• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAYANAN PUBLIK

Dalam dokumen Buku Advokasi Dengan Hati Nurani (Halaman 50-60)

P

elayanan publik yang baik oleh aparat birokrasi tidak selalu harus bersinggungan dengan tindak pidana korupsi atau manipulasi keuangan untuk memperkaya diri. Banyak pelayanan publik yang disubkontrakan kepada pihak swasta justru memperbaiki citra dan meningkatkan kualitas pelayanan publik instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Namun, saat ini di Indonesia belum ada kebijakan yang pasti dari pemerintah apakah suatu pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab suatu instansi pemerintah dapat atau tidak dapat dikontrakan. Hal ini seringkali menimbulkan kontroversi dan perdebatan publik yang berkepanjangan dan menyerap banyak energi dan waktu. Padahal program pembangunan semesta perlu diimbangi adanya efisiensi, kecepatan, efektivitas dan tidak bertele-tele.

Mengingat belum adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah mengenai hal tersebut, maka masalah sistem administrasi badan hukum (sisminbakum) menjadi begitu marak diperdebatkan sampai kepada masalah penegakan hukum. Apakah sisminbakum yang disubkontrakan kepada swasta c.q PT Sarana Rekatama Dinamika (PT SRD) itu termasuk kategori tindak pidana korupsi, telah menjadi polemik berkepanjangan sampai menyebabkan Jaksa Agung Hendarman Supandji dituding tidak sah menjabat sebagai Jaksa Agung dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Padahal, para notaris dan pengusaha merasakan manfaat sisminbakum yang memotong jalur panjang birokrasi yang penuh intrik, pungutan liar dan bertele-tele, dimana dalam satu minggu, urusan pendaftaran badan hukum seperti perseroan terbatas dan yayasan dapat rampung. Hal ini tentunya berbeda jika dibandingkan berbulan-bulan pada

Frans Hendra Winarta

34

masa lalu. Namun, para penegak hukum khususnya Kejaksaan Agung menganggap penyelenggaraan proyek sisminbakum ini merugikan keuangan negara. Sebaliknya pihak yang dituding bersikukuh dengan menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan proyek sisminbakum tidak ada kerugian atas keuangan negara dan tidak bertentangan dengan hukum, sehingga proyek sisminbakum bukanlah merupakan tindak pidana korupsi.

Melihat kepada kepuasan publik dan para notaris, jelas proyek sisminbakum memuaskan dan memberikan pelayanan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Terdapat dugaan bahwa perkara sisminbakum telah direkayasa oleh para penegak hukum dan santer terdengar di DPR dan diantara para pengamat, walaupun terdapat pro dan kontra. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengambil sikap dalam meningkatkan pelayanan publik yang baik dan cepat. Di Australia sebagai misal, jasa pos atau pengiriman surat diserahkan kepada swasta dan masyarakat puas atas pelayanan itu. Saat ini terdapat rencana, dimana jasa perkereta-apian akan diserahkan kepada swasta asing di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan angkutan darat c.q kereta api sebagai jasa angkutan massal yang vital bagi masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah. Hal tersebut dilatarbelakangi banyaknya kecelakaan dan ditutupnya beberapa rute karena merugi serta keterlambatan jadwal keberangkatan kereta api, dimana hal itu menjadi isu sentral dan bukti lemahnya kebijakan pelayanan publik di Indonesia. Belum lagi kalau dibicarakan bagaimana pelayanan air minum yang jauh dari bermutu dan higienis, maka perlu pembenahan menyeluruh dalam kebijakan pelayanan publik di Indonesia. Sisminbakum ditengarai sebagai tidak melawan hukum, tidak merugikan keuangan negara, tidak memperkaya seseorang atau badan hukum, dan malahan bermanfaat bagi masyarakat, sehingga sulit untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 35

Untuk mencegah polemik berkelanjutan yang meng-habiskan waktu dan energi, sebaiknya pemerintah mengambil langkah konkrit dan tegas untuk memperbolehkan instansi pemerintah mensubkontrakan jasa-jasa pelayanan publik tertentu kepada swasta dan penanaman modal asing demi kesejahteraan rakyat. Selama itu tidak membebani keuangan negara (APBN) dan mendatangkan banyak manfaat bagi rakyat, maka kebijakan itu perlu diambil, sehingga rekayasa kasus seperti diduga terjadi dalam perkara sisminbakum sebagai tindak pidana korupsi tidak akan terjadi lagi di kemudian hari. Pelayanan publik yang baik tidaklah identik dengan tindak pidana korupsi. Suatu hal yang penting adalah bagaimana pengawasan itu harus dilakukan secara ketat dan terorganisir. Selama kebijakan itu tidak melanggar hukum dan tidak merugikan keurangan negara, maka swasta dapat berperan dalam meningkatkan pelayanan publik. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mempunyai mata dan telinga yang jeli yang tersebar dimana-mana.

