The Dynamics of Cultivation and Postharvest Technology Innovation Application to Stabilize the Price of Shallot in Indonesia
KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP
Teknologi-teknologi yang tersedia tidak akan dapat diimplementasikan kecuali apabila didukung oleh kebijakan-kebijakan yang mendukung penerapan teknologi tersebut. Teknologi yang berpeluang untuk mengatasi beberapa permasalahan produksi bawang merah berkaitan dengan beberapa pemangku kebijakan diantaranya peneliti yang menghasilkan teknologi, petani yang menggunakan teknologi, serta pemerintah dan pembuat kebijakan yang memfasilitasi penyebaran teknologi.
Dengan manajemen teknologi, segala sumberdaya yang diperlukan dalam menstabilkan pasokan bawang merah dapat diarahkan secara efektif. Pengarahan tersebut meliputi perencanaan, pengembangan, dan implementasi kemampuan teknologi8 dan juga pengawasan dan evaluasi
dalam hal ini tujuan tersebut adalah menstabilkan produksi bawang merah.
Gambar 1. Siklus kegiatan manajemen teknologi8 Perencanaan teknologi tekait dengan pemilihan teknologi yang akan diaplikasikan, pengorganisasian teknologi diperlukan agar penerapan teknologi yang dilaksanakan berjalan denan efektif dan efisien. Setelah perencanaan dan pengorganisasian dilakukan, akan dilakukan pelaksanaan mulai dari pengembangan hingga penggunaan teknologi dalam produksi, kemudian dilakukan pengawasan secara berkala untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan dari perencanaan awal yang telah dibuat. Setelah itu siklus akan terus berulang dengan membuat perencanaan yang baru9.
METODE
Tulisan ini merupakan kajian mengenai teknologi budidaya dan pascapanen bawang merah dari beberapa literatur dan hasil penelitian yang terkait. Data-data pendukung yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh dari survei dan wawancara yang dilakukan di pasar, sentra-sentra produksi, dan balai-balai penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui Badan Pusat Statistik, dan sumber lainnya.
Pendekatan manajemen teknologi digunakan untuk mengkaji peluang yang dimiliki teknologi untuk menstabilkan produksi bawang merah nasional. Teknologi yang dianalisis terbatas pada teknologi penyediaan benih bawang merah menggunakan biji botani (True Shallot Seed), budidaya bawang merah di luar musim, dan penyimpanan kering bawang merah. Peluang penerapan teknologi-teknologi tersebut akan dikaji berdasarkan perencanaan teknologi, pengorganisasian teknologi, pelaksanaan dan penerapan teknologi, serta pengawasan dan pengendalian teknologi9.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyediaan Benih bawang merah melalui biji botani
Selama ini petani bawang merah menggunakan benih dalam bentuk umbi. Benih umbi yang digunakan diperoleh dari beberapa penangkar yang ada di sentra-sentra produksi, dan kadang dari sisa hasil panen bawang merah musim tanam periode sebelumnya. Hal ini memiliki beberapa kekurangan diantaranya penyakit yang ditularkan oleh umbi, adanya dormansi benih, volume yang besar sehingga membutuhkan tempat penyimpanan dan biaya transportasi yang besar, serta biaya penyediaannya yang besar10.
Penggunaan biji botani atau True Shallot Seed
(TSS), dapat mengatasi beberapa permasalahan perbenihan bawang merah seperti tidak adanya dormansi benih, volume yang digunakan lebih sedikit sehingga memudahkan penyimpanan dan transportasi (penggunaan benih TSS 2 kg/ha, benih umbi 1 ton.ha), dan bebas penyakit11.
Dari informasi yang diperoleh melalui
Focussed Group Discussion, penggunaan biji botani dalam perbenihan bawang merah di Indonesia belum menjadi hal yang umum walaupun teknologi ini bukan merupakan teknologi baru. Hanya ada salah satu perusahaan perbenihan swasta yaitu PT. East West Seed Indonesia sudah memasarkan benih bawang merah melalui biji botani dengan varietas tuk-tuk. Teknologi ini belum umum karena beberapa alasan. Berdasarkan wawancara teradap petani bawang merah di sentra produksi Brebes, petani menganggap teknologi ini masih rumit untuk dijalankan dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk penerapannya.
