• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP Biogas dan Agen Pengubah

Dalam dokumen viP7ppKbp6CPozDa Prosiding iptekin ke 4 2014 (Halaman 135-143)

Ishelina Rosaira 1* , Hartiningsih 2

KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP Biogas dan Agen Pengubah

Biogas memiliki kandungan energi yang tinggi dan juga memiliki beberapa keunggulan sehingga tidak kalah jika dibandingkan dengan energi fosil,

serta mempunyai sifat ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Dengan demikian, biogas dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar LPG (Liquefied Petroleum Gas), premium, minyak tanah, dan kayu bakar (Musanif, J., 2009) dan biogas juga membawa keuntungan untuk kesehatan, sosial, lingkungan, dan finansial. Selain itu, biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar keperluan rumahtangga, yaitu alat penerangan, seperti lampu petromaks yang dimodifikasi (Tarigan, 2009). Energi biogas dapat diperoleh dari kotoran ayam, sapi, babi maupun sampah organik baik dari rumah tangga, industri makanan maupun pasar, bahkan dapat dari kotoran manusia. Keuntungan dari pemanfaatan energi biogas, antara lain bidang lingkungan yaitu mengurangi bau tak sedap, mencegah penyebaran penyakit, antara lain seperti yang saat ini diramaikan yaitu

‘flu burung’, mengotori sungai, menghasilkan

pupuk organik yang sangat berkualitas dari sisa biogas atau bio-slurry yang dapat menyuburkan tanaman bahkan dapat dijual untuk menambah uang belanja dan juga membantu mengurangi kelangkaan pupuk (Widodo, 2011). Dengan kata lain, energi biogas dapat dikatakan sebagai energi bersih dan membantu masalah yang ada di masyarakat. Tetapi sayangnya masyarakat masih banyak yang belum memahami energi biogas, juga masih ada masyarakat yang takut menggunakan biogas, katanya takut meledak. Masalah ini perlu ditangani oleh seorang agen pengubah.

Agen pengubah atau agen pembaharu atau biasa disebut penyuluh dalam bidang petanian, bertidak sebagai pembawa inovasi baru dan berperan sebagai sumber inovasi bagi masyarakat (Aida Vitalaya Syafri Hubalay, 1987 dalam Wardhono). Menurut Soerjono Soekanto (1992), pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. (Soekanto, 1992:273).

Change agent atau agen pengubah analog dengan agen koran, adalah pihak yang berusaha menawarkan suatu perubahan yang ingin dilakukan oleh organisasi kepada semua individu yang ada dalam organisasi tersebut yang pada kenyataannya merupakan individu yang akan menjalankan perubahan tersebut (Priswanto, 2011).

Salah satu peran utama agen perubahan adalah memfasilitasi aliran/arus inovasi kepada masyarakat, supaya difusi inovasi dapat berjalan dengan baik. Seorang agen pengubah harus mempunyai sifat optimis terhadap ide-ide perubahan yang diharapkan. Salah satu tujuan bagi agen pengubah adalah meningkatkan kemandirian

energi dan memelihara lingkungan di daerahnya. Menurut Roger (1962), bahwa seorang dapat dikatakan sebagai agen pengubah jika ia dapat memahami apa yang ditawarkan ke orang lain, tujuannya jelas, dan mempunyai rencana perubahan yang akan dilakukan di dalam masyarakat bahkan harus mampu menjadi Role Model atau orang pertama yang menjalankan perubahan tersebut. Selain itu, dapat dikatakan sebagai agen perubahan jika memiliki peranan dalam perubahan itu, yakni sebagai6

; 1) catalyst

atau katalis berperan meyakinkan orang lain atau sekelompok orang tentang pentingnya perubahan menuju kondisi yang lebih baik, 2) solution givers

atau pemberi solusi berperan sebagai pengingat kepada orang lain atau sekelompok orang terhadap tujuan akhir dari perubahan yang tengah dilaksanakan bersama, 3) process helpers atau penolong proses berperan membantu kelancaran proses perubahan, khususnya menyelesaikan masalah yang muncul dan membina hubungan antara pihak-pihak yang terkait, dan 4) resources linkers atau penghubung sumber daya berperan untuk menghubungkan orang dengan pemilik sumber dana/alat yang diperlukan dan bertugas untuk menjalin kerjasama dan menggalang bantuan dana.

