• Tidak ada hasil yang ditemukan

OKTOBER SEBAGAI HARI TRAGEDI NASIONAL Teman-teman,

Dalam dokumen Sejarah PKI (Halaman 71-106)

Stigmatisasi dan Narasi Sejarah 1965

PERINGATAN 1 OKTOBER SEBAGAI HARI TRAGEDI NASIONAL Teman-teman,

Buku ini seolah ingin menarik pembaca pada pergulatan intim dalam membaca dan menafsirkan narasi besar sejarah 1965. Dominasi politik Orde Baru kentara memberikan efek ideologis mendalam, efek berkepanjangan, dan menghuni dalam bawah sadar publik kendati rezim berganti. Baskara T. Wardaya dalam pengantar menjelaskan: ''Jika korban pembunuhan masal mencapai sekitar setengah juta orang, buku ini mengingatkan kita bahwa stigmatisasi itu korbannya lebih banyak dan kurun waktunya lebih panjang.'' Jadi, buku ini bisa menjadi pemicu penyadaran untuk menilik ulang cara membaca dan menafsirkan tragedi 1965 dan ulah Orde Baru.

Stigmatisasi adalah model penghancuran dan pembinasaan sistematis. Kita kerap mengabaikan itu karena indoktrinasi Orde Baru, represi politik, dan keburaman ingatan. Metafor komunis, orang kiri, Gestapu telah menciptakan gambaran kejam dalam sejarah Indonesia. Pemaknaan politis oleh Orde Baru membuat kita terjebak pada stigmatisasi dengan pamrih ideologis. Buku ini menyapa kita untuk mengoreksi, mengkritisi, dan mengubah tafsiran agar ada pemahaman komprehensif tentang sejarah 1965 dan efek-efek lanjutan. Buku ini mengingatkan kita untuk peka sejarah dan melawan tafsir dominasi ideologis. Begitu. (*)

*) Bandung Mawardi, pengelola Jagat Abjad Solo

Judul Buku: Kuasa Stigma dan Represi Ingatan Penulis : Tri Guntur Narwaya

Penerbit: Resist Book, Yogyakarta Cetakan: September 2010

Tebal: xlii + 250 halaman

PERINGATAN 1 OKTOBER SEBAGAI HARI TRAGEDI NASIONAL

Teman-teman,

Membaca secuwil tulisan Ikranegara di bawah ini, saya jadi ingat peribahasa Indonesia yang berbunyi: ―Tungau diseberang lautan kelihatan, gajah di pelupuk mata nggak nampak‖. (tungau=mite that infests fowls, mite).Saya rasa, begitulah keadaan si ―penulis terkenal‖ Ikranegara itu. Begitu lamanya tertidur kemudian mimpi untuk menulis hal-hal yang barangkali

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

72 | P a g e

bisa dihembus-hembus dengan harapan untuk bisa menjadi api besar menyala membakar kesana kemari. Yang bermain dalam pikiran dan kayalan beliau yang dikembangkannya menjadi propaganda picisan itu tidak lain adalah kejelekan komunis. Seperti saya katakan diatas, gajah di pelupuk matanya, nggak kelihatan.

Matanya tertutup dan hatinya buta akan kebenaran sejarah . Si penulis, penyair, penyajak, ahli reklame dan propaganda yang punya ambisi mengatasi propaganda Suharto ini, nampaknya tidak pernah baca apalagi mempelajari sejarah. Mata dan hatinya buta akan kebenaran. Yang ada dalam kepalanya cuma kejelekan dan kebencian akan komunis. Memang ada baiknya-dan juga ada tidak baiknya-ucapan pak Asahan yang mengatakan: ‖……biarkan Ikranegara teriak-teriak dengan tulisan-tulisan anti Komunisnya ke media manapun yang dia sukai. Dengan demikian dia akan mudah dicatat dan diingat sejarah dan juga ditelanjangi isi otaknya yang berpihak pada fitnah dan kebohongan durjana kaumnya suharto dan orbanya yang kadang-kadang pura-pura dia cela. Siapa yang tidak tahu gerombolan pengarang anti Komunis sejenis Ikranegara di masa lalu. Menghadapi Ikranegara tidak sulit dan kadang-kadang juga tidak perlu‖. Mengapa saya katakan ada baiknya ucapan pak Asahan itu? Karena Ikranegara kan seniman Manikebu, tentunya sudah tua, dan sebentar lagi tentu mati sendiri! Jadi biarkan saja!

