• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rama Bargawa Karya D. Jayakusuma

Adegan XXV

(Pentas belakang terang, muncul Petruk, Gareng, dan Bagong)

Petruk : Menurut Semar yang

maha tahu

segera datang seorang tamu.

Gareng : Pedagang atau bangsawan?

Bagong : Katanya anak pendeta ex raja.

Petruk : Yang bekas raja itu pendeta

atau anaknya?

Bagong : Anak jadi raja, pendetanya jadi ex.

Gareng : Kalau mendengar yang gamblang, kalau bicara yang terang. Kelompok yang dipimpin oleh Teguh Karya ini, semula bernama Teater Populer Hotel Indonesia. Anggota awalnya berjumlah sekitar 12 orang, berasal dari ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia), mahasiswa dan para teaterwan independen. Mereka mempersiapkan diri sejak awal 1968 dan berlatih di panggung Ballroom Hotel. Manajemen kelompok ini memang berpayung di bawah Departemen Seni & Budaya Hotel Indonesia.

Jangkauan utama kelompok ini adalah menanamkan apresiasi teater terhadap masyarakat dengan pendekatan bertahap. Gebrakan demi gebrakan telah berhasil menggaet sekitar 3000 peminat yang bersedia menjadi penonton tetap dengan membayar iuran. Produktivitas kelompok ini luar biasa. Untuk masa dua tahun, Teater Populer HI sanggup menggelar produksi panggung sekali sebulan. Di dalam proses perjalanannya, kelompok ini kemudian memisahkan diri dari manajemen Hotel Indonesia dan mengubah nama grup menjadi Teater Populer.

Karya-karya pentas yang dianggap kalangan kritikus sebagai puncak eksplorasi kelompok ini, antara lain; Jayaprana karya Jef Last, Pernikahan Darah karya Federico García Lorca, Inspektur Jendral karya Nikolai Gogol, Woyzeck karya Georg Büchner, dan Pilihan Dewa karya Bertolt Brecht, semuanya disutradarai Teguh Karya.

Kegiatan Teater Populer bukan hanya di panggung, melainkan juga di televisi. Pada tahun 1971, kelompok ini melahirkan sebuah karya ilm berjudul Wajah Seorang Laki-laki. Sejak saat itu, teater-ilm-televisi, merupakan bagian kegiatan yang tak terpisahkan dari kelompok ini.

Banyak nama mencuat lewat kelompok ini. Selain, tentu saja, Teguh Karya, yang kemudian dianggap sebagai guru teater dan ilm Indonesia saat ini, lahir pula Slamet Rahardjo Djarot, Christine Hakim, Franky Rorimpandey, George Kamarullah, Henky Solaiman, Benny Benhardi, Niniek L. Karim, Sylvia Widiantono, Dewi Matindas, Alex Komang, dan lain-lain.

Sumber: www.id.wikipedia.org

Sumber: www.suaramerdeka.com

Bagong : Aku ini bicara tegas, sebab itu pasti jelas, tegasnya aku sendiri tidak jelas.

Petruk : Siapa yang ex raja, atau ex

pendeta, atau ex anak tidak penting, yang penting kita harus menerimanya, kita dijadikan protokol. Kita kol bersaudara. Semar jadi dongkol.

Gareng : Memang aku antikol. Aku pro

kangkung, ditambah hidung, di-tambah petis yang agak manis ...

Petruk : Jangan main-main. Amanat

orangtua. Supaya tamu merasa dihormati, yang menerima harus setaraf dengan dia. Kalau dia bangsawan, kita juga bangsawan.

Bagong : Cocok. Aku komedi bangsawan. Aku jin Afried: La, la....

Gareng : Ya, Pangeran Ommelet. Pangeran sudah adu jangkrik?

Bagong : Aku kok tidak ditanya?

Petruk : Bagaimana Tuanku Baron

Bagong?

Bagong : Baik-baik. Terima kasih, Pangeran Pailit. Namaku Baron Bagong de Bawor.

Adegan XXVI

(Bergawa datang)

Gareng : Ah, tamu kita datang. Selamat datang! Saudara ini raja atau tukang kayu?

Bergawa : Saya Rama Bergawa alias Rama Parasu.

Petruk : Tambah Seri Paduka.

Bergawa : Maaf Tambah Seri Paduka. (Pada Petruk). Ini raja?

Gareng : Berapa kali sudah menghina. Tapi tidak apa. Ini cuma sandiwara. Saya raja negeri kurang tahu, darahku biru, buat transfusi tidak laku.

