI BADAN HUKUM (SISMINBAKUM) ... 14. MISCARRIAGE OF JUSTICE DALAM KASUS

SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM ...

15. PENINJAUAN KEMBALI SEBAGAI

UPAYA HUKUM LUAR BIASA ...

16. PIMPINAN KPK DARI BIROKRAT

ATAU PROFESI HUKUM ...

17. ANTASARI DIANCAM HUKUMAN MATI: HUKUMAN MATI BUKAN SOLUSI

MENGURANGI ANGKA KEJAHATAN ...

18. PENGHENTIAN PENUNTUTAN

BIBIT - CHANDRA TIDAK TUNTAS ...

37 43 53 57 63 67 69 73 79 83 87 91 95

(15)

ADVOKASI dengan Hati Nurani xv

19. PEMBONCENGAN REPUTASI MEREK (PASSING OFF)

DAPAT DIMINTAKAN PUTUSAN ARBITRASE ...

20. PERAN ARBITRASE DI INDONESIA : SATU CARA UNTUK MENGHIN

DARI MAFIA PERADILAN ... 21. DEPONEERING SEBAGAI PENGABAIAN

PERKARA PIDANA ... 22. DEPONEERING SEBAGAI KEWENANGAN

DISKRESI JAKSA AGUNG ...

23. TEORI KEDAULATAN NEGARA

DALAM MoU Rl - GAM ...

99 107 117

123 131

(16)
(17)
(18)

Bagian Pertama

ADVOKASI

KEPENTINGAN

PUBLIK

(19)
(20)

(1)

FUNGSI ANGGARAN UNTUK

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 2009 - 2014

L

embaga negara/organ negara menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keberadaan negara. Pembentukan lembaga negara merupakan perwujudan keterwakilan rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan. Tujuan diadakannya lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah untuk menjalankan fungsi negara dan menjalankan fungsi pemerinta-han secara aktual. Lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (”UUD 1945”)

telah menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (”DPR RI”) sebagai lembaga negara yang lebih khusus selain juga memiliki beberapa tugas dan kewenangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (”UU No. 22/2003”) yaitu sebagai berikut:

• Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;

• Membahas dan memberikan atau tidak memberikan per-setujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

• Menerima dan membahas usulan Rancangan Undang-Undang (”RUU”) yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (”DPD”) yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,

(21)

peme-Frans Hendra Winarta

4

karan, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan mengikutsertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I;

• Mengundang DPD untuk melakukan pembahasan RUU yang diajukan oleh DPR RI maupun oleh pemerintah, pada awal pembicaraan tingkat I;

• Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan

tingkat I;

• Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (”APBN”) bersama Presiden dengan memperhatikan

pertim-bangan DPD;

• Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

• Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

• Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;

• Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/kon-sultasi, dan pendapat;

• Menyerap, menghimpun, menampung dan menindak-lanjuti aspirasi masyarakat; dan

• Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang.

DPR RI sebagai lembaga negara memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan (Pasal 20 A ayat (1)

(22)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 5

UUD 1945). Adapun fungsi legislasi berkaitan dengan kekuasaan DPR RI membentuk undang-undang (Pasal 20 ayat (1) UUD 1945), fungsi pengawasan berkaitan dengan hak DPR RI untuk mengajukan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat (Pasal 20 A ayat (2) UUD 1945), dan fungsi anggaran yang melekat pada DPR RI adalah fungsi menyusun dan menetapkan APBN. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 26 ayat (1) huruf (e) UU No. 22/2003 yang menyatakan :

“DPR mempunyai tugas dan wewenang:

e. Menetapkan APBN bersama presiden dengan memper-hatikan pertimbangan DPD”.

Dalam melaksanakan dan menjalankan fungsi anggaran tersebut, dilakukan atau dilaksanakan oleh Panitia Anggaran DPR RI (”Panitia Anggaran”). Panitia Anggaran dibentuk oleh DPR RI sebagai alat kelengkapan DPR RI yang bersifat tetap. DPR RI menetapkan susunan dan keanggotaan Panitia Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Susunan dan keanggotaan Panitia Anggaran terdiri atas anggota-anggota dari seluruh Komisi yang dipilih oleh Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah Anggota dan usulan dari Fraksi1. Adapun tugas Panitia Anggaran yaitu sebagai berikut:2

1. Panitia Anggaran bertugas melaksanakan pembahasan Ang-garan Pendapatan dan Belanja Negara.

2. Panitia Anggaran dalam melaksanakan tugas sebagai:

a. mengadakan rapat kerja dengan presiden yang dapat diwakili oleh menteri.

b. mengadakan rapat dengar pendapat atau rapat dengar pendapat umum baik atas permintaan panitia anggaran maupun atas permintaan pihak lain.

c. mengadakan konsultasi dengan DPD.

1 http://www.dpr.go.id/index.php?page=badan.panitiaAnggaran.Home. 2 http://www.dpr.go.id/index.php?page=badan.panitiaAnggaran.Tugas.

(23)

Frans Hendra Winarta

6

d. mengadakan studi banding atas persetujuan pimpinan DPR RI yang hasilnya dilaporkan dalam rapat panitia anggaran untuk ditentukan tindak lanjutnya.

e. membentuk panitia kerja atau tim.

f. melakukan tugas atau keputusan rapat paripurna dan atau badan musyawarah.

g. mengusulkan kepada badan musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukkan dalam acara DPR RI. h. membuat inventarisasi masalah pada akhir masa

keang-gotaan DPR RI, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dipergunakan sebagai bahan oleh

Panitia Anggaran untuk masa keanggotaan berikutnya.

3. Panitia Anggaran bertugas menyusun rancangan anggaran sesuai dengan kebutuhan dalam rangka menjalankan tugasnya kecuali penyusunan rancangan anggaran untuk pembahasan RUU APBN untuk selanjutntya diserahkan ke Badan Urusan Rumah Tangga.