Namun saya pikir, ada juga tidak baiknya membiarkan propaganda itu karena mengingat sifat bangsa kita yang pelupa akan sejarah, propaganda picisan Ikanagara itu bisa saja dianggap benar oleh fihak-fihak yang malas mempelajari kebenaran sejarah. Seperti segala fitnah dan rekayasa Suharto tentang komunis tahun 1965. Karena fitnah dan rekayasa itu disiarkan berulang-ulang siang malam pagi sore selama 32 tahun, bagi orang-orang yang tidak mau repot-repot menggali kebenaran sejarah, menganggap bahwa apa yang dipropagandakan rezim Suharto itu sebagai suatu kebenaran. Maka terciptalah pembodohan massal oleh rezim Suharto. Semua cuma ―inggih ndoro‖ dan ―nrimo ing pandum‖.

Justru inilah yang menjadi isi pikiran ―yang terhormat‖ seniman Ikranegara. Dengan propagandanya, dia mencoba membuat rakyat terutama generasi muda bangsa menjadi malas menyelidiki sejarah, cuma ―nrimo pandum‖ sebodo amat, dan cuma meng-amini dan menjadi buta seperti Ikranegara sendiri, yang bisa melihat tungau di seberang lautan tapi tidak bisa melihat gajah di pelupuk matanya.

Kalau saja, (saya ulangi: kalau saja) Ikranegara mau membaca dan mempelajari sejarah tentang bagaimana dan berapa banyak orang komunis yang dibunuh oleh kaum reaksioner anti komunis dan anti Sukarno, barangkali pikirannya bisa menjadi jernih. Sebagai contoh, kalau memang Ikranegara mau belajar sejarah, beliau mesti tahu bahwa begitu berdiri Dewan Banteng/PRRI di Sumatra tahun 1958, semua pimpinan dan anggota komunis ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan di seluruh tempat dan kota di seluruh Sumatra Barat, padahal orang-orang komunis itu tidak berbuat apa-apa. Hal ini disebabkan karena kecemburuan politik, di mana PKI menang dan masuk menjadi partai besar ke-4 dalam Pemilu 1955. Dalam tahanan, orang-orang komunis yang tanpa salah itu disiksa dengan berbagai cara. Wanita-wanita muda yang ditahan diperkosa, dipaksa mengandung anak-anak haramnya para militer dan pejabat PRRI dalam rahim mereka. Dan ribuan mereka yang ditahan oleh PRRI mengalami akhir nasib yang sangat mengenaskan, diberondong dengan senapan-mesin, dibakar dan dibulldozer, didorong kedalam lobang besar yang digali sebelumnya dan ditimbun oleh tentara PRRI. Ini terjadi hampir di setiap desa dan kota di Sumatera Barat, seperti di Simun, Situjuh, Atar, Gunung Sago dan banyak tempat lainnya. Sampai

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

73 | P a g e

hari ini, kalau mau mencari dan menyelidiki, masih ada saksi hidup yang bisa bicara tentang peristiwa kebiadaban di Sumatera Barat ini.

