• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hikayat Panji Semirang Selang beberapa hari Galuh Ajeng mendapat kabar,

Dalam dokumen sma11bhsind AktifDanKreatifBerbahasaIndProgBhs (Halaman 148-151)

bahwa Galuh Cendera Kirana sudah bertunangan dengan Raden Inu itu. Galuh Ajengpun semakin hari semakin bertambah-tambah sakit hatinya kepada Galuh Cendera Kirana itu, tambahan pula Sang Ratu menaruh kasih dan sayang pada Cendera Kirana itu.

Pada masa itu Galuh Ajengpun menangislah, hingga matanya balut dan sembab, karena pada pikirnya: "Mengapakah kakak Cendera Kirana dipinang dan aku tiada? Dan bukankah aku ini anak Sang Nata juga?"

Galuh Ajengpun tiada berhenti daripada berpikir yang demikian itu, serta menangis dengan tangis yang amat sangat setiap pagi dan petang.

Paduka Liku melihat hal anaknya, Galuh Ajeng itu, matanya balut bekas menangis, sakitlah hatinya teramat sangat, lalu menghadap ke bawah duli Sang Nata. Paduka Liku itu lalu duduk berderet dengan Mahadewi di hadapan Sang Nata itu.

Pada masa itu, Galuh Cendera Kirana duduk jauh, tanda menghormati pada ibunya. Baginda Sang Ratu, melihat tingkah laku paduka ananda sangat hormat dan ta’lim itu, bertambah-tambahlah belas kasihan hatinya, sebab dilihatnya, bahwa puteranya itu meng-tahui akan derajat dirinya dan lemah lembut segala barang lakunya.

Baginda Sang Nata memanggil Cendera Kirana, diajaknya santap. Iapun datanglah, dengan ta’limnya serta menyembah, lalu santap bersama-sama dengan Sang Nata dan Mahadewi itu. Pada masa itu Paduka Liku dan Galuh Ajeng itu sakit hati teramat sangat dan timbullah kedengkian di dalam hatinya, karena melihat Cendera Kirana santap itu. Sungguh masing-masing santap, tetapi hati Paduka Liku dan Galuh Ajeng tiada terlepas daripada kedengkian itu.

Setelah sudah santap, lalu kembalilah dan masing-masing diiringkan oleh dayang-dayangnya. Setelah masing-masing sudah tiba ke dalam istananya, Paduka Liku tiada juga hilang sakit hatinya dan tiada mengetahui apa, yang akan dibuatnya. Pada ketika itu, lalu ia membuat tapai dan dibubuhinya racun, lalu ditaruhnya di dalam bokor emas. Setelah sudah, lalu disuruh persembahkan oleh dayang-dayangnya pada permaisuri. Dayang-dayang itu pergilah membawa persembahan, yang ditaruh di dalam bokor yang ama mejelis dan permai itu, sehingga tiada tersangka, bahwa telah bercampur dengan racun.

Dayang-dayang itupun berjalan menuju ke istana permaisuri. Setelah sampai, lalu dipersembahkannya persembahan itu dengan manis mukanya, seraya berdatang sembah, katanya:

"Inilah persembahan Paduka Liku yang tiada dengan sepertinya, yang diiringkan dengan sembah sujud, disuruh Paduka Liku persembahkan ke bawah duli tuanku."

Permaisuri lalu menyambut itu, sambil meman-dang muka dayang-dayang yang amat manis itu, serta disuruhnya dayang-dayangnya menyalin bokor itu. Lalu disalin dayang-dayanglah bokor itu. Setelah itu, lalu kembalilah dayang-dayang itu dan dipersembahkannya apa-apa, yang telah diperbuatnya itu.

Paduka Liku bersuka hati teramat sangat dan berpikir di dalam hatinya: "Pada hari inilah permaisuri itu akan mati dan akulah, yang akan menggantikannya menjadi permaisuri. Jikalau Cendera Kirana yang memakan itu, niscaya iapun akan mati juga dan anakku, Galuh Ajeng akan aku jadikan tunangan Raden Inu Kartapati, supaya kerajaan negeri Daha dan Kuripan didudukinya semua, karena patutlah ia menggantikan."

Setelah sudah ia berpikir yang demikian itu, lalu disuruhnya dayang-dayangnya menutup pintu. Dayang-dayang itu lalu lari menyembunyikan dirinya, hanya tinggal Galuh Ajeng dan Paduka Liku saja di dalam puri itu dan rupanya tiada lain, yang dipikir-kannya, hanya: "Jikalau permaisuri memakan tapai itu, tak dapat tiada pada hari itu juga ia akan mati."