4. Panitia Anggaran membahas hasil pembicaraan pendahuluan RAPBN yang dibahas oleh komisi-komisi.

Menurut pendapat yang berkembang di masyarakat, kinerja DPR RI selama ini dinilai belum optimal. Tiga fungsi utama DPR yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran dinilai masih lemah. Keberpihakan lembaga wakil rakyat itupun disorot karena dianggap lebih menunjukkan keberpihakannya kepada penguasa daripada rakyat. Hal tersebut dapat dilihat dari fungsi anggaran yang tidak mengalami perubahan secara substansial. Bahkan, proses anggaran justru semakin tertutup. Dengan adanya mekanisme anggaran yang demikian tertutup, maka fungsi anggaran selama ini sangat rentan dengan upaya penyelewengan kewenangan karena data-data anggaran tidak dipublikasikan secara transparan sehingga hanya anggota DPR RI saja yang mengetahuinya. Lemahnya peran anggaran DPR RI telah menyebabkan orientasi anggaran menjadi bergeser, dimana tidak lagi pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan

(24)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 7

kemakmuran rakyat, tetapi lebih kepada biaya operasional

institusi negara yang semuanya meningkat3.

Pemilihan Umum legislatif untuk memilih anggota legis-latif yang telah diselenggarakan pada tanggal 9 April 2009, telah memilih anggota DPR RI untuk periode tahun 2009 – 2014. Diantara anggota legislatif tersebut terdapat wajah-wajah baru yang akan menjadi anggota DPR RI. Hal tersebut tentunya menjadi harapan bagi rakyat terhadap adanya DPR RI yang berkualitas, bersih, berpihak pada rakyat dengan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat dan dapat menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati untuk kepentingan bangsa dan negara.

Harapan yang dimiliki oleh rakyat terhadap anggota DPR RI periode tahun 2009 – 2014 tersebut sangatlah beralasan. Hal tersebut disebabkan karena saat ini tingkat kepercayaan rakyat terhadap anggota DPR RI yang notabene merupakan wakil rakyat, sangatlah rendah, sebagaimana terlihat dari survei yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia (TII) yang menempatkan DPR RI sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Survei TII tersebut dilakukan kepada 500 responden. Tingkat kepercayaan rakyat terhadap anggota DPR RI yang rendah tersebut cukup beralasan karena selama ini terdapat beberapa oknum anggota DPR RI yang terlibat permasalahan hukum, terutama korupsi. Selain itu terdapat beberapa indikasi adanya beberapa oknum anggota DPR RI yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai wakil rakyat secara sepenuh hati.

DPR RI sebagai wujud dari perwakilan rakyat seyogianya berperan sebagai wakil rakyat yang mampu menampung dan memperjuangkan amanat rakyat, dimana salah satunya adalah menjamin kebijakan anggaran negara ditujukan pada dukungannya kepada peningkatan kesejahteraan rakyat. Ada-pun dukungan DPR RI untuk mensejahterakan rakyat dalam hal menjalankan fungsi anggaran dapat berbentuk alokasi dana APBN yang memadai untuk anggaran pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional

(25)

Frans Hendra Winarta

8

mengingat perkembangan jaman dan pentingnya pendidikan di jaman ini. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan :

“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.

Dengan demikian berdasarkan atas penjelasan tersebut di atas, diharapkan bersama anggota DPR periode tahun 2009 – 2014 yang telah dilantik pada tanggal 1 Oktober 2009 dapat memenuhi harapan rakyat Indonesia, yaitu dengan dapat membaktikan dirinya bagi Nusa dan Bangsa Indonesia.

(26)

(2)

PAHAM EKONOMI NEO LIBERAL

DALAM NEGARA INDONESIA

P

ada masa kampanye calon presiden dan calon wakil presiden

menjelang Pemilihan Umum untuk memilih presiden dan wakil presiden pada tanggal 8 Juli 2009 mendatang, seringkali terdengar pemberitaan mengenai paham ekonomi liberal dan ekonomi kerakyatan untuk diterapkan di Indonesia. Hal tersebut karena terdapat capres/cawapres dari 3 pasangan capres/cawapres yang akan bersaing pada Pemilu mendatang diidentikkan sebagai penganut paham ekonomi neoliberal dan ekonomi kerakyatan.

Paham ekonomi neo liberal berasal dari paham liberalisme yaitu paham yang diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul “An enquiry into the nature and the causes of the wealth of nations” yang terbit pada tahun 1776. Buku tersebut pada intinya menyatakan bahwa manusia adalah homo economicus yang senantiasa mengejar kepentingannya sendiri guna memperoleh manfaat atau kenikmatan yang sebesar-besarnya dari apa saja yang dimilikinya. Dan bahwa bila tidak ada campur tangan pemerintah sedikitpun, dengan sendirinya akan terjadi alokasi yang efisien dari faktor-faktor produksi, pemerataan dan keadilan, kebebasan, daya inovasi, dan kreasi berkembang sepenuhnya. Hal ini terbukti benar sejauh tercipta inovasi-inovasi baru. Namun dari penciptaan itu juga melahirkan kompetisi tidak sehat dan terjadinya perburuhan dan/atau perbudakan di luar perikemanusiaan. Dengan kata lain, paham ekonomi neo liberal adalah paham ekonomi yang mengutamakan mekanisme pasar dan sedikit sekali campur tangan pemerintah dalam mengelola perekonomian. Negara-negara yang menganut paham neo liberalisme ini antara lain adalah Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat.

Paham ekonomi kerakyatan menekankan pentingnya penguasaan negara atas sumber daya ekonomi serta besarnya

(27)

Frans Hendra Winarta

10

peranan pemerintah dalam mengelola perekonomian. Paham ini bercirikan diantaranya dominasi BUMN, subsidi, dan kontrol terhadap harga. Paham ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah adalah institusi yang paling siap dan paling bisa dipercaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan melakukan distribusi pendapatan masyarakat secara adil. Oleh karena itu, BUMN berperan penting sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Adanya peran dari pemerintah untuk memberikan proteksi turut berperan dalam paham ini demi melindungi pelaku usaha dalam negeri serta mencegah dominasi asing.