Bergawa : Maaf, Seri Paduka mengapa pincang?

Gareng : Pincang? Masalah gampang.

Sebentar mengarang. Ini gara-gara kerang. Waktu ibu saya mengandung.

Bagong : Mengandung!

Gareng : Supaya yang diam, Baron.

Waktu ibuku mengandung waking tabu... waking wang?

Bergawa : Apa itu waking wang?

Gareng : Sorry. Tidak kenal bahasa Kawi? Maksudnya badannya saya. Dia iseng makang kerang di restoran ngangkang ....

Bergawa : Pantas, Seri Paduka seperti kerang.

Gareng : Ya, kerang. Perlu kerang? Berapa kilo?

Bergawa : Terima kasih, lain kali. Ini yang bundar?

Bagong : Perkenalkan! Saya Baron Bagong de Bawor de Belangsetan, keturunan kesepuluh dari maharaja diraja, keturunan raja disinga, tanpa di. Mengapa bundar? Terlalu banyak obat dan gas. Sebentar lagi aku akan melayang seperti balon; ngalor, ngidul, ngetan, kembali kulon. Mau kelon?

Gareng : Sudah tolol adu okol. Kita harus raja, pangeran, dan baron.

Petruk : Betul. Sekarang bagi-bagi titel. Kang Gareng yang tua jadi raja. Aku jadi pangeran.

Bagong : Setuju. Aku jadi Baron de Bagong. Lha, Pak Semar jadi apa?

Petruk : Dia mestinya, ya, jadi kaisar.

Bagong : Cocok. Semar mbokne Parto.

Gareng : Mbokne Parto bagaimana?

Bagong : Itu yang selalu garuk-garuk pe-rutnya. Orang kecil.

Petruk : O, Bonaparte. Nah, itu orangnya datang. Awas! (Pada Gareng). Seri Paduka apa sudah mandi pagi ini?

Gareng : Sudah Pangeran. (Berbisik). Siapa namamu? Sudah tiga kali.

Bergawa : Sangat mengagumkan. Dan tuan panjang ini?

Petruk : Pangeran. Pangeran pengkalan bambu bambungan– Satria 100 persen. Boleh ditawar.

Bagong : 75 persen.

Gareng : 25 persen.

Petruk : 50 persen. Jadi? Jadi. 50 persen. Nah, Grap Barbara ....

Bergawa : Rama Bergawa alias Rama

Paras.

Petruk : Baik Rama Bergawa, hari ini kau, kami angkat jadi Grap Parabagawa di Barbasu de Bakso. Grap tentu ingin audiensi menghadap seri paduka yang mulya lagi bijak bestari asmara terpendam di keranjang sampah.

Bergawa : Kalian ini bangsawan atau badut-badut yang tidak lucu?

Adegan XXVII

(Semar datang sambil tertawa terkekeh-kekeh).

Semar : Maafkan saya, anak-anak saya. Memang agak kurang ajar, walau sudah berkali-kali dihajar tanpa bayar. Saya ini Semar, budak biasa, budaknya Prabu Rama saja, tidak pakai embel-embel.

Bergawa : Jadi namanya Rama– saja tidak pakai embel-embel.

Semar : Maksud saya Rama saja, thok, doang. Dia bukan Rama Barbawa-bawa.

Petruk : Juga bukan Bar ngangsu di kali baru.

Gareng : Bukan pula Bar ngawur di kali tawur.

Bagong : Juga bukan Bar Bir di tempat parkir.

Semar : Sudah siap menghadap majikan

saya?

Bergawa : Lekas bawa dia kemari.

Gareng : Jangan omong asal omong.

Petruk : Salah omong bisa monyong.

Bagong : Sekali monyong minta lontong.

Bergawa : Sekali lontong.... gila. Biar aku ke sana.

Semar : Tunggu saja di sini dengan sabar.

Adegan XXVIII

Semar pergi.

Gareng : Dan jangan berani kurang ajar.

Petruk : Lebih baik berdamai, kompromi.

Bagong : Tapi bayar uang administrasi. Uang semir juga jadi. Mau plesir? Aku ladeni.

Bergawa : Bawa dia lekas kemari. (Bargawa mengangkat kapaknya. Gareng, Petruk dan Bagong memasang kuda-kuda pendak, bokser, dan gulat).

Adegan XXIX

(Rama Wijaya diantar Semar. Rama Wijaya tidak

membawa senjata).

Rama Wijaya : Kamu sekalian, pergi.

Gareng : Yang hati-hati.

Petruk : Harus ada saksi.