Pada masa itu Paduka Liku lalu memanggil saudaranya, yang bernama Menteri. Menteri itu datanglah menghadap saudaranya itu. Kata Paduka Liku:

"Hai, Saudaraku, Menteri, tolong apalah kiranya caharikan daku seorang tukang tenung, yang pandai membuat guna-guna dan yang tahu melembutkan hati orang, supaya yangan aku dimurkai oleh Sang Ratu dan supaya Sang Nata suka menurut kepada barang apa kata-kataku dan supaya ia kasih dan sayang akan daku lebih daripada yang lain-lain dan supaya Sang Ratu suka menurut pengajaranku dan boleh lebih cinta akan daku."

Setelah itu, Menteripun diberinya beberapa dinar dan harta benda. Setelah menerima itu, berangkatlah ia dengan segera, hendak mencahari tukang tenung itu, lalu berjalan masuk hutan, keluar hutan, masuk rimba, keluar rimba, serta melalui beberapa bukit dan padang. Dimana ada ajar atau tukang tenung yang sakti lalu disinggahinya. Siang malam tiada berhenti daripada berjalan dengan seorang dirinya. Berkawan tiada berani, karena takut, nanti terbuka rahasianya. Dari sebab hendak menolong dan kasih sayang pada saudaranya, lupalah ia akan takut, melainkan berjalan dengan seorang dirinya dan tidur di dalam hutan dibawah pohon yang besar-besar, serta menanggung kesengsaraan yang amat sangat. Setelah pagi-pagi, apabila matahari terbit, bangunlah ia, lalu berjalan pula. Demikianlah kelakuannya Menteri itu. Jika belum dapat, belumlah ia hendak berhenti.

Setelah berapa lamanya ia berjalan itu, maka terpandanglah olehnya sebuah gunung. Dengan sukacita yang amat sangat dihampiri dan didakinyalah gunung itu hingga sampai ke puncaknya, di situlah kiranya dipertemukan Dewata yang mahamulia akan hajatnya. Dilihatnya ada seorang pertapa yang amat sakti rupanya. Ajar itu sudah bertapa beberapa lamanya di atas gunung itu dengan tiada makan dan tiada minum. Matanya sudah kabur, tiada melihat lagi dan ialah yang dimalui oleh berahmana dan ajar-ajar.

Setelah Menteri itu melihat orang pertapa itu, iapun bersukacita teramat sangat, lalu sujud serta menyembah hingga tujuh kali dan diterangkannya maksudnya, katanya:

"Hamba ini dititahkan oleh saudara hamba perempuan akan meminta suatu pertolongan pada tuan hamba."

Pertapa itupun membukakan matanya, lalu ber-kata: "Hai, Menteri, baiklah nanti kutolong padamu, supaya segala menteri dan hulubalang dan ratu-ratu boleh mengasihi padanya dan sekarang telah disampaikan hajatnya dan telah dikabulkan oleh Dewata yang mahamulia akan permintaannya."

Pertapa itupun lalu membuang sepah sirihnya dan lalu menyuruh memungut itu kepada Menteri sambil berkata:

"Sepah sirih itu kaubungkus dengan kain putih atau dengan sapu tangan atau dengan barang sekehendak hatimu."

Menteri itu lalu memungut dan membungkus sepah sirih itu dengan sapu tangannya. Setelah sujud dan menyembah pertapa itu, lalu ia berjalan kembalilah menuju keistana Paduka Liku itu dengan tangkas lakunya, serta berjalan dengan tiada ber-henti, karena teramat bersukacita.

Tiada berapa lamanya sampailah ia ke istana itu, lalu masuk dengan diam-diam hendak mendapatkan Paduka Liku itu. Setelah berjumpa, lalu diberikannya sepah sirih itu dan dikatakannya segala pesan pertapa itu.

Sumber: Bunga Rampai Melayu Kuno, 1952 (dengan penyesuaian ejaan)

2. Analisislah unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsiknya seperti analisis terhadap novel Cinta untuk Divan.

3. Bandingkanlah ketiga karya sastra tersebut dengan menggunakan tabel perbandingan berikut.

1. Kegiatan diskusi dapat dilakukan dengan mencatat dan merangkum isi diskusi.

2. Hasil penelitian disampaikan dengan menuliskan pokok-pokok dan menjelaskan proses penelitian secara runtut

3. Ciri-ciri novel di antaranya sebagai berikut.

a. Terdiri atas jumlah halaman yang cukup banyak. b. Dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik.

c. Menyajikan permasalahan lebih terperinci jika dibanding-kan dengan cerpen.

4. Ciri-ciri hikayat adalah sebagai berikut.

a. Isi ceritanya berkisar pada tokoh raja-raja dan keluarganya (istana sentris).

b. Bersifat pralogis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sama dengan logika umum, ada juga yang menyebutnya fantastis.

c. Mempergunakan banyak kata arkais. Misalnya, hatta,

syahdan, sahibul hikayat, menurut empunya cerita, konon, dan tersebutlah perkataan.

Unsur Intrinsik

Unsur Intrinsik

Hikayat Panji Semirang Novel Ibunda a. Peristiwa b. Penokohan c. Tema d. Latar Tabel 6.2

Perbandingan Novel Indonesia dan Terjemahan

Kegiatan Lanjutan

1. Kumpulkanlah hasil pekerjaan Anda dan teman-teman dalam latihan materi.

2. Jilidlah kumpulan tulisan tersebut dengan rapi.

3. Serahkanlah pada perpustakaan sekolah Anda agar ber-manfaat bagi adik-adik kelas Anda.

Sumber: Dokumentasi pribadi

Rangkuman

1

Refleksi Pelajaran

Kegiatan diskusi akan melatih Anda dalam menangkap hal-hal apa saja yang ditemukan dalam diskusi. Adapun penelitian yang Anda laporkan berguna bagi orang lain. Hal itu dapat menjadi sumber informasi yang berguna. Setelah membaca novel Indonesia, novel terjemahan, dan hikayat, pemahaman Anda tentang ciri-ciri dan unsur dari ketiga karya sastra tersebut akan meningkat. Anda pun telah berlatih membandingkan ketiga karya sastra tersebut ditinjau dari unsur ekstrinsik dan intrinsiknya. Dengan demikian, kemampuan Anda dalam menganalisis karya sastra pun telah bertambah. Anda pun dapat mengembangkan kemampuan Anda dengan menulis kritik atau esai di Kelas XII nanti.

Kerjakanlah soal berikut.

Bacalah petikan cerpen terjemahan berikut. Sungai itu adalah sungai Imjin. Sungai yang telah merobek Korea menjadi dua bagian, Utara dan Selatan. Di zaman kerajaan dahulu, sungai itu pula yang digunakan untuk batas antara kerajaan Silla, Paeckche, dan Koguryo sekitar tahun 2000 hingga tahun 668 Masehi, dan kini, sekali lagi, sungai itu membagi negara ke dalam dua bagian dan menjadi pelataran pertumpahan darah.

"Anakku sering menyeberangi sungai. Mencari ranting-ranting semak belukar sekadar untuk kayu bakar. Apakah itu kejahatan? la ditembak oleh senjata kita juga. "Wanita tua itu mulai memukul-mukuli akar pohon pinus yang kebetulan menyembul ke permukaan dan kemudian ia melanjutkan lolongannya. "Kau tahu, menurut perhitungan primbon, tahun ini adalah tahun kesialanku," katanya. la menyalahkan usianya yang lima puluh sembilan tahun. Di Korea, angka sembilan memang dipercayai sebagai angka sial.

Sebagaimana yang telah ia katakan, anaknya tewas mengenaskan. Ia ditembak mati oleh pengawal Amerika selagi pulang menyeberangi sungai setelah mengumpulkan kayu bakar. la telah menyeberangi sungai untuk memotong ranting-ranting perdu di

daerah terlarang. "Hanya untuk menghangatkan badanku, ia harus mati ditembak orang. Oh, betapa buruk peruntunganku hari ini." la terus menyalahkan peruntungannya. la tidak menyadari bahwa anaknya telah melakukan kesalahan. Namun, ia masih saja melulu menyalahkan sang nasib.

Kini, ia menyalahkan orang yang telah bunuh anaknya. Barangkali orang yang telah mem-bunuh anaknya mewakili sebuah kekuatan yang mesti dipelanginya. Mungkin ia telah terbiasa menerima penderitaan. Sebentar kemudian ia memandang gunung Tongmang di seberang sungai. Angin yang bertiup menyeberangi sungai terasa dingin menggigit, namun si wanita tua itu tampaknya tidak peduli. Cabang-cabang pinus menggeram ditiup angin. Matahari musim dingin dengan gontai menyinarkan cahayanya menerobos tiga batang pohon pinus tua tempat wanita tua itu duduk di bawahnya. Pohon-pohon pinus dan tumpukan batu-batu di sekitarnya adalah sebuah sortangdang, tempat pemujaan orang-orang yang lewat berdoa di sana untuk nasib baik dengan menambahkan jumlah batu di tumpukan itu.

Sumber: Kumpulan cerpen Pertemuan, 1996

1. Apakah tema yang dikemukakan dalam petikan cerpen tersebut? 2. Menurut Anda, bagaimana sang pengarang menggunakan gaya

bahasa dalam cerpen tersebut?

3. Di mana latar petikan cerpen tersebut?

4. Bagaimana watak setiap tokoh dalam petikan cerpen tersebut? 5. Apa saja nilai moral yang ada dalam petikan cerpen tersebut?

kanlahsoal berikut

Dalam dokumen sma11bhsind AktifDanKreatifBerbahasaIndProgBhs (Halaman 148-151)