• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze adalah salah satu jenis pohon penghasil kayu paling berharga yang banyak dijumpai tumbuh dihutan alam Papua. Saat ini, merbau didorong untuk dikembangkan dalam skema hutan tanaman industri. Keberhasilan pembangunan hutan tanaman merbau dalam skala besar dengan kualitas kayu yang dihasilkan tinggi sangat bergantung pada pengetahuan regenerasi jenis yang bersangkutan termasuk pengetahuan bagaimana perbanyakan tanaman jenis ini melalui stek mikro secara in vitro. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan media kultur inisiasi tunas stek mikro merbau. Inisiasi stek mikro merbau dilakukan pada media modifikasi Woody Plant Media (WPM) dan Murashihe dan Skoog (MS) yang ditambah dengan berbagai kombinasi sitokinin BAP, auksin NAA dan IBA, adenin sulfat, arang aktif, vitamin C dan casein hidrolisat. Media WPM dimodifikasi kandungan vitaminnya dengan menggunakan komposisi vitamin MS sedangkan media MS dimodifikasi kandungan garam anorganiknya menjadi ½ MS namun dengan membuat variasi kandungan N, P dan Sukrosanya. Hasil penelitian menunjukkan inisiasi tunas terjadi pada media modifikasi WPM maupun MS, walau jumlah eksplan bertunas relatif rendah (14,3-42,9%). Hambatan yang masih dihadapi berkaitan dengan adanya defoliasi dini dan terhentinya pertumbuhan tunas setelah 2 bulan dalam media inisiasi. Mempertahankan tingkat konsentrasi N dan P relatif tinggi pada media modifikasi MS mendekati komposisi pada MS (412,5 mg/L NH4NO3, 475 mg/L KNO3 and 42,5 mg/L KH2PO4), tetapi dengan

menurunkan kandungan sukrosa hingga 20 g/L, menguntungkan bagi inisiasi tunas stek mikro merbau secara in vitro.

Kata kunci: merbau, kultur stek mikro, MS, WPM, defoliation dini Abstract

Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze is the most valuable timber tree found in natural forest of Papua and now encouraged to be developed in industrial plantation scheme. The success of large scale tree plantation development, by which purposes to produce high quality of timber depend on regeneration knowledge including how to propagate through shoot micro cuttings. The study was carried out to find culture medium for initiation of shoot micro-cuttings of merbau. initiation of shoot micro-cuttings was perform on modified Woody Plant Media (WPM) and Murashihe and Skoog (MS) media. WPM culture medium was modified its vitamin contents by using MS vitamin composition, while modified MS medium used inorganic salt contents following the composition of ½ MS with some variations in N, P and sukrosa contents. The result of the study revealed that shoot initiation was successfully triggered by some culture media of modified WPM and MS although the number of explant regenerating shoots was relatively

low (14.3-42.9%). The constraints were mainly related to early defoliation of leaves and shoots, and the cessation of the growth after 2 months in the culture medium. Maintaining relatively high concentration of nitrogen and phosphate contents in modified MS medium, close to those of MS medium (412.5 mg/L NH4NO3, 475 mg/L KNO3 and 42.5 mg/L KH2PO4), but decreasing the sucrose

content to 20 g/L, likely gave beneficial effects for shoot initiation of micro- cuttings of merbau in vitro.

Keywords: merbau, shoot micro-cuttings, MS, WPM, early defoliation

Pendahuluan Latar Belakang

Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] merupakan salah satu jenis kayu komersial yang paling banyak tumbuh di pulau Papua. Jenis ini merupakan jenis yang dominan di daerah hutan hujan tropika dataran rendah dan merupakan target utama dalam eksploitasi hutan (PROSEA 1994; Thaman et al. 2004).

Perbanyakan merbau melalui stek mikro secara in vitro belum sepenuhnya diketahui dengan baik. Beberapa percobaan telah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. Percobaan penanaman tunas aksilar merbau dengan menggunakan media dasar Woody Plant Media (WPM), Murashige dan Skoog (MS) dan Anderson belum diperoleh hasil yang memuaskan namun terlihat media yang lebih miskin kandungan unsur haranya menghasilkan persen hidup lebih baik. Pencoklatan (browning), kerontokan daun (defoliasi) dan tingginya kontaminasi merupakan hambatan utama dalam percobaan ini (Hamzah 2003). Kultur pucuk dengan menggunakan media Anderson yang diperkaya dengan 0.1 ppm NAA dan 0.5 - 1 ppm Kinetin baru mampu memberikan respon terhadap pembentukan kalus dalam jumlah kecil dengan gejala pencoklatan pada media (Mahmud 2003)