Hal tersebut dapat dimaklumi karena jika menggunakan benih umbi, petani hanya membutuhkan waktu dua bulan sejak benih umbi ditanam hingga diperoleh hasil panen bawang merah konsumsi. Hal berbeda diperoleh jika menggunakan biji botani yang terlebih dahulu harus dilakukan penyemaian sehingga menghasilkan umbi mini. Kemudian umbi mini yang dihasilkan ditanam kembali hingga menghasilkan umbi benih seperti yang biasa ditanam oleh petani. Maka untuk mendapatkan bawang merah konsumsi membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu enam bulan dengan prosedur yang lebih rumit.
Penerapan penggunaan teknologi biji botani dalam penyediaan benih bawang merah ini memiliki peluang, karena bawang merah secara alami dapat berbunga dan menghasilkan biji botani kecuali untuk varietas sumenep. Pemilihan teknologi ini berpeluang terutama untuk mengatasi permasalahan pengangkutan dan penyimpanan benih, serta meminimalisir serangan penyakit yang ditularkan oleh virus.
Pemilihan Transfer dan Adaptasi
Implementasi Pengembangan
Karena panjangnya waktu yang dibutuhkan dalam menerapkan teknologi ini, dalam pengorganisasian dan pelaksanaannya dapat dibuat pembagian pekerjaan menjadi tiga tahap yaitu produksi biji botani, produksi umbi mini, dan produksi umbi benih. Setiap tahapan dalam teknologi ini dapat dikerjakan oleh orang yang berbeda sehingga akan membuat peluang usaha baru dalam perbenihan bawang merah. Produksi biji botani dapat diproduksi di Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan petani penangkar terlatih yang direkomendasikan langsung oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Kegiatan ini dapat dilakukan di dataran tinggi karena pembungaan bawang merah optimal dilakukan di dataran tinggi. Produksi umbi mini dan umbi benih dapat dilakukan di oleh penangkar. Untuk itu perlu dikaji penciptaan suatu sistem agribisnis perbenihan bawang merah menggunakan teknologi biji botani.
Evaluasi dari pelaksanaan teknologi ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kekurangan dan peluang yang mungkin diperoleh dari pelaksanaan teknologi yang dijalankan, mengingat teknologi ini adalah teknologi yang belum umum dilaksanakan sehingga dibutuhkan evaluasi rutin untuk dibuat suatu perencanaan baru.
Teknologi Budidaya Bawang Merah di luar Musim
Diantara seluruh sentra produksi bawang merah yang ada di Indonesia, Kabupaten Brebes merupakan sentra produksi terbesar dengan sumbangan sekitar 30% dari seluruh produksi bawang merah nasional14. Musim tanam dan
panen raya terletak di rentang bulan Juli-Desember pada musim kemarau. Sentra produksi lain tersebar di seluruh Indonesia dengan musim tanam yang berbeda-beda karena kondisi agroekosistem yang berbeda-beda pula.
Pada saat musim hujan banyak petani yang enggan untuk menanam bawang merah. Hal ini disebabkan karena kebiasaan sebagian besar petani bawang menanam padi pada saat musim hujan. Selain itu masalah usahatani bawang merah diluar musim adalah tingginya resiko kegagalan panen karena tingginya serangan hama dan penyakit. Untuk menjamin keberhasilan penanaman diluar musim tanam bawang harus memperhatikan varietas yang digunakan, cara tanam yang sesuai, pemupukan efisien, pengendalian hama dan penyakit yang efektif, drainase yang baik serta pemeliharaan yang intensif.
