• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intsia bijuga (Colebr.) O Kuntze] MENGGUNAKAN AUKSIN (IBA/NAA) DAN INOKULUM FUNGI EKTOMIKORIZA

Abstrak

Keberhasilan stek tergantung pada banyak faktor salah satunya penggunaan ZPT. Fungi ektomikoriza diketahui menghasilkan indole acetic acid (IAA) yang kemungkinan dapat berperan dalam pengakaran stek. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keberhasilan perbanyakan vegetati melalui stek pada merbau merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] dengan menggunakan campuran auksin indole butyric acid (IBA) dan naphthalene acetic acid (NAA) dan inokulum fungi ektomikoriza Scleroderma sp. asal akar merbau. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) berfaktor. Faktor pertama berupa perlakuan auksin IBA/NAA (0, 1000/500, 2000/1000, 3000/1500 ppm), sedangkan faktor kedua berupa perlakuan inokulasi Scleroderma sp. (kontrol, inokulasi dengan suspensi spora dan inokulasi dengan agregat miselia). Penggunaan auksin IBA/NAA (1000 ppm/500 ppm) memberikan hasil terbaik dalam persentase stek berakar (77,1%), maupun stek berakar dan bertunas (50,0%). Penggunaan inokulum fungi ektomikoriza tidak berpengaruh terhadap stek merbau walau dijumpai beberapa stek berakar telah dikolonisasi oleh fungi tersebut pada saat 4 minggu setelah tanam. Keberhasilan stek dalam penelitian ini didefinisikan sebagai persentase stek yang berhasil untuk hidup dan berkembang menjadi tanaman lengkap. Peubah terbaik untuk menunjukkan keberhasilan stek adalah persentase stek berakar dan bertunas.

Kata kunci: merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze], stek pucuk, IBA, NAA, IAA, Scleroderma sp.

Abstract

The success of cuttings is dependent on many factors, such as plant growth hormone applications. Ectomycorrhizal (EcM) fungi were well known producing indole acetic acid (IAA) and it is possible to trigger rooting on cuttings. A study on merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] vegetative propagation by cuttings using mixture of indole butyric acid (IBA) and naphthalene acetic acid (NAA) and inoculums of EcM Fungi of Scleroderma sp. isolated from merbau was conducted. The experiment was performed in factorial randomized completely block design (RCBD). The first factor consists of mixture of IBA/NAA (0, 1000/500, 2000/1000, 3000/1500 ppm), while the second factor is inoculation treatments (uninoculated, inoculated with spore suspension, inoculated with mycelia aggregate. Application of the mixture of IBA and NAA (1000 ppm/500 ppm) gave the best result in percentage of rooted cuttings (77.1%), as well as rooted and sprouted cuttings (50.0%). The application of EcM fungi inoculation did not give any effect to the success of the cutting though some rooted cuttings were found being colonized by the fungus. The success of the cuttings is define as the percentage of cuttings which is survive and able to become complete plants.

The percentage of the rooted and sprouted cuttings was the best variable to reveal the success of the cuttings.

Key words: merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze], shoot cuttings, IBA, NAA, IAA, Scleroderma sp.

Pendahuluan Latar Belakang

Penyetekan adalah suatu praktek perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian organ vegetatif tanaman yang pada saat ditempatkan pada kondisi yang ideal, akan tumbuh menjadi tanaman lengkap. Perbanyakan vegetatif seperti ini telah umum dilakukan, disamping karena mudah dilakukan, juga karena dengan cara ini tanaman yang dihasilkan akan memiliki sifat yang sama seperti induknya. Perbanyakan vegetatif dengan stek pada merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] perlu dilakukan, karena dengan dikuasainya teknologi ini, maka penyediaan bibit merbau tidak bergantung hanya pada ketersediaan biji di alam. Melalui penyetekan dengan menggunakan bahan stek berasal dari tegakan pohon unggul dapat diperoleh diperoleh klon unggul untuk pendirian kebun benih ataupun pangkas. Keberhasilan suatu stek sangat bergantung dari berbagai faktor seperti bahan stek, penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT), media penyetekan, dan faktor lingkungan terutama kelembaban udara, suhu dan cahaya (Hartman et al. 2002).