Indonesia sebagai negara yang menganut paham ekonomi kekeluargaan lebih condong menganut paham ekonomi kerak-yatan daripada ekonomi neo liberal. Hal ini sebagaimana tercermin dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang menyatakan:

“(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Dalam perjalanan sejarahnya, perekonomian Indonesia pernah mengarah kepada paham ekonomi neo liberali, yaitu pada tahun 1997-1998, dengan indikasi banyak BUMN yang diprivatisasi dan penghapusan subsidi. Dalam kenyataannya, hampir tidak ada negara yang menerapkan salah satu paham tersebut dan meniadakan yang lainnya. Penerapan dua paham ekonomi tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi

perekonomian suatu negara. Dalam konteks ekonomi liberal,

perbaikan kesejahteraan dimulai dengan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan bebas, persaingan usaha, dan peranan pemerintah yang seminimal mungkin. Sebenarnya kondisi yang ideal adalah adanya keseimbangan

(28)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 11

antara kedua paham tersebut, dimana paham ekonomi neo liberal dibutuhkan demi memacu pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi makro, sedangkan ekonomi kerakyatan dibutuhkan untuk memastikan bahwa hasil pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dinikmati masyarakat luas ber-dasarkan prinsip keadilan. Hal ini sebagaimana konsep keadilan distributif menurut Aristoteles yang pada intinya merupakan teori keadilan tentang bagaimana negara atau masyarakat membagi-bagi sumber daya itu kepada setiap orang. Berdasarkan atas hal tersebut, seyogianya kita tidak terbentur dengan adanya friksi antara paham ekonomi neo liberal dan paham ekonomi kerakyatan, dimana pada tataran yang ideal terdapat adanya keseimbangan diantara kedua paham tersebut. Akan tetapi yang patut diperhatikan adalah dampak negatif dari pemberlakuan paham ekonomi neo liberal. Dimana salah satu ciri kebijakan paham ekonomi neo liberal bukan saja menghendaki campur tangan pemerintah seminimal mungkin, namun juga kebijakan yang tunduk kepada keinginan lembaga-lembaga internasional, hal tersebutlah yang seharusnya dihindari oleh Pemerintah Indonesia.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, haruslah menjadi bangsa yang tidak bergantung kepada kekuasaan asing baik dalam bidang politik, ekonomi maupun budaya. Hal ini sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh salah satu founding fathers Bangsa Indonesia yang juga presiden pertama Indonesia, yaitu Presiden Soekarno melalui ajaran Trisakti, yang terdiri dari Berdaulat dalam politik, Berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) dalam ekonomi, dan Berkepribadian di bidang budaya.

Dengan demikian, Indonesia sebagai bagian dari per-gaulan internasional dapat menerapkan paham ekonomi neo liberal maupun paham ekonomi kerakyatan sesuai dengan situasi dan kondisi. Oleh karena itu diharapkan terdapat adanya sinkronisasi antara situasi dan kondisi serta permasalahan yang dihadapi dengan konsep ekonomi yang digunakan untuk

(29)

Frans Hendra Winarta

12

menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Akan tetapi hal tersebut jangan sampai mengabaikan jati diri bangsa Indonesia yaitu konsep ekonomi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 33 UUD 1945. Sehingga diharapkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam nilai-nilai luhur Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat tercapai.

(30)

(3)

PAHAM NEGARA HUKUM

DAPAT MENGHAMBAT TERORISME

S

aat ini Bangsa Indonesia menghadapi ancaman nyata yaitu terorisme selain sengketa wilayah perbatasan dengan Malay-sia. Barangkali istilah yang tepat yang pernah digunakan secara populer semasa era Orde Baru untuk menggambarkan ancaman tersebut adalah menyangkut ketahanan nasional. Walaupun istilah itu juga yang sering digunakan untuk melegitimasi sikap represif penguasa waktu itu, tetapi aparat penegak hukum pada saat itu dapat menghadapi benih-benih terorisme dengan sangat ampuh. Hal tersebut dapat dilihat ketika beberapa pimpinan organisasi yang cenderung melaksanakan aksi terorisme untuk mencapai tujuannya waktu itu lari ke luar negeri, tiarap dan tidak diberi ruang gerak oleh aparat keamanan. Sebagian melarikan diri ke Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina, Pakistan dan Afghanistan. Ironisnya ketika era reformasi dideklarasikan pada tahun 1998, dimana demokrasi didengungkan di segala bidang, justru benih-benih terorisme itu muncul dan tumbuh kembali secara subur di Indonesia. Malahan beberapa pimpinan organisasi radikal seperti Jamaah Islamiyah (JI) yang pada era Orde Baru bersembunyi di luar negeri, kembali ke Indonesia dan berhasil membentuk jaringan baru, yang dalam istilah Sidney Jones disebut sebagai generasi baru teroris. Adapun generasi baru teroris tersebut telah melakukan tindakan terorisme yaitu pemboman rumah ibadah, hotel, restoran, tempat wisata, kedutaan Australia, dll.

Nama-nama seperti Noordin M. Top, Mas Selamat Kastari, Abdul Matin Anol Rahmat, Muh Amir Hanafiah, dll menjadi momok yang sangat mengerikan bagi Bangsa Indonesia karena telah mengakibatkan ratusan korban meninggal dan ribuan orang telah terluka. Persoalannya sekarang adalah apakah

(31)

Frans Hendra Winarta

14

pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan membiarkan aksi terorisme ini berlanjut atau akan dihentikan secara tegas dan komprehensif dengan mengerahkan segala daya dan dana untuk memerangi terorisme. Pemerintah harus sanggup mempersatukan semua potensi bangsa Indonesia, terlepas asal-usul, ideologi, kepercayaan, agama, suku dan strata ekonomi-sosial untuk bersatu padu memerangi terorisme sampai

ke akarnya.

Organisasi dan pusat pendidikan yang dicurigai mema-sok paham terorisme perlu ditinjau ulang dan dilarang jika ternyata melanggar hukum dan terbukti memiliki kaitan dengan kegiatan terorisme. Selain itu kemiskinan, kebodohan, pengangguran, keterbelakangan, ketidakadilan, dan penyakit masyarakat lainnya boleh jadi menjadi sebab atau paling tidak mendukung tumbuhnya benih terorisme. Pemahaman agama yang salah dan ketidakpuasan serta ketidakadilan mendukung indoktrinasi radikal terorisme. Tentu semua ini perlu waktu untuk mengatasinya, tetapi sesuai dengan penanggulangan hal-hal tersebut, pemerintah perlu menjalankan kebijakan prevensi yang jitu atas dasar legislasi UU antiterorisme, peninjauan kembali metode dan kebijakan anti terorisme. Kinerja intelijen khususnya detasemen anti terorisme dari TNI, Polri, Kejaksaan dll harus bekerja sama secara terpadu dan bekerja keras 24 jam untuk mengawasi potensi-potensi terorisme.