Teknologi budidaya bawang merah di luar musim berkaitan dengan pemilihan varietas yang
mampu beradaptasi dan tumbuh baik pada musim hujan. Pemilihan varietas tertentu dilakukan agar tanaman bawang merah yang ditanam tahan terhadap serangan hama dan penyakit yang biasa datang pada saat musim hujan. Varietas bawang merah yang mampu beradaptasi di musim hujan antara lain varietas pikatan dengan potensi hasil sebesar 6,2-23,3 ton/ha, pancasona dengan potensi hasil sebesar 6,9-23,7 ton/ha, trisula dengan potensi hasil sebesar 6,5-23,2 ton/ha, dan mentes dengan potensi hasil 7,1-27,6 ton/ha16.
Penerapan penggunaan varietas tertentu yang mampu beradaptasi dengan musim hujan harus dikondisikan sesuai dengan lokasi tanam bawang. Beberapa varietas mempunyai sifat spesifik lokasi tertentu tergantung daerah tempat bawang ditanam. Manajemen pemilihan varietas ini menentukan keberhasilan usahatani bawang merah di lokasi tersebut. Perlu adanya demplot dan uji lokasi pertanaman bawang merah agar dapat diperoleh varietas bawang merah mana yang paling optimal untuk ditanam. Hal ini perlu dilakukan juga karena paket teknologi selain varietas mengharuskan pelaku usahatani melakukan perlakuan yang berbeda dengan apabila menanam bawang merah pada musim kemarau.
Dalam pengorganisasian teknologi ini perlu diciptakan penangkar-penangkar benih lokal yang memproduksi varietas bawang merah baru yang diintroduksikan tersebut melalui pembinaan dari balai penelitian dan dinas pertanian. Evaluasi pelaksanaan teknologi ini harus melibatkan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih di tiap-tiap daerah untuk menjaga kualitas dari varietas yang diproduksi oleh penangkar-penangkar lokal. Hasil wawancara dengan pengurus Dewan Bawang Nasional dan Pejabat Dinas Pertanian Kabupaten Brebes mengemukakan bahwa benih bawang merah yang beredar di pasaran banyak yang tidak bersertifikat sehingga jenis varietasnya tidak jelas.
Teknologi Penyimpanan Kering Bawang
Merah
Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki sifat mudah rusak. Kerusakan yang terjadi pada saat penyimpanan biasanya berupa tumbuhnya tunas, pelunakan umbi, tumbuhnya akar, dan busuk serta berjamur. Hal ini disebabkan bawang merah memiliki kadar air yang tinggi. Kerusakan tersebut berakibat ada menurunnya daya simpan dan mutu bawang merah18.
Penanganan pascapanen yang biasa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan pengeringan. Berdasarkan wawancara terhadap petani bawang
merah di Brebes, pengeringan biasa dilakukan dengan menjemur bawang merah hasil panen dibawah sinar matahari. Proses pengeringan tersebut memakan waktu 5-15 hari. Jika cuaca dalam keadaan panas maka pengeringan akan lebih cepat. Meskipun sudah dikatakan kering kadar air bawang merah masih tinggi yaitu 65%19.
Setelah dikeringkan dengan dijemur biasanya bawang merah disimpan di gudang tertutup namun masih beralaskan tanah sehingga kelembabannya tinggi. hal tersebut dapat menyebabkan kelembaban bawang merah kembali meningkat sehingga akan lebih mudah busuk.
Untuk memperpanjang masa simpan pengeringan lebih lanjut dibutuhkan hingga kadar air bawang merah mencapai 14%. Modifikasi sistem pengeringan dan penyimpanan dengan menggunakan pengaturan aerasi yang dilengkapi pemanas buatan dapat digunakan untuk tempat penyimpanan kering bawang merah. Penelitian yang dilakukan mengemukakan bahwa penyimpanan dalam suhu ruang 38-48 oC
menghasilkan kualitas bawang merah yang cukup baik dengan kadar air rata-rata 13% dan warna merah mengkilap6?.
Penerapan teknologi ini berpeluang untuk mengatasi permasalahan penyimpanan bawang merah. Umur simpan bawang merah dapat bertahan lebih lama sehingga dapat dijual pada saat produksi bawang merah menurun, namun pasokan bawang merah di pasar masih tetap tersedia.