Kemudian di tahun 1965, Jenderal Suharto yang meneruskan cita-cita dan praktek PRRI yaitu anti Komunis dan Anti Sukarno, menggunakan para perwira muda Angkatan Darat yang tergabung dalam apa yang disebut G30S, menghabisi lawan-lawannya yaitu 6 jenderal yang enjatuhkankannya dari kedudukan sebagai Pangdam VII Diponegoro di tahun 50-an karena kejahatan kriminal yaitu penyelundupan yang dilakukannnya. Dengan merekayasa dan memfitnah bahwa G30S itu sepertinya dilakukan oleh PKI (ucapan Yogasugama di pagi hari 1 Oktober 1965), Jenderal Suharto dengan licik menggunakannya untuk membakar semangat segolongan massa. Dengan dibredelnya semua surat kabar dan media-massa kecuali Harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha (Koran Militer), maka rakyat tidak bisa mendapatkan informasi yang benar dan dipaksa menerima dan menelan ―kebenaran‖ dari apa yang dikarang dan disiarkan oleh Angkatan Darat dan antek-antek imperialis. Rakyat dibutakan matanya, tidak bisa mencari kebenaran. KAMI/KAPPI yang dibentuk dan menjadi alat imperialis AS menjadi tenaga demonstrator yang besar yang setiap harinya dijatah 5000 nasi bungkus lengkap dengan lauk pauknya dan jaket kuning dari kedutaan Amerika, bertindak sebagai alatnya Suharto untuk membela dan mengembangkan rekayasa dan fitnah yang diciptakan, demi tujuan Suharto menuju singgasana kekuasaan.

Dengan alasan G30S, dengan alasan pembunuhan keji atas 6 jenderal, Suharto dengan dibantu oleh Sarwo Edhi Wibowo (bapak mertuanya SBY), Sumitro, Sudomo, Kemal Idris, Yasir Hadibroto dan para jenderal serta petinggi Angkatan Darat lainnya, dengan massa yang dijadikan sebagai anjing pelacak AD, menyalahgunakan rasa keagamaan untuk menghasut dan menanam kebencian terhadap komunis, dan melakukan pembunuhan massal atas bangsa Indonesia yang tak berdosa dan tak tahu apa-apa. Diseluruh bumi persada darah rakyat tumpah. Pembantaian sadis terjadi di mana-mana atas orang yang dituduh komunis. Mereka dilenyapkan, dihabiskan, ditahan tanpa peradilan bahkan sampai mati, dibuang ke pulau Buru, wanita-wanita muda diperkosa beramai-ramai kemudian dibunuh. Sungai-sungai, selokan dan paya-paya penuh dengan mayat-mayat tak berkepala. Rumah dan gedung-gedung milik orang-orang yang dituduh komunis, dirampas dan dijarah oleh militer dan komando aksi.

Para Mahasiswa yang dikirim belajar ke luarnegeri, para duta dan perwakilan Indonesia, dicabut paspornya hingga mereka menjadi orang yang kleleran dan mencari-cari gantungan di negeri asing. Semua ini dilakukan Suharto demi menghabiskan kaum komunis sebagai pengikut-pengikut Sukarno . Dan setelah para pendukung Sukarno yang setia ini semua habis dan dilumpuhkan, sasaran Suharto selanjutnya adalah Sukarno. Suharto dengan licik berhasil menahan dan secara perlahan-lahan membunuh Sukarno. Presiden dan Bapak Bangsa Indonesia, Penemu dan Pejuang Kemerdekaan, Bapak Pancasila dan Peyambung Lidah Rakyat Indonesia. Sukarno mati di tangan perwira Angkatan Darat yang pernah diselamatkannya! Kemudian manusia militer fasis Suharto ini melenggang masuk ke Istana Merdeka, jadi presiden mengangkangi Indonesia selama 32 tahun, dengan topangan bedil dan bayonet (AD) serta dukungan partainya yaitu Golkar. Rakyat dibikin bodoh dan tidak bisa atau berani berpikir karena diancam dengan tuduhan murahan yaitu ―PKI‖, sehingga sampai 7 termen Suharto menjadi calon tunggal dan menjadi presiden, seolah-olah jutaan bangsa Indonesia semua bebal, goblok, dan dungu nggak ada yang pinter dan bisa menjadi presiden selain Suharto!