Perbanyakan tanaman merbau melalui stek walaupun pernah dicoba namun belum memberikan gambaran yang diinginkan. Dengan menggunakan media dengan klas tekstur lempung liat berpasir dan bahan stek pucuk sepanjang 60 cm diperoleh tingkat mortalitas sangat tinggi yaitu 62% (PROSEA 1994). Perbaikan cara perbanyakan dengan stek dengan memperhatikan media tanam yang lebih poros dan penggunaan zat pengatur tumbuh khususnya dari golongan auksin untuk merangsang perakaran seperti indole butyric acid (IBA) dan naphthalene acetic acid (NAA) diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan stek berakar. Demikian pula fungi ektomikoriza (EcM) telah diketahui menghasilkan beberapa senyawa asam organik maupun auksin seperti indole acetic acid (IAA), yang

kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk induksi perakaran stek dan sekaligus digunakan untuk memperbaiki pertumbuhan anakan hasil penyetekan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian ZPT (IBA/NAA) dan inokulum fungi ektomikoriza dalam bentuk agregat miselia dan suspensi spora terhadap keberhasilan perbanyakan vegetatif melalui stek asal bagian basal dan bagian apikal dari pucuk merbau.

Bahan dan Metode Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam rancangan acak kelompok (RAK) berfaktor. Faktor pertama berupa perlakuan ZPT auksin (IBA/NAA) dengan 4 taraf perlakuan yaitu (1) kontrol/tanpa ZPT, (2) 1000/500 ppm, (3) 2000/1000 ppm, dan (4) 3000/1500 ppm; sedangkan faktor kedua berupa perlakuan inokulasi fungi EcM Scleroderma sp. terdiri atas: (1) kontrol (tanpa inokulasi), (2) inokulasi menggunakan suspensi spora dan (3) imokulasi menggunakan suspensi agregat miselia. Pengelompokan disamping bertujuan untuk mengakomodasikan keragaman lingkungan juga mengakomodasikan keragaman yang ditimbulkan oleh bahan stek. Kelompok 1 dan 2 terdiri atas bahan stek dari bagian basal sedangkan kelompok 2 dan 3 terdiri atas bahan stek dari bagian apikal pucuk merbau. Setiap satu satuan percobaan ditanam sebanyak 12 stek.

Prosedur Penelitian

Bahan stek. Stek batang diperoleh dari tanaman merbau berumur dua tahun yang ditanam dalam polibag di rumah kaca. Stek dengan 2 ruas (node), panjang ± 10 cm, dipilih dari batang orthotrop yang muda namun tidak sukulen. Stek diambil dari bagian ujung (apikal) antara ruas 1 hingga 3 dari pucuk apikal tanaman merbau dan bagian bawah (basal) antara ruas 4 hingga 6 dari pucuk tanaman (Gambar 23).

Media Tanam. Media tanam berupa pasir steril dimasukkan ke dalam kontainer bersungkup plastik. Dalam setiap kontainer (satu satuan percobaan) ditanam sebanyak 12 stek yang telah diberi perlakuan. Suhu dalam sungkup berkisar antara 24oC pada pagi hari dan 38oC pada siang hari, sedangkan kelembaban terendah 60% pada siang hari dan tertinggi 85% pada pagi hari.

Gambar 23 Bahan stek untuk percobaan. Bagian apikal (ruas 1-3) dan bagian basal (ruas 4-6).

Inokulum Ektomikoriza. Inokulum agregat miselium dibuat dengan mengambil agregat miselium dari biakan murni dengan media semi cair sebanyak 10 botol dimasukkan ke gelas elernmeyer berisi 1000 ml air steril yang telah ditambahkan 0,25 ml surfaktan tween 80, dan diaduk dengan blender hingga terbentuk suspensi. Inokulum dalam bentuk spora disiapkan dengan cara mensuspensikan spora sebanyak 1 g dalam 1000 ml air yang diberi 0,25 ml surfaktan (tween 80) dengan menggunakan magnetic stirrer (Brundrett et al. 2005).