Rama Wijaya : Sudahlah, pergi sana!

Bagong : Sisa makanan masih ada?

Semar : Masih banyak, ayo!

(Semar dan anak-anaknya pergi. Tinggal Rama Wijaya

dan Rama Bergawa berhadapan).

Adegan XXX

(Rama Wijaya dan Rama Bergawa berhadapan).

Rama Wijaya : Sama awalnya, lami akhirnya sama namanya, lami gelarnya semoga dewa melindungimu sehat-sehat di hadapanku?

Rama Bergawa : Terima kasih atas sambutanmu sudah lama aku ingin bertemu dengan orang menyamai namaku.

Rama Wijaya : Aku senang berjumpa muka dengan Bergawa Parasu Rama

begitu tersohor di dunia.

Rama Bergawa : Kita berjumpa mengadu senjata mengapa datang bertangan hampa?

Rama Wijaya : Kau datang hendak membunuh aku datang menerima tamu seperti galibnya tuan rumah terhadap tetamu harus ramah. Kau datang mencabut nyawa

aku serahkan dengan rela.

(Rama Wijaya berlutut di depan Rama Bergawa,

mengalungkan lehernya).

Rama Bergawa : Ini bukan keramahan tapi jelas penghinaan.

Rama Wijaya : Aku bermaksud tidak melawan karenanya aku hampa tangan. Aku sadar dosaku sangat banyak sudah layak jadi sasaran kapak atau Bargawastra yang sakti akan

mengantar aku kembali ke asalku yang sejati.

(Rama Wijaya menung, kemudian ia kembali tegak,

sedang Rama Bergawa terdiam).

Rama Wijaya : Dunia tabu akan hasratmu menggantikan Yamadipati. Penuhi hasratmu jangan ragu

masih banyak tugasmu menanti. (Bergawa ayunkan kapak. Rama

mengelak. Kapak mengenai tanah, tangkainya patah jadi dua, Bergawa heran). Jumlah satria tak terbilang jangan biarkan waktu terbuang.

Kau mau bersihkan dunia laku-kanlah dengan segera.

(Bergawa memasang tali pada busur. Mendadak tali

putus. Dengan kesal busur dilempar ke tanah). Mengapa tanggalkan senjata? Badanmu kuat sentausa tanganmu berotot baja cukup dengan mencekik saja.

Chorus:

Rama Bergawa diam membisu menyadari tindakannya keliru. Ia ingin bersihkan dunia dari satria murang tata.

Solo

Tiap apa dilakukannya? Tiap satria dibunuhnya bahkan juga perempuan dan bayi dalam kandungan.

Rama Wijaya : Tugasmu belum selesai belum terdengar lonceng usai masih banyak satria berkelana tak terbilang keturunannya.

Angkat senjata

bunuh semua

bunuh aku

dan dirimu

karena kau laki-laki dan satria lagi.

Baru sesudah tiada lagi seorang insan di dunia ini boleh kau tanggalkan senjata boleh kau menepuk dada telah terpenuhi sumpahmu keji.

(Rama Bergawa bertekuk lutut di hadapan Rama

Wijaya. Cahaya dipusatkan pada kedua tokoh itu).

Chorus

Anak satria adalah satria tapi satria dan satria ada berbeda.

Solo

Perbuatan, perbuatan itulah nilai dan ukuran. Maunya membersihkan dunia

nyatanya ia mengotorinya.

Chorus

Bila dipimpin benci dan dendam pandangan tajam menjadi buram hati nurani tenggelam dalam.

Sumber: Horison, Kitab Nukilan Drama

3. Sampaikanlah hasil analisis perwatakan, tema, dialog, amanat, dan konflik yang ada dalam penggalan naskah drama tersebut. 4. Selain itu, buatlah rangkuman atau isi pementasan dialog drama

tersebut.

5. Sampaikanlah rangkuman Anda untuk ditanggapi oleh teman-teman.

Mengenal Ahli Bahasa

Dendy Sugono, lahir pada 1949 di Banyuwangi. Ia mendapatkan gelar sarjana pendidikan dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Malang tahun 1974 dan meraih gelar doktor bidang linguistik di Universitas Indonesia tahun 1991 dengan disertasi "Pelesapan Subjek dalam Bahasa Indonesia". Sejak tahun 1976, ia bekerja di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Ia pernah mengikuti post graduate training programme for general and Austronesian Linguistics di Universitas Leiden, Negeri Belanda tahun 1981–1982. Ia juga pernah belajar di Universitas Johann Wolfgang Goethe, Frankfurt Am Main, Jerman, dalam rangka penulisan disertasi tahun 1986 dan 1987.