Difusi dan Adopsi Inovasi

Menurut Roger (1995), difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota dalam suatu sistem sosial. Hal itu sesuai dengan definisi difusi menurut Roger (1962), yaitu suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru. Menurut Parker, 1974 (dalam Mulyono, 2009), difusi sebagai sutu proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi dan juga merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknis.

Menurut pemikiran Rogers, 1995 (dalam Mulyono, 2009), dalam proses difusi inovasi terdapat empat elemen pokok, yaitu: 1) Inovasi adalah gagasan, tindakan,atau barang yang dianggap baru oleh seseorang; 2) Saluran komunikasi, yaitu alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima; 3) Jangka waktu, yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima

6 Ristanurita, 2013

atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat pada (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang, relatif lebih awal atau lambat dalam menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial; dan 4) Sistem sosial, yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerja sama untuk memecahkan masalah dalam rangka pencapaian tujuan bersama.

Menurut Rogers E.M, (1962) khususnya bab 9 tentang The Change Agent menyatakan ada delapan faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pengubah, yaitu:

1. Usaha dari agen perubahan itu sendiri

Satu faktor dalam kesuksesan agen perubahan adalah dari banyaknya waktu yang dihabiskan dalam aktivitas komunikasi dengan klien. Kesuksesan agen perubahan dalam menjaga adopsi inovasi oleh klien merupakan sesuatu yang positif berhubungan dengan usaha agen dalam menghubungi/melakukan mengkontak dengan klien.

2. Orientasi klien

Posisi agen perubahan sosial adalah pertengahan antara agensi perubahan dan sistem klien. Agen perubahan adalah subjek kebutuhan untuk peran persaingan, seorang agen perubahan sering diharapkan untuk menjanjikan dalam perilaku pasti oleh agensi perubahan, dan pada waktu yang sama klien mengharapkan agen perubahan untuk mewujudkan tindakan-tindakan yang benar-benar berbeda. Kesuksesan agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi dari klien secara positif berhubungan untuk orientasi seorang klien lebih daripada orientasi agensi perubahan.

3. Kesesuaian inovasi dengan kebutuhan klien Sebuah peranan penting dan sulit untuk agen perubahan untuk mendiagnosis kebutuhan para klien. Kesuksesan Agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi dari klien secara positif berhubungan untuk derajat dimana sebuah program difusi sesuai dengan kebutuhan para klien.

4. Empati dari agen perubahan

Empati dapat diartikan sebagai derajat untuk individu yang dapat meletakan dirinya sendiri ke dalam peran dari orang lain. Empati dari agen perubahan dengan klien adalah ketika klien mengalami kesulitan secara ekstrim yang berbeda dari agen perubahan, diharapkan agen

perubahan lebih sukses jika mereka mendapatkan empati dengan klien mereka. Kesuksesan agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi secara positif berhubungan untuk empati dengan para klien.

5. Homofilitasnya dengan klien

Homophily adalah interaksi yang terjadi antara individu yang memiliki kesamaan pada pandangan, pengetahuan dan lainnya. Sedangkan heterophily adalah kebalikan dari homophily yaitu merupakan interaksi antar individu yang memiliki perbedaan. Agen perubahan memiliki banyak perbedaan dalam banyak hal dari kliennya dan mereka memiliki kontak dengan kilen yang memiliki lebih banyak kesamaan pada diri mereka.

6. Kredibilitas agen perubahan

Agen pembaharu, memiliki kepercayaan dari klien karena adanya hubungan yang akrab sehingga tidak timbul kecurigaan.

Klien percaya pada agen pembaharu karena keyakinannya akan membawa kebaikan bagi dirinya, yang disebut: kepercayaan, keselamatan (savety, credibility). Sumber saluran (seperti agen perubahan profesional) dianggap memiliki kredibilitas kompetensi, sedangkan sumber homophilous/saluran (seperti asisten) dianggap memiliki kredibilitas keamanan. Seorang agen perubahan yang ideal akan memiliki keseimbangan antara kompetensi dan kredibilitas keamanan.

