• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beras Organik Harga Beras

Organik Gapoktan

Harga Beli Gabah Organik di petani Penjualan Beras Organik Penyerahan Gabah Organik Poktan Pendapatan Gapoktan + + Gabah diolah ke Beras Organik + + Operasional Mesin Penggilingan Padi + + Stok Beras Organik Eksportir + Permintaan Beras Organik LN Permintaan Eksportir Beras Organik Permintaan Gabah Organik + + Kebutuhan Lahan Padi Organik + Lahan Padi Organik Produksi Gabah Organik + Penyerahan Gabah Organik Petani Stok Gabah Organik di Poktan + + + Lahan Padi Konvensional Peralihan ke Lahan Padi Organik + + + Kebutuhan Pengetahuan UT Organik SDM Petani Organik Peralihan SDM ke Petani Organik -+ SDM Petani Konvensional -+ Pengetahuan UT Padi Organik + + Penerimaan Petani Organik + + Pendapatan Petani Organik Biaya UT Organik + - + Perbandingan Pendapatan UT Organik dgn Konvensional + + Pendapatan Petani UT Konvensional -Kualitas Ekosistem Sawah + Produktivitas Padi Organik + + -Jasa Logistik Poktan Pelayanan Logistik Gabah Organik + + + -Upaya meningkatkan pengetahuan UT organik + Gap Pengetahuan UT Organik -+ Ekspor Beras Organik + -Pendapatan Eksportir + + Harga Beras Organik Eksportir Profit yg diinginkan eksportir + -R1 R2 R3 R4 B1 B2 R5 R8 R7

Efek Thdp Harga Beli Gabah di Poktan + + Jasa Logistik Gapoktan + Pendapatan Poktan + + + -Biaya Logistik Poktan + -R9 B5 B6

fungsi kelompok yang berperan sebagai peredam resiko harga yang diturunkan dari pasar. Resiko harga pasar yang berasal dari eksportir diredam dan dikendalikan oleh Gapoktan sebagai lembaga yang mengetahui informasi volume permintaan dan harga beras organik. Gapoktan sebagai benteng pertahanan tidak seharusnya meneruskan resiko tersebut kepada Poktan terlebih lagi petani karena semakin ke hulu akan semakin banyak pelaku yang terlibat.

Hubungan transaksional yang sehat akan berjalan dengan baik apabila terbentuk suatu hubungan aturan main antar pelaku yang dapat mengurangi resiko antar pelaku (produksi, rantai pasok dan klaster) (Perdana dan Kusnandar, 2012). Petani dalam kasus ini dapat berkurang resikonya melalui instrumen kepastian pasar dan harga; instrumen kelompok tani, gabungan kelompok tani dan eksportir dengan kepastian pasokan gabah/beras organik (Lingkar R1, R3 dan R7 pada Gambar 5).

Petani adalah pelaku yang berada di posisi paling dasar dalam struktur rantai pasokan beras organik. Sering kali pelaku di hulu adalah penerima residu resiko yang disalurkan oleh pelaku di hilirnya. Instrumen yang digunakan untuk mengurangi resiko yang dialami para aktor/pelaku pada prinsipnya adalah perubahan paradigma aktor/pelaku itu sendiri yang sebelumnya bersifat transaksional menjadi yang bersifat jasa. Poktan dan Gapoktan sebagai lembaga yang berfungsi melindungi petani akan lebih besar perannya apabila aktivitas yang dijalankannya berbasiskan pelayanan jasa, tidak berdasarkan keuntungan transaksi yang kemudian mempengaruhi harga di tingkat petani.

Asas keterbukaan antar pelaku (eksportir, Gapoktan, Poktan dan petani) menjadi sangat penting. Merujuk konsep Perdana dan Kusnandar (2012), sebagai suatu klaster para pelaku tersebut harus mampu saling mengurangi resiko. Diperlukan keterbukaan antar aktor/pelaku agar masing-masing saling mengenali resiko yang dihadapi, baik eksportir, Gapoktan, Poktan maupun petani. Salah

satu unsur keterbukaan dalam proses adopsi beras organik adalah mengenai mekanisme penentuan harga, musyawarah yang diadakan untuk menentukan harga harus bertujuan untuk mengurangi resiko para aktor/pelaku, yaitu kepastian pasar dan kepastian harga bagi petani dan kepastian pasokan gabah bagi Poktan dan Gapoktan, serta kepastian pasokan beras bagi eksportir.