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

74 | P a g e

Mestinya, rakyat Indonesia—terutama yang terhormat Ikranegara—mempelajari sejarah secara benar dan teliti. Jangan cuma ―dengar‖, atau ―menurut cerita‖ dan ngarang sejengkal jadi sedepa. Harus dikemukakan fakta-fakta kebenarannya. Rakyat Indonesia sekarang tidak lagi hidup di jaman Suharto yang bisa di takut-takuti dengan ancaman atau tuduhan sebagai komunis dsb. Tentang jumlah Korban Pembunuhan Massal 1965/1966 di Indonesia, kalau yang terhormat bapak Ikranegara mau tahu, saya cuplikkan beberapa potongan berita tentang itu sbb.: Dr. Robert Cribb, Dosen Sejarah pada Universitas Nasional Australia di Melbourne, memperkirakan jumlah korban berkisar antara 78.000 hingga 2 juta jiwa. John Hughes dalam bukunya ―Indonesian Upheaval‖ (1967), memprediksikan antara 60.000 hingga 400.000 orang. Donald Hindley dalam tulisannya, ―Political Power and the October Coup in Indonesia‖ (1967), memperkirakan sekira setengah juta orang.Prof. Guy Pauker, agen CIA yang sangat dikenal dan tidak asing lagi di Seskoad (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat), dalam tulisannya ―Toward New Order in Indonesia‖ memperkirakan 200.000 orang yang dibunuh.

Yahya Muahaimin dalam bukunya ―Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966‖, memprediksikan sekira 100.000 orang. Ulf Sundhaussen, dalam bukunya ―The Road to Power: Indonesian Military Politic 1945-1967‖ (1982), khusus untuk Jawa Barat, tanpa menyebut angka, mengatakan bahwa dari seluruh anggota komunis yang dibunuh di Jawa Barat, bisa jadi hampir seluruhnya dibantai di Subang.

Kolonel Sarwo Edi Wibowo, Komandan RPKAD, pembunuh berdarah dingin dengan 400 orang anak buahnya yang melakukan pembersihan di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, kepada Panitia Pencari Fakta, dengan bangga mengaku ―telah membunuh 3 juta komunis‖. Sedang, Bertrand Russel,pemikir besar Liberalisme, menyebut pembunuhan massal ini sebagai hal yang amat mengerikan yang mustahil bisa dilakukan oleh manusia. (Perang Urat Syaraf…Kompas 9 Pebruari 2001) ―Dalam empat bulan, manusia yang dibunuh di Indonesia, lima kali dari jumlah korban perang Vietnam selama 12 tahun‖ (―In four months, five times as many people died in Indonesia as in Vietnam in twelve years‖).

(Maafkan pak Ikra, kalau saya mesti mengucapkan ―Masyaallah dan Astagafirullah…….karena Dalam empat bulan, manusia yang dibunuh di Indonesia, lima kali dari jumlah korban perang Vietnam selama 12 tahun‖!) Di samping itu semua, Pramudya Ananta Toer, Sastrawan dan bekas tapol dari Pulau Buru, dalam ucapannya sebelum meninggal dunia, yang direkam dalam film dokumen ―Shadow Play‖ mengatakan: ―Sampai sekarang tidak jelas berapa jumlahnya yang dibunuh. Soedomo [Kopkamtib] mengatakan 2 juta yang dibunuh, Sarwo Edhie [RPKAD] mengatakan 3 juta yang dibunuh. Yang jelas tidak ada yang tahu sampai sekarang‖.

Pembunuhan Massal 1965/1966 inibenar-benar ibarat ‗gajah di pelupuk mata‖ yang coba dilupakan begitu saja! Buat sekedar tambahan pengetahuan pak Ikra, bersama ini saya cuplikkan Telegram Green, Dutabesar AS di Jakarta ke Washington tanggal 20 Oktober 1965 yang mengatakan: Beberapa ribu kader PKI dilaporkan telah ditangkap di Jakarta….beberapa ratus diantaranya telah dibunuh. Kami mengetahui hal itu….pimpinan PKI Jakarta telah ditangkap dan barangkali telah dibunuh… RPKAD tidak mengumpulkan tawanan, mereka langsung membunuh PKI. Green melanjutkan: ―pembersihan oleh AD berlanjut di kampung dan tempat-tempat lain di daerah Jakarta. Pemuda Muslim ―membantu‖ mengawani pasukan militer. Sumber mengatakan ―beberapa‖ pembunuhan merupakan hasil dari pembersihan ini. Fakta lebih jauh tentang hubungan militer dengan kumpulan yang terorganisir dalam kampanye anti PKI ini, dapat dilihat dari pertemuan antara Kolonel Ethel ( CIA ) dan pembantu dekat Jenderal Nasution, yang mengatakan bahwa