Sebanyak 30 ml suspensi spora maupun miselium per tanaman diinjeksikan ke dalam lubang yang dibuat dekat stek dalam bak penyetekan. Inokulasi dilakukan pada awal percobaan dan diulang kembali pada minggu ke dua dan ke empat. Dengan demikian kerapatan spora diperkirakan sekitar 2,91 x 109 spora.

Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode HPLC diperoleh bahwa inokulum dalam bentuk suspensi agregat miselium mengandung IAA sebesar 92,80 ppm, sedangkan dalam bentuk suspensi spora sebesar 91,48 ppm.

Pembuatan larutan ZPT. Penyiapan 1000/500 ppm IBA/NAA dilakukan dengan menimbang sebanyak IBA dan NAA berturut-turut: 1000 mg dan 500 mg, untuk pembuatan larutan sebanyak 1 L. Kedua zat pengatur tumbuh tersebut masing-masing dilarutkan dengan menggunakan beberapa tetes 1N NaOH, dipanaskan dan diaduk hingga larut. Selanjutnya, keduanya dicampur dan secara bertahap ditambahkan akuades hingga 1L. Cara yang sama juga dilakukan pada pembuatan larutan 2000/1000 ppm dan 3000/1500 ppm IBA/NAA.

Perlakuan terhadap stek, Penanaman dan Pemeliharaan. Stek secara bersamaan dicelup selama ± 5 detik pada larutan auksin sesuai konsentrasi pada perlakuan. Stek yang telah diberikan perlakuan selanjutnya dibungkus dengan kertas koran dan dibiarkan tiris ditempat gelap. Stek yang telah tiris ditanam pada media tanam steril, dengan ruas (node) bagian bawah terbenam dalam media tanam. Inokulasi terhadap stek dilakukan secara bersamaan saat tanam yaitu dengan cara menyiram suspensi spora maupun miselium secara merata dalam bak stek. Inokulasi diulangi pada minggu ke 2 setelah penanaman stek. Setiap hari seluruh stek diberi pengabutan pada tengah hari kemudian sungkup ditutup kembali untuk menjaga kelembaban dan suhu lingkungan.

Pengamatan dan Analisis Data

Keragaman bahan stek dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Sedangkan keberhasilan stek dievaluasi 4 minggu setelah tanam menggunakan peubah persentase stek hidup (SH), persentase stek berakar (SA), persentase stek bertunas (ST), persentase stek berakar dan bertunas (STA), jumlah akar primer (JA), panjang akar primer (PA), jumlah tunas (JT), jumlah daun (JA) dan persentase stek terinfeksi fungi EcM. Beberapa peubah didefinisikan sebagai berikut:

1. SH adalah stek yang masih tetap segar hingga akhir percobaan, ditandai dengan masih hijaunya kulit batang stek;

2. SA adalah stek yang mampu memproduksi akar adventif hingga akhir percobaan;

3. ST adalah stek yang mampu menghasilkan tunas hingga akhir percobaan; 4. STA adalah stek yang berakar dan bertunas hingga akhir percobaan.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT).

Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian

Keragaman Bahan Stek

Bahan stek asal tanaman merbau berumur 2 tahun diambil dari bagian atas (apikal) pucuk yaitu bahan stek C dan D memiliki diameter berkisar 0,12 – 0,34 cm, sedangkan asal dari bagian bawah (basal) pucuk yaitu bahan stek A dan B berdiameter berkisar 0,17 – 0,50 cm. Bahan stek asal bagian pucuk (apikal) antara A dan B relatif memiliki diameter yang sama, demikian pula antara C dan D. Namun demikian bahan stek asal apikal memiliki diameter lebih kecil bila dibandingan dengan bahan stek asal bagian basal (Gambar 24).