Buku yang ditulisnya antara lain Petunjuk Penulisan Karya llmiah (bersama Panuti Sudjiman), Verba Transitif Dialek Osing: Analisis Tagmemik, Klausa Tansubjek dalam Ragam Bahasa Jurnalistik, serta Verba danKomplementasinya

(bersama Titik Indriastini).

1. Wawancara merupakan percakapan antara dua orang. Seorang yang bertanya dan seorang yang menjawab. Proses wawancara tidak jauh berbeda dengan percakapan sehari-hari yang sering Anda lakukan.

2. Terdapat dua tipe perilaku dalam kegiatan mendengarkan/ menyimak wawancara, yaitu sebagai berikut.

a. Menyimak Faktual

Menyimak faktual berarti menangkap serta memahami fakta-fakta, konsep-konsep, serta informasi yang disampaikan pembicara. Pada saat kita menyimak, kita mencoba menangkap ide-ide pokok, gagasan-gagasan penting sang pembicara atau narasumber.

b. Menyimak Empatik

Menyimak empatik menolong kita untuk memahami sikap psikologis dan emosional sang pembicara/narasumber dan bagaimana sikap tersebut mempengaruhi ujarannya. Menyimak empatik ini dapat juga disebut menyimak aktif atau menyimak pemahaman. Setiap pesan berisi dua bagian, yaitu isi atau materi faktual dan perasaan atau sikap pembicara terhadap isi tersebut. 3. Dari sebuah wawancara, Anda dapat menemukan tanggapan

yang dikemukakan oleh narasumber. Dalam hal ini, Anda hendaknya dapat memahami bahwa narasumber pun mempunyai pandangan tersendiri atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sang pewawancara.

4. Pementasan drama berhubungan dengan hal berikut: a. pelaku dan perwatakan

b. dialog c. konflik

5. Motif tokoh dalam drama berhubungan dengan alasan setiap tokoh mengambil tindakan.

Rangkuman

6. Motif dapat disebabkan faktor-faktor berikut: a. kecenderungan dasar;

b. situasi;

c. interaksi sosial; d. watak manusia.

Kegiatan wawancara dapat Anda lakukan untuk mencari informasi. Misalnya, informasi yang Anda perlukan untuk majalah dinding atau buletin sekolah. Hasil wawancara tersebut dapat Anda tulis kembali dalam bentuk teks dan disajikan dalam media massa. Informasi dari wawancara merupakan bahan penting sebagai rujukan bagi orang lain, misalnya, Anda dapat mewawancarai pihak kepolisian untuk mengetahui masalah narkoba di kalangan remaja. Adapun mengidentiikasi pementasan drama akan menjadikan Anda penonton kritis dan apresiatif.

Refleksi Pelajaran

Kerjakanlah soal berikut.

Untuk soal 1 s.d. 4, bacalah penggalan drama "Bung Besar" karya Misbach Yusa Biran berikut.

Bung Besar bangkit dan menuju ke kursi dekat

Anwar.

Anwar berdiri menanti Karim, dan baru duduk kembali ketika Bung Besar sudah duduk di dekatnya.

Karim

Kau selalu mengerti segala-galanya, Anwar.

Anwar

Ah...

Karim

Ya...ya...Kau pandai ! Kau cocok benar dengan istriku (memandang ke arah lain).

Anwar

(terkejut, tapi cepat bisa menguasai diri dan

lantas tersenyum manis) Lebih baik kita jangan

membicarakan yang bukan-bukan.

Bung Besar memandang ke arah Anwar. Anwar membalas dengan pandangan yang tajam.

Anwar

Jangan membuang-buang waktu.

Bung Besar jadi tertunduk oleh pandangan Anwar. Dan tak lama kemudian membenarkan letak duduknya, menenangkan pikirannya. Dan setelah itu mengangguk-angguk.

Karim

Apa...apa yang harus aku lakukan sekarang?

Anwar

(menyodorkan kertas) Bacalah ini. Baca hati-hati, ini kali Bung harus betul-betul bisa menghafalnya.

Karim

(membaca dalam bati dan keningnya berkerut) Aduh! Aku tak bisa menghafalnya. Mereka kan tak akan tahu apa pidato ini dibuat oleh kau atau supirku.

Anwar

Tapi model cara pidato yang terbaru, Bung Besar, ialah tak pakai teks. Dihafal di luar kepala. Diucapkan dengan terang. Baca sajalah dulu!