Masyarakat perlu diberikan pengarahan dan kesa-daran atas kepedulian terhadap lingkungan sekitar, dimana masyarakat diharapkan dapat mengetahui setiap warga baru yang masuk ke desanya atau ditelaah secara teliti asal-usulnya. Pada era pemerintahan Presiden Soekarno, masyarakat diberikan pengarahan untuk melakukan ”pagar betis” guna mengatasi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/ TII), walaupun saat ini metodenya harus diubah karena perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Selain itu peran masyarakat terutama tokoh-tokoh agama, sangat diperlukan guna menangkal pengaruh terorisme. Hal tersebut merupakan hal yang sangat

(32)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 15

penting, mengingat tokoh-tokoh agama merupakan orang yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, dimana tokoh-tokoh agama diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap ajaran agama secara benar kepada masyarakat dan tidak memberikan pernyataan-pernyataan yang bertendensi memecah belah kerukunan antar umat beragama. Oleh karena itu, diharapkan tokoh-tokoh agama lebih memperhatikan masyarakat di sekitarnya daripada memfokuskan perhatian kepada dunia politik praktis. Dengan demikian seluruh komponen masyarakat diikutsertakan dalam menghadapi terorisme.

Sanksi Hukum Yang Ringan

Suatu hal yang sangat mengherankan yaitu ketika terdapat beberapa teroris yang hanya dihukum kurang dari 10 tahun, padahal kejahatan terorisme tergolong sebagai kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity) dan telah mengakibatkan ratusan orang meninggal dan ribuan orang terluka. Dengan kata lain, hukuman yang dijatuhkan pengadilan Indonesia terhadap pelaku tindak pidana terorisme terbilang ringan dan tidak mengandung unsur menjerakan (deterrent effect). Belum lagi tidak adanya pembinaan yang memadai di Lembaga Pemasyarakatan untuk meluruskan akibat indoktrinasi yang sesat. Hal ini menandakan bahwa hakim yang memutus perkara terorisme tersebut kurang memahami arti kejahatan atas kemanusiaan (crimes against humanity).

Padahal akibat yang ditimbulkan dari terorisme sangatlah besar dan luas, dimana tidak hanya menyangkut jumlah korban yang ditimbulkan dari tindakan terorisme dan trauma bagi korban dan keluarganya, akan tetapi akibat terorisme sangatlah luas yaitu mengakibatkan ketakutan (paranoia) bagi masyarakat untuk tidak berani mengunjungi suatu tempat tertentu, jumlah wisatawan dari luar negeri yang tentunya akan menurun, dan para investor yang akan enggan untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Dimana hal-hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi bangsa Indonesia, baik secara politis, sosiologis

(33)

Frans Hendra Winarta

16

Terorisme ini tergolong kejahatan atas kemanusiaan setaraf genosida (genocide), kejahatan perang (war crime) dan invasi (invation). Sungguh mencengangkan para pelaku bisa bebas sekarang dan turut berbicara tentang terorisme dalam berbagai dialog atau talk show di televisi. Jangan disalahkan jika dunia internasional menganggap Indonesia sebagai salah satu pusat gerakan terorisme. Tidak heran jika negara Singapura melalui Lee Kuan Yew selaku Senior Minister Singapura, dan Pemerintah Malaysia menuding Indonesia sebagai pusat pelatihan terorisme. Tudingan ini tidak seratus persen benar tetapi sikap pemerintah yang lemah termasuk pengadilan yang tidak menghukum dengan hukuman setimpal menyebabkan suburnya terorisme di tanah air. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terorisme yang memadai dan

serius.

Menghilangkan Sikap Kondusif

Semua unsur masyarakat sekarang harus bersatu untuk memerangi terorisme. Segala dana dan daya harus dikerahkan untuk menghambat tumbuhnya terorisme dengan subur di Indonesia. Fokus masyarakat untuk melawan terorisme harus digalang dan pemerintah mempunyai tanggung jawab melindungi setiap warga negara Indonesia sesuai amanah UUD 1945. Segenap tumpah darah harus bebas dari ancaman terorisme khususnya bom bunuh diri (suicide bomber). Semua benih terorisme harus dihambat agar terorisme tercabut dari akarnya di bumi Indonesia. Pemahaman bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum dan bukan negara agama perlu diingatkan dan dipahami secara terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan: “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Para pendiri (founding fathers) Republik Indonesia menginginkan negara yang demokratis bukan negara oligopolis atau diktatorial dan telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara, sehingga negara Indonesia dapat mengayomi seluruh warga negaranya

(34)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 17

tanpa memandang latar belakang, suku dan agama. Semoga pemahaman seperti itu dapat didesiminasikan secara lebih sering dan mendalam sehingga akar terorisme dengan paham fanatisme agama yang keliru dapat dikikis habis dan tercabut.

Saat ini terdapat wacana dari berbagai komponen bangsa yang mengharapkan Pemerintah Indonesia dapat lebih tegas dalam upaya pemberantasan terorisme. Hal ini mengingat maraknya aksi terorisme di Indonesia yeng telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, situasi keamanan negara-negara tersebut jauh lebih aman daripada Indonesia. Keadaan tersebut dapat ter-cipta disebabkan karena Pemerintah Malaysia dan Singapura melakukan tindakan tegas terhadap kegiatan terorisme ataupun organisasi yang memiliki keterkaitan dengan terorisme melalui

penerapan Internal Security Act (ISA), dimana dengan adanya penerapan ISA tersebut, Pemerintah Malaysia dan Singapura berhak menahan siapapun yang diduga dapat membahayakan keamanan negara tanpa melalui proses peradilan (detention without trial). Situasi yang kontradiktif terjadi di Indonesia, daerah Patani (Thailand Selatan), dan Mindanao (Filipina Selatan) yang mana ketiga negara tersebut saat ini tidak memiliki perangkat hukum seperti ISA di Malaysia dan Singapura.

Dalam sejarah Indonesia, Indonesia pernah memiliki perangkat hukum seperti halnya ISA yaitu Undang-Undang No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi yang berlaku pada era Orde Baru, dimana kemudian pada tanggal 19 Mei 1999, Undang No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi telah dicabut melalui Undang-Undang No. 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan Undang-Undang No. 11/ PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, akan tetapi

(35)

Frans Hendra Winarta

18

pada faktanya undang-undang tersebut belum mampu untuk memberantas terorisme di Indonesia sehingga perlu ditinjau kembali. Namun untuk menerapkan kembali undang-undang anti subversi, pemerintah akan dituding represif.