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

75 | P a g e

demonstrasi anti PKI akan meningkatkan pengganyangan menjadi anti Tionghoa. Dan pengrusakan dan pendudukan kantor perdagangan Kedutaan Tiongkok di Cikini, bukan dilakukan oleh AD akan tetapi oleh ―mereka yang bertindak untuk kita‖, yaitu Muslim dan Ansor. Hanya 3 bulan semenjak kampanye anti PKI , CIA melaporkan: Hampir semua anggota Politbiro PKI ditangkap, banyak diantara mereka telah dibunuh, termasuk tiga pimpinan tertinggi partai. Berita besar hari ini, adalah: ditangkap dan dibunuhnya Ketua PKI D.N. Aidit. Sedang pembunuhan terhadap anggota dan simpatisan PKI di Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terus berlangsung…….‖ Bagi AS dan sekutunya, keberhasilan Angkatan Darat Indonesia menghancurkan PKI adalah merupakan suatu kemenangan besar‖ Demikian Marian Wilkinson menulis dalam Sydney Morning Herald, July 10, 1999

Dalam tulisannya, pak Ikra ngarang dan menyusun kalimat: ―…….seorang kiyai dikroyok oleh orang PKI sampai babak belur tak berdaya dan bahkan kemudian dikencingi oleh salah seorang anggota Gerwani.‖

Seperti kata pak Asahan, propaganda picisan Ikra diatas ini, sungguh mau mencoba mengatasai propaganda anti komunisnya Suharto, yang menipu,memitnah,merekayasa dan menghasut massa dengan mengindentikkan dan mengingkari kemusiaan orang komunis, penggambaran mereka sebagai mahkluk kejam, asusila dan ateis, dan musuh Tuhan dan penyalah gunaan rasa keagamaan untuk menghasut, dan menanam kebencian terhadap komunis. Pandangan ini mengabaikan kenyataan bahwa hampir semua anggota PKI , seperti juga semua bangsa Indonesia beragama. Akan tetapi, hasutan-hasutan itu memang bukan bermaksud menggambarkan kebenaran, melainkan menanamkan kebencian, menabur gagasan bahwa memerangi PKI adalah wajib hukumnya, bahkan tidak haram untuk mengalirkan darah orang komunis. Itulah yang ada di dalam hati dan pikiran Ikranegara!

Dengan Peristiwa Pembunuhan Massal 1965, ―hasil‖ hasutan, fitnah, kelicikan dan rekayasa Suharto itu menyebabkan massa yang beragama, massa yang berkebudayaan dan berpribadi dan mengaku ―melaksakan Pancasila secara murni dan konsekwen‖, menjadi serigala atas sesama manusia, lupa kepada Ketuhanan, lupa kepada Kemanusiaan dan lupa kepada Pancasila yang di‖agungkannya‖. Sehingga dengan bantuan dan tulangpunggung AD, terjadilah Peristiwa Pembunuhan Massal 1965/1966 itu. Nah berapa ribu ―kiyai‖ yang dituduh PKI yang ikut menjadi korban, bukan saja sekedar dikencingi tapi dibunuh dengan kejam oleh pengikut-pengikut fasis Suharto.

Silahkan pak Ikra membaca cuplikan berita dari wartawan asing yang menjadi saksi, betapa ―gajah nongkrong di pelupuk mata‖ golongannya pak Ikra.

―Penduduk Muslim di Aceh sangat gairah dalam menghabiskan kaum komunis. Mereka memotong leher orang-orang PKI dan menancapkan kepalanya disepanjang jalan buat tontonan. Pimpinan organisasi Pemuda Pancasila mengatakan kepada pejabat Konsulat Amerika di Medan bahwa organisasi mereka (Pemuda Pancasila) akan membunuh setiap anggota PKI yang dapat mereka tangkap. Organisasi itu tidak akan menyerahkan orang PKI itu kepada penguasa/pemerintah, sebelum mereka mati atau hampir mati. Kantor-kantor PKI , toko, dan rumah-rumah dibakar. Ratusan dan mungkin ribuan kader dan aktivis PKI (yang belum sempat dibunuh-pen) ditahan dipenjara atau ditempat-tempat yang dijadikan tempat tahanan‖ .(Marian Wilkinson, Sydney Morning Herald, July 10, 1999).