Induksi dan multiplikasi tunas paling umum dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) dari golongan sitokinin. Benzylaminopurine (BAP) merupakan sitokinin yang paling sering digunakan bagi tanaman berkayu angiospermae, disamping jenis sitokinin lain seperti 2iP, kinetin, zeatin, dan thidiazuron (TDZ). Pemberian auksin seperti naphthaleneacetic acid (NAA), indolebutyric acid (IBA) dan indoleacetic acid

(IAA) dikombinasi dengan sitokinin sering dilakukan karena pengaruh sinergistiknya dalam menginduksi tunas. Auksin 2,4 D jarang digunakan untuk menginduksi tunas karena sering lebih mendorong pembentukan kalus. Penggunaan auksin untuk menginduksi tunas lebih diperlukan bagi eksplan yang berasal dari tanaman dewasa dibandingkan eksplan yang masih juvenil (Gunawan 1992; Litz & Gray 1992).

Pada hakekatnya untuk memperoleh hasil kultur pucuk merbau yang baik, perlu dicari komposisi media kultur yang tepat. Eksplorasi media kultur untuk inisiasi pembentukan tunas pada stek mikro merbau masih perlu dilakukan. Eksplorasi dilakukan dengan menggunakan media yang memiliki komposisi miskin garam anorganik, dikombinasi dengan pemberian auksin maupun sitokinin maupun bahan lainnya, yang diperkirakan akan mampu menumbuhkan tunas dan sekaligus mampu menanggulangi masalah defoliasi dan pencoklatan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi media kultur terbaik dalam menginisiasi pembentukan tunas pada stek mikro tanaman merbau secara in vitro merbau.

Bahan dan Metode Bahan Penelitian

Tanaman merbau berumur dua tahun asal perbanyakan dari biji yang ditanam dalam polibag dipelihara di rumah kaca untuk dijadikan sumber eksplan baik berupa tunas apikal maupun aksilar diperoleh. Pemeliharaan terhadap tanaman dilakukan dengan memberikan penyiraman setiap harinya dan memberikan pupuk untuk merangsang terjadinya pertunasan.

Rancangan Penelitian

Penelitian dirancang dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan sebanyak 7 ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa modifikasi komposisi media WPM dan MS untuk inisiasi tunas yang diperkaya dengan ZPT

(IBA, NAA dan BAP), adenin Sulfat (Ads), vitamin C, arang aktif dan casein hidrolisat. Modifikasi media WPM dilakukan dengan menggantikan kandungan vitaminnya mengikuti komposisi dari MS, sedangkan modifikasi media MS dilakukan dengan merubah kandungan anorganiknya menjadi ½ MS namun dengan membuat variasi kandungan N, P maupun gula sukrosanya (Tabel 4).

Prosedur Penelitian

Penyiapan eksplan. Tunas apikal maupun aksilar diambil dan dimasukkan ke dalam botol steril. Dicuci dengan air steril yang ditambahkan detergen, kemudian disterilisasi dengan menggunakan larutan fungisida Dithane 2 g/L dan Agrept 2 g/L selama 15 menit, dilanjutkan dengan larutan 10% Bayclin (bahan aktif: 5,25% NaClO) selama 10 menit, dibilas dengan air steril beberapa kali, kemudian dengan larutan betadine. Eksplant steril diambil dan ditiriskan di atas kertas saring dalam cawan petri steril.

Penanaman eksplan. Eksplan yang telah melalui proses sterilisasi, selanjutnya ditanam dalam media induksi yang telah disiapkan sesuai dengan rancangan perlakuan (Tabel 4).

Pengamatan dan Analisis Data

Pengamatan dilakukan terhadap peubah persen eksplan hidup,persen ekaplan bertunas, persen ekaplan berakar, persen ekaplan berkalus. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian

Berbagai komposisi media WPM dan MS yang dimodifikasikan dan diperkaya dengan ZPT telah menunjukkan kemampuan untuk menginisiasi tunas. Kalus yang terbentuk pada umumnya berwarna putih beberapa dapat berubah menjadi kehijauan namun pada akhirnya terjadi pencoklatan, sedangkan tunas yang terbentuk pada umumnya tumbuh lambat dan akan terhenti setelah 3 bulan setelah tanam, dan sering disertai defoliasi (Tabel 5 dan Gambar 15).

Tabel 4 Modifikasi media Woody Plant Media (WPM), Murashige dan Skoog (MS) untuk media inisiasi tunas stek