Suatu hal yang dapat menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia adalah dengan menjadikan tindak pidana terorisme sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)

sehingga para penegak hukum dapat melakukan perlakuan khusus terhadap terorisme (extra ordinary treatment) yang lebih tegas dalam upaya pemberantasan terorisme, yaitu misalnya aparat penegak hukum dapat melakukan penahanan terhadap tersangka pelaku tindak pidana terorisme yang jangka waktunya lebih lama dibandingkan dengan jangka waktu penahanan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan adanya pelarangan jual beli bahan peledak secara bebas. Sehingga patut untuk menjadi perhatian bagi Pemerintah, DPR, dan seluruh komponen bangsa untuk dapat menemukan formu-la baru yang dapat dijadikan dasar untuk memberantas tindak pidana terorisme tanpa mengenyampingkan hak asasi

manusia.

Dengan demikian, diharapkan terorisme dapat diberantas dan dihambat di Indonesia, sehingga kedamaian dan ketenangan dalam hidup berbangsa dan bernegara dapat dirasakan oleh seluruh anak bangsa, sebagai syarat mutlak untuk meneruskan pembangunan dalam semua bidang.

(36)

(4)

PERLUNYA PROTEKSI BERLAPIS

BAGI INVESTOR PASAR MODAL

INDONESIA

I

nvestor pasar modal pada dasarnya merupakan pihak yang tidak

berhubungan langsung dengan kegiatan transaksi perdagangan efek. Hal ini karena kegiatan tersebut dilakukan oleh perusahaan efek tempat investor tersebut menjadi nasabah atau dengan kata lain, aset investor tidak dikontrol secara langsung oleh investor melainkan oleh perusahaan efek. Namun dengan adanya krisis finansial global saat ini (pasca tahun 1997), status investor menjadi sangat riskan mengingat kemungkinan-kemungkinan terjadinya insolvensi terhadap perusahaan efek yang melakukan pengelolaan terhadap aset investor. Selain itu, krisis finansial global ini juga “memberi” alasan bagi perusahaan efek untuk berbuat curang terhadap aset investor yang dititipkan kepadanya.

Mengambil contoh dalam kasus yang terjadi di dalam Sarijaya Permana Sekuritas (sebuah perusahaan sekuritas yang mempunyai sekitar 8700 nasabah dan 48 cabang) baru-baru ini, dimana terjadi penggelapan aset investor sebesar PT Sarijaya Permana Sekuritas yang diduga dilakukan oleh Komisaris Utama perusahaan efek ini yang menyebabkan investor dalam jumlah

besar merugi4. Penggelapan dana investornya diduga sebesar Rp.

240 milliar. Dana investor tersebut digelapkan tanpa diketahui oleh para investor dan setelah terjadi penggelapan ini, BEI mensuspensi transaksi saham atas nama PT Sarijaya Permana Sekuritas5.

Dalam hal ini, investor tidak mempunyai “tameng” untuk melindungi aset mereka apabila terjadi penyalahgunaan aset

4 http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/06/brk,20090106-154011,id.

html.

5 http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/01/06/

(37)

Frans Hendra Winarta

20

mereka tersebut. Regulasi dari pemerintah pun, baik berupa Undang-Undang Pasar Modal maupun peraturan Bapepam-LK, masih kurang berpihak pada investor karena pada dasarnya dalam kegiatan perdagangan efek, investor harus aktif melindungi dirinya sendiri. Hal ini tentunya merupakan nilai minus Pasar Modal Indonesia dalam menarik investor lebih banyak. Dalam hal ini diperlukanlah semacam konsep perlindungan yang berlapis dalam melindungi kepentingan investor domestik dan asing.

Selama ini, kepentingan investor masih kurang diperhatikan apabila terjadi kelalaian maupun penyalahgunaan terhadap aset mereka yang notabene dititipkan kepada Perusahaan Efek. Jika terjadi dispute, klaim yang mereka ajukan pun seringkali terbengkalai dan memakan waktu yang sangat lama dalam

penyelesaian pengembalian aset mereka. Hal ini karena belum

adanya prosedur penyelesaian sengketa atas klaim yang diatur secara khusus dalam pasar modal. Dengan demikian, rujukan hukum yang digunakan yaitu hukum acara perdata. Sedangkan melalui prosedur ini (pengadilan), penyelesaian sengketa dapat memakan waktu sampai 5 tahun dari tingkat pertama hingga tingkat akhir dan hal ini diperparah dengan belum adanya jaminan bahwa putusan pengadilan dapat dieksekusi meskipun telah berkekuatan hukum tetap (in kracht), bahkan dalam beberapa kasus dapat digugat kembali karena faktor manipulasi putusan tetap. Oleh karena itu, pengadilan Indonesia yang independen dan imparsial belum tercapai dan hal ini tentunya dapat mengakibatkan investor beresiko menjadi korban.

Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) didi-rikan oleh SROs (BEI, KPEI, dan KSEI) serta asosiasi-asosiasi di lingkungan pasar modal Indonesia untuk menjadi tempat menyelesaikan persengketaan perdata di bidang pasar modal melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan.6 Kehadiran

Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) pun sebagai suatu lembaga penyelesaian sengketa tidak berjalan dengan efek-tif. BAPMI pada dasarnya memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa antara perusahaan efek melawan investor, terabaikannya

(38)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 21

prinsip know your customer, adanya conflict of interest, perusahaan efek yang tidak melaksanakan order/instruksi sesuai dengan instruksi nasabah dan sengketa antar perusahaan efek antara lain pinjam-meminjam uang atau saham, penitipan order antar perusahaan efek ataupun karena pembatalan transaksi oleh bursa. Namun seringkali penyelesaian lewat BAPMI memakan waktu yang lama, tidak efektif dan memakan banyak biaya, hal ini dikarenakan tidak adanya suatu peraturan atau suatu wujud nyata proteksi kepada pemodal.

Berdasarkan uraian di atas, maka sudah saatnya Indonesia memiliki suatu konsep proteksi yang berlapis terhadap dana investor, yang bertujuan untuk melindungi aset investor baik berupa efek maupun dana yang dititipkan pada perusahaan efek. Dikatakan berlapis karena konsep ini merupakan suatu konsep perlindungan kuratif yang baru akan dijalankan ketika bentuk perlindungan preventif yang berkaitan telah dilanggar; misalnya ketika suatu perusahaan efek lalai dalam memisahkan aset investor dengan aset perusahaan efek itu sendiri dalam pembukuannya atau ketika aset investor diperdagangkan oleh perusahaan efek bersangkutan tanpa seijin investor.