Dalam pengorganisasiannya beberapa peluang juga dapat diterapkan dalam penerapan teknologi ini. Kelembagaan usahatani dapat digunakan untuk menghimpun hasil panen bawang emrah di satu daerah. Peluang penerapan resi gudang juga dapat diimplementasikan menggunakan teknologi penyimpanan kering bawang merah ini.
Manajemen Teknologi dan Dinamika
Penerapan Teknologi dalam Menstabilkan Produksi Bawang Merah Nasional
Dibutuhkan pengaturan untuk menerapkan teknologi-teknologi untuk menstabilkan produksi bawang merah tersebut. Teknologi-teknologi yang tersedia tidak semua dapat diimplementasikan secara serentak dan dapat diterapkan di semua lokasi sentra produksi bawang merah. Harus terlebih dahulu diperhatikan kondisi suatu daerah serta dilakukan penentuan prioritas teknologi mana yang dapat diterapkan. Untuk itu perlu pengkajian untuk menentukan teknologi mana yang akan dijadikan prioritas untuk menstabilkan ketersediaan bawang merah nasional.
Identifikasi pelaku-pelaku yang akan mengimplementasikan teknologi-teknologi tersebut juga perlu dilakukan. Pelaku penerapan teknologi ini bisa dari beberapa pihak yang menghasilkan dan yang menggunakan teknologi tersebut. Balai-balai Penelitian Lingkup Badan Litbang Pertanian adalah aktor yang memproduksi teknologi dimana ada Balai Penelitian Tanaman Sayuran dibawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura yang selama ini melakukan penelitian mengenai penyediaan bawang merah menggunakan biji botani dan teknologi produksi bawang merah di luar musim. Selain itu ada Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian dan Balai Besar Penelitian Pascapanen Pertanian yang selama ini melakukan penelitian untuk pascapanen bawang merah dan penggunaan instore drying. Masih di bawah Badan Litbang Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di setiap provinsi adalah balai yang bertugas untuk melakukan diseminasi dan uji lokasi di masing-masing daerah. Sebab teknologi yang dihasilkan harus disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
Selain institusi dibawah Badan Litbang Pertanian, pelaku lain seperti dinas-dinas pertanian badan usaha swasta di daerah juga memiliki peranan dalam penerapan teknologi yaitu dalam penyebarluasan dan pengenalan teknologi. Petani sebagai pengguna juga perlu diidentifikasi bagaimana peranannya karena petani adalah pelaku yang nantinya akan menerapkan teknologi ini di lapangan. Selain itu pihak-pihak lain seperti asosiasi-asosiasi bawang merah yang selama ini bergerak di bidang agribisnis bawang merah juga perlu dilibatkan dalam pemilihan teknologi yang akan diterapkan. Sebab asosiasi-asosiasi bawang merah merupakan pelaku yang mengetahui kondisi di lapangan.
Perlu juga diidentifikasi manakah diantara kriteria-kriteria dalam implementasi teknologi yang paling penting menurut para pelaku tersebut. Kriteria-kriteria yang dapat diambil diantaranya15:
1. Kemudahan secara teknis
Pelaku agribisnis bawang merah biasa menanam bawang merah menggunakan benih berbentuk umbi, melakukan budidaya dan penyimpanan sesuai dengan yang selama ini mereka lakukan. Apabila hendak diterapkan teknologi perbenihan bawang merah menggunakan biji botani, penerapan teknologi budidaya bawang merah diluar musim, dan teknologi penyimpanan bawang merah menggunakan penyimpanan kering tentunya perlu adanya adaptasi yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Semakin mudah diterapkan
kemungkinan teknologi tersebut diadopsi akan lebih besar.
2. Menguntungkan secara ekonomi
Penerapan teknologi baru tentunya akan berdampak kepada bertambahnya biaya yang akan dikeluarkan. Harus dikaji apakah dengan bertambahnya biaya akan menguntungkan usahatani atau malah merugikan usahatani yang dilakukan.