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

76 | P a g e

Di Sumatra Utara korban buruh perkebunan, sedikitnya 100.000 tewas Sedang di Tapanuli, Utara, Selatan dan Simalungun tatanan adat terjungkal setelah milisi Komando Aksi Penumpasan G30S mulai bergerak mengganyang elemen-elemen komunis. Mereka tidak peduli apakah korban adalah paman, satu marga atau keluarga istrinya. Mereka tidak peduli kendatipun hubungan yang dibentuk hirarki adat itu adalah simpul keutuhan sosial. Bahkan Brigjen Kemal Idris, Komandan RPKAD mengatakan: ―Soeharto memberi perintah untuk membersihkan semua …..maka ini yang saya lakukan. Saya perintahkan semua prajurit saya untuk patroli dan menangkap setiap orang PKI. Selama masih ada satu orang komunis di Indonesia, akan ada operasi militer melawan satu orang itu‖ (Silahkan lihat film dokumen Shadow Play).

Nah, kalau pak Ikra punya keberanian, silahkanlah melihat ―Gajah yang dipelupuk mata‖ ini. Silahkan bongkar dan selidiki, berapa juta manusia komunis yang dibunuh rezim Suharto dan antek-anteknya. Berapa puluh juta bangsa Indonesia, keluarga para korban yang dibuat sengsara oleh kezaliman rezim Suharto selama berkuasa 32 tahun (bahkan masih menderita sampai sekarang kendatipun telah beberapa kali tukar presiden!) dengan menggunakan segala macam hukum dan peraturan diskriminatif dan tidak manusiawi, serta tebang pilih. Silahkan menggali dan belajar, menggali sejarah yang benar, jangan sampai peristiwa besar ditanah air yaitu pembunuhan massal 1965/1966 ditutup-tutupi dan dimasukkan ke keranjang sampah atau disapu di bawah karpet supaya orang tidak bisa melihat. Tragedi Pembunuhan Massal 1965/1966 adalah Dosa dan Aib Bangsa yang tidak bisa dilupakan begitu saja yang coba ditutupi dengan propaganda-propaganda picisan seperti ―kiyai dikencingi‖ dsb.! Ingatlah selalu akan pepatah Jawa: ―Becik ketitik olo ketoro!‖ Sepandai-pandai menutup bangkai, lambat laun terbau juga!

Selamat memperingati 45 tahun Peristiwa Pembunuhan Massal 1965/1966. Salam buat sanak saudara korban pembunuhan massal Suharto dan semua Korban Rezim Orde Baru.

Australia-15 Pebruari 2010 =======================

Re:: [wahana-news] Re: #sastra-pembebasan# PERINGATAN 1 OKTOBER SEBAGAI HARI TRAGEDI NASIONAL...

Sat, February 13, 2010 5:56:40 PM

From: MiRa <la_luta@yahoo.com> ...View Contact To: sastra-pembebasan@yahoogroups.com

________________________________

Benar adanya, bahwasanya sosok sejenis "Ikranagara" akan tetap bertahan melakukan kampanye reklame murahan ditambah fitnahan picisan. Tapi saya percaya bahwa rakyat Indonesia bukanlah orang bodoh yang gampang di manipulasi informasi kebohongan selama lebih dari 32 tahun lamanya hidup dalam penjara besar nusantara, ditambah dengan kondisi represi dan penindasan kekuasan rejim militer Soeharto.

Di masa rejim Soeharto yang secara sistimatis dan struktural melakukan represi dan menindas rakyatnya, juga memperdagangkan reklame picisan melalui media massa, seni dan budaya baik dengan cara terbuka maupun dengan cara terselubung, yang kesemuanya mendapat dukungan dari rejimnya dan di sponsori oleh kepentingan kapital asing di pimpin oleh USA.