Konsep proteksi dana investor ini telah dikenal di berbagai negara. Di Amerika Serikat contohnya, pengaturan mengenai konsep proteksi dana ini telah diatur sejak tahun 1970 bedasarkan Securities Investor Protection Act of 1970 (SIPA of 1970). Konsep ini secara internasional dikenal dengan investor protection fund

atau compensation fund. Konsep ini merupakan suatu skema

yang memberikan perlindungan terhadap resiko yang mungkin terjadi pada perantara pasar (market intermediary).7 Perantara pasar, dalam hal ini yang dimaksud adalah perusahaan efek sebagai pihak yang mengelola aset investor. Sedangkan resiko yang dimaksud adalah resiko terjadinya kelalaian terhadap penanganan aset investor maupun penyalahgunaan aset investor oleh perusahaan efek.

7 Tim Studi Pembentukan Dana Proteksi Pemodal Bapepam-LK, “Laporan Hasil

Studi Pembentukan Dana Proteksi Pemodal di Pasar Modal Indonesia”, 2007, hal.ii.

(39)

Frans Hendra Winarta

22

Di Amerika Serikat, konsep ini dilaksanakan dalam suatu bentuk organisasi yang bernama SIPC atau Securities Investor Protection Corporation yang merupakan suatu organisasi non-profit8 yang anggotanya terdiri dari perusahaan-perusahaan efek yang terdaftar di Securities and Exchange Commission9

yang bertugas melindungi investor jika suatu perusahaan efek mengalami kepailitan dan kemudian menjadi berutang kepada investor atas aset dan efek yang dititipkan kepadanya. Adapun menurut SIPA of 1970, sumber dana utama dari SIPC tersebut diperoleh dari kontribusi para anggotanya. SIPC berusaha melindungi kepentingan investor dengan mengkompensasi investor atas asetnya yang hilang tersebut yang disebabkan oleh kepailitan perusahaan efek yang berujung pada hilangnya rekening investor tersebut. Kompensasi tersebut diberikan oleh SIPC kepada investor dalam batas-batas tertentu. Dengan adanya SIPC ini, maka para investor yang kehilangan asetnya bisa dengan cepat mendapatkan kompensasi atas asetnya dan tidak perlu menunggu bertahun-tahun untuk menyelesaikan sengketa harta tersebut di pengadilan atau bahkan menerima resiko bahwa asetnya tidak akan didapat kembali.10 Perlu juga ditegaskan disini

bahwa perlindungan yang diberikan oleh SIPC berdasarkan SIPA of 1970 tidak mencakup perlindungan atas kerugian yang terjadi dalam kegiatan perdagangan efek akibat penipuan maupun kerugian yang terjadi akibat fluktuasi harga efek.

Selain di Amerika Serikat, konsep proteksi dana investor yang serupa juga telah diterapkan di beberapa negara yang berada di kawasan Asia seperti Malaysia, Thailand, Filipina,

8 Securities Investor Protection Act of 1970 :

SEC. 3. [78ccc] SECURITIES INVESTOR PROTECTION CORPO-RATION.

(a) CREATION AND MEMBERSHIP.—

(1) CREATION.—There is hereby established a body corporate

to be known as the ‘‘Securities Investor Protection Corporation’’ (hereafter in this Act referred to as ‘‘SIPC’’). SIPC shall be a nonprofit corporation and shall have succession

until dissolved by Act of the Congress.

9 (2) MEMBERSHIP.—

(A) MEMBERS OF SIPC.—SIPC shall be a membership corporation the members of

which shall be all persons registered as brokers or dealers under section 15(b) of the 1934 Act.

(40)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 23

Jepang, dan Hong Kong dengan sistem yang disesuaikan pada masing-masing negara tersebut. Hal demikian menunjukkan ketatnya persaingan di negara-negara kawasan Asia dalam menarik investor-investor masuk ke dalam pasar modal mereka baik investor domestik maupun asing. Akan tetapi, lain halnya dengan Indonesia yang belum menerapkan konsep ini karena belum ada regulasi dalam pasar modal Indonesia yang mengatur mengenai konsep proteksi ini. Walaupun, berkaitan dengan konsep proteksi ini telah diadakan studi oleh tim studi Bapepam-LK pada akhir tahun 2007 lalu mengenai pembentukannya,

na-mun sampai saat ini konsep proteksi tersebut belum terealisasikan.

Hal inilah yang masih menjadi salah satu kekurangan pasar modal Indonesia dalam persaingannya dengan pasar modal di negara-negara lain khususnya di kawasan Asia Tenggara. Hal ini penting karena tujuan dari konsep proteksi tersebut pada intinya adalah untuk meningkatkan kepercayaan dan gairah investor untuk menginvestasikan dananya dalam pasar modal Indonesia. Dengan semakin banyaknya investor yang berinvestasi maka akan meningkatkan likuiditas pasar modal Indonesia dimana likuiditas yang tinggi akan berpengaruh baik pada perekonomian Indonesia yang dalam hal ini tentunya mempunyai dampak positif dalam menghadapi krisis finansial global yang juga berimbas pada Indonesia. Oleh karena itu, untuk menunjang iklim pasar modal Indonesia yang lebih baik dan membantu meningkatkan tingkat persaingan pasar modal Indonesia di level internasional, serta secara khusus membantu melindungi investor dari dampak krisis finansial global terhadap perusahaan efek, maka sebaiknya konsep proteksi dana investor tersebut segera direalisasikan dan diterapkan.

Hal ini juga diperkuat dengan rencana konsep ASEAN Linkage. Beranjak dari pertumbuhan mekanisme, pasar modal berkembang dengan sangat cepat, termasuk dalam skala global. Rencananya dalam beberapa tahun mendatang akan dilakukan integrasi skala besar yang melibatkan pasar modal di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam yang dinamakan ASEAN Linkage.

(41)

Frans Hendra Winarta

24

Konsepnya adalah untuk menggabungkan perusahaan terbuka dari 6 negara ASEAN tersebut untuk dapat ditransaksikan efeknya di dalam satu bursa. Pembentukan ini tentunya bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan terbuka yang ada di seluruh negara yang berpartisipasi tanpa memberikan kerugian pada pasar bursa domestik di masing-masing negara. Akan tetapi masih terdapat beberapa kendala, antara lain keseragaman hukum, currency, dan sarana pasar yang berbeda satu sama lain dan keseragaman infrastruktur.11 Berangkat dari hal ini

kita dapat melihat bahwa pada dasarnya regulasi pasar modal negara kita sendiri haruslah dibenahi, terutama menyangkut regulasi yang memberikan perlindungan lebih bagi investor, dimana di Indonesia belum diterapkan secara nyata. Ini tentunya merupakan tantangan bagi pasar modal kita, dimana tentunya pembentukan lembaga independen semacam SIPC merupakan salah satu jalan untuk memperkuat struktur regulasi pasar modal Indonesia dan tentunya memberikan rasa aman bagi investor baik investor asing maupun investor domestik dalam melakukan transaksi efek dalam pasar modal kita, serta mensetarafkan tingkat perlindungan investor pasar modal Indonesia ke level

internasional.