3. Dapat diterima secara sosial
Kondisi sosial pelaku usahatani bawang merah juga berdampak kepada keberhasilan diseminasi teknologi. Banyak petani, tidak hanya petani bawng merah yang merasa nyaman dengan kondisi usahatani yang dilakukannya selama ini tanpa adanya sentuhan teknologi. Hal ini dapat menghambat diseminasi teknologi yang ada.
4. Tidak bertentangan dengan aturan
Diseminasi teknologi yang bertujuan untuk menstabilkan pasokan bawang merah terutama untuk teknologi perbenihan dihadapkan pada aturan yang harus ditaati seperti peraturan mengenai produksi, sertifikasi, dan peredaran benih bina.
Agribisnis bawang merah merupakan suatu proses yang dinamis yang selalu berubah mengikuti sistem yang ada. Penerapan teknologi tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan kebijakan dari pihak yang terkait. Dibutuhkan dukungan kebijakan yang selaras dengan pemanfaatan teknologi, khususnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas12.
Gambar 2. Penentuan Prioritas Teknologi yang akan digunakan dalam menstabilkan produksi bawang merah
Pemasaran atau diseminasi dari teknologi juga termasuk pengelolaan dari teknologi. Dengan metode diseminasi yang tepat dapat mempercepat teknologi sampai ke tangan penggunanya. Sehingga dapat lebih cepat menstabilkan pasokan bawang merah nasional. Tidak hanya kebijakan dalam menerapkan teknologi tapi juga secara tidak
langsung pemerintah harus menentukan kebijakan terhadap bidang lain yang berkaitan dengan agribisnis bawang merah. Contohnya dalam pengaturan impor bawang merah dari luar negeri. Impor bawang merah dari luar negeri akan membuat pasokan bawang merah meningkat dan akan membuat harga bawang merah turun.
Petani tidak akan menanam jika harga tidak menarik. Sebaliknya petani akan menanam jika harga di pasar menjanjikan. Jika impor tidak diatur maka pasokan akan terus melimpah dan berpengaruh terhadap turunnya harga bawang merah di pasar. Jika harga bawang merah tidak menjanjikan maka petani bawang merah tidak akan tertarik untuk menanam bawang merah sehingga teknologi apapun tidak akan diterapkan. Jangankan untuk meningkatkan produksi, bahkan untuk berproduksi petani akan enggan karena harga yang tidak menarik.
Pemberian insentif atas penerapan teknologi juga dapat diterapkan oleh pemerintah. Insentif yang diberikan dapat berupa perlindungan produk, pajak, kemudahan, memperoleh dana pengembangan, fasilitasi pemasaran, dan pertumbuhan pasar17.
PENUTUP
Ketiga teknologi bawang merah yang dipaparkan berpeluang untuk mengatasi permasalahan agribisnis bawang merah, tergantung pada fase mana agribisnis bawang merah tersebut berlangsung. Teknologi perbenihan bawang merah menggunakan biji botani berpeluang untuk mengatasi permasalahan dalam penyediaan benih bawang merah. Teknologi budidaya bawang merah di luar musim dapat berpeluang untuk mengatasi kekosongan pasokan bawang merah di pasar. Teknologi penyimpanan kering bawang merah berpeluang untuk memperpanjang umur simpan bawang merah sehingga menyimpan kelebihan pasokan pada saat panen raya dan memenuhi kebutuhan pada saat pasar dalam keadaan kosong.
Untuk melihat mana teknologi yang paling baik diantara tiga teknologi tersebut dibutuhkan kajian lebih lanjut mengenai pemilihan prioritas teknologi yang akan digunakan mengingat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Kajian tersebut meliputi pemilihan teknologi dan pelaku yang akan menerapkan teknologi tersebut, berkaitan dengan perbedaan kondisi di masing-masing daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia.