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

77 | P a g e

Di paska reformasi, tentu masih banyak sosok-sosok loyalis rejim militer soeharto yang mengatas namakan sebagai seorang intelektual, seorang sutradara dan penyair, misalnya dari Groups Berkely di pimpin oleh Widjojo Nitisastro (Doctor of Philosophy Berkeley, 1961,BBPN Director), Emil Salim (Doctor of Philosophy, Berkeley, 1964), Arifin C. Noer dan para penanda tangan manikebu menganggap peristiwa sejarah berdarah 1965/1966 merupakan tindakan halal yang tetap menunjukan sikap dan tindakan loyalitasnya terhadap warisan rejim kediktatoran militerism Soeharto dan antek-anteknya. ..

Dan mereka2 itu juga masih punya anak-anak buahnya yang tetap keleleran di bumi pertiwi, atau seusai melakukan pendidikan konsolidasinya dari USA, yang melakukan penipuan sejarah kebenaran, dengan secara sukarela atau pun di pelihara dan di biayai oleh para pendukung-pendukung loyalis warisan rezim Seharto buat mempertahankan model kehidupan jaman rezim Militer untuk tetap melestarikan propaganda budaya fitnah picisan.

Tapi ada pula generasi muda yang bergelut di dunia intelektual, sutradara, penyair memiliki kesadaran pada Sejarah kebenaran Peristiwa Berdarah 1965/1966, yang pula menjadi sosok berpengaruh di lingkungan masyarakat di Indonesia, dengan memiliki visi dan missi kemanusiaan dan keadilan sosial.

Sekali lagi aku percaya pada rakyat Indonesia yang sampai saát ini hidupnya semakin terpuruk kehidupan sosial-ekonominya, bukanlah rakyat bodoh yang gampang dimanipulasi oleh sisa2 sampah loyalis rejim militer warisan Soeharto sejenis "Ikranagara" ....

Akan ada saátnya, Sejarah kebenaran Peristiwa berdarah 1965/1966 Bersaksi di hadapan pengadilan rakyat...

Tetap semangat, perjuangan rakyat tertindas pasti akan menang!

Info sehubungan dengan Groups berkeley, click: http://en.wikipedia .org/wiki/ Berkeley_ Mafia Info sehubungan dengan Manikebu versus LEKRA, silahkan click:

http://books.coffee-cat.net/2006/11/pramoedya-sastra-realisme-sosialis/

http://asepsambodja.blogspot.com/2009/09/goenawan-mohamad-dan-manikebu.html http://id.shvoong.com/social-sciences/1711504-soal-naskah-musibah-manikebu/ Selamat menikmati malam minggu,and HAPPY VALENTINE DAY!

================================ >--- Original Message --- From: iwamardi

To: GELORA45@yahoogroups.com

Cc: sastra-pembebasan@yahoogroups.com > ; temu_eropa@yahoogroups.com Sent: Saturday, February 13, 2010 9:05 AM

Subject: [temu_eropa] Re:: [wahana-news]

Re: #sastra-pembebasan# PERINGATAN 1 OKTOBER SEBAGAI HARI TRAGEDI NASIONAL Setelah membaca tulisan Sdr. Ikranagara dibawah, lepas dari masalah manikebu atau bukan manikebu, saya punya kesan, kok begitu dangkal propaganda yang dituliskan oleh seorang sutradara dan penyair pula. Padahal sudah ada berratus ratus buku buku sejarah yang authentik yang membuktikan bahwa semua fitnahan fitnahan murahan itu bohong semua. (Misal tulisan Ben Anderson, John Roosa, Hersutejo dan lain lainnya).

Pelurusan Sejarah Indonesia 2010

78 | P a g e

Sepertinya kaya membaca (ini kalau saya lho) reklame murahan ditambah fitnahan picisan. Terus terang saya mengharapkan tulisan yang lebih bermutu dari seorang intelektuil, seorang sutradara

Dalam dokumen Sejarah PKI (Halaman 71-106)