• Tidak ada hasil yang ditemukan

(4) PERLUNYA PROTEKSI BERLAPIS

Dalam dokumen Buku Advokasi Dengan Hati Nurani (Halaman 36-44)

BAGI INVESTOR PASAR MODAL

INDONESIA

I

nvestor pasar modal pada dasarnya merupakan pihak yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan transaksi perdagangan efek. Hal ini karena kegiatan tersebut dilakukan oleh perusahaan efek tempat investor tersebut menjadi nasabah atau dengan kata lain, aset investor tidak dikontrol secara langsung oleh investor melainkan oleh perusahaan efek. Namun dengan adanya krisis finansial global saat ini (pasca tahun 1997), status investor menjadi sangat riskan mengingat kemungkinan-kemungkinan terjadinya insolvensi terhadap perusahaan efek yang melakukan pengelolaan terhadap aset investor. Selain itu, krisis finansial global ini juga “memberi” alasan bagi perusahaan efek untuk berbuat curang terhadap aset investor yang dititipkan kepadanya.

Mengambil contoh dalam kasus yang terjadi di dalam Sarijaya Permana Sekuritas (sebuah perusahaan sekuritas yang mempunyai sekitar 8700 nasabah dan 48 cabang) baru-baru ini, dimana terjadi penggelapan aset investor sebesar PT Sarijaya Permana Sekuritas yang diduga dilakukan oleh Komisaris Utama perusahaan efek ini yang menyebabkan investor dalam jumlah besar merugi4. Penggelapan dana investornya diduga sebesar Rp. 240 milliar. Dana investor tersebut digelapkan tanpa diketahui oleh para investor dan setelah terjadi penggelapan ini, BEI mensuspensi transaksi saham atas nama PT Sarijaya Permana Sekuritas5.

Dalam hal ini, investor tidak mempunyai “tameng” untuk melindungi aset mereka apabila terjadi penyalahgunaan aset

4 http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/06/brk,20090106-154011,id. html.

5 http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/01/06/ brk,20090106-154045,id.html.

Frans Hendra Winarta

20

mereka tersebut. Regulasi dari pemerintah pun, baik berupa Undang-Undang Pasar Modal maupun peraturan Bapepam-LK, masih kurang berpihak pada investor karena pada dasarnya dalam kegiatan perdagangan efek, investor harus aktif melindungi dirinya sendiri. Hal ini tentunya merupakan nilai minus Pasar Modal Indonesia dalam menarik investor lebih banyak. Dalam hal ini diperlukanlah semacam konsep perlindungan yang berlapis dalam melindungi kepentingan investor domestik dan asing.

Selama ini, kepentingan investor masih kurang diperhatikan apabila terjadi kelalaian maupun penyalahgunaan terhadap aset mereka yang notabene dititipkan kepada Perusahaan Efek. Jika terjadi dispute, klaim yang mereka ajukan pun seringkali terbengkalai dan memakan waktu yang sangat lama dalam penyelesaian pengembalian aset mereka. Hal ini karena belum adanya prosedur penyelesaian sengketa atas klaim yang diatur secara khusus dalam pasar modal. Dengan demikian, rujukan hukum yang digunakan yaitu hukum acara perdata. Sedangkan melalui prosedur ini (pengadilan), penyelesaian sengketa dapat memakan waktu sampai 5 tahun dari tingkat pertama hingga tingkat akhir dan hal ini diperparah dengan belum adanya jaminan bahwa putusan pengadilan dapat dieksekusi meskipun telah berkekuatan hukum tetap (in kracht), bahkan dalam beberapa kasus dapat digugat kembali karena faktor manipulasi putusan tetap. Oleh karena itu, pengadilan Indonesia yang independen dan imparsial belum tercapai dan hal ini tentunya dapat mengakibatkan investor beresiko menjadi korban.

Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) didi-rikan oleh SROs (BEI, KPEI, dan KSEI) serta asosiasi-asosiasi di lingkungan pasar modal Indonesia untuk menjadi tempat menyelesaikan persengketaan perdata di bidang pasar modal melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan.6 Kehadiran Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) pun sebagai suatu lembaga penyelesaian sengketa tidak berjalan dengan efek-tif. BAPMI pada dasarnya memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa antara perusahaan efek melawan investor, terabaikannya

ADVOKASI dengan Hati Nurani 21

prinsip know your customer, adanya conflict of interest, perusahaan efek yang tidak melaksanakan order/instruksi sesuai dengan instruksi nasabah dan sengketa antar perusahaan efek antara lain pinjam-meminjam uang atau saham, penitipan order antar perusahaan efek ataupun karena pembatalan transaksi oleh bursa. Namun seringkali penyelesaian lewat BAPMI memakan waktu yang lama, tidak efektif dan memakan banyak biaya, hal ini dikarenakan tidak adanya suatu peraturan atau suatu wujud nyata proteksi kepada pemodal.

Berdasarkan uraian di atas, maka sudah saatnya Indonesia memiliki suatu konsep proteksi yang berlapis terhadap dana investor, yang bertujuan untuk melindungi aset investor baik berupa efek maupun dana yang dititipkan pada perusahaan efek. Dikatakan berlapis karena konsep ini merupakan suatu konsep perlindungan kuratif yang baru akan dijalankan ketika bentuk perlindungan preventif yang berkaitan telah dilanggar; misalnya ketika suatu perusahaan efek lalai dalam memisahkan aset investor dengan aset perusahaan efek itu sendiri dalam pembukuannya atau ketika aset investor diperdagangkan oleh perusahaan efek bersangkutan tanpa seijin investor.

Konsep proteksi dana investor ini telah dikenal di berbagai negara. Di Amerika Serikat contohnya, pengaturan mengenai konsep proteksi dana ini telah diatur sejak tahun 1970 bedasarkan

Securities Investor Protection Act of 1970 (SIPA of 1970). Konsep

ini secara internasional dikenal dengan investor protection fund atau compensation fund. Konsep ini merupakan suatu skema yang memberikan perlindungan terhadap resiko yang mungkin terjadi pada perantara pasar (market intermediary).7 Perantara pasar, dalam hal ini yang dimaksud adalah perusahaan efek sebagai pihak yang mengelola aset investor. Sedangkan resiko yang dimaksud adalah resiko terjadinya kelalaian terhadap penanganan aset investor maupun penyalahgunaan aset investor oleh perusahaan efek.

7 Tim Studi Pembentukan Dana Proteksi Pemodal Bapepam-LK, “Laporan Hasil Studi Pembentukan Dana Proteksi Pemodal di Pasar Modal Indonesia”, 2007, hal.ii.

Frans Hendra Winarta

22

Di Amerika Serikat, konsep ini dilaksanakan dalam suatu bentuk organisasi yang bernama SIPC atau Securities Investor

Protection Corporation yang merupakan suatu organisasi

non-profit8 yang anggotanya terdiri dari perusahaan-perusahaan efek yang terdaftar di Securities and Exchange Commission9

yang bertugas melindungi investor jika suatu perusahaan efek mengalami kepailitan dan kemudian menjadi berutang kepada investor atas aset dan efek yang dititipkan kepadanya. Adapun menurut SIPA of 1970, sumber dana utama dari SIPC tersebut diperoleh dari kontribusi para anggotanya. SIPC berusaha melindungi kepentingan investor dengan mengkompensasi investor atas asetnya yang hilang tersebut yang disebabkan oleh kepailitan perusahaan efek yang berujung pada hilangnya rekening investor tersebut. Kompensasi tersebut diberikan oleh SIPC kepada investor dalam batas-batas tertentu. Dengan adanya SIPC ini, maka para investor yang kehilangan asetnya bisa dengan cepat mendapatkan kompensasi atas asetnya dan tidak perlu menunggu bertahun-tahun untuk menyelesaikan sengketa harta tersebut di pengadilan atau bahkan menerima resiko bahwa asetnya tidak akan didapat kembali.10 Perlu juga ditegaskan disini bahwa perlindungan yang diberikan oleh SIPC berdasarkan SIPA of 1970 tidak mencakup perlindungan atas kerugian yang terjadi dalam kegiatan perdagangan efek akibat penipuan maupun kerugian yang terjadi akibat fluktuasi harga efek.