Solusi yang diperlukan dalam hal ini poin pertama adalah dengan mengeluarkan peraturan baru oleh pemerintah untuk mengatur pendirian dari suatu organisasi independen yang terdiri dari perusahaan efek yang bertugas untuk melindungi investor jika suatu perusahaan efek pailit dan menjadi berutang atas efek atau aset yang dititipkan padanya dengan cara menghimpun dana yang digunakan sebagai jaminan. Dana yang dihimpun diambil berdasarkan presentase pendapatan investasi dari masing-masing perusahaan efek yang menjadi anggotanya. Dengan demikian, perusahaan efek besar maupun kecil dapat ikut berkontribusi sesuai bagian mereka masing-masing dan melindungi nasabah mereka. Namun yang menjadi pertanyaan dalam hal ini adalah kesiapan pasar modal Indonesia dalam

11 http://www.republika.co.id/koran/126/35309/Menunggu_Bursa_ASEAN_

(42)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 25

menerapkan konsep proteksi ini karena hal ini akan memberikan kewajiban lebih bagi perusahaan efek untuk mengkontribusikan sebagian dari pendapatan investasinya sebagai salah satu sumber dari dana yang akan digunakan untuk menjalankan konsep proteksi tersebut. Akan tetapi, hal ini sebenarnya tidak merugikan perusahaan efek secara substansial karena jumlah investor akan menjadi semakin tinggi dengan adanya jaminan perlindungan

baru atas aset mereka.

Dalam organisasi independen ini juga sebaiknya ditu-gaskan auditor independen yang betugas untuk memastikan kesesuaian kontribusi perusahaan efek dengan pendapatan investasi mereka. Lalu sebagai bahan rujukan, kita dapat melihat contoh yakni tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perbankan, dimana pengaturan mengenai lembaga penjamin ini diatur dalam bentuk Undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS sendiri memberikan jaminan maksimum sebesar Rp. 100 juta untuk tiap nasabahnya apabila bank yang bersangku-tan pailit. Hal inilah yang patut dicontoh di dalam pembentukan konsep proteksi dana dalam pasar modal tersebut, yakni dalam hal penentuan jumlah maksimum yang dapat diklaim karena hal ini berguna untuk melindungi kepentingan investor-investor kecil yang dirugikan. Poin yang kedua adalah profesionalisme dari peserta organisasi independen itu sendiri yang anggotanya harus merupakan Perusahaan Efek yang kompeten. Organisasi yang beranggotakan perusahaan efek tersebut juga sebaiknya bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Lalu poin ketiga adalah pemberian sanksi yang sangat berat terhadap pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh Perusahaan Efek yang menjadi peserta penjaminan, antara lain apabila Perusahaan Efek tidak memberikan kontribusi sesuai kewajiban mereka dikarenakan penipuan atau tindakan lainnya.

(43)
(44)

(5)

TIDAK TERLINDUNGINYA

HAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN

SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA

B

aru-baru ini terdapat berita yang menghebohkan, khususnya bagi dunia pendidikan nasional, yaitu dengan adanya berita di harian Kompas, hari Selasa, 28 September 2010, dengan judul “Sewa Lahan: NJIS Liburkan Para Siswa”. Dimana berita tersebut, pada intinya memberitakan bahwa sekolah North Jakarta International School (NJIS) meliburkan para siswanya dari hari Senin, 27 September 2010 hingga Jumat, 1 Oktober 2010, dikarenakan adanya sengketa perdata mengenai sewa lahan antara Yayasan NJIS dengan PT Summarecon Agung, Tbk (Summarecon).

Sebagaimana diberitakan, sengketa lahan ini terjadi karena adanya ketidaksepakatan dalam proses jual beli antara Summarecon sebagai pemilik lahan dengan NJIS sebagai penyewa lahan dimana sekolah NJIS berdiri. NJIS ingin membeli lahan tersebut setelah sebelumnya menyewa selama 20 tahun, yaitu sejak tahun 1990. Namun ternyata proses negosiasi yang sudah berlangsung sejak tahun 2008 ini, tetap tidak mencapai titik temu. Akibatnya pihak Summarecon mengeluarkan Surat Peringatan I hingga Surat Peringatan III kepada NJIS untuk segera mengosongkan lahan tersebut. Namun yang perlu menjadi perhatian pemerintah dari sengketa perdata ini adalah bukan pada masalah sengketa perdata tersebut, tetapi lebih kepada terhambatnya proses belajar-mengajar para siswa NJIS. Terhambatnya proses belajar mengajar ini menimbulkan kerugian kepada para siswa NJIS, namun kerugian yang dimaksud ini bukanlah sekedar kerugian finansial akibat uang administrasi sekolah yang telah dibayarkan. Lebih dari itu, kerugian yang lebih besar terjadi daripada kerugian finansial, yaitu kerugian tidak

(45)

Frans Hendra Winarta

28

terlindunginya hak asasi manusia para siswa untuk memperoleh pendidikan guna mengembangkan dirinya. Ketentuan mengenai hak asasi manusia untuk memperoleh pendidikan ini telah diatur dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu dalam Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut :

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”

Pengaturan mengenai perlindungan hak asasi manusia untuk memperoleh pendidikan ini juga telah diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU No. 39/1999) dan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU No. 23/2002), yaitu pada Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 49 UU No. 23/2002, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12 UU No. 39/1999:

“Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berahlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.”

Pasal 9 ayat (1) UU No. 23/2002:

“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.”

Pasal 49 UU No. 23/2002:

“Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mem-berikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.”

(46)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 29

Selain itu, secara internasional, pengakuan dan per-lindungan atas hak untuk memperoleh pendidikan ini juga telah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Universal Declaration of Human

Rights dan Pasal 13 ayat (1) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, yang masing-masing berbunyi

sebagai berikut :

Pasal 26 ayat (1) Universal Declaration of Human Rights : “Everyone has the right to education...”.