KONKLUSI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Peran kelembagaan sosial dalam proses konsepsi-adopsi suatu inovasi sangat besar. Unsur teknis (teknologi) dan ekonomi sebagai instrumen yang digunakan dalam proses konsepsi-adopsi harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para pelaku/aktor yang terlibat agar fase konsepsi dapat berlanjut menuju fase adopsi.

Interaksi dan hubungan antar kelembagaan tercermin dari norma dan nilai yang dianut oleh para pelaku/aktor dalam kelembagaan sosial. Norma dan nilai yang dimiliki oleh kelembagaan sosial menjadi penentu keberhasilan proses konsepsi-adopsi sebagai seperangkat aturan konfigurasi sosioteknis yang baru. Aturan main (rule) yang dibuat dengan semangat saling mereduksi resiko dalam proses konsepsi-adopsi akan membuat para pelaku/aktor nyaman untuk menjalankan peran kelembagaannya (petani, Poktan, Gapoktan dan eksportir), sehingga proses konsepsi-adopsi dapat berjalan dengan baik.

UCAPAN TERIMAKASIH

Apresiasi dan penghargaan kami sampaikan kepada anggota Kelompok Tani Simpatik di Kabupaten Tasikmalaya, beserta pemerintah daerah dan penyuluh lapangan yang telah memberikan ruang dan banyak informasi kepada tim peneliti. Tidak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Universitas Padjadjaran yang telah membiayai penelitian ini melalui skema Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).

DAFTAR PUSTAKA

Braun, William. 2002. The System Archetypes.

http://www.albany.edu/faculty/gpr/PAD 724/724WebArticles/sys_archetypes.pdf

Bruijn, Hans de, Bruijn, Haiko van der Voort, Willemijn Dicke, Martin de Jong, Wijnand Veeneman. 2004. Creating System Innovation. A.A. Balkema Publisher.

Forrester, Jay Wright. 1975. Some Basic Concepts in System Dynamics. Sloan School of Management Massachusetts Institute of Technology.

Gill, Roderic. 1995. An Integrated Social Fabric Matrix/System Dynamics Approach to

Policy Analysis. System Dynamic Review Vol.II.

Hayden, F. Gregory. 1982. Social Fabric Matrix: From Perspective to Analytical Tool. Journal of Economic Issues, Vol.16 No.3 (Sep.1982), pp.637-662 ________ . 1986. Defining and Articulating

Social Change through the Social Fabric Matrix and System Digraph. Journal of Economic Issues, Vol.20 No.2 (Jun.1986), pp.383-392

Heryanto, Mahra Arari, Dika Supyandi. 2012.

Model Peran Lembaga Riset Dalam Sistem Inovasi Frugal Sektor Pertanian: Pendekatan Analisis Berpikir Sistem. Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang. Journal of S&T Policy and R&D Management. Vol.10 No.2. Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-LIPI. Heryanto, Mahra Arari, Maman Haeruman

Karmana. 2010. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Seminar Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Universitas Siliwangi, Tasikmalaya. Meadows, Dennis, Donella Meadows, Jorgen

Randers. 2004. Limith to Growth. The 30 Year Update. Chelsea Green Publishing Company.

Mosher, AT. 1978. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Syarat-Syarat

Pokok Pembangunan dan Modernisasi.

CV. Yasaguna, Jakarta.

Perdana, Tomy dan Kusnandar. 2012. The Triple Helix Model for Fruits and Vegetables Supply Chain Management Development Involving Small Farmers in Order to Fulfill the Global Market Demand: a

Case Study in “Value Chain Center

(VCC) Universitas Padjadjaran”.

Procedia_Social and Behavioral Sciences 52 (2012) 80-89

Ritzer, George dan Barry Smart. 2001.

Handbook Teori Sosial. Handbook of Social Theory, diterjemahkan oleh Derta Sri Widowatie. Penerbit Nusamedia, Bandung.

Rogers, Everett. 1995. Diffusion of Innovation. Fourth Edition. New York: The Free Press.

Setiawan, Iwan. 2012. Dinamika Pemberdayaan Petani. Sebuah Refleksi dan Generalisasi Kasus di Jawa Barat. Widya Padjadjaran, Bandung

Yuliar, Sonny. 2009. Tata Kelola Teknologi. Perspektif Teori Jaringan Aktor.

Penelitian Insentif Ristek Mendukung Pembangunan Nasional