Respon Stek Terhadap Penggunaan ZPT dan Mikoriza

Hasil analisis keragaman (Anova) menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan ZPT auksin (IBA/NAA) dengan pemberian inokulasi mikoriza. Di lain pihak perlakuan ZPT berpengaruh nyata pada perlakuan persen stek berakar (SA), persentase stek bertunas dan berakar (STA) dan jumlah akar(JA). Sebaliknya pemberian perlakuan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua peubah yang diamati pada 4 minggu setelah tanam (Lampiran 11 - 17 dan Tabel 10).

Gambar 24 Keragaman diameter bahan stek yang digunakan. Bahan stek asal bagian basal (A dan B) dan bahan stek asal bagian apikal (C dan D).

Tabel 10 Rata-rata persentase stek hidup (SH), persentase stek bertunas (ST), persentase stek berakar (SA), persentase stek bertunas dan berakar (STA), jumlah rata-rata akar primer (JA), rata-rata panjang akar primer (PA), jumlah daun (JD) dan persentase stek terinfeksi (I) dipengaruhi oleh pemberian auksin dan inokulasi fungi ektomikoriza Scleroderma sp. pada 4 minggu setelah tanam

Perla- SH ST SA STA JA JD JT PA I kuan (%) (%) (%) (%) (cm) (%) Auksin Z0 80,6 a 37,5 a 36,8 b 27,1 a 1,1 c 1,7 a 1,1 a 11,4 a 0,00 a Z1 75,7 a 52,8 a 77,1 a 50,0 b 1,8 b 1,8 a 1,0 a 11,1 a 0,00 a Z2 71,5 a 43,1 a 76,4 a 43,1 bc 2,4 a 1,7 a 1,5 a 11,0 a 0,00 a Z3 72,2 a 38,9 a 73,6 a 34,0 c 2,6 a 1,5 a 1,1 a 10,6 a 0,02 a Inokulasi Mikoriza F0 73,4 a 40,1 a 63,5 a 36,5 a 2,0 a 1,7 a 1,1 a 11,0 a 0,00 a F1 76,0 a 41,1 a 68,2 a 35,9 a 1,8 a 1,7 a 1,0 a 10,1 a 0,01 a F2 75,5 a 47,9 a 66,1 a 43,2 a 2,1 a 1,7 a 1,1 a 12,3 a 0,02 a *Nilai rataan dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

Pemberian auksin sangat tampak pengaruhnya pada jumlah stek berakar yang dihasilkan. SA tertinggi hingga terendah berturut-turut dijumpai pada perlakuan Z1 (77,1%), Z2 (76,4%), Z3 (73,6%) dan terendah pada perlakuan kontrol Z0 (36,8%). Kecenderungan yang sama ditunjukkan pada peubah STA. Demikian pula pada peubah JA, keseluruhan perlakuan pemberian auksin mendorong pembentukan akar primer lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Sebaliknya pemberian auksin tidak berpengaruhi dalam pembentukan tunas, jumlah daun maupun panjang akar primer (Tabel 10 dan Gambar 25).

Gambar 25 Perbedaan hasil penyetekan batang merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] pada 4 minggu setelah tanam akibat pengaruh pemberian auksin, (a) kontrol (Z0), (b) perlakuan 1000 ppm IBA/500 ppm NAA (Z1), (c) perlakuan 2000 ppm IBA/1000 ppm NAA (Z2), (d) perlakuan 3000 ppm IBA/1500 ppm NAA (Z3).