Pasal 13 ayat (1) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights :

“The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to education. They agree that education shall be directed to the full development of the human personality and the sense of its dignity, and shall strengthen the respect for human rights and fundamental freedoms. They further agree

that education shall enable all persons to participate effectively

in a free society, promote understanding, tolerance and friendship among all nations and all racial, ethnic or religious

groups, and further the activities of the United Nations for the

maintenance of peace.”

Dengan demikian, berdasarkan uraian peraturan di atas, adanya sengketa yang menghentikan sementara proses belajar-mengajar siswa NJIS menunjukkan tidak terlindunginya hak asasi manusia dari para siswa NJIS. Bahkan, sebagaimana diberitakan oleh media massa, ada kekuatiran dari orang tua murid NJIS, bahwa sengketa ini dapat menyebabkan trauma terhadap para siswa NJIS yang akhirnya mempengaruhi perkembangan jiwa para siswa NJIS. Juga adanya spanduk di sekitar sekolah NJIS, yang pada intinya bertuliskan sewa tanah sudah berakhir, dimana hal tersebut menjadi persoalan tersendiri bagi para siswa. Hal ini seakan-akan memberikan kesan adanya situasi mencekam yang terjadi di lingkungan sekolah.

(47)

Frans Hendra Winarta

30

Sekolah sebagai institusi formal mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan pendidikan anak, dimana sekolah merupakan tempat dimana si anak mengikuti kurikulum belajar mengajar dan bertukar pikiran dengan gurunya sehingga tingkat kecerdasan si anak bisa berkembang. Di sekolah, anak tidak hanya mengembangkan pengetahuannya dalam pendidikan formal tetapi juga bisa mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Dengan adanya kejadian ini dan diliburkannya kegiatan belajar-mengajar untuk sementara waktu, tentunya meng-hambat perkembangan para siswa NJIS, dan hal ini tentu bisa diartikan tidak terpenuhinya perlindungan atas hak asasi manusia mereka. Ini merupakan ujian lain dari Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang isunya tidak kalah penting dengan isu hak beribadat umat kristiani HKBP di Ciketing, Bekasi. Pemerintah perlu segera bertindak karena jika hal ini didiamkan saja, akan membawa citra buruk penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Terlebih lagi mengingat beberapa para siswa NJIS adalah merupakan anak yang berasal dari keluarga para Diplomat negara sahabat, sehingga bukan tidak mungkin kejadian ini bisa menjadi pembicaraan di negara asal mereka. Seolah-olah di Indonesia tidak ada perlindungan dan penghormatan atas hak asasi manusia c.q. hak untuk memperoleh pendidikan. Akibat panjang dari citra buruk penegakan hak asasi manusia ini adalah menurunnya kepercayaan investor asing dan bisa menghambat pemulihan kondisi ekonomi Indonesia dari krisis yang berkepanjangan.

Untuk itu, sudah saatnya kita menghormati hak asasi manusia, terutama di era reformasi ini. Hak asasi manusia c.q. hak memperoleh pendidikan tidak bisa dibatasi, dihambat, dikurangi, dirampas dan dihilangkan oleh siapapun, apalagi dikarenakan alasan komersial dan kepemilikan tanah. Kiranya kepentingan komersial bisa dikesampingkan oleh kepentingan pendidikan nasional dalam rangka reformasi dunia pendidikan kita, yang mana saat ini masih tertinggal dari negara-negara

(48)

ADVOKASI dengan Hati Nurani 31

lain. Tanpa sumber daya manusia yang tangguh, terdidik dan berkualitas sulit bagi kita untuk dapat bersaing dengan

bangsa-bangsa lain.

Negara harus turun tangan menjaga ketertiban dan ketenangan belajar para murid NJIS. Polisi sebagai salah satu aparatur negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat bertanggung jawab melindungi proses belajar mengajar para siswa NJIS yang harus tetap berlanjut sampai sengketa dapat diselesaikan, karena hak memperoleh pendidikan adalah hak asasi manusia paling mendasar. Kejadian ini tentunya perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak seperti DPR, DPRD DKI Jakarta, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan pihak terkait lainnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Summarecon mempunyai andil besar di dalam pengembangan kawasan Kelapa Gading sehingga kini kawasan Kelapa Gading diakui sebagai Singapore of Indonesia. Dalam kurun waktu 30 puluh tahun, Summarecon berhasil mewujudkan kawasan Kelapa Gading yang dulu hanya dipandang sebelah mata oleh investor, menjadi Kelapa Gading yang menjadi incaran utama para investor untuk membuka usahanya. Selain itu, Summarecon juga dikenal sebagai pengembang (developer) yang mempunyai konsep “enviroment friendly” dan juga sangat mempertimbangkan nilai-nilai kehi-dupan dari end to end, dimana terdapat segi medis, fasilitas pertokoan, hiburan, obyek wisata boga, dan edukasi, sehingga bisa membuat penghuni yang tinggal atau hanya melewati kawasan tersebut merasa nyaman. Bahkan beroperasinya NJIS sejak tahun 1990 merupakan contoh nyata kepedulian Summarecon terhadap pentingnya edukasi. Kepedulian Summarecon terhadap segi edukasi juga menunjukan bahwa Summarecon tidak melupakan fungsi sosial dari kepemilikan tanah sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dimana bunyinya:

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian terhadap 43 responden yang telah menikah 7 responden belum menikah, 3 responden sudah menikah tapi belum memiliki anak, menghasilkan data valid sebagai berikut..

Pada tahap pertama (2010) penelitian ini berupa penelitian survey di 20 SD dan SMP di Yogyakarta. Teknik pengumpulan datanya dengan pengamatan, wawancara, FGD, dan

Kelainan gigi dan mulut pada penderita penyakit ginjal kronik meliputi hiperplasia gingiva, karies gigi, kalkulus gigi, disgeusia, halitosis, penurunan aliran saliva, uremik

Artikel ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia oleh KSP

Adalah dukungan dari sebuah program yang sederhana, sehingga dengan adanya RSS ini akan memudahkan pengguna untuk menikmati informasi secara cepat dengan cara

Deklarasi dunia tentang Pendidikan Inklusi menuntut tanggap kerja semua komponen lembaga pendidikan untuk melaksanakan tugas dalam melayani anak , khususnya anak

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir yang berjudul

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran matematika yaitu melalui pembelajaran