7. Sejalan dengan pemimpin opini

Pemimpin opini adalah sejauh mana seorang individu dapat mempengaruhi individu lain secara informal. Kampanye difusi akan lebih berhasil jika agen perubahan mengidentifikasi dan memobilisasi para pemimpin opini. Waktu dan energi dari agen perubahan adalah sumber daya yang langka. Dengan memfokuskan kegiatan komunikasi pada pemimpin opini dalam suatu sistem sosial, agen perubahan dapat memanfaatkan sumber daya yang langka ini dan mempercepat laju difusi suatu inovasi di antara klien.

8. Kemampuan evaluasi klien

Salah satu masukan unik agen perubahan untuk proses difusi kompetensi teknis. Tetapi jika agen perubahan membutuhkan pendekatan jangka panjang untuk melakukan perubahan, ia harus berusaha untuk meningkatkan kompetensi teknis klien dan kemampuan klien untuk mengevaluasi potensi inovasi sendiri. Sayangnya, seringkali agen perubahan lebih peduli dengan tujuan-tujuan jangka pendek

seperti peningkatan laju adopsi inovasi. Sebaliknya, dalam banyak kasus, kemandirian klien harus menjadi tujuan utama dari agen perubahan, sehingga dapat menghentikan ketergantungan klien terhadap agen perubahan. Tujuan ini, jarang dicapai oleh sebagian besar agen-agen perubahan, mereka biasanya lebih mementingkan untuk mempromosikan adopsi inovasi, daripada mencari klien untuk diajarkan keterampilan dasar tentang bagaimana untuk mengevaluasi inovasi bagi diri mereka sendiri.

Penelitian Terdahulu

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain adalah sebagai berikut: Faktor Keberhasilan Pengembangan Biogas di Pemukiman Transmigrasi Sungai Rambutan (Ariani, Enny, 2011), Pengetahuan istri dan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan penggunaan biogas (Muflikhati, 2011), dan Agen Perubahan dalam Pembangunan Hutan Rakyat: Belajar dari Pengembangan Kayu Bawang di Wilayah Propinsi Bengkulu (Waluyo, Efendi Agus dan Ari Nurlia, 2013).

Hasil penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan bahwa penyebaran dan pengembangan tidak terlepas dari peran agen perubahan dalam mengubah kebiasaan masyarakat. Merubah kebiasaan masyarakat tidaklah mudah, diperlukan suatu usaha yang panjang dan berkesinambungan (Waluyo, 2013). Demikian juga, dari hasil penelitian Ariani (2011) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempercepat pengembangan biogas adalah apabila dipermukiman sulit memperoleh energi lain. Bila ada energi lain yang sudah dimanfaatkan seperti listrik, minyak tanah, dan kayu bakar yang mudah, murah dan tersedia di lokasi, maka biogas tidak menarik untuk dimanfaatkan. Selain itu, juga ada kendala lain yaitu kurang tersedianya peralatan dan suku cadang biogas di lokasi, biaya intalasi yang relatif mahal, budaya masyarakat yang belum terbiasa dengan operasional dan hasil biogas serta pemanfaatannya. Sedangkan penelitian Muflikhati et al (2011), menunjukkan bahwa pengadopsian biogas bagi masyarakat tidak gampang walaupun penggunaan biogas menguntungkan dalam aspek ekonomi, namun masih belum banyak yang menggunakan biogas sebagai bahan bakar untuk memasak. Alasan yang disampaikan adalah mereka masih suka menggunakan sumber energi yang selain biogas, seperti gas LPG dan minyak tanah, karena lebih pada aspek ketersediaan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan analisis secara deskriptif. Bungin (2010) dan Moleong (2006) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti masalah-masalah yang membutuhkan studi yang mendalam seperti studi perilaku, motivasi, persepsi, dampak, implementasi kebijakan publik, dan lain-lain. Penelitian kualitatif mencoba memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dengan mendeskripsikan fakta secara rinci termasuk gejala yang ada, identifikasi masalah dan praktek-praktek yang berlaku. Fokus analisis data hanya dilakukan pada agen pengubah dalam keberhasilan difusi inovasi biogas di masyarakat Pendua.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (menggunakan pedoman wawancara) terhadap Bapak AW dan melakukan observasi partisipasi masyarakat di sekitar desa Pendua. Data sekunder diambil dari berbagai literatur. Data yang dihasilkan kemudian diolah dan dikelompokkan menjadi delapan faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pengubah berdasarkan teori yang dikemukan oleh Roger (1962).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Pendua Kabupaten Lombok Utara, NTB