Selain di Amerika Serikat, konsep proteksi dana investor yang serupa juga telah diterapkan di beberapa negara yang berada di kawasan Asia seperti Malaysia, Thailand, Filipina,

8 Securities Investor Protection Act of 1970 :

SEC. 3. [78ccc] SECURITIES INVESTOR PROTECTION CORPO-RATION. (a) CREATION AND MEMBERSHIP.—

(1) CREATION.—There is hereby established a body corporate

to be known as the ‘‘Securities Investor Protection Corporation’’ (hereafter in this Act referred to as ‘‘SIPC’’). SIPC shall be a nonprofit corporation and shall have succession until dissolved by Act of the Congress.

9 (2) MEMBERSHIP.—

(A) MEMBERS OF SIPC.—SIPC shall be a membership corporation the members of which shall be all persons registered as brokers or dealers under section 15(b) of the 1934 Act.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 23

Jepang, dan Hong Kong dengan sistem yang disesuaikan pada masing-masing negara tersebut. Hal demikian menunjukkan ketatnya persaingan di negara-negara kawasan Asia dalam menarik investor-investor masuk ke dalam pasar modal mereka baik investor domestik maupun asing. Akan tetapi, lain halnya dengan Indonesia yang belum menerapkan konsep ini karena belum ada regulasi dalam pasar modal Indonesia yang mengatur mengenai konsep proteksi ini. Walaupun, berkaitan dengan konsep proteksi ini telah diadakan studi oleh tim studi Bapepam-LK pada akhir tahun 2007 lalu mengenai pembentukannya, na-mun sampai saat ini konsep proteksi tersebut belum terealisasikan. Hal inilah yang masih menjadi salah satu kekurangan pasar modal Indonesia dalam persaingannya dengan pasar modal di negara-negara lain khususnya di kawasan Asia Tenggara. Hal ini penting karena tujuan dari konsep proteksi tersebut pada intinya adalah untuk meningkatkan kepercayaan dan gairah investor untuk menginvestasikan dananya dalam pasar modal Indonesia. Dengan semakin banyaknya investor yang berinvestasi maka akan meningkatkan likuiditas pasar modal Indonesia dimana likuiditas yang tinggi akan berpengaruh baik pada perekonomian Indonesia yang dalam hal ini tentunya mempunyai dampak positif dalam menghadapi krisis finansial global yang juga berimbas pada Indonesia. Oleh karena itu, untuk menunjang iklim pasar modal Indonesia yang lebih baik dan membantu meningkatkan tingkat persaingan pasar modal Indonesia di level internasional, serta secara khusus membantu melindungi investor dari dampak krisis finansial global terhadap perusahaan efek, maka sebaiknya konsep proteksi dana investor tersebut segera direalisasikan dan diterapkan.

Hal ini juga diperkuat dengan rencana konsep ASEAN Linkage. Beranjak dari pertumbuhan mekanisme, pasar modal berkembang dengan sangat cepat, termasuk dalam skala global. Rencananya dalam beberapa tahun mendatang akan dilakukan integrasi skala besar yang melibatkan pasar modal di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam yang dinamakan ASEAN Linkage.