Kebijakan yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan insentif penerapan teknologi, dapat berupa perlindungan produk, pajak, kemudahan memperoleh dana pengembangan,
fasilitasi pemasaran, dan kepastian harga dan pasar. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai bentuk kebijakan yang paling tepat untuk menerpakan teknologi-teknologi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1Kartapradja R, PS Sartono. 1990. Percobaan
varietas bawang merah di Sukamandi. Bul. Penel. Hort. 18 (2): 57-60
2Adiyoga, W dan Soetiarso, TA. 1997.
Keunggulan Komparatif dan Insentif Ekonomi Usaha Tani Bawang Merah, J. Hort, Vol. 7 No. 1, 641-24
3Dirjen Hortikultura. 2005. Kinerja
pembangunan sistem dan usaha agribisnis hortikultura 200-2003. Departemen Pertanian. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. Jakarta.
4Anonim. 2013. Harga Bawang Tembus Rp.
50.000/Kg.
http://cetak.shnews.co/web/read/2013-03-11/9021/harga.bawang.tembus.rp.50000kg#. VAHTvsWSx5c diakses tanggal 18 Agustus 2014.
5 Putrasamedja, S dan AH. Permadi. 2001.
Vareitas Bawang Merah Unggul Baru Kramat-1, Kramat-2, dan Kuning. J.Hort. 11 (2): 143-147
6Priyantono, E., Ete, A., dan Andrianton. Vigor
Umbi Bawang Merah (Allium Acallonicum
L.) Varietas Palasa dan Lembah Palu pada Berbagai Kondisi Simpan. e-J. Agrotekbis 1 (1): 8-16
7Saleh. A dan Suwanda, FN. 2008. Analisis
Efektifitas Komunikasi Model Prima Tani Sebagai Diseminasi Teknologi Pertanian Di Desa Citarik Kabupaten Karawang Jawa Barat. Jurnal Komunikasi Pembangunan 6 (2): 66-79
8 Nazruddin. 2008. Manajemen Teknologi. Graha
Ilmu. Yogyakarta.
9Gumbira-Said, E dan Intan, AH. 2001.
Manajemen Agribisnis. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta
10
Suherman, R. & Basuki, R.S. 1990. Strategi luas usahatani bawang merah (Allium cepa
var. ascalonicum) di Jawa Bali. Tinjauan dari segi usahatani terendah. Buletin Penelitian Hortikultura, 18(3): 11–18.
11Ridwan, H., Sutapradja, H., & Margono. 1989.
Daya produksi dan harga pokok benih, biji bawang merah. Buletin Penelitian Hortikultura, XVII(4): 57–61
12Anonim. 2012. Pemanfaatan Teknologi Butuh
Kebijakan yang Selaras.
http://w1.bppt.go.id/index.php/home/46- umum/1179-pemanfaatan-teknologi-butuh-kebijakan-yang-selaras (diakses tanggal 20 Agustus 2014)
13Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi
Statistik. No. 22/04/Th. XVI, 1 April 2013
14Basuki, RS. 2010. Sistem Pengadaan dan
Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes. J. Hort 20 (2): 186-195
15Hernanto, F. 1991. Ilmu Usahatani. Penebar
Swadaya, Jakarta.
16Sumarni, N., Sopha, GA, Setyawati, W, dan
Suwandi. 2013. Teknologi Budidaya Bawang
Merah di Luar Musim.
http://balitsa.litbang.deptan.go.id/ind/index.p hp/berita-terbaru/172-bm-2.html (diakses 20 Agustus 2014)
17Firmansyah. 2010. Analisis Kebijakan
Pemberian Insentif Pajak Atas Sumbangan dalam Kegiatan Penelitian dan Pengembangan. Bisnis dan Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. Vol. 17 (1): 1-14.
18Nugraha, S. 2009. Teknologi
Pengeringan-Penyimpanan Bawang Merah.
http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/index. php/en/berita/71 (diakses tanggal 20 Agustus 2014)
19Hartuti, N dan D. Histifariana. 1997. Pengaruh
Natrium Metabisulfit dan Lama Perendaman terhadap Mutu Tepung Bawang Merah. Jurnal Hortikultura 7 (1): 583-589