Desa Pendua berada di Kecamatan Kahayang, Kabupaten Lombok Utara, NTB, yang memiliki luas wilayah seluas 5.144.558 km2 (BPN

Kabupaten Lombok Utara, 2013) dengan jumlah penduduk sebanyak 515 rumah tangga. Masyarakat Desa Pendua banyak yang memelihara sapi, tercatat dengan jumlah sebanyak 534 ekor sapi yang terdiri dari 391 ekor jantan dan 143 ekor betina (BPS Kabupaten Lombok Utara, 2013) atau melakukan sistem bagi hasil dengan pemilik sapi. Sehingga banyak kotoran sapi yang tidak berguna bahkan mengotori lingkungan. Kemudian pada tahun 2010, mulailah kotoran sapi digunakan untuk membuat biogas oleh salah satu pemuda desa yang pulang setelah menjadi TKI di Korea, yang dapat dikatakan sebagai agen pengubah atau agen pembaharu, dengan bantuan HIVOS. HIVOS adalah salah satu LSM dari pemerintah Belanda untuk mengembangan biogas di Indonesia dengan adopsi teknologi untuk mengatasi kotoran ternak dan menghasilkan energi biogas. Tahun 2013, telah dibangun sekitar 140 unit digester biogas. Desa Pandua sudah mempunyai 18 orang tukang pembuat digester yang bersertifikat Hivos.

Pembangunan digester biogas di desa ini didukung oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun

2013 dari proyek Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara. Setiap pembangunan digester mendapatkan bantuan sebesar Rp. 3 juta, dan juga mendapatkan dukungan dana Rp. 2 juta untuk setiap digester dari HIVOS. Dan, kebutuhan lainnya, yaitu bahan-bahan lokal dan tenaga kerja disediakan oleh masyarakat itu sendiri.

Peran Agen Pengubah dalam Keberhasilan Difusi Inovasi Biogas

Desa Pandua merupakan desa yang penduduknya mempunyai mata pencaharian beternak sapi, sehingga banyak kotoran sapi yang dihasilkan. Pada awalnya, kotoran sapi yang ada hanya digunakan untuk memupuk tanaman dan sisanya dibuang begitu saja didekat kandang, sehingga baunya sangat menganggu masyarakat. Selain itu, juga banyak lalat yang beterbangan, dan dapat menyebabkan penyakit jika hinggap di makanan. Masalah ini membuat kegelisahan seorang yang bernama Bapak AW, yang pernah menjadi TKI di Korea. Bapak AW memiliki pengalaman menggunakan biogas selama tinggal di Korea Kemudian Bapak AW, mencari tahu lewat internet tentang biogas dan menghubungi HIVOS untuk pembuatan digester biogas. Tahun 2010, Bapak AW membangun biogas dan merupakan orang pertama di Dusun Pendua dalam pembuatan biogas. Digester yang dibangun berukuran 6 M3 dengan kotoran sapi berasal dari

empat ekor sapi. Biogas ini dapat digunakan selama 10 jam/hari untuk keperluan memasak di rumah tangganya.

Sebenarnya penerapan biogas sudah banyak dilakukan di beberapa daerah terutama daerah yang banyak terdapat ternak sapi. Sedang Desa Pendua baru oleh Bapak AW lah dikenal adanya biogas. Setelah melihat manfaat adanya biogas, Bapak AW mengkomunikasikan ke tetangganya, dan akhirnya banyak tetangganya yang mau ikut-ikutan membangun biogas setelah melihat sendiri hasil biogas di rumah Bapak AW. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap Bapak AW dan masyarakat sekitar menunjukkan bahwa masyarakat meyambut baik ide yang dikemukakan olek Bapak AW dan tidak ada berusaha untuk menghalang-halangi niat Bapak AW, walau memang belum semua dari rumah tangga yang ada sudah memasang digester biogas. Karena Bapak AW yang melakukan pertama dan mengajak orang lain, maka Bapak AW dapat disebut sebagai agen pengubah dalam pembuatan biogas di Desa Pandua dalam mendifusikan biogas di lingkungannya.