Perakaran, Pertunasan dan Keberhasilan Infeksi Fungi Etomikoriza

Pembentukan akar pada pelakuan auksin selalu ditandai dengan pembentukan kalus pada bagian basal stek (Gambar 26a). Penggunaan stek dua buku (node), awalnya, buku atas dimaksudkan untuk tempat tumbuh tunas sedangkan buku bagian bawah yang tertanam dalam media sebagai tempat tumbuh akar. Namun yang terjadi, akar adventif justru tumbuh dari bagian ruas

(internode) (Gambar 26b), sedangkan buku stek bagian bawah yang berada dalam media tanam cenderung berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tunas (Gambar 26d). Pemberian inokulum fungi EcM Scleroderma sp. pada media stek tidak memberikan pengaruh pada semua peubah yang diukur. Mikoriza dapat terbentuk namun jumlah stek terinfeksi sangat rendah yaitu stek terinfeksi sebesar 0,02% pada penggunaan suspensi spora dan 0,01% pada penggunaan suspensi agregat miselium (Tabel 10 dan Gambar 26c).

Gambar 26 Karakteristik pembentukan akar dan tunas pada stek merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]. (a) pembentukan akar pada perlakuan auksin selalu didahului dengan terbentuknya kalus (tanda panah), (b) akar adventif tumbuh dari ruas stek (internode), (c) akar stek yang terkolonisasi fungi ektomikoriza Scleroderma sp., (d) buku (node) bagian bawah (tanda panah hitam) dan bagian atas (tanda panah putih). Buku bawah yang berada dalam media tanam cenderung membentuk tunas.

Pembahasan

Keberhasilan stek didefinisikan sebagai stek yang mampu untuk hidup dan berkembang menjadi tanaman lengkap. Peubah yang paling tepat untuk menggambarkan keberhasilan stek dalam penelitian ini adalah persentase stek berakar dan bertunas.

Pemberian auksin berpengaruh terhadap pembentukan akar adventif, tidak terhadap pembentukan tunas. Perlakuan pemberian auksin terbaik dalam pembentukan akar ditunjukkan oleh perlakuan Z1 (1000 ppm IBA/500 ppm NAA) yaitu sebesar 77,1% stek berakar (Tabel 10 dan Gambar 25). Hasil ini masih setara dengan hasil yang diperoleh Pudjiono dan Mahfudz (2007) sebesar 76,7% yang tidak disebutkan secara jelas definisi dari stek jadi. Walaupun demikian bila acuan stek jadi adalah stek berakar dan bertunas maka penelitian ini masih memperoleh hasil yang lebih rendah (43,1%). Bagaimanapun berdasarkan pengamatan, kondisi lingkungan dalam bak perkecambahan penyetekan inimasih belum optimal yaitu dengan suhu dan kelembaban dalam bak perkecambahan berturut turut berkisar dari 24oC dan 60% pada pagi hari, 38oC dan 85% pada siang hari. Pertumbuhan lumut yang invasif pada media tumbuh stek kemungkinan merupakan salah satu faktor gangguan dalam keberhasilan stek. Oleh karena itu, peningkatan jumlah stek jadi masih dimungkinkan dengan memperbaiki kelemahan iklim mikro dalam bak penyetekan yang digunakan.

ZPT auksin campuran IBA dan NAA sangat umum digunakan dalam penyetekan jenis-jenis tanaman berkayu, seperti yang dilakukan oleh Bryan et al. (2002) pada tanaman Acacia wrightii dan Landon dan Banco (2002) pada tanaman Vinca minor. Pemberian kombinasi IBA/NAA pada tanaman berkayu seringkali memberikan hasil lebih baik (Hartmant et al. 2002). Pemberian auxin diketahui mampu meningkatkan aktifitas hidrolisis karbohidrat sehingga terjadi pula peningkatan gula-gula aktif secara fisiologis yang menyediakan material dan energi bagi jaringan meristematik dalam pembentukan akar adventif (Abdulah et al. 2006). Peningkatan aktifitas akibat penggunaan auksin tersebut ditampakkan dengan adanya peningkatan mobilisasi karbohidrat total pada bagian pangkal

dasar stek namun kemudian menurun sejalan dengan terjadinya pembentukan akar (Basak et al. 1995; Rout et al. 1996).