(7)

RENCANA PEMINDAHAN

IBU KOTA REPUBLIK INDONESIA

DARI DKI JAKARTA KE PALANGKARAYA

D

KI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan pere-konomian utama di Indonesia. Berbagai jenis kegiatan per-dagangan dan industri penting dari berbagai sektor berhasil menarik para investor untuk menanamkan modalnya di DKI Jakarta. Mengingat DKI Jakarta adalah sebagai pusat ekonomi dan pusat pemerintahan, maka bukanlah suatu hal yang aneh apabila DKI Jakarta menjadi kota dengan jumlah penduduk terbanyak dibandingkan dengan kota-kota besar lain di Indonesia. Hampir semua lahan yang ada di DKI Jakarta sudah dipadati oleh bangunan-bangunan. Selain itu dengan bertambahnya jumlah volume kendaraan yang tidak diimbangi dengan penambahan jalan umum membuat kemacetan dan kepadatan lalu lintas yang terjadi di DKI Jakarta menjadi semakin parah. Hal ini tentunya menyebabkan ruang gerak dan mobilitas para penduduk DKI Jakarta menjadi sangat terbatas dan lamban.

Adapun jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010, menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) diperkirakan berjumlah 9,5 juta jiwa. Kepadatan penduduk ini tentunya sangat mempengaruhi kinerja dan produktifitas warganya baik yang bekerja di sektor pemerintahan maupun swasta. Selain itu kepadatan penduduk tersebut di atas juga mengakibatkan tidak berimbangnya penyediaan sarana dan prasarana kota dengan jumlah lahan yang tersedia di DKI Jakarta sehingga hal tersebut dapat menimbulkan potensi konflik dalam penggunaan ruang.

Berikut ini beberapa akibat yang ditimbulkan dari ke-padatan penduduk DKI Jakarta, antara lain :

Frans Hendra Winarta

38

1. Kepadatan lalu lintas di DKI Jakarta akan semakin padat dan pada tahun 2015 diperkirakan akan terjadi kemacetan total yang dapat melumpuhkan DKI Jakarta;

2. Dengan kemacetan yang semakin parah dan ditambah dengan jauhnya jarak tempuh/perjalanan antara tempat tinggal dengan tempat orang tersebut bekerja, dapat menimbulkan gangguan baik secara fisik maupun psikis yang bersangkutan;

3. Banjir dan kekeringan akan semakin meningkat karena daerah resapan air terus berkurang;

4. Pusat pembangunan menjadi tidak merata karena kegiatan pembangunan dan perekonomian terpusat di DKI Jakarta; 5. Jumlah penduduk yang semakin padat tidak diimbangi

dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia sehingga berpotensi menjadi penyebab meningkatnya angka kejahatan/ kriminalitas di DKI Jakarta;

Kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan khususnya di DKI Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan. Penduduk DKI Jakarta hampir setiap tahun mengalami pertambahan, salah satu penyebabnya adalah terus meningkatnya arus urbanisasi dari daerah lain ke DKI Jakarta. Arus urbanisasi ini disebabkan karena DKI Jakarta berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, selain itu juga karena kurangnya pemerataan pembangunan di daerah-daerah sehingga seluruh kegiatan maupun aktifitas perekonomian terpusat di DKI Jakarta.