Berdasarkan teori Roger, bahwa Bapak AW memang seorang agen perubahan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Catalyst: Bapak AW telah melakukan komunikasi, mengajak, dan meyakinkan masyarakat di sekitarnya untuk membuat digester supaya lingkungan lebih sehat, lebih bersih, dan dapat mengurangi pengeluaran untuk membeli gas atau minyak tanah. Sehingga di tahun 2013, di Desa Pandua telah dibangun sekitar 140 unit digester biogas.

2) Solution givers atau pemberi solusi. Bapak AW dalam hal ini telah memberi contoh dengan pembangunan digester biogas di rumahnya, dimana biogas tersebut dapat digunakan selama 10 jam/hari untuk keperluan rumah tangganya. Dengan adanya biogas tersebut keluarga Bapak AW mempunyai banyak keuntungan, antara lain, tidak perlu membeli gas atau minyak tanah untuk keperluan masak, bio slurry atau sisa biogas dapat digunakan untuk membuat pupuk tanaman, serta lingkungan rumah bersih, tidak bau dan tidak ada lalat.

3) Process helpers atau penolong dalam proses. Untuk membantu masyarakat dalam kelancaran pembangunan digester biogas, Bapak AW membentuk yayasan yang menjadi mitra kerja HIVOS.

4) Resource linkers atau penghubung sumber daya. Bapak AW telah melakukan kerja sama dengan HIVOS dan Pemerintah Daerah untuk membantu masyarakat dalam membangun sebuah digester. Membangun sebuah digester dibutuhkan dana sebesar Rp. 4 juta, Bantuan dari Hivos sebesar Rp. 2 juta; bantuan dari Pemerintah Daerah melalui Koperasi Sentul Jaya sebesar Rp. 1.2 juta dan masyarakat harus menyediakan bahan dan tenaga atau tunai sebesar Rp. 800 ribu. Masyarakat yang belum mempunyai uang tunai dapat meminjam kredit ke koperasi dan pembayarannya dapat dicicil sebesar Rp. 55 ribu per bulan.

Keberhasilan agen pengubah dalam mendifusikan inovasi biogas, berdasarkan teori Roger di atas diuraikan sebagai berikut:

1. Usaha dari Agen Perubahan itu Sendiri Dalam mendifusikan biogas ke masyarakat sekitarnya, Bapak AW melakukan pertemuan langsung dengan masyarakat supaya lebih saling mengenal secara pribadi, membangun rasa saling percaya, dan saling mengenal. Bapak AW sangat gigih dalam mengkomunikasikan mengenai biogas, malahan waktunya banyak tersita dalam mengkomunikan hal tersebut, tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi Bapak AW karena mendapatkan dukungan dari isterinya.

Komunikasi ini dilakukan pada waktu ada pertemuan dengan bapak-bapak, misalnya pertemuan RT, RW, pengajian dan lainnya, atau bahkan di setiap perkumpulan yang tidak resmi seperti ngobrol di depan rumah Bapak AW. Dalam pertemuan tersebut, Bapak AW menceritakan pengalamannya waktu menjadi TKI di Korea tahun 2005 – 2007 dengan menggunakan biogas, dan Bapak AW mengajak masyarakat untuk membuat biogas supaya desa nya menjadi bersih karena memanfaatkan kotoran ternak yang ada dan juga sekaligus dapat berhemat.

Dalam menyelenggarakan pertemuan langsung juga tidak mudah, karena adanya hambatan waktu dan jarak dari masing-masing masyarakat. Untuk mengatasi hal itu, Bapak AW selain melakukan pertemuan secara langsung, juga melakukan interaksi melalui handphone. Akhirnya dari hasil komunikasi yang dilakukan Bapak AW, sampai tahun 2013 sudah terbangun 140 digester biogas di Desa Pandua.

