• Tidak ada hasil yang ditemukan

KE MANCA NEGARA

Dalam dokumen Buku Advokasi Dengan Hati Nurani (Halaman 70-74)

S

etiap kali terbetik berita di media cetak dan elektonik tentang perlakuan tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, kasar dan penyiksaan sampai pembunuhan terhadap TKW/TKI di luar negeri, pemerintah dan masyarakat baru bereaksi, seolah-olah kejadian seperti ini tidak dapat diprediksi sebelumnya. Padahal TKW/TKI yang dikirim keluar negeri khususnya TKW sangatlah rawan terhadap penyiksaan, perlakuan kasar dan tidak manusiawi sampai kepada pemerkosaan, pembunuhan atau penghilangan (disappearance). Sikap reaktif dan impromptu itu sungguh tidak bijaksana mengingat harkat dan martabat bangsa Indonesia dipertaruhkan di negara yang menampung mereka diperantauan karena alasan mencari dan memperoleh pekerjaan guna menyambung hidup mereka, yang di dalam negeri tidak dapat mereka peroleh dengan berbagai alasan ekonomi, sosiologi dan antropologi.

Selayaknya TKW/TKI yang sudah sejak lama dianggap sebagai pahlawan devisa diperhatikan nasibnya oleh pemerintah dan elit negeri ini. Ketidakmampuan menyediakan lapangan kerja bagi sebagian penduduk Indonesia adalah tanggung jawab pemerintah dan elit karena berbagai kekeliruan manajemen, distribusi kekayaan dan ketimpangan sosial. Pihak TKW/ TKI yang dikirim ke manca negara banyak yang tidak dibekali pengetahuan mengenai budaya, kebiasaan, persepsi majikan terhadap TKW/TKI, hubungan kerja, penguasaan bahasa, perlakuan dan pengharapan (ekspektasi) majikan disana dan lain-lain. Oleh karena itu, program pelatihan dan penyuluhan TKW/TKI perlu diadakan agar para TKW/TKI yang mau berangkat ke negara tujuan dibekali pengetahuan tentang budaya, kebiasaan, hubungan kerja, bahasa dan keterampilan

Frans Hendra Winarta

54

yang dapat meminimalisir resiko penganiayaan, penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan harkat dan martabat sebagai manusia, dan pembunuhan. Tanpa pembekalan akan keterampilan (skill), bahasa setempat dan penyuluhan tentang hal-hal yang disebutkan tadi, maka akan rawan atas ketidakpuasan sang majikan yang menggaji mereka, yang bukan tidak mungkin akan berujung pada tindakan-tindakan pelecehan seksual dan kekerasan kepada TKW/TKI. Perlakuan yang tidak manusiawi ini merupakan pelanggaran atas Pasal 5 Universal

Declaration of Human Rights, dan Pasal 7 International Covenant on Civil and Political Rights, yang masing-masing berbunyi sebagai

berikut :

Pasal 5 Universal Declaration of Human Rights :

“No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment”.

Pasal 7 International Covenant on Civil and Political Rights:

“No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific experimentation”.

Disinilah pemerintah kita harus berperan sebagai penyuluh dan pembimbing proaktif para TKW/TKI karena untuk negara berkembang seperti Indonesia peran pemerintah sangat vital untuk memberikan penyuluhan dan bekal sebelum para TKW / TKI dikirim ke negara-negara tujuan seperti Timur Tengah (Saudi Arabia, Jordania, Uni Emirat Arab, dll), Malaysia, Singapura, Hongkong dan Taiwan. Pemerintah harus proaktif memberi perlindungan hukum seperti mengadakan perjanjian bilateral dengan negara penampung TKW/TKI. Menyusun draft kontrak kerja yang dapat melindungi para TKW/TKI, penyuluhan tentang bahasa, kebudayaan, kebiasaan, ekspektasi, hubungan kerja, hak cuti, prosedur pengaduan kalau ada perlakuan melanggar hukum dan kemanusiaan serta hal-hal lain. Selain itu perlu diselidik terlebih dahulu apakah negara tujuan masih mempraktekkan

ADVOKASI dengan Hati Nurani 55

perbudakan dan siapa yang bersalah selama ini sudah diadili dan dihukum. Barangkali kita dapat belajar dari sesama negara ASEAN seperti Filipina dan Thailand yang juga mengirim tenaga kerja keluar negeri tetapi tidak mengalami nasib yang sama.

Semua ini perlu dilakukan terpadu, terprogram, holistik bukan sewaktu-waktu dan reaktif saja karena ini menyangkut kemanusiaan, harkat dan martabat bangsa dan hak asasi manusia para TKW/TKI khususnya hak hidup, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak serta hak atas perlakuan sama dihadapan hukum dan dianggap sebagai subyek hukum dan bukan obyek hukum. Tanpa jaminan tersebut sebaiknya pengiriman TKW/TKI ke negara-negara tertentu yang tidak dapat menjamin adanya perlindungan hukum atas hak asasi manusia serta perlakuan yang wajar dan manusiawi bagi TKW/ TKI dihentikan untuk sementara waktu sampai keadaan kondusif dan pemerintah negara tujuan menjamin perlindungan hukum atas hak asasi manusia serta perlakuan yang wajar dan manusiawi terhadap para TKW/TKI kita.

Penulis pernah membebaskan Salidin Bin Mohammad TKI di Malaysia pada tahun 1991 dari tiang gantungan karena dituduh membunuh seorang warga negara Malaysia dalam suatu perkelahian antarkelompok di Ipoh Kuala Lumpur 1989 lalu, tetapi diputus bebas oleh pengadilan disana karena mempunyai alibi. Tim kemanusiaan IKADIN waktu itu terdiri dari Sudjono, S.H., Frans Hendra Winarta, S.H., John Pieter Nazar, S.H., dan Arno Gautama Harjono, S.H. Pembelaan terhadap Salidin Bin Mohammad dilakukan dengan bekerja sama dengan peguam bela Malaysia atas biaya Tim Kemanusiaan IKADIN dan majikan Salidin.

Memang pengiriman TKW / TKI keluar negeri adalah suatu dilema, di satu pihak mereka dapat memperoleh penghidupan dan pekerjaan yang layak dengan bekerja diluar negeri bahkan dapat membantu menafkahi keluarga mereka di Indonesia, tetapi di lain pihak mereka terancam dengan penyiksaan, pembunuhan, perlakuan tidak manusiawi, pemerkosaan, pelanggaran hukum

Frans Hendra Winarta

56

dan hak asasi manusia lainnya. Tetapi ini bukan tidak ada solusinya selama pemerintah mempunyai “political will” untuk menanggulangi nasib para TKW/TKI di manca negara. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah dapat segera bertindak untuk mengatasi permasalah-permasalahan yang sering dialami oleh TKW/TKI di manca negara selama ini, sehingga tidak terulang kembali di masa mendatang.

(10)

Dalam dokumen Buku Advokasi Dengan Hati Nurani (Halaman 70-74)