Dengan begitu banyak fungsi yang diemban DKI Jakarta yaitu pusat pemerintahan, pusat perdagangan, keuangan, dan industri telah mendorong lahirnya wacana untuk melakukan pemindahan ibu kota negara ke kota lain. Peran yang dimiliki oleh DKI Jakarta sebaiknya diubah, mengingat keadaan di DKI Jakarta pada saat ini dan yang akan datang. Pusat pemerintahan dan pusat perekonomian sebaiknya tidak berada di dalam satu kota, sebaiknya DKI Jakarta hanya sebagai pusat perekonomian saja, sedangkan pusat pemerintahan di kota lain. Jika langkah pemindahan ini tidak segera dipikirkan, kondisi DKI Jakarta akan semakin tidak teratur dan akan menimbulkan implikasi hancurnya lingkungan hidup di DKI Jakarta.

ADVOKASI dengan Hati Nurani 39

Pemisahan antara pusat perekonomian dengan pusat pemerintahan tentunya membawa dampak terutama bagi pusat pemerintahan, dimana suasana di pusat pemerintahan tidaklah seramai di pusat perekonomian. Hal ini berdampak kepada efisiensi kerja dari pemerintah, dimana mobilitas antar departemen tentunya dapat lebih mudah karena tidak terhambat kemacetan lalu lintas. Selama ini yang terjadi adalah kurangnya mobilitas antar departemen, dimana dari satu departemen ke departemen lainnya memerlukan waktu perjalanan yang cukup lama karena terhambat kemacetan lalu lintas. Hal ini tentunya dapat menyebabkan menurunnya kinerja dan produktifitas dari suatu instansi maupun lembaga negara.

Saat ini timbul kembali wacana untuk memindahkan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke kota lain. Sebenarnya, wacana pemindahan ibu kota negara bukanlah hal baru. Pemerintah Hindia Belanda pernah mempersiapkan untuk memindahkan ibu kota dari Batavia ke Bandung, tetapi rencana ini gagal. Kemudian ketika masa revolusi, Ibu Kota Negara Republik Indonesia pernah pindah ke Yogyakarta dan Bukittinggi, Sumatera Barat. Namun setelah itu dikembalikan kembali ke DKI Jakarta. Presiden Soekarno sendiri pernah mewacanakan untuk memindahkan ibu kota negara ke Palangkaraya, tetapi belum sempat terealisasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan wacana pemindahan ibu kota negara antara lain: kota yang akan dijadikan ibu kota negara memiliki tata kota yang baik dan menunjang kegiatan pemerintahan, jarak antara kota DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian dengan kota pusat pemerintahan yang baru tidak terlalu jauh, kondisi alam yang relatif aman, faktor sosial-kultural dari kota yang baru, dan perlunya dana yang besar untuk proses pemindahan ibu kota negara.

Salah satu daerah yang difavoritkan untuk menjadi ibu kota menggantikan DKI Jakarta, adalah Palangkaraya (Kalimantan Tengah). Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pemindahan ibu kota ke daerah lain yang masih berada di dalam Pulau Jawa adalah kurang efektif, mengingat kecepatan

Frans Hendra Winarta

40

pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa. Oleh karena itu, usulan Kota Palangkaraya untuk menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia dianggap paling realistis. Palangkaraya sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah yang terletak di bagian tengah Indonesia, tepat untuk dijadikan ibu kota negara karena secara geografis sangat strategis. Palangkaraya memiliki fungsi sebagai pusat pembangunan Wilayah Bagian Tengah, menjadikan kota ini sangat strategis. Letaknya yang sangat luas ditunjang dengan potensi sumber daya alam yang tinggi beserta hutan yang lebat, memberikan peluang untuk dijadikan hutan kota yang melindungi udara dari polusi dan kerusakan lahan. Selain itu, Palangkaraya juga memiliki potensi untuk pengembangan mulai dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada termasuk hutan, peningkatan sarana pendidikan dan kesehatan, serta sarana infrastruktur perhubungan seperti jalan, bandara, dan lain-lain.

Adapun topografi Kota Palangkaraya relatif datar, sebagian besar merupakan dataran rendah berawa dengan ketinggian 15 sampai 35 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kota Palangkaraya sekitar 2.678,51 kilometer persegi merupakan kota terluas di Indonesia. Dengan penduduk tercatat 193.251 jiwa pada tahun 2005, perkembangan penduduk Palangkaraya tidaklah sepesat perkembangan seperti di kota-kota besar. Selain itu, secara geografis Pulau Kalimantan adalah daerah yang aman dari gempa dan wilayah Palangkaraya dekat dengan perbatasan dengan negara lain. Hal ini tentunya akan membuat pemerintah pusat lebih memperhatikan daerah-daerah atau wilayah-wilayah perbatasan. Faktor di atas dapat mendukung Palangkaraya untuk dijadikan salah satu calon Ibu Kota Negara Republik Indonesia yang baru.