Pemberian inokulum fungi EcM Scleroderma sp. pada stek tidak menunjukkan perbedaan yang cukup nyata dengan stek yang tidak diberikan inokulum (kontrol) pada semua peubah yang diamati (Tabel 10.). Berbeda dengan beberapa penelitian yang melaporkan manfaat pemberian inokulum mikoriza bagi keberhasilan stek melalui efek langsung dari auksin yang dihasilkan (Niemi et al. 2002) ataupun melalui peran perlindungan yang diberikan terhadap stek yang masih rapuh terhadap serangan penyakit (McLean et al. 1994).

Pengaruh pemberian inokulum fungi EcM yang tidak seperti diharapkan tampaknya berkaitan dengan waktu pemberian fungi EcM yang tidak tepat. Pembentukan mikoriza terkendala dengan ketersediaan akar rambut muda sebagai tempat masuknya infeksi mikoriza, karena inokulasi dilakukan terlalu awal pada saat perakaran belum terbentuk dengan baik. Indikator tidak tepatnya waktu pemberian inokulum tampak dari mampunya beberapa stek berakar dikolonisasi oleh fungi EcM Scleroderma sp. Oleh karena itu evaluasi lebih lanjut untuk melihat waktu yang tepat dalam pemberian inokulum pada penyetekan masih perlu dilakukan.

Di lain pihak pemberian awal inokulum yang dimaksudkan untuk menambahkan auksin eksogenous juga tidak menampakkan hasil. Inokulum fungi Scleroderma sp. padat maupun semi-cair terdeteksi memiliki kandungan IAA cukup tinggi 91.48-92.80 ppm, namun dengan pemberian inokulum dalam bentuk suspensi sebanyak 30 ml per bak kecambah, tampaknya masih terlalu rendah konsentrasi auksin IAA untuk dapat memicu perakaran.

Pembentukan akar stek merbau selalu didahului dengan pembentukan kalus pada bagian ujung basal stek yang mendapat perlakuan auksin (Gambar 22a). Kalus adalah massa sel-sel parenchima yang tidak terdiferensiasi dengan tingkat lignifikasi yang berbeda. Kalus berkembang dari sel-sel pada bagian ujung pangkal stek pada daerah kambium vaskular. Pembentukan kalus dan pembentukan akar melibatkan pembelahan sel, namun keduanya tidak saling bergantung satu sama lainnya. Walaupun demikian pada beberapa jenis tanaman

pembentukan kalus tampaknya merupakan prekusor bagi pembentukan akar adventif (Hartmant et al. 2002). Fenomena yang sama juga dijumpai pada stek tanaman Casuarina equisetifolia L. (Rout et al. 1996).

Stek dengan paling sedikit memiliki 2 buku sangat umum digunakan dengan tujuan buku atas untuk pembentukan tunas dan buku bawah untuk pertumbuhan akar (Hartmant et al. 2002). Pada stek merbau buku bawah tidak menghasilkan perakaran seperti yang diharapkan. Akar adventif justru terbentuk dari bagian ruas. Bahkan bagian buku yang tertanam dalam media tanam stek terbentuk tunas dan kasus demikian menyebabkan penggunaan energi hasil reduksi kabohidrat tidak terfokus hanya pada pembentukan tunas pada buku bagian atas sehingga menyebabkan kualitas stek menjadi kurang baik. Kejadian demikian mengindikasikan bahwa penggunaan stek dengan buku tunggal (single-node cutting) sangat mungkin untuk diterapkan pada tanaman merbau. Penggunaan stek buku tunggal telah banyak dilakukan pada beberapa tanaman seperti pada tanaman jambu biji (Abdullah et al. 2006), pada tanaman Shorea leprosula (Aminah et al. 1997) dan pada Camellia sinensis (Rout 2006) dengan tujuan efisiensi penggunaan bahan stek.