2. Orientasi Klien

Posisi Bapak AW sebagai agen pengubah harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya dalam mendifusikan biogas di daerahnya. Supaya Difusi biogas di masyarakat Desa Pendua berhasil, maka Bapak AW melakukan kerja sama dengan HIVOS dan Pemerintah Daerah untuk membantu masyarakat dalam pembangunan digester biogas, terutama masalah pembiayaan. Dalam pembangunan digester biogas, HIVOS telah memberikan training kepada masyarakat Desa Pandua. Dan, sekarang untuk membangun digester biogas dilakukan oleh Bapak AW dan 18 orang penduduk Desa Pandua (sebagai Tukang) yang

sudah mempunyai sertifikat

pembangunan/konstruksi digester biogas dari HIVOS.

3. Kesesuaian inovasi dengan Kebutuhan Klien Kesuksesan Agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi dari masyarakat secara positif berhubungan sebuah program difusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Program difusi inovasi biogas yang dilakukan oleh Bapak AW sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang belum memanfaatkan kotoran sapi yang ada di Desa Pandua. Dari banyaknya masyarakat yang ikut membangun digester, berarti program difusi tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa tersebut.

Bagi masyarakat pemilik ternak, program biogas ini sangat membantu mereka dalam penyediaan bahan bakar untuk memasak sehingga proses memasak jadi lebih cepat, bersih, sehat karena tidak mengeluarkan asap, dan tidak

mengeluarkan biaya dengan kata lain gratis. Selain itu, manfaat lainnya adalah kandang sapi menjadi semakin bersih, tidak bau karena limbah kotoran kandang langsung dimasukkan dalam digester. Sisa limbah atau bio slurry yang dikeluarkan dari digester dapat dijadikan pupuk dan pakan ternak (bebek dan lele) sehingga tidak mencemari lingkungan. Dan, juga tidak banyak lalat yang ada di sekitar rumah, sehingga desa tersebut semakin sehat masyarakatnya. Penggunaan biogas juga dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan pemakaian bahan bakar kayu dan bahan bakar minyak, dan relatif lebih aman dari ancaman bahaya kebakaran.

4. Empati dari Agen Perubahan

Empati didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsikan, dan merasakan perasaan orang lain. Agen perubahan lebih sukses jika mereka mendapatkan empati dengan klien mereka dan kesuksesannya dalam menjamin adopsi inovasi secara positif berhubungan untuk empati dengan para klien. Hal ini terlihat dari pertama kali Bapak AW, yang selaku orang lokal merasakan sendiri bagaimana kondisi desanya yang sebelumnya banyak sekali kotoran sapi yang tidak terurus, sampai akhirnya Bapak AW berinisiatif untuk membangun digester, supaya kotoran sapi tidak berserakan dan dapat dimanfaatkan dengan baik. Pengalaman ini kemudian Bapak AW bagikan kepada masyarakat sekitar, yang akhirnya masyarakat pun berempati dengan ide yang dipunyai oleh Bapak AW. Dengan adanya empati ini maka dapat mempengaruhi keefektifitas komunikasi antar agen pengubah dan masyarakat, dengan adanya komunikasi yang efektif akan semakin mempercepat inovasi biogas diterima oleh masyarakat.

5. Homofilitasnya dengan klien

Homophily adalah interaksi yang terjadi antara individu yang memiliki kesamaan pada pandangan, pengetahuan, status ekonomi, tingkat pendidikan, asal daerah, bahasa dan lainnya. Bapak AW sebagai orang lokal yang mengetahui budaya masyarakat setempat, dan dikenal oleh masyarakat di desanya, lebih mengetahui cara berkomunikasi dengan mereka. Sehingga memudahkan Bapak AW mengajak masyarakat untuk mengikuti apa yang menjadi keinginannya. Sedangkan heterophily adalah kebalikan dari homophily yaitu merupakan interaksi antar individu yang memiliki perbedaan. Kontak komunikasi antara agen pembaharu dengan klien

Dalam dokumen viP7ppKbp6CPozDa Prosiding iptekin ke 4 2014 (Halaman 135-143)