Dengan dipindahkannya pusat pemerintahan ke kota di luar Pulau Jawa diharapkan pembangunan di daerah bersangkutan dapat berkembang dan memajukan daerah tersebut. Kemudian juga diharapkan adanya pemerataan penduduk, sehingga tidak berpusat hanya di Pulau Jawa saja. Pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke Palangkaraya secara otomatis

ADVOKASI dengan Hati Nurani 41

pasti menimbulkan akibat peningkatan pembangunan di daerah tersebut, yang pada gilirannya juga akan meningkatkan pembangunan di daerah-daerah sekitar Palangkaraya. Selain itu, diharapkan akan tercapai pembangunan berimbang antara wilayah timur dan barat Indonesia. Sehingga sebagian penduduk DKI Jakarta dan pada umumnya penduduk yang tinggal di Pulau Jawa dapat berpindah ke Palangkaraya, dan program transmigrasi dapat berjalan secara efektif terutama di daerah-daerah sekitar Palangkaraya.

Pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke Palangkaraya tentunya berakibat pada perpindahan infrastruktur pemerintahan seperti Istana Negara, Istana Merdeka, Gedung MPR/DPR, kantor Kedutaan Besar Negara sahabat, kantor departemen-departemen pemerintah, kantor-kantor lembaga negara, dan segala infrastruktur penunjang lainnya. Selain itu, juga perlu dipersiapkan infrastruktur yang harus dimiliki oleh sebuah ibu kota seperti adanya jalan raya yang dapat diakses oleh transportasi dari setiap daerah di sekitar Palangkaraya menuju Palangkaraya. Adanya pemisahan antara pusat perekonomian dengan pusat pemerintahan juga dapat men-datangkan keuntungan dalam hal faktor keamanan, misalnya apabila terjadi gejolak politik di pusat pemerintahan yang berbentuk demonstrasi yang melibatkan ribuan massa atau malahan yang berpotensi menimbulkan bentrokan di antara kedua belah kelompok massa yang berseberangan, maka hal itu tidak mengganggu aktifitas perekonomian karena pusat pemerintahan dan pusat perekonomian berada di dua kota yang terpisah.

Bahwa pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke daerah atau wilayah lainnya tentunya membutuhkan anggaran atau dana yang sangat banyak. Oleh karena itu, wacana pemindahan ibu kota harus dikaji lebih lanjut dan diteliti dari berbagai aspek agar hal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak maupun masyarakat luas. Selain itu, solusi atau wacana pemindahan ibu kota jangan hanya dipandang sebagai puncak emosi dan

Frans Hendra Winarta

42

cara akhir yang ditempuh untuk menyelesaikan kompleksnya masalah kepadatan penduduk yang terjadi di DKI Jakarta.

Apabila Ibu Kota Negara Republik Indonesia dipin-dahkan ke Palangkaraya, maka hal tersebut tidak menyebabkan perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan Ibu Kota yaitu Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:

“Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota negara”.

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 hanya menyebutkan bahwa sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dilaksanakan di ibu kota negara, dan tidak disebutkan “dilaksanakan di Jakarta”. Sehingga apabila Ibu Kota Negara Republik Indonesia dipindahkan ke Palangkaraya hal itu tidak menyebabkan perubahan UUD 1945.

Perpindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke Palangkaraya hanya akan menyebabkan perubahan undang-undang antara lain UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan di dalam UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004, terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara sehingga perlu direvisi, antara lain Pasal 226 UU No. 32 Tahun 2004, dan Pasal 227 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang terkait dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibu kota. Perubahan undang-undang tersebut juga harus disertai dengan pembentukan undang-undang yang menyatakan kota Palangkaraya sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dan undang-undang yang mengatur status Kota Palangkaraya sebagai daerah khusus ibu kota, sedangkan status DKI Jakarta akan berubah dengan tidak berstatus sebagai daerah khusus ibu kota tetapi sebagai provinsi.

(8)

Dalam dokumen Buku Advokasi Dengan Hati Nurani (Halaman 50-60)