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa merbau dapat diperbanyak melalui stek dengan menggunakan komposisi zat pengatur tumbuh IBA/NAA 2000 ppm/1000 ppm pada bak penyetekan dengan suhu 24oC – 38oC dan kelembaban 65-85% dalam bak penyetekan, dengan hasil stek berakar (76,4%) dan stek bertunas dan berakar (43,1%). Akar yang dihasilkan oleh stek telah mampu dikolonisasi oleh fungi ektomikoriza Scleroderma sp. asal merbau, walaupun demikian keberhasilan stek tidak menampakkan perbedaan antara stek yang diinokulasi dengan stek yang tidak diinokulasi. Akar adventif selalu ke luar dari bagian ruas (internode) sedangkan pada buku (node) bagian bawah yang dibenamkan dalam media tanam cenderung tumbuh tunas baru yang mengakibatkan pertumbuhan stek menjadi tidak terkonsentrasi pada buku bagian

atas. Kemungkinan penggunaan stek dengan buku tunggal (single node cuttings) dapat dikaji untuk diterapkan pada tanaman merbau.

Daftar Pustaka

Abdullah ATM, Hossain MA, Bhuiyan MK. 2006. Clonal propagation of guava (Psidium guajava Linn) by stem cutting from mature stockplants. J For Res 17(4):301-304.

Ali M, Malik AR, Sharma KR. 2008. Vegetatif propagation of Berberis aristata DC. An endangered himalayan shrub. J Medicinal Plants Res Vol. 2(12):374-377.

Aminah H, Dick J, Grace 1997. Rooting of Shorea leprosula stem cuttings decreases with increasing leaf area. For Ecol Manag 91:247-254.

Araya HT. 2005. Seed germination and vegetative propagation of bush tea (Athriaxia phylicoides) [Thesis].. Pretoria: Departement of Plant Production and Soil Sciences, University of Pretoria.

Basak UC, Das AB, Das P. 1995. Metabolic changes during rooting in stem cuttings of five mangrove species. Plant Growth Regulations 17:141-148. Brundrett M, et al. 2005. Nursery inoculation of Eucalyptus seddlings in Western

Australia and Sourthern China using spores and mycelial inoculum of diverse ectomycorrhizal fungi from different climatic regions. For Ecol Manag 209:193-205.

Bryan DL, Lineberger RD, Watson WT, Hall CR, Arnold MA. 2002. Propagation of spineless wright acacias. SNA Research Conference 47:306-308.

Hartman HT, Kester DE, Davies FT, Geneve R. 2002. Plant propagation: principle and practices. 7th Ed. Prentice-Hall International, Inc, New Yersey. 646 hal.

Henselová M, Lux A, Masarovičová E. 2002. Effect of growth regulator on rooting cuttings of Karwinskia species under in vivo conditions. Rostlinná Výroba 48:471-478.

Landon A, Banko TJ. 2002. Factors affecting rooting of Vinea minor single-node cuttings. SNA Research Conferences 47:328-330.

McLean C, Lawrie AC, Blazé KL. 1994. The effect of soil microflora on the survival of cuttings of Epacris impressa. Plant and Soil 166:295-297. Niemi K, Vuorinen T, Ernstsen A, Hâggman H. 2002. Ectomycorrhizal fungi and

exogenauxin influence root and mycorrhiza formation of scot pine hipocotyl cuttings in vitro. Tree Physiol 22:1231-1239.

[PROSEA] Plant Resources of South-East Asia. 1994. Plant Resources of South- East Asia 5. Di dalam: Leummans RHMJ dan Soerianegara, Editor. (1) Timber Trees: Major Commercial Timbers. Bogor: PROSEA.

Pudjiono S Mahfudz. 2007. Perbanyakan tanaman merbau dan upaya pengembangannya. Paper dipresentasikan pada Pertemuan Merbau tanggal 31 Juli 2007 di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta.

Rout GR, Samantaray S, Rout MC, Das P. 1996. Metabolic changes during rooting in stem cuttings of Casuarina equisetifolia L.: effect of auxin, the sex and the type of cutting on rooting. Plant Growth Regulations 19:33- 43.

Rout GR. 2006. Effect of auxins on adventitious root development from single node cuttings of Camellia sinensis (L.) Kuntze and associated biochemical change. Plant Growth Regulations 48:111-117

PENGARUH INOKULASI FUNGI EKTOMIKORIZA