Frans Hendra Winarta

24

Konsepnya adalah untuk menggabungkan perusahaan terbuka dari 6 negara ASEAN tersebut untuk dapat ditransaksikan efeknya di dalam satu bursa. Pembentukan ini tentunya bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan terbuka yang ada di seluruh negara yang berpartisipasi tanpa memberikan kerugian pada pasar bursa domestik di masing-masing negara. Akan tetapi masih terdapat beberapa kendala, antara lain keseragaman hukum, currency, dan sarana pasar yang berbeda satu sama lain dan keseragaman infrastruktur.11 Berangkat dari hal ini kita dapat melihat bahwa pada dasarnya regulasi pasar modal negara kita sendiri haruslah dibenahi, terutama menyangkut regulasi yang memberikan perlindungan lebih bagi investor, dimana di Indonesia belum diterapkan secara nyata. Ini tentunya merupakan tantangan bagi pasar modal kita, dimana tentunya pembentukan lembaga independen semacam SIPC merupakan salah satu jalan untuk memperkuat struktur regulasi pasar modal Indonesia dan tentunya memberikan rasa aman bagi investor baik investor asing maupun investor domestik dalam melakukan transaksi efek dalam pasar modal kita, serta mensetarafkan tingkat perlindungan investor pasar modal Indonesia ke level internasional.

Solusi yang diperlukan dalam hal ini poin pertama adalah dengan mengeluarkan peraturan baru oleh pemerintah untuk mengatur pendirian dari suatu organisasi independen yang terdiri dari perusahaan efek yang bertugas untuk melindungi investor jika suatu perusahaan efek pailit dan menjadi berutang atas efek atau aset yang dititipkan padanya dengan cara menghimpun dana yang digunakan sebagai jaminan. Dana yang dihimpun diambil berdasarkan presentase pendapatan investasi dari masing-masing perusahaan efek yang menjadi anggotanya. Dengan demikian, perusahaan efek besar maupun kecil dapat ikut berkontribusi sesuai bagian mereka masing-masing dan melindungi nasabah mereka. Namun yang menjadi pertanyaan dalam hal ini adalah kesiapan pasar modal Indonesia dalam

11 http://www.republika.co.id/koran/126/35309/Menunggu_Bursa_ASEAN_ Terintegrasi.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 25

menerapkan konsep proteksi ini karena hal ini akan memberikan kewajiban lebih bagi perusahaan efek untuk mengkontribusikan sebagian dari pendapatan investasinya sebagai salah satu sumber dari dana yang akan digunakan untuk menjalankan konsep proteksi tersebut. Akan tetapi, hal ini sebenarnya tidak merugikan perusahaan efek secara substansial karena jumlah investor akan menjadi semakin tinggi dengan adanya jaminan perlindungan baru atas aset mereka.

Dalam organisasi independen ini juga sebaiknya ditu-gaskan auditor independen yang betugas untuk memastikan kesesuaian kontribusi perusahaan efek dengan pendapatan investasi mereka. Lalu sebagai bahan rujukan, kita dapat melihat contoh yakni tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perbankan, dimana pengaturan mengenai lembaga penjamin ini diatur dalam bentuk Undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS sendiri memberikan jaminan maksimum sebesar Rp. 100 juta untuk tiap nasabahnya apabila bank yang bersangku-tan pailit. Hal inilah yang patut dicontoh di dalam pembentukan konsep proteksi dana dalam pasar modal tersebut, yakni dalam hal penentuan jumlah maksimum yang dapat diklaim karena hal ini berguna untuk melindungi kepentingan investor-investor kecil yang dirugikan. Poin yang kedua adalah profesionalisme dari peserta organisasi independen itu sendiri yang anggotanya harus merupakan Perusahaan Efek yang kompeten. Organisasi yang beranggotakan perusahaan efek tersebut juga sebaiknya bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Lalu poin ketiga adalah pemberian sanksi yang sangat berat terhadap pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh Perusahaan Efek yang menjadi peserta penjaminan, antara lain apabila Perusahaan Efek tidak memberikan kontribusi sesuai kewajiban mereka dikarenakan penipuan atau tindakan lainnya.

(5)

Dalam dokumen Buku Advokasi Dengan Hati Nurani (Halaman 36-44)