• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEN ANDERSON TENTANG PEMBUNUHAN MASSAL-65 (3)

Dalam dokumen Sejarah PKI (Halaman 123-126)

Pada bulan Januari 1966 Ben Anderson dan Ruth McVey, waktu itu masih mahasiswa S-3, menulis makalah yang kemudian dikenal luas dengan nama "Cornell Paper." Dalam makalah itu Pak Ben menyatakan, "Tokoh-tokoh utama dari gerakan ini baik di Jawa Tengah maupun Jakarta sendiri adalah perwira-perwira dari kodam Diponegoro. Mereka semuanya bekas bawahan dari Suharto sendiri." Bagaimana peranan PKI dan Bung Karno? "Sampai sekarang sama sekali tidak ada bukti bahwa Bung Karno ada di belakangnya. Masalah PKI lebih ruwet. Setelah tahun 66 ada beberapa data yang masuk seolah-olah ada orang PKI yang terseret. Saya tidak bisa mengatakan bahwa sama sekali PKI tidak ada sangkut pautnya. Tapi saya masih tetap berpendapat mereka bukan pencipta utama G-30-S."

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

124 | P a g e

CORNELL PAPER

T: Tiga bulan setelah pembunuhan para jenderal, Pak Ben dan Ibu Ruth menyusun hasil studi berjudul "A preliminary analysis of the October 1, 1965, coup in Indonesia." Studi itu selesai ditulis tgl 10 Januari 1966 dan semula cuma diedarkan di kalangan terbatas. Baru diterbitkan untuk umum, tanpa perubahan, pada tahun 1971. Studi itu kemudian dikenal dengan nama "Cornell Paper." Apa pokok pikiran dalam Cornell Paper? Dan apa bukti-bukti utama yang menunjang pokok pikiran itu?

J: Pada waktu itu kami ingin mengecek sampai kemana versi resmi dari apa yang terjadi itu masuk di akal. Versi resmi bunyinya, "Ini suatu komplotan jahat, yang didalangi oleh PKI." Pada waktu itu kami ingin mengecek apa ini cocok dengan informasi dan data-data yang masuk. Laporan itu selesai ditulis tanggal 10 Januari. Tapi saya kira bahan-bahan itu makan waktu tiga minggu untuk penulisan. Jadi bahan-bahan yang masuk itu hanya sampai pertengahan Desember. Nah, kebetulan kira-kira tiga minggu setelah peristiwa, situasi belum 100% bisa dikontrol oleh Suharto. Jadi masih banyak koran beredar di Jawa Timur, Jawa Tengah, Medan, dsb. Dan kebetulan Cornell punya koleksi koran Indonesia yang paling lengkap di dunia. Pada waktu itu memang luar biasa kami dapat segala macam koran dari Surabaya, Semarang, Yogya, Solo, dll. Dan ternyata dari laporan-laporan itu banyak yang tidak cocok dengan versi resmi.

Selain itu kami punya arsip tentang tentara. Dari situ kami bisa juga sedikit banyak mengecek siapa sebenarnya orang-orang seperti Suherman, Usman, dsb. Dari situ kami bisa mengetahui bahwa umpamanya Suherman baru kembali dari latihan di Amerika. Dia dilatih sebagai orang inteljen oleh AS. Untuk kita tidak masuk di akal bahwa ada seorang PKI bisa menjadi lulusan latihan AS dan dikasih jabatan sebagai tokoh intel di Jawa Tengah. Selain dari itu juga ada beberapa informasi dalam bentuk surat dari teman-teman yang kebetulan jalan-jalan di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada waktu itu. Mereka menulis apa yang mereka lihat dengan mata sendiri.

T: Cornell Paper dibuka dengan kalimat ini, "The weight of the evidence so far assembled and the (admittedly always fragile) logic of probabilities indicate that the coup of October 1, 1965, was neither the work of PKI nor of Sukarno himself." Apa yang Pak Ben maksud dengan "logic of probabilities" itu?

J: Ini kesimpulan dari dua sudut logika. Bung Karno sama sekali tidak dapat keuntungan dari peristiwa berdarah ini. Justru beliau bisa berdiri di atas segala kelompok di Indonesia karena bisa mengimbangi kelompok ini dengan kelompok itu. Kalau politik sudah bergeser dari politik sipil, yaitu omong-omong, organisasi, dsb, ke lapangan kekerasan, BK nggak bisa apa-apa. Jadi jelas G-30-S membahayakan dia, bukan membantu dia.

Dari sudut PKI, kami merasa selain dari faktor trauma-48, PKI pada waktu tahun 1965 cukup sukses dalam politiknya. Yaitu politik damai. Di mana dia semakin lama semakin berpengaruh. Justru karena mereka tidak mengambil jalan seperti Ketua Mao dengan perang gerilya, dsb. Mereka pakai strategi sipil. Justru mereka akan jadi susah kalau mulai konflik bersenjata. Karena mereka tidak punya senjata, tidak punya kesatuan-kesatuan yang bersenjata. Jadi logika dua kelompok ini, BK dan PKI, menuntut supaya politik tetap politik normal bukan politik bedil.

Logika ini diperkuat dengan hal-hal yang kongkrit. Banyak hal yang aneh dalam G-30-S. Pertama, pengumuman-pengumuman dari G-30-S itu nggak mungkin disusun oleh tokoh-tokoh PKI yang cukup berpengalaman dalam bidang politik. Saya kasih dua contoh. Pertama, yang dikatakan Dewan

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

125 | P a g e

Revolusi yang diumumkan G-30-S, itu suatu Dewan yang sama sekali tidak masuk di akal. Karena banyak tokoh-tokoh yang penting, seperti Ali Sastroamidjojo, yang tidak masuk. Tapi banyak tokoh-tokoh yang hampir tidak dikenal namanya justru masuk. Malahan banyak orang kananpun masuk, itu umpamanya Amir Machmud. Jadi ini bukan suatu Dewan Revolusi yang meyakinkan. Jadi rasanya kacau.

Yang kedua, yang lebih meyakinkan lagi, adalah pengumuman dari Untung kepada sesama tentara, bahwa mulai saat itu tidak akan ada lagi pangkat dalam tentara yang lebih tinggi dari pangkatnya Letkol Untung sendiri. Nah itu jelas membuat setiap kolonel, brigjen, mayjen, letjen, dsb, jengkelnya bukan main. Dan ini suatu move yang membuat semua pimpinan tentara akan anti dengan gerakan ini. Nggak mungkin ada orang yang punya otak politik akan membiarkan suatu pengumuman seperti itu. Itu jelas suatu pengumuman yang keluar dari hati nurani Letkol Untung sendiri. Karena dia jengkel dengan atasannya. Atau bisa juga itu provokasi yang diatur oleh dalang sebenarnya dari peristiwa ini. Yang memakai Untung, yang jelas bukan orang pinter, sebagai pionnya.

T: Setelah 30 tahun, apakah Pak Ben tetap berpegang pada pendapat itu?

J: Kalau Sukarno jelas. Sampai sekarang sama sekali tidak ada bukti bahwa Bung Karno ada di belakangnya. Masalah PKI lebih ruwet. Setelah tahun 66 ada beberapa data yang masuk seolah-olah ada orang PKI yang terseret. Saya sendiri pernah ikut persidangan Mahmilub Sudisman pada tahun 1967, dan mendengar pidato uraian tanggung jawabnya. Dalam pengadilan itu yang dinamakan Ketua Biro Khusus yaitu si Kamaruzaman, atau Syam, nongol sebagai saksi. Di sana cukup jelas bahwa Syam ini adalah orang yang dikenal betul oleh Sudisman. Bagaimanapun Syam ada hubungan langsung dengan pimpinan PKI. Jadi apa ada sebagian dari orang-orang PKI ikut-ikutan, apa ada sebagian dari PKI yang dibodohin oleh kelompok ini-itu, masih tidak jelas. Jadi saya tidak bisa mengatakan bahwa sama sekali PKI tidak ada sangkut pautnya. Tapi saya masih tetap berpendapat mereka bukan pencipta utama G-30-S.

T: Kalimat terakhir dalam alinea pertama "Cornell Paper" itu, "The actual originators of the coup are to be found not in Djakarta, but in Central Java, among middle-level Army officers in Semarang, at the headquarters of the Seventh (Diponegoro) Territorial Division." Apa bukti-bukti utama dari pernyataan ini?

J: G-30-S hanya sukses bisa menguasai daerah di Jawa Tengah. Dan tokoh-tokoh utama dari gerakan ini baik di Jawa Tengah maupun Jakarta sendiri adalah perwira-perwira dari kodam Diponegoro, kecuali Supardjo. Mereka semuanya bekas bawahan dari Suharto sendiri, termasuk Supardjo. Yang paling menonjol tentu pada waktu itu adalah fakta bahwa Untung dan Latif kedua-duanya dekat sekali dengan Suharto. Suharto sendiri pada tahun 64 pergi jauh-jauh ke salah satu desa di Jawa Tengah untuk ikut menghadiri perkawinan bawahannya yang tercinta, yaitu Untung. Jadi itu yang pertama.

Kedua, fakta bahwa apa yang terjadi di Jawa Tengah sampai sekarang 100% ditutupi oleh versi resmi. Ini aneh. Karena nggak ada pengadilan, nggak ada cerita apa yang terjadi di Semarang. Terus kesatuan-kesatuan utama yang ikut gerakan di Jakarta itu sebagian besar juga dari Diponegoro. Itu yang penting.

T: Apa motivasi perwira-perwira Diponegoro itu?

J: Ini jelas tentara yang belum berbintang. Otaknya seolah-olah pangkat mayor, letkol, kolonel, dibantu oleh kapten, letnan, sersan, dsb. Kalau kita membaca pengumuman G-30-S, seolah-olah

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

126 | P a g e

masalahnya itu masalah intern. Mereka menuduh jenderal-jenderal ikut serta dengan CIA dalam rangka mendongkel Bung Karno. Menuduh jenderal-jenderal orang yang hidup mewah, orang yang suka main perempuan, yang tidak menghiraukan nasib dari bawahannya, dsb.

Jadi terasa sekali ada semacam konflik antara tentara yang bawahan, yang pada umumnya miskin-miskin, dan tokoh jenderal-jenderal yang berduit. Pada waktu itu di Jakarta cuma ada satu mobil Lincoln Continental yang putih. Dan pemiliknya siapa? Jenderal Yani, kan? Padahal Indonesia saat itu miskinnya bukan main. Jadi sangat menyolok. Jadi kalau motivasinya dikatakan sebagai kecemburuan sosial, juga bisa.

T: Apa ada hubungan antara motivasi itu dengan lingkungan para perwira Diponegoro pendukung G-30-S itu?

J: Sebagian karena Jawa Tengah terkenal sebagai daerah yang paling miskin dibandingkan dengan Jawa Barat dan Timur. Juga kultur di Jawa Tengah di mana patriotisme kejawa-jawaan itu paling kuat. Dari dulu ada persaingan antara Diponegoro dan Siliwangi. Perwira Siliwangi dianggap orang yang statusnya lebih tinggi, biasa pakai bahasa Belanda diantara mereka sendiri dan biasa kebarat-baratan, dan paling dekat dengan Amerika.

Perwira Jawa Tengah sebagian besar berasal dari Peta, bikinan Jaman Jepang. Waktu revolusi mereka merasa diri sebagai orang Jogya lah. Orang yang mempertahankan nilai-nilai dari revolusi 45, patriotisme Jawa, dsb. Pokoknya kalau jenderal-jenderal Bandung omong, mereka tidak pernah pakai --ken, --ken. Tapi ini bukan masalah suku. Karena tokoh utama dari semuanya itu orang Jawa dan sasaran utamanya juga orang Jawa.

T: Pada minggu pertama Oktober 1965, dari 5 pucuk pimpinan PKI, 3 orang ada di Jawa Tengah (Aidit, Lukman dan Sakirman). Nyoto sedang berada di Sumatra Utara sedangkan Sudisman di Jakarta. Kemudian Lukman dan Nyoto menghadiri Rapat Kabinet di Bogor tgl 6 Oktober. Apa yang dilakukan para pimpinan PKI selama berada di Jawa Tengah setelah 1 Oktober?

J: Dari informasi yang masuk, dari laporan sopirnya Lukman, dsb, ya mereka putar-putar. Aidit dan Lukman menghubungi cabang dan ranting-ranting PKI, memberi tahu apa yang sedang terjadi, dan diminta untuk waspada dan jangan sampai bisa diprovokasi. Dalam hal ini kita belum tahu banyak. Karena sampai sekarang kebanyakan orang PKI yang masih hidup, di dalam maupun di luar negeri, belum sempat menulis secara jujur, terang-terangan, tentang kehidupan intern partai pada saat itu (bersambung).

Dalam dokumen Sejarah PKI (